Aku dan Fani masih menikmati malam ini di ruangan berukuran sedang bersama dua Lelaki berumur separuh baya, aku memanggilnya dengan sebutan Om. Ruangan ini tempat aku menunjukkan suaraku dan mendengarkan pelangganku bernyanyi, tidak mesti suaranya bagus, walaupun suaranya terkadang menyakitkan telingaku, tetap saja aku selalu berusaha terlihat senang dan baik-baik saja. Yang terpenting bagiku adalah uang pemberiannya.
Kebetulan yang saat ini sedang bersamaku dan Fani Omnya keren-keren. Aku melihat si Om nampak senang sekali, sesekali tangan nakalnya memegang pinggangku, mendekapku di sela ia bernyanyi. Aku seperti biasa tiada hari tanpa akting dan bersandiwara. Menunjukkan diriku seolah-olah ikut nyaman dan senang bersamanya. Tapi ... Kalau tangannya lebih nakal lagi, tentu saja aku mengeluarkan jurusku yaitu menolaknya secara perlahan dan baik-baik agar tidak menyinggungnya.
Makanan dan minuman yang aku mau apapun itu telah dijamin Om, ah! Pipiku acap kali tersentuh tangannya dengan sengaja.
"Om, waktunya sebentar lagi habis, apa mau diperpanjang." Tanyaku pada Om yang bersamaku, sebut saja namanya Om Rudi.
"Tambah lagi dong, Om masih mau bersama kamu Siska," jawab Om dengan genit merangkul pundakku.
Kami lanjut lagi, makanan dan minuman tambah lagi. Duh! Om semakin panas dan lebih nakal lagi. Aku juga melihat Fani juga begitu, seperti kelabakan karena ulah si Om yang bersamanya.
"Om, nanti keterusan, enggak boleh, kita ada aturannya," aku berbisik ke telinga Om Rudi saat tangan nakalnya berusaha menjamah bagian dadaku.
"Maaf-maaf Sis, Om udah nafsu banget sama kamu, habis kamu gemesin!" Ucap Om berbicara samping pipiku.
"Iya iya Om, tugas aku hanya menemani bernyanyi Om, tidak boleh lebih, bahaya Om, aku bisa dipecat nanti, memangnya Om tega? Nanti aku enggak kerja lagi gimana? Biaya hidup aku nanti gimana Om, hee," aku menjawab dengan santai dan tertawa.
"Iya iya, tapi kalau chekin di luar gimana? Mau kan, kamu mau uang berapapun tinggal bilang, gimana?" Lirih Om Rudi semakin dekat di pipiku.
"Duh Om," aku diam dan berfikir sejenak, memang sih kebetulan uang aku sudah habis karena pasang susuk waktu itu lumayan mahal.
"Kok diam, kamu enggak percaya, ya," Celetuk Om Rudi dan mengambil handphone di saku celananya. Kemudian Om Rudi menunjukkan sesuatu padaku.
"Ini kamu lihat, ya," cetus Om Rudi mengajak aku melihat ponselnya.
Om Rudi menggulir handphonenya dan menuju aplikasi MBanking, lalu masuk dan menekan menu saldo.
"Tuh lihat saldo Om, atau ini kamu pegang uang Om yang ada di dompet sebagai uang tanda jadi, pokoonya Om sudah tergila-gila sama kamu," celoteh Om Rudi dan mengambil dompet dalam kantong celananya, isinya tebal sekali uang lembaran merah, mengeluarkan uang berapa lembar dan ingin memberikanku.
Aku terpanah matakau terbelangak melihat nominal saldo mbankingnya Om Rudi, amazing gumamku dalam hati, sepertinya aku luluh dengan jumlahnya itu.
"Emang Om mau kasih, berapa?" Ungkapku perlahan sambil tersenyum.
"Ya terserah kamu maunya berapa, teman kamu juga sekalian, enggak enak dong masa Om sendiri, temen Om sepertinya juga telah bernafsu tuh dengan teman kamu," jawab Om memandangi temannya di sebrang sofa kami yang sedang mengobrol dengan dekatnya bersama Fani.
"Kalau gitu aku mau bicara dulu sama teman aku Om, boleh?" Tanyaku.
"Boleh, ya sudah sana kamu tanya dulu," ujarnya.
Aku beranjak bangun dan memanggil Fani.
"Fani, sini sebentar, Om maaf ya, sebentar saja," aku permisi pada si Om teman kencannya Fani.
Kemudian aku mengajak Fani berbincang di toilet dalam room.
"Gimana Fan, kita berdua nanti mau diajak ngamar, berapapun biayanya terserah.," Aku berbisik pada Fani.
"Iya sih, tadi Om yang sama gue juga ngajakin,, gimana dong? Mereka kayaknya bener-bener tajir ya dan sudah jatuh hati bilangnya," ternyata Fani mengalami hal yang sama.
"Iya Fan, gimana ya, secara uangku juga sudah habis-habisan, apa kita terima saja ya, pastinya minta nominal yang wah, hee," aku tertawa tipis.
"Sama Sis, duit gue juga sudah habis, ya sudah lah, kita terima saja tawaran Om-om itu," Fani setuju.
"Baiklah kalau begitu, capcus, sepakat ya harganya."
Aku dan Fani keluar dari toilet dan telah menyepakati tarif kencan, lalu berjalan dengan dag dig dug menemui Om Rudi.
Bersambung.
"Om, aku dan Fani temanku sudah sepakat dan mau dengan tawaran Om tadi."Setelah aku dan Fani berunding akhirnya menyepakati, tadi dari toilet berdua Fani, lalu ku berjalan ke sofa dan duduk di sebelah Om Rudi. Tangannya kembali lagi merangkul pinggangku, sepertinya memang Om Rudi sudah tidak tertahankan."Ya sudah, nanti jam berapa Om jemput," tanya Om Rudi padaku."Masalah harga gimana Om," aku mempertegas mengenai uang nantinya."Ya kamu maunya berapa sayang, jadi berdua berapa? Sebut saja," tanya Om Rudi."Duh Om, aku kan enggak pernah," sandiwara akting aku perankan."Oalaa, kamu belum pernah toh, serius! Tapi sudah pernah berhubungankan, apa kamu masih perawan?" Tegas Om Rudi serius."Ya berhubungan pernah Om, duh si Om pertanyaannya, heee," ucapku sambil mesem-mesem."Eh, kirain, ya udah gini saja, nanti Om kasih sebesar ....," Om Rudi mengatakan kepadaku uang yang akan diberikanny
Aku dan Fani tengah berada pada sebuah parkiran mobil, menunggu Om Rudi yang sedang on the way. Ada perasaan grogi juga sih, gemetar gitu, sudah sekian lama juga aku tidak pernah mau diajak kencan di luaran gini.Malam itu angin serasa lebih menusuk, waktu telah menunjukkan pukul 12, hati memang tidak bisa dibohongi, biar bagaimanapun juga, merasa jadi pusat perhatian di luaran ini. Maklum waktunya memang sudah semestinya berada di dalam rumah.Lama menunggu akhirnya datang juga, sebuah mobil sport keren seharga M-an, mungkin, melaju mendekatiku.Brem ... Brem ....Suara mobilnya yang mengikat mata beberapa orang yang melihatnya."Ayuk sayang, kita jalan sekarang," sapa Om Rudi dari dalam mobilnya."Yuk Om, senyumku menyambutnya dan aku mencolek Fani, kemudian kami berdua melangkah dan masuk ke dalam mobil."Ok, kita berangkat," Om Rudi melaju lambat mobilnya.Keluar area da
Om Rudi kuat sekali, aku kelabakan melayaninya, pasti dia meminum obat kuat, huft," dalam hati berucap.Berbaring di atas ranjang tanpa sehelai pakaian dan hanya menutupi dengan selimut, menghela nafas merasakan lelah yang sangat luar biasa, sudah lama sekali aku tidak bergelut dengan kenikmatan ini, tapi ini lebih dari wajarnya. Memandangi Om Rudi dengan badannya yang atletis menuju kamar mandi. Nafasku masih terengah-engah. Andai boleh, mungkin aku memintanya untuk menyudahi, tapi ... Tugasku ya, melayaninya."Siska, makan dulu yuk, kamu mau makan apa?"Sembari melangkah menghampiriku menawarkan makanan, Om Rudi duduk di sebelahku, usapan lembut tangannya merapikan rambutku, aku sangat senang sekali dengan sikap penyayangnya."Makan apa saja deh Om, terserah Om saja.""Oke, sebentar Om pesan dulu."Menakan tombol telepon yang terhubung dengan resepsionis. Aku sedikit bangun dan menyandarkan tubuhku, terbayang setelah makan, apa
Aku dan Fani masih di dalam kamar hotel, Fani mendatangi kamar hotelku. Waktu chekout masih beberapa jam lagi, sembari berdandan kami bercerita tentam semalam."Gila! Fan, Om Rudi kuat banget, gue sampai pegel-pegel, minum obat kuat kali, ya," aku menceritakannya."Pastinya Siska, enggak mungkin Om-om seumuran seperti mereka kuat senggama, Om yang sama gue juga gitu, buas banget, huaah, nambah pula," ujar Fani menarik nafas."Jiah, senasib dah Fan dan tahu enggak Fan, minggu depan mau mengajak kita lagi dengan bayaran yang sama, gimana?" Tanyaku pada Fani."Sikatlah Sis, lumayan lah, heee. By the way, gue enggak masuk ah, hari ini, mau belanja kebutuhan dan cape banget," tutur Fani."Yah gue juga dah Fan, gue mau luluran dan pijat, memanjakan diri lah, enak kayaknya nih," inginku."Ide bagus tuh Sis, yuk bareng.""Udah yuk, kita cekout sekarang."Ajakan Fani aku setujui, merapikan diri dan bersiap keluar dari kamar.
Memanjakan diri, menikmati hidup duniawi dengan merabat tubuh, berbaring pada sebuah ruangan, aroma terapi yang aku hirup membuatku terhempas pada segemgam rasa. Pijatan lembut kaki dan seluruh badanku merenggut kewarasanku. Aku dibuatnya mengantuk, lemas lunglai tidak berdaya. Benar-benar sensasi luar biasa yang aku rasakan, berharap segala kelelahan di setiap saraf dan otot pulih kembali.Hingga, aku tertidur dengan lelapnya."Mba, sudah selesai," colekan lembut karyawati itu setelah selesai memijat."Mmm ... Sudah selesai ya Mba, maaf aku ketiduran," aku paksakan membuka mata dan beranjak bangun.Aku mencium lengan tanganku, wangi aromanya sungguh tidak membosankan, sehelai handuk yang aku pegang dengan tanganku menutupi separuh badanku. Melanjutkan mandi dengan air hangat, membasuh secara perlahan sedikit demi sedikit kulitku yang berkilau, sambung lagi dengan ritual mandi seperti biasa, ah! Segarnya.Selesai memakai pakaian aku keluar da
"Dih, perasaan cantikan gue, warna kulit juga putihan gue, kenapa dia selalu diperebutkan Lelaki, ya."Siska iri melihat temannya dari kejauhan yang selalu di dekati Lelaki dan mengobrol dengan dekatnya."Fani ...! Sini deh."Temannya Fani menghampiri."Eh, lo lihat deh si sok cantik itu, kenapa dia selalu di dekati para Lelaki, ya, coba lo lihat gue, cantikan mana gue sama dia! Jawab jujur," tanyaku pada Fani."Secara fisik cantikan elo, tapi kalau lihat auranya kenapa dia lebih enak di lihat, ya. Kalau warna kulit jelas elo Say, putih bersih, nah yang gue bingung ya, itu tadi. Si sok cantik itu ronanya kayaknya wah gimana, gitu."Fani juga menjadi berpikir dan terheran-heran, memang sempat mengucap juga hal yang sama seperti Siska. Kenapa bisa lengket Lelaki kalau sudah mengobrol dengannya."Nah itu dia Fan, sudah dari bulan lalu gue perhatiin tuh burik, lihat aja
"Sudah makannya? Aku pesan taksinya sekarang, bagaimana," tanya Fani."Boleh, aku bayar dulu, ya. Sekalian membeli minum untuk di jalan," aku bangun dan membayarnya."Bentar lagi taksi datang Say, kebetulan sedang dekat sini, yuk ke depan," ucap Fani berdiri dan membersihkan mulutnya dengan tissue."Yuk, sudah aku bayar semua," aku melangkah dan dan disusul Fani berjalan."Bu, saya sudah di titik jemputan," pesan dari Supir Online."Tunggu ya, Pak," gegas Fani dan mengajak Siska menuju mobil.Langkah cepat menghampiri mobil itu."Bapak Jajang, ya," tanya Fani memastikan nama Supir."Iya Bu, dengan Bu Fani, ya, silahkan masuk Bu," Supir mempersilahkan."Selamat menjelang siang Bu," sambut Supir.
Cepat sekali ya susuk itu bekerja, perasaan baru saja. Ibu warung langgananku mengatakan aku terlihat berbeda hari ini. Aku masih berdiri di depan etalase warung sebuah kantin dekat tempat kerjaku, menunggu pesanan makanku sedang di ambilkan. Perasaanku sepertinya beberapa mata memperhatikanku, segera aku menoleh ke belakang, eh iya! Benar saja. Dua orang Lelaki yang tengah duduk sembari makan melihatiku. Ketahuan deh kamu ... Gumamku dan aku lontarkan senyum tipis kepada dua Lelaki itu, setipis gorengan tempe yang aku pesan ini, hehee. Ih, senyumku dibalasnya lagi. Aku menengok ke arah Fani yang sedang memesan makanan juga di tempat lain. Selera makan kami berdua berbeda, masing-masing dari kami mempunyai warung makan langganan namun kini, pantangan kami sama. "Makannya ini saja, ya," ucap Ibu warung memberikan sepiring nasi dan lauk pauknya. "Udah Bu, itu saja," jawabku dan meraih piring itu. &nbs