"Dih, perasaan cantikan gue, warna kulit juga putihan gue, kenapa dia selalu diperebutkan Lelaki, ya."
Siska iri melihat temannya dari kejauhan yang selalu di dekati Lelaki dan mengobrol dengan dekatnya."Fani ...! Sini deh."Temannya Fani menghampiri."Eh, lo lihat deh si sok cantik itu, kenapa dia selalu di dekati para Lelaki, ya, coba lo lihat gue, cantikan mana gue sama dia! Jawab jujur," tanyaku pada Fani."Secara fisik cantikan elo, tapi kalau lihat auranya kenapa dia lebih enak di lihat, ya. Kalau warna kulit jelas elo Say, putih bersih, nah yang gue bingung ya, itu tadi. Si sok cantik itu ronanya kayaknya wah gimana, gitu."Fani juga menjadi berpikir dan terheran-heran, memang sempat mengucap juga hal yang sama seperti Siska. Kenapa bisa lengket Lelaki kalau sudah mengobrol dengannya."Nah itu dia Fan, sudah dari bulan lalu gue perhatiin tuh burik, lihat aja tuh, Lelakinya pada keren dan oke semua, bisa-bisanya deket sama dia, gimana dong Fan?" Cetusku "Hemm ... Sini deh gue bisikin, loe mau gak pasang susuk?" Lirih Fani di telingaku."Hah, susuk apaan?" Aku juga menjawab terheran dengan suara kekerasaan."Eh, pelan-pelan suara lo! Didenger orang nanti," colek Fani."Ups, sory. Iya gimana susuknya maksudnya, gue gak ngerti Fan," aku mendekatkan telinganya.Fani menarikku ke ruangan yang sepi dan jauh dari orang yang ada di sekitarku malam itu. Aku mengikuti jalannya Fani menuju samping luar gedung."Di sini deh, aman. Jadi gini, susuk itu pemikat, orang yang melihat lo akan terpesona, seperti lagu itu loh,Terpesona .... Aku ... Terpesona, heee. Lo mau gak, kalau mau gue anterin ke tempat orang yang biasa bisa memasang susuk pemikat."Fani menjelaskan sambil bernyanyi."Hemm ...." Tanganku di dagu berpikir sejenak."Mau deh, Fan. Kapan mau ke tempatnya?" Sepertinya aku tertarik dan sangat ingin menyaingi si burik itu."Oke kalau gitu, besok kita berangkat, pagi jam 9 gue telpon lo ya, Say," ajak Fani."Oceee siap."Semangatku menjawab ajakan Fani. Masalah biaya tenang saja, berapapun akan aku bayar asal bisa bersaing dan membuat si burik terpesona. Haaaa. Gumamku berjalan mengikuti Fani lagi, masuk ke dalam."Sepi amat nih kita Fan, malam ini," ungkapku yang duduk menunggu Lelaki yang datang."Santai saja Say, nanti juga ada, kok."Ucapan Fani membuatku merasa lebih santai, memang dia sahabat yang selalu mengisi hariku."Nah kan datang Say, dah sana sambut dia."Cetus Fani menyuruhku menyambut Lelaki yang datang, aku berdiri tersenyum kepadanya. "Boleh juga nih, cowok." Aku mengatakan dalam hati berharap dia memilihku. Lelaki itu tersenyum dan melangkah masuk menuju resepsionis."Loh Fan, dia nunggu siapa?" Tanyaku pada Fani karena sepertinya Lelaki itu mencari seseorang."Iya, ya. Jangan-jangan nunggu si ono, Say.""Coba gue samperin, ya."Aku mendekatinya, merapikan rambutku dan berjalan agar dilihatnya. "Malam, mau buka room?" Sapaku di hadapannya."Iya, tapi nanti, aku nunggu yang biasa," jutek jawabnya."Oh ya sudah, kirain mau denganku."Aku berlalu pergi membalikkan badanku dengan rasa dongkol yang teramat dalam, rasanya ingin pulang saja dan malas kerja."Nunggu siapa dia Say," Fani bertanya menunjuk Lelaki itu."Dia bilang sih nunggu dengan yang biasa menemaninya, tapi ... Siapa?" Otakku ingin menebak si Burik."Oalaa, jangan-jangan si Ono lagi Say atau Icha mungkin juga Meli, tau ah. Coba kita lihat saja," Fani bingung juga karena masih ada 3 temannya lagi termasuk wanita yang jadi pembicaraan mereka."Iya Fan, kita lihat saja siapa nanti."Aku mengiakannya, tidak lama kemudian."Alo Kak, sudah lama nunggu, ya."Ternyata benar saja Lelaki itu menunggu wanita yang membuat Siska iri dan dengki."Cuih ... Tuh Fan, ah! Dia lagi."Kekesalanku bertambah, dia lagi dan lagi."Slow aja Say, nanti kita lihat sampai di mana dia, tenang saja! Kita balas nanti," Fani pun ikut kesal."Fan kita cari makan saja dulu yuk," aku mengajaknya."Yee, nanti ada yang datang gimana?" Ujarnya."Ga ada kali, Fan."Kemudian aku berdiri dan hendak menghilangkan kejenuhan sambil bernyanyi. "Itu Say, ada yang datangkan," Fani mencolek "Weks, bener juga lo Fan, dah lo samperin deh Fan, dia berdua tuh."Celetukku. Fani mendatangi kedua Lelaki itu dan setelah bersama dengan Lelaki itu, Fani memanggilku.Aku melihat lambaian tanggannya menyuruhku menghampiri, dengan cepat menuruti ke arah Fani.Srek ... Srek ... Srek ....Dengan jalan sedikit genit menuju Fani."Kenapa? Fan."Sembari kulontarkan senyuman."Mau buka room Say, yuk," cetus Fani menarikku ke ruangan bernyanyi kamar 5."Oke Deh, yuk."Kami bersama-sama berjalan masuk menuju kamar nomor 5. Aku dan Fani saling menatap dan tersenyum karena ke gabutan kita terobati. Akhirnya bisa dapat pemasukan juga.Jam kerja telah selesai, aku dan Fani pulang ke kosan dan kita berpisah pada sebuah simpang jalan."Sampai besok ya, Say, gue ke kosan lo besok." Ucap Fani."Oke Cantik, gue tunggu, ya."Lanjutku memanggil tukang ojek pengkolan yang biasa menunggu. Tanganku memanggil tukang ojek itu.Sampailah pada kosan yang menjadi tempat tidurku, aku masih bisa tersenyum hari ini, tidak zoonk pemasukan.Masuk membuka pagar dan mengambil kunci kamar dari dalam tasku, lalu masuk dan menyegerakan membersihkan diri dulu. Ahh, cepet tidur deh, besokkan mau jalan.Sudah bersih aku mengganti pakaian dan merebahkan diri, berpelukan dengan guling kesayanganku.****Tok ... Tok ... Tok ...."Siska ...."Fani mengetuk kamar kos Siska dan memanggilnya."Iyaa ... Sebentar."Teriak Siska dari dalam kamar yang baru bangun tidur, beranjak bangun dan langkahnya sembari membersihkan wajahnya dengan tangannya, lalu membuka pintu."Masuk Fan, aku baru bangun, heee. Sebentar ya, aku mandi dulu," aku langsung tinggalkan Fani yang masih di luar pintu."Ya udah sana, mandi dulu," ujarnya dan melangkah masuk ke dalam kamar kosnya Siska.Fani mengambil ponselnya dan mengirim pesan ulang kepada seseorang yang ahli memasang susuk itu."Mbah, sekitar satu jam lagi kami berangkat ke sana, terima kasih Mbah,"Pesan terkirim.Cling ....Masuk balasan dari Mbah."Di tunggu.""Sory lama Fan, bentar gue ganti baju dulu." Gesit langkah Siska berjalan menuju lemarinya mengambil.baju."Tenang saja, Say, nanti kita sarapan dulu, perjalanan lumayan jauh, yo," celetuknya."Iya sarapan dulu, gue juga laper, ih."Siska dengan cepat berpakaian dan lanjut lagi berdandan, kini sudah rapih dan sedang duduk di depan cermin merapikan rambutnya."Yuk, kita berangkat."Siska mengambil tas kecilnya dan merapikan selimutnya serta menarik sprei kasurnya supaya rapih. Mematikan lampu kamar kos dan bersiap untuk berangkat.Mereka berjalan ke luar tempat kos mencari tempat makan terlebih dahulu."Kita makan di sana fan, ada tuh rumah makan."Siska menunjuk tempat makan dekat kosnya."Ya udah, di mana saja deh, yang penting bisa isi perut dulu, hee," jawab Fani sambil nyengir dan mengusap perutnya.Bersambung.Akan lebih seru nanti, jangan lupa berlangganan dan ikuti."Sudah makannya? Aku pesan taksinya sekarang, bagaimana," tanya Fani."Boleh, aku bayar dulu, ya. Sekalian membeli minum untuk di jalan," aku bangun dan membayarnya."Bentar lagi taksi datang Say, kebetulan sedang dekat sini, yuk ke depan," ucap Fani berdiri dan membersihkan mulutnya dengan tissue."Yuk, sudah aku bayar semua," aku melangkah dan dan disusul Fani berjalan."Bu, saya sudah di titik jemputan," pesan dari Supir Online."Tunggu ya, Pak," gegas Fani dan mengajak Siska menuju mobil.Langkah cepat menghampiri mobil itu."Bapak Jajang, ya," tanya Fani memastikan nama Supir."Iya Bu, dengan Bu Fani, ya, silahkan masuk Bu," Supir mempersilahkan."Selamat menjelang siang Bu," sambut Supir.
Cepat sekali ya susuk itu bekerja, perasaan baru saja. Ibu warung langgananku mengatakan aku terlihat berbeda hari ini. Aku masih berdiri di depan etalase warung sebuah kantin dekat tempat kerjaku, menunggu pesanan makanku sedang di ambilkan. Perasaanku sepertinya beberapa mata memperhatikanku, segera aku menoleh ke belakang, eh iya! Benar saja. Dua orang Lelaki yang tengah duduk sembari makan melihatiku. Ketahuan deh kamu ... Gumamku dan aku lontarkan senyum tipis kepada dua Lelaki itu, setipis gorengan tempe yang aku pesan ini, hehee. Ih, senyumku dibalasnya lagi. Aku menengok ke arah Fani yang sedang memesan makanan juga di tempat lain. Selera makan kami berdua berbeda, masing-masing dari kami mempunyai warung makan langganan namun kini, pantangan kami sama. "Makannya ini saja, ya," ucap Ibu warung memberikan sepiring nasi dan lauk pauknya. "Udah Bu, itu saja," jawabku dan meraih piring itu. &nbs
Aku dan Fani sedang mengganti pakaian di ruang ganti, teman-teman seprofesi juga ada dan mereka sudah lebih dulu datang dan rapih termasuk si Burik sainganku. Ia rupaya telah rapih dan standby.Hanya pekerjaan ini yang aku bisa lakukan, sekolah saja hanya lulusan menengah pertama, bukan aku tidak mau mencari pekerjaan lain, sudah aku coba namun sulit, sedangkan kebutuhan dan tanggungan yang aku punya terus berjalan. Terpaksa aku menjalani pekerjaan ini sebagai pemandu lagu. Aku juga memiliki keahlian dalam bernyanyi.Kami telah selesai ganti baju dan berjalan keluar dari ruang ganti bergabung bersama teman-teman yang lainnya."Siska ... Sini deh," temanku bernama Meli memanggil."Ada apa Mel?" Jawabku menghampirinya sambil merapikan rambutku."Coba diam dulu dah."Meli memandangi wajahku dengan teliti, tangannya mengelus-elus pipiku. Entah apa yang ada dipikirannya.
Aku dan Fani masih menikmati malam ini di ruangan berukuran sedang bersama dua Lelaki berumur separuh baya, aku memanggilnya dengan sebutan Om. Ruangan ini tempat aku menunjukkan suaraku dan mendengarkan pelangganku bernyanyi, tidak mesti suaranya bagus, walaupun suaranya terkadang menyakitkan telingaku, tetap saja aku selalu berusaha terlihat senang dan baik-baik saja. Yang terpenting bagiku adalah uang pemberiannya.Kebetulan yang saat ini sedang bersamaku dan Fani Omnya keren-keren. Aku melihat si Om nampak senang sekali, sesekali tangan nakalnya memegang pinggangku, mendekapku di sela ia bernyanyi. Aku seperti biasa tiada hari tanpa akting dan bersandiwara. Menunjukkan diriku seolah-olah ikut nyaman dan senang bersamanya. Tapi ... Kalau tangannya lebih nakal lagi, tentu saja aku mengeluarkan jurusku yaitu menolaknya secara perlahan dan baik-baik agar tidak menyinggungnya.Makanan dan minuman yang aku mau apapun itu telah dijamin Om
"Om, aku dan Fani temanku sudah sepakat dan mau dengan tawaran Om tadi."Setelah aku dan Fani berunding akhirnya menyepakati, tadi dari toilet berdua Fani, lalu ku berjalan ke sofa dan duduk di sebelah Om Rudi. Tangannya kembali lagi merangkul pinggangku, sepertinya memang Om Rudi sudah tidak tertahankan."Ya sudah, nanti jam berapa Om jemput," tanya Om Rudi padaku."Masalah harga gimana Om," aku mempertegas mengenai uang nantinya."Ya kamu maunya berapa sayang, jadi berdua berapa? Sebut saja," tanya Om Rudi."Duh Om, aku kan enggak pernah," sandiwara akting aku perankan."Oalaa, kamu belum pernah toh, serius! Tapi sudah pernah berhubungankan, apa kamu masih perawan?" Tegas Om Rudi serius."Ya berhubungan pernah Om, duh si Om pertanyaannya, heee," ucapku sambil mesem-mesem."Eh, kirain, ya udah gini saja, nanti Om kasih sebesar ....," Om Rudi mengatakan kepadaku uang yang akan diberikanny
Aku dan Fani tengah berada pada sebuah parkiran mobil, menunggu Om Rudi yang sedang on the way. Ada perasaan grogi juga sih, gemetar gitu, sudah sekian lama juga aku tidak pernah mau diajak kencan di luaran gini.Malam itu angin serasa lebih menusuk, waktu telah menunjukkan pukul 12, hati memang tidak bisa dibohongi, biar bagaimanapun juga, merasa jadi pusat perhatian di luaran ini. Maklum waktunya memang sudah semestinya berada di dalam rumah.Lama menunggu akhirnya datang juga, sebuah mobil sport keren seharga M-an, mungkin, melaju mendekatiku.Brem ... Brem ....Suara mobilnya yang mengikat mata beberapa orang yang melihatnya."Ayuk sayang, kita jalan sekarang," sapa Om Rudi dari dalam mobilnya."Yuk Om, senyumku menyambutnya dan aku mencolek Fani, kemudian kami berdua melangkah dan masuk ke dalam mobil."Ok, kita berangkat," Om Rudi melaju lambat mobilnya.Keluar area da
Om Rudi kuat sekali, aku kelabakan melayaninya, pasti dia meminum obat kuat, huft," dalam hati berucap.Berbaring di atas ranjang tanpa sehelai pakaian dan hanya menutupi dengan selimut, menghela nafas merasakan lelah yang sangat luar biasa, sudah lama sekali aku tidak bergelut dengan kenikmatan ini, tapi ini lebih dari wajarnya. Memandangi Om Rudi dengan badannya yang atletis menuju kamar mandi. Nafasku masih terengah-engah. Andai boleh, mungkin aku memintanya untuk menyudahi, tapi ... Tugasku ya, melayaninya."Siska, makan dulu yuk, kamu mau makan apa?"Sembari melangkah menghampiriku menawarkan makanan, Om Rudi duduk di sebelahku, usapan lembut tangannya merapikan rambutku, aku sangat senang sekali dengan sikap penyayangnya."Makan apa saja deh Om, terserah Om saja.""Oke, sebentar Om pesan dulu."Menakan tombol telepon yang terhubung dengan resepsionis. Aku sedikit bangun dan menyandarkan tubuhku, terbayang setelah makan, apa
Aku dan Fani masih di dalam kamar hotel, Fani mendatangi kamar hotelku. Waktu chekout masih beberapa jam lagi, sembari berdandan kami bercerita tentam semalam."Gila! Fan, Om Rudi kuat banget, gue sampai pegel-pegel, minum obat kuat kali, ya," aku menceritakannya."Pastinya Siska, enggak mungkin Om-om seumuran seperti mereka kuat senggama, Om yang sama gue juga gitu, buas banget, huaah, nambah pula," ujar Fani menarik nafas."Jiah, senasib dah Fan dan tahu enggak Fan, minggu depan mau mengajak kita lagi dengan bayaran yang sama, gimana?" Tanyaku pada Fani."Sikatlah Sis, lumayan lah, heee. By the way, gue enggak masuk ah, hari ini, mau belanja kebutuhan dan cape banget," tutur Fani."Yah gue juga dah Fan, gue mau luluran dan pijat, memanjakan diri lah, enak kayaknya nih," inginku."Ide bagus tuh Sis, yuk bareng.""Udah yuk, kita cekout sekarang."Ajakan Fani aku setujui, merapikan diri dan bersiap keluar dari kamar.