Aku dan Fani sedang mengganti pakaian di ruang ganti, teman-teman seprofesi juga ada dan mereka sudah lebih dulu datang dan rapih termasuk si Burik sainganku. Ia rupaya telah rapih dan standby.
Hanya pekerjaan ini yang aku bisa lakukan, sekolah saja hanya lulusan menengah pertama, bukan aku tidak mau mencari pekerjaan lain, sudah aku coba namun sulit, sedangkan kebutuhan dan tanggungan yang aku punya terus berjalan. Terpaksa aku menjalani pekerjaan ini sebagai pemandu lagu. Aku juga memiliki keahlian dalam bernyanyi.
Kami telah selesai ganti baju dan berjalan keluar dari ruang ganti bergabung bersama teman-teman yang lainnya.
"Siska ... Sini deh," temanku bernama Meli memanggil.
"Ada apa Mel?" Jawabku menghampirinya sambil merapikan rambutku.
"Coba diam dulu dah."
Meli memandangi wajahku dengan teliti, tangannya mengelus-elus pipiku. Entah apa yang ada dipikirannya.
"Loe pakai skincare apa? Kok cerah banget sih."
Tanya Meli keheranan, aku terkejut dan tersenyum genit meledeknya.
"Yee ... Malah tebar pesona, gue nanya skincare juga!" Sahut Meli masih penasaran.
"Apa sih Mel, gue enggak pake skincare, hanya pembersih muka aja, loe mau pake? Tuh ada," jawabku dan meninggalkannya.
"Ah loe Sis."
Meli tidak percaya, aku melanjutkan berjalan ke arah Fani.
"Meli ngapain? Sis," tanya Fani.
"Itu loh Fan, dia lihat muka gue katanya cerah glowing terus Meli nanya pakai skincare apa, sebenernya gue mau ketawa tapi ya, gue tahan, gue bilang aja hanya pakai sabun muka, eh! Dia enggak percaya, gue bilang kalau mau pakai sabun muka gue, pakai saja. Kekeh dia enggak percaya Fan, haaa, dah, gue tinggal aja."
Siska menjelaskan dengan penuh rasa bangga, mendapati rencananya sudah mulai terlihat dengan cepat, ya itu susuk jarum emas yang dia pasang di wajahnya. Membuat bersinar glowing dan bercahaya.
"Hahahaa ...." Tawa Fani tidak lepas karena menahan agar yang lain tidak curiga.
"Eh iya Sis, gue juga gitu tadi pas mau jalan ke sini, resepsionis bilang gitu juga, cuma ya, gue senyumin aja deh sambil berjalan genit meledeknya, terus gue bilang perawatan dong! Haaa."
"Semoga malam ini kita dapat banyak ya, Fan."
Aku dan Fani duduk bersama menikmati malam ini, alunan musik menambah suasana kerja lebih semangat. Menyambut para Lelaki mencari hiburan, walaupun beberapa jam yang membuat Lelaki merasa senang. Teelihat ketika sedang bersama-sama menumpahkan segala rasa hiruk pikuk kegiatan di luaran sana. Tangan genit terkadang menggerayangiku, itulah resiko pekerjaanku. Bagaimanapun aku selalu menghadapinya dengan tenang tanpa menyinggungnya. Perih kalau dipikirkan apa lagi membayangkannya. Tidak sedikit ajakan kencan di luaran sehabis dari sini, menolak secara kasar? Ya tidak. Menepis dengan halus memakai logika dan hati nurani karena Lelaki itu tanpa harus dikasari semua bisa diatasi. Bukan munafik pernah juga aku tidak menolak karena jumlah uang yang ditawarkan lumayan besar, disamping itu Lelaki yang mengajakku bertampang keren.
"Nah Fan, ada tamu tuh!" Ucapku melihat dua om-om keren datang.
"Iya sih, keren-keren lagi."
Fani beranjak bangun dan merapikan baju serta rambutnya. Aku masih santai duduk-duduk, rasanya pembawaan jiwaku lebih santai dan percaya diri, tidak ngoyo atau nafsu berambisi ingin selalu mendapatkan tamu.
"Siska!" Resepsionis memanggil.
Aku yang sedang bermain handphone sambil duduk terkejut.
"Ya ...."
Segera aku bangun berdiri.
"Udah sana Sis, dia mau loe kali."
Cetus Fani menyuruhku menghampiri.
"Gue ke sana dulu ya, Fan."
Aku berjalan cepat menuju resepsionis.
"Ya, kenapa?"
Tanyaku setelah sampai di depan kedua Lelaki tersebut dan resepsionis.
"Ini Sis, dia mau sama kamu."
Celetuk resepsionis. Kemudian aku berkenalan.
"Satu lagi siapa? Om."
Tanyaku pada Om-Om yang bersalaman denganku, senyumnya yang menawan dan aku membalasnya dengan senyum terbaikku.
"Itu teman kamu lagi santaikan, panggil coba suruh ke sini, Om mau kenalan," celoteh teman si Om yang satunya.
"Oke Om, sebentar."
Aku melambaikan tanganku pada Fani dan memintanya menemuiku. Fanipun berdiri dan tersenyum berjalan ke arahku.
"Apa Sis?" Fani basa-basi sesampainya di hadapanku dan kedua Om itu.
Bersambung.
Aku dan Fani masih menikmati malam ini di ruangan berukuran sedang bersama dua Lelaki berumur separuh baya, aku memanggilnya dengan sebutan Om. Ruangan ini tempat aku menunjukkan suaraku dan mendengarkan pelangganku bernyanyi, tidak mesti suaranya bagus, walaupun suaranya terkadang menyakitkan telingaku, tetap saja aku selalu berusaha terlihat senang dan baik-baik saja. Yang terpenting bagiku adalah uang pemberiannya.Kebetulan yang saat ini sedang bersamaku dan Fani Omnya keren-keren. Aku melihat si Om nampak senang sekali, sesekali tangan nakalnya memegang pinggangku, mendekapku di sela ia bernyanyi. Aku seperti biasa tiada hari tanpa akting dan bersandiwara. Menunjukkan diriku seolah-olah ikut nyaman dan senang bersamanya. Tapi ... Kalau tangannya lebih nakal lagi, tentu saja aku mengeluarkan jurusku yaitu menolaknya secara perlahan dan baik-baik agar tidak menyinggungnya.Makanan dan minuman yang aku mau apapun itu telah dijamin Om
"Om, aku dan Fani temanku sudah sepakat dan mau dengan tawaran Om tadi."Setelah aku dan Fani berunding akhirnya menyepakati, tadi dari toilet berdua Fani, lalu ku berjalan ke sofa dan duduk di sebelah Om Rudi. Tangannya kembali lagi merangkul pinggangku, sepertinya memang Om Rudi sudah tidak tertahankan."Ya sudah, nanti jam berapa Om jemput," tanya Om Rudi padaku."Masalah harga gimana Om," aku mempertegas mengenai uang nantinya."Ya kamu maunya berapa sayang, jadi berdua berapa? Sebut saja," tanya Om Rudi."Duh Om, aku kan enggak pernah," sandiwara akting aku perankan."Oalaa, kamu belum pernah toh, serius! Tapi sudah pernah berhubungankan, apa kamu masih perawan?" Tegas Om Rudi serius."Ya berhubungan pernah Om, duh si Om pertanyaannya, heee," ucapku sambil mesem-mesem."Eh, kirain, ya udah gini saja, nanti Om kasih sebesar ....," Om Rudi mengatakan kepadaku uang yang akan diberikanny
Aku dan Fani tengah berada pada sebuah parkiran mobil, menunggu Om Rudi yang sedang on the way. Ada perasaan grogi juga sih, gemetar gitu, sudah sekian lama juga aku tidak pernah mau diajak kencan di luaran gini.Malam itu angin serasa lebih menusuk, waktu telah menunjukkan pukul 12, hati memang tidak bisa dibohongi, biar bagaimanapun juga, merasa jadi pusat perhatian di luaran ini. Maklum waktunya memang sudah semestinya berada di dalam rumah.Lama menunggu akhirnya datang juga, sebuah mobil sport keren seharga M-an, mungkin, melaju mendekatiku.Brem ... Brem ....Suara mobilnya yang mengikat mata beberapa orang yang melihatnya."Ayuk sayang, kita jalan sekarang," sapa Om Rudi dari dalam mobilnya."Yuk Om, senyumku menyambutnya dan aku mencolek Fani, kemudian kami berdua melangkah dan masuk ke dalam mobil."Ok, kita berangkat," Om Rudi melaju lambat mobilnya.Keluar area da
Om Rudi kuat sekali, aku kelabakan melayaninya, pasti dia meminum obat kuat, huft," dalam hati berucap.Berbaring di atas ranjang tanpa sehelai pakaian dan hanya menutupi dengan selimut, menghela nafas merasakan lelah yang sangat luar biasa, sudah lama sekali aku tidak bergelut dengan kenikmatan ini, tapi ini lebih dari wajarnya. Memandangi Om Rudi dengan badannya yang atletis menuju kamar mandi. Nafasku masih terengah-engah. Andai boleh, mungkin aku memintanya untuk menyudahi, tapi ... Tugasku ya, melayaninya."Siska, makan dulu yuk, kamu mau makan apa?"Sembari melangkah menghampiriku menawarkan makanan, Om Rudi duduk di sebelahku, usapan lembut tangannya merapikan rambutku, aku sangat senang sekali dengan sikap penyayangnya."Makan apa saja deh Om, terserah Om saja.""Oke, sebentar Om pesan dulu."Menakan tombol telepon yang terhubung dengan resepsionis. Aku sedikit bangun dan menyandarkan tubuhku, terbayang setelah makan, apa
Aku dan Fani masih di dalam kamar hotel, Fani mendatangi kamar hotelku. Waktu chekout masih beberapa jam lagi, sembari berdandan kami bercerita tentam semalam."Gila! Fan, Om Rudi kuat banget, gue sampai pegel-pegel, minum obat kuat kali, ya," aku menceritakannya."Pastinya Siska, enggak mungkin Om-om seumuran seperti mereka kuat senggama, Om yang sama gue juga gitu, buas banget, huaah, nambah pula," ujar Fani menarik nafas."Jiah, senasib dah Fan dan tahu enggak Fan, minggu depan mau mengajak kita lagi dengan bayaran yang sama, gimana?" Tanyaku pada Fani."Sikatlah Sis, lumayan lah, heee. By the way, gue enggak masuk ah, hari ini, mau belanja kebutuhan dan cape banget," tutur Fani."Yah gue juga dah Fan, gue mau luluran dan pijat, memanjakan diri lah, enak kayaknya nih," inginku."Ide bagus tuh Sis, yuk bareng.""Udah yuk, kita cekout sekarang."Ajakan Fani aku setujui, merapikan diri dan bersiap keluar dari kamar.
Memanjakan diri, menikmati hidup duniawi dengan merabat tubuh, berbaring pada sebuah ruangan, aroma terapi yang aku hirup membuatku terhempas pada segemgam rasa. Pijatan lembut kaki dan seluruh badanku merenggut kewarasanku. Aku dibuatnya mengantuk, lemas lunglai tidak berdaya. Benar-benar sensasi luar biasa yang aku rasakan, berharap segala kelelahan di setiap saraf dan otot pulih kembali.Hingga, aku tertidur dengan lelapnya."Mba, sudah selesai," colekan lembut karyawati itu setelah selesai memijat."Mmm ... Sudah selesai ya Mba, maaf aku ketiduran," aku paksakan membuka mata dan beranjak bangun.Aku mencium lengan tanganku, wangi aromanya sungguh tidak membosankan, sehelai handuk yang aku pegang dengan tanganku menutupi separuh badanku. Melanjutkan mandi dengan air hangat, membasuh secara perlahan sedikit demi sedikit kulitku yang berkilau, sambung lagi dengan ritual mandi seperti biasa, ah! Segarnya.Selesai memakai pakaian aku keluar da
"Dih, perasaan cantikan gue, warna kulit juga putihan gue, kenapa dia selalu diperebutkan Lelaki, ya."Siska iri melihat temannya dari kejauhan yang selalu di dekati Lelaki dan mengobrol dengan dekatnya."Fani ...! Sini deh."Temannya Fani menghampiri."Eh, lo lihat deh si sok cantik itu, kenapa dia selalu di dekati para Lelaki, ya, coba lo lihat gue, cantikan mana gue sama dia! Jawab jujur," tanyaku pada Fani."Secara fisik cantikan elo, tapi kalau lihat auranya kenapa dia lebih enak di lihat, ya. Kalau warna kulit jelas elo Say, putih bersih, nah yang gue bingung ya, itu tadi. Si sok cantik itu ronanya kayaknya wah gimana, gitu."Fani juga menjadi berpikir dan terheran-heran, memang sempat mengucap juga hal yang sama seperti Siska. Kenapa bisa lengket Lelaki kalau sudah mengobrol dengannya."Nah itu dia Fan, sudah dari bulan lalu gue perhatiin tuh burik, lihat aja
"Sudah makannya? Aku pesan taksinya sekarang, bagaimana," tanya Fani."Boleh, aku bayar dulu, ya. Sekalian membeli minum untuk di jalan," aku bangun dan membayarnya."Bentar lagi taksi datang Say, kebetulan sedang dekat sini, yuk ke depan," ucap Fani berdiri dan membersihkan mulutnya dengan tissue."Yuk, sudah aku bayar semua," aku melangkah dan dan disusul Fani berjalan."Bu, saya sudah di titik jemputan," pesan dari Supir Online."Tunggu ya, Pak," gegas Fani dan mengajak Siska menuju mobil.Langkah cepat menghampiri mobil itu."Bapak Jajang, ya," tanya Fani memastikan nama Supir."Iya Bu, dengan Bu Fani, ya, silahkan masuk Bu," Supir mempersilahkan."Selamat menjelang siang Bu," sambut Supir.