Aku dan Fani masih di dalam kamar hotel, Fani mendatangi kamar hotelku. Waktu chekout masih beberapa jam lagi, sembari berdandan kami bercerita tentam semalam.
"Gila! Fan, Om Rudi kuat banget, gue sampai pegel-pegel, minum obat kuat kali, ya," aku menceritakannya.
"Pastinya Siska, enggak mungkin Om-om seumuran seperti mereka kuat senggama, Om yang sama gue juga gitu, buas banget, huaah, nambah pula," ujar Fani menarik nafas.
"Jiah, senasib dah Fan dan tahu enggak Fan, minggu depan mau mengajak kita lagi dengan bayaran yang sama, gimana?" Tanyaku pada Fani.
"Sikatlah Sis, lumayan lah, heee. By the way, gue enggak masuk ah, hari ini, mau belanja kebutuhan dan cape banget," tutur Fani.
"Yah gue juga dah Fan, gue mau luluran dan pijat, memanjakan diri lah, enak kayaknya nih," inginku."Ide bagus tuh Sis, yuk bareng."
"Udah yuk, kita cekout sekarang."
Ajakan Fani aku setujui, merapikan diri dan bersiap keluar dari kamar.
Memanjakan diri, menikmati hidup duniawi dengan merabat tubuh, berbaring pada sebuah ruangan, aroma terapi yang aku hirup membuatku terhempas pada segemgam rasa. Pijatan lembut kaki dan seluruh badanku merenggut kewarasanku. Aku dibuatnya mengantuk, lemas lunglai tidak berdaya. Benar-benar sensasi luar biasa yang aku rasakan, berharap segala kelelahan di setiap saraf dan otot pulih kembali.Hingga, aku tertidur dengan lelapnya."Mba, sudah selesai," colekan lembut karyawati itu setelah selesai memijat."Mmm ... Sudah selesai ya Mba, maaf aku ketiduran," aku paksakan membuka mata dan beranjak bangun.Aku mencium lengan tanganku, wangi aromanya sungguh tidak membosankan, sehelai handuk yang aku pegang dengan tanganku menutupi separuh badanku. Melanjutkan mandi dengan air hangat, membasuh secara perlahan sedikit demi sedikit kulitku yang berkilau, sambung lagi dengan ritual mandi seperti biasa, ah! Segarnya.Selesai memakai pakaian aku keluar da
"Dih, perasaan cantikan gue, warna kulit juga putihan gue, kenapa dia selalu diperebutkan Lelaki, ya."Siska iri melihat temannya dari kejauhan yang selalu di dekati Lelaki dan mengobrol dengan dekatnya."Fani ...! Sini deh."Temannya Fani menghampiri."Eh, lo lihat deh si sok cantik itu, kenapa dia selalu di dekati para Lelaki, ya, coba lo lihat gue, cantikan mana gue sama dia! Jawab jujur," tanyaku pada Fani."Secara fisik cantikan elo, tapi kalau lihat auranya kenapa dia lebih enak di lihat, ya. Kalau warna kulit jelas elo Say, putih bersih, nah yang gue bingung ya, itu tadi. Si sok cantik itu ronanya kayaknya wah gimana, gitu."Fani juga menjadi berpikir dan terheran-heran, memang sempat mengucap juga hal yang sama seperti Siska. Kenapa bisa lengket Lelaki kalau sudah mengobrol dengannya."Nah itu dia Fan, sudah dari bulan lalu gue perhatiin tuh burik, lihat aja
"Sudah makannya? Aku pesan taksinya sekarang, bagaimana," tanya Fani."Boleh, aku bayar dulu, ya. Sekalian membeli minum untuk di jalan," aku bangun dan membayarnya."Bentar lagi taksi datang Say, kebetulan sedang dekat sini, yuk ke depan," ucap Fani berdiri dan membersihkan mulutnya dengan tissue."Yuk, sudah aku bayar semua," aku melangkah dan dan disusul Fani berjalan."Bu, saya sudah di titik jemputan," pesan dari Supir Online."Tunggu ya, Pak," gegas Fani dan mengajak Siska menuju mobil.Langkah cepat menghampiri mobil itu."Bapak Jajang, ya," tanya Fani memastikan nama Supir."Iya Bu, dengan Bu Fani, ya, silahkan masuk Bu," Supir mempersilahkan."Selamat menjelang siang Bu," sambut Supir.
Cepat sekali ya susuk itu bekerja, perasaan baru saja. Ibu warung langgananku mengatakan aku terlihat berbeda hari ini. Aku masih berdiri di depan etalase warung sebuah kantin dekat tempat kerjaku, menunggu pesanan makanku sedang di ambilkan. Perasaanku sepertinya beberapa mata memperhatikanku, segera aku menoleh ke belakang, eh iya! Benar saja. Dua orang Lelaki yang tengah duduk sembari makan melihatiku. Ketahuan deh kamu ... Gumamku dan aku lontarkan senyum tipis kepada dua Lelaki itu, setipis gorengan tempe yang aku pesan ini, hehee. Ih, senyumku dibalasnya lagi. Aku menengok ke arah Fani yang sedang memesan makanan juga di tempat lain. Selera makan kami berdua berbeda, masing-masing dari kami mempunyai warung makan langganan namun kini, pantangan kami sama. "Makannya ini saja, ya," ucap Ibu warung memberikan sepiring nasi dan lauk pauknya. "Udah Bu, itu saja," jawabku dan meraih piring itu. &nbs
Aku dan Fani sedang mengganti pakaian di ruang ganti, teman-teman seprofesi juga ada dan mereka sudah lebih dulu datang dan rapih termasuk si Burik sainganku. Ia rupaya telah rapih dan standby.Hanya pekerjaan ini yang aku bisa lakukan, sekolah saja hanya lulusan menengah pertama, bukan aku tidak mau mencari pekerjaan lain, sudah aku coba namun sulit, sedangkan kebutuhan dan tanggungan yang aku punya terus berjalan. Terpaksa aku menjalani pekerjaan ini sebagai pemandu lagu. Aku juga memiliki keahlian dalam bernyanyi.Kami telah selesai ganti baju dan berjalan keluar dari ruang ganti bergabung bersama teman-teman yang lainnya."Siska ... Sini deh," temanku bernama Meli memanggil."Ada apa Mel?" Jawabku menghampirinya sambil merapikan rambutku."Coba diam dulu dah."Meli memandangi wajahku dengan teliti, tangannya mengelus-elus pipiku. Entah apa yang ada dipikirannya.
Aku dan Fani masih menikmati malam ini di ruangan berukuran sedang bersama dua Lelaki berumur separuh baya, aku memanggilnya dengan sebutan Om. Ruangan ini tempat aku menunjukkan suaraku dan mendengarkan pelangganku bernyanyi, tidak mesti suaranya bagus, walaupun suaranya terkadang menyakitkan telingaku, tetap saja aku selalu berusaha terlihat senang dan baik-baik saja. Yang terpenting bagiku adalah uang pemberiannya.Kebetulan yang saat ini sedang bersamaku dan Fani Omnya keren-keren. Aku melihat si Om nampak senang sekali, sesekali tangan nakalnya memegang pinggangku, mendekapku di sela ia bernyanyi. Aku seperti biasa tiada hari tanpa akting dan bersandiwara. Menunjukkan diriku seolah-olah ikut nyaman dan senang bersamanya. Tapi ... Kalau tangannya lebih nakal lagi, tentu saja aku mengeluarkan jurusku yaitu menolaknya secara perlahan dan baik-baik agar tidak menyinggungnya.Makanan dan minuman yang aku mau apapun itu telah dijamin Om
"Om, aku dan Fani temanku sudah sepakat dan mau dengan tawaran Om tadi."Setelah aku dan Fani berunding akhirnya menyepakati, tadi dari toilet berdua Fani, lalu ku berjalan ke sofa dan duduk di sebelah Om Rudi. Tangannya kembali lagi merangkul pinggangku, sepertinya memang Om Rudi sudah tidak tertahankan."Ya sudah, nanti jam berapa Om jemput," tanya Om Rudi padaku."Masalah harga gimana Om," aku mempertegas mengenai uang nantinya."Ya kamu maunya berapa sayang, jadi berdua berapa? Sebut saja," tanya Om Rudi."Duh Om, aku kan enggak pernah," sandiwara akting aku perankan."Oalaa, kamu belum pernah toh, serius! Tapi sudah pernah berhubungankan, apa kamu masih perawan?" Tegas Om Rudi serius."Ya berhubungan pernah Om, duh si Om pertanyaannya, heee," ucapku sambil mesem-mesem."Eh, kirain, ya udah gini saja, nanti Om kasih sebesar ....," Om Rudi mengatakan kepadaku uang yang akan diberikanny
Aku dan Fani tengah berada pada sebuah parkiran mobil, menunggu Om Rudi yang sedang on the way. Ada perasaan grogi juga sih, gemetar gitu, sudah sekian lama juga aku tidak pernah mau diajak kencan di luaran gini.Malam itu angin serasa lebih menusuk, waktu telah menunjukkan pukul 12, hati memang tidak bisa dibohongi, biar bagaimanapun juga, merasa jadi pusat perhatian di luaran ini. Maklum waktunya memang sudah semestinya berada di dalam rumah.Lama menunggu akhirnya datang juga, sebuah mobil sport keren seharga M-an, mungkin, melaju mendekatiku.Brem ... Brem ....Suara mobilnya yang mengikat mata beberapa orang yang melihatnya."Ayuk sayang, kita jalan sekarang," sapa Om Rudi dari dalam mobilnya."Yuk Om, senyumku menyambutnya dan aku mencolek Fani, kemudian kami berdua melangkah dan masuk ke dalam mobil."Ok, kita berangkat," Om Rudi melaju lambat mobilnya.Keluar area da