Share

86

Penulis: Yenika Koesrini
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kenapa aku harus menyerahkan diri ke polisi?" balas Arman dengan seringai sinis, "aku gak ada masalah dengan Haris jadi hidupku fine-fine aja," jelasnya dengan percaya diri.

"Saya gak ada masalah dengan Haris." Lusi mengulangi perkataan Arman dengan nada sinis, "Mas Haris bahkan sudah tahu tiap bulan kamu dapat aliran dari aku, itu kamu bilang nggak ada sangkut pautnya dengan dia?"

"Ck!" Arman hanya bisa berdecak.

"Inget juga kalo Mas Haris pernah mendapatkan foto-foto mesra kita pas belanja di super market," kata Lusi lagi, "belum lagi data tentang seberapa seiringnya aku check in di Sky hotel. Dan yang paling membuat aku gak bisa berkutik, Mas Haris mulai sadar kalau kita bekerja sama membuat fitnah untuk mendapat Miranti dari rumahnya."

"Argghhh!" Arman meluapkan kekesalannya sang dengan meninju tembok rumah.

"Udah nggak usah banyak berpikir, Man, kita harus cepat meninggalkan rumah ini sebelum Polisi datang menjemput kita." Lagi-lagi Lusi mengingatkan.

"Gak semudah itu, Lusi."

"A
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   87. Perjalanan

    Malam telah berganti pagi. Perlahan gelapnya malam berangsur terang. Kini bahkan di ufuk timur mentari mulai mengintip di balik bukit. Arman masih mengendarai mobil. Pria itu melirik ke samping tampak Lusi yang tengah tertidur. Dia mendengkus pelan. Sebenarnya Arman sudah cukup lelah. Namun, dia belum menemukan tempat yang pas untuk beristirahat. Dirinya juga harus berhati-hati memilih tempat. Arman tidak mau ada yang sampai mengenalinya kendati sekarang sudah jauh ke luar dari kota Jakarta. Akhirnya setelah berjam-jam Arman menemukan tempat untuk berehat. Di sebuah kedai makan pria itu menepikan mobil. "Bangun!" Arman cukup keras menonyor kepala Lusi. Hal tersebut membuat kepala Lusi sedikit terantuk sehingga mengenai kaca jendela mobil. Otomatis Lusi terbangun karenanya. Entah ke mana perginya rasa cinta yang pernah singgah di hati pria itu pada Lusi. Sehingga dengan entengnya Arman melakukan hal tersebut. Arman sendiri memang mulai ilfil bahkan muak sama Lusi ketika merasa di

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   88. Daftar Pencarian Orang

    "Ada nih." Arman menyahut dengan wajah yang semringah. Pria itu segera memasang kartu tersebut ke ponselnya sendiri. Lusi sendiri cukup senang melihat muka Arman cerah. Karena itu tandanya mood Arman sedang baik. "Punya kamu mana?" tanya Arman kemudian. "Ada tuh di dalam tas," sahut Lusi sambil fokus mengemudi. Arman meraih tas Lusi yang ada di jok belakang. Dia pun segera memasang kartu SIM yang satunya ke ponsel tersebut. Dirinya merasa beruntung ada perdana yang sudah aktif. Sehingga tidak lagi repot-repot registrasi. Karena saat ini baik Arman maupun Lusi tentu tidak membawa Kartu KK sebagai salah satu syarat resgistrasi nomor. Akhirnya setelah dipasang kartu perdana yang ada quota internetnya, Arman bisa searching hotel-hotel terdekat. Seperti biasa dirinya memilih beristirahat di hotel bintang tiga. Selain untuk berhemat dan memang tidak ada juga hotel bintang lima di kawasan tersebut. Arman memesan satu kamar untuk berdua. Tiba di kamar dia dan Lusi langsung menjatuhkan b

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   89. Lolos

    Arman meneguk ludah. Pria itu tengah berpikir keras bagaimana caranya menghindari razia tersebut."Aduh gimana dong, Man?" keluh Lusi cukup panik sambil menggoyangkan lengan Arman."Bisa diam gak sih?" hardik Arman langsung menyingkirkan tangan Lusi, "ini juga aku lagi mikir cari jalan keluarnya," ocehnya kesal."Ah coba tadi kita stay di hotel dulu jadinya gak ketemu razia." Lusi kembali mengomel.Arman tidak menggubris. Pria itu menatap sekeliling. Hingga akhirnya lewat kaca spion dia melihat ada sebuah warung makan di belakang sana. Tanpa berpikir panjang pria itu memutar balikkan mobilnya."Ngapain ke warung makan lagi, Man?" tanya Lusi saat Arman memarkirkan mobilnya di halaman sebuah rumah makan. "Kita udah makan lho tadi di hotel," imbuhnya mengingatkan."Diem!" Arman menaruh jari telunjuknya di bibir Lusi, "kita pura-pura makan di sini dulu sampai razia di depan sana selesai.""Ohhh." Mulut Lusi membulat lebar. "Tapi aku gak makan ya, Man. Perut aku masih kenyang."Arman memut

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   90. Persaingan Gibran dengan Gavin

    Gadis berkerudung hitam itu sedikit merasa kasihan. Akhirnya dia menuruti perintah Lusi dengan menemui bosnya di dalam toko. Tidak berselang lama dia kembali bersama bosnya.Lusi sendiri langsung mengutarakan maksud kedatangannya. Perempuan itu bergegas melepas cincin perkawinannya."Ini berlian asli."Pemilik toko berwajah oriental itu segera memeriksa cincin yang Lusi sodorkan. "Ada kwitansinya?""Seperti yang sudah dibilang tadi, saya dan suami saya itu nggak ada rencana buat jual cincin ini, tapi kami kecopetan di jalan makanya kami butuh uang."Bapak pemilik toko terus mengamati cincin milik Lusi."Apa perlu saya panggil suami saya yang ada di mobil?" Lusi menantang dengan sopan."Gak usah." Pria berkacamata itu menggeleng, "baik karena tidak ada kwitansinya saya akan bayar sebanyak dua puluh juta."Mata Lusi langsung membulat kaget. "Suami saya belinya itu hampir seratus ratus lebih lho, Pak," ujarnya sedikit hiperbola.Pemilik toko menggeleng. "Saya tahu harga pasarannya. Kalau

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   91. Tekad Gavin

    "Udah? Abang ke sini cuma mau nyampein itu doang?"Pertanyaan dari Gavin membuat Gibran dan Abrina menoleh. Si gadis otomatis melepas pegangan tangannya pada Gibran begitu melihat raut cemburu pada wajah Gavin."Kenapa memang?" Seperti biasa Gibran membalas pertanyaan Gavin dengan tenang."Gak, gue cuma mau ngajak Abrina balik.""Balik? Balik ke mana?" tanya Gibran dan Abrina sama-sama heran.Gavin cukup terpana melihat kekompakan kakak dan gebetannya. "Ke rumah elu lah emang mau ke mana lagi? Kan gak mungkin gue anter ke apartemen Bang Gibran," balasnya sambil melirik sengit ke arah sang kakak.Gibran sendiri hanya bisa tersenyum tipis melihat sang adik tampak sewot."Vin, aku gak salah denger kan?" tanya Abrina serius. "Waktu pulang aku masih dua jam lebih lho," lanjutnya sambil menunjuk jam di dinding yang ternyata baru pukul lima sore kurang sepuluh menit."Lu gak salah dengar kok. Udeh cepet gue anterin." Gavin menyuruh sambil mengulurkan tangannya pada Abrina yang masih santai d

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   92. Kala Miranti Ketemu Haris Lagi

    Sapaan lembut seperti itu sudah Gavin dengar ratusan kali tiap kali menjemput dan mengantarkan Abrina. Namun, tetap saja ada desir bahagia tiap kali Gavin mendengarnya. Pemuda itu merasa sudah mengantongi lampu hijau dari Miranti."Tante lagi sibuk gak sore ini?" tanya Gavin usai menyalami Miranti."Biasalah Tante lagi prepare buatin kue-kue pesanan. Kenapa memangnya, Gavin?" Miranti balik tanya dengan lembut."Hari ini aku lagi ulang tahun, Tante. Makanya aku mau traktir Tante makan di luar.""Oh ya? Wah selamat, ya," ucap Miranti langsung mengulurkan tangan, "karena kamu yang ulang tahun maka tante yang akan traktir kamu."Abrina sendiri terbengong mendengar penuturan Gavin. Karena dia tahu ulang tahun pemuda itu masih enam bulan lagi."Engak lah, Tante. Aku aja yang nraktir Tante, yuk!" ajak Gavin sambil menarik tangan Miranti."Tapi Tante belum ganti baju, Vin.""Gak papa, Tante tetap keliatan cantik kok meski pake baju rumah.""Vin, kamu sebenarnya lagi kenapa sih? Kok tiba-tiba

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   93. Alsaki Kecelakaan

    "Ranti?" sapa Haris dengan mengulas senyum kaku, "apa kabar?" tanyanya mencoba mengulurkan tangan."Aku baik." Ranti ikut menipiskan bibir. Namun, ia tidak membalas jabatan tangan Haris.Merasa diacuhkan Haris menarik uluran tangannya. "Datang ke sini dengan siapa?" Dia berbahasa basi untuk menutupi rasa malunya."Abrina, siapa lagi?" balas Miranti kalem."Oh iya." Haris tersenyum simpul. Jujur, bisa berbicara lagi dengan Miranti membuat hatinya bungah."Lagi sibuk apa sekarang?" tanya Haris lagi."Jualan kue," jawab Miranti jujur, "kamu sendiri kenapa keliatan sendiri? Mana Lusi?" tanyanya kemudian."Eum ...."Haris bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin pula dia berkata jujur jika istrinya sedang kabur bersama pria lain."Lusi gak ikut, Al lagi agak anget." Akhirnya Haris bisa membuat jawaban palsu."Oh." Miranti menyahut datar, "ya sudah ya Mas saya nemuin Bina dulu," pamitnya kemudian.Sebenarnya itu cuma alasan agar dirinya tidak perlu lama-lama berbincang dengan Haris. Meski

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   94. Ketegasan Abrina

    "Apaaah?" Jantung Haris seolah lompat dari tempatnya, "kok bisa Al jatuh dari tangga, Bi?" cecarnya kalut."Aduhh gimana ya? Mending Bapak ke sini saja dulu biar tahu kondisi Dek Al," saran Bi Sarti kemudian."Memang kalian ada di mana?""Suster Eva langsung bawa Dek Al ke Rumah Sakit Ibunda.""Ya sudah saya akan segera menyusul," janji Haris kemudian.Sebenarnya dia ingin langsung pergi. Namun, demi manner Haris terpaksa menemui Gibran sang pemilik acara."Mas Gibran, mohon maaf saya harus permisi pulang dulu karena ada sesuatu hal," pamitnya segera."Oh iya, Pak Haris." Gibran pun mengizinkan dengan anggukan yang sopan."Iya saya habis dapat telepon dari rumah kalau anak saya habis jatuh dari tangga," tutur Haris tanpa ditanya.Pria itu sengaja melirik Miranti demi ingin melihat reaksi perempuan tersebut. Namun baik Miranti ataupun Abrina kompak diam. Mimik Ibu dan anak itu sama-sama datar tanpa reaksi."Kok bisa jatuh dari tangga, Pak Haris?" Justru Gibran yang terkaget mendengar k

Bab terbaru

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   127. Jadian

    Di lain pihak, jenazah Arman dikebumikan. Livia yang mengurusi administrasinya. Itu semua atas permintaan Lusi. Pada saat pemakaman Lusi diizinkan oleh petugas untuk menghadiri. Dengan menaiki kursi roda perempuan itu menangis di depan makam Arman yang merah. Pada acara pemakaman tersebut Abrina turut hadir bersama Gibran. Meski Arman adalah seorang penjahat, tapi pria itu pernah berjasa saat mengobati Miranti dengan fisioterapinya. Hanya saja Miranti tidak hadir dalam acara tersebut. Meski keadaan perempuan itu dan Gavin sudah membaik, tapi Abrina melarangnya untuk menghadiri acara tersebut. Menurut Abrina, sang ibu lebih cocok untuk menjaga ayahnya saja. Sedangkan Gavin juga masih lemah. Pemuda itu memilih beristirahat di rumah. "Abrina!" Abrina dan Gibran yang akan pergi meninggalkan makam Arman menghentikan langkah saat namanya dipanggil. Dia menoleh ke belakang. Tampak Lusi menatapnya dengan sayu. Dirinya pun bergerak mendekati perempuan yang dulu sangat ia benci itu. "Ada

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   126. Akhir Hidup Arman

    "Dia siapa, Mbak?" cecar Abrina penasaran. Tentunya dia tidak berharap jika orang yang dimaksud Livia adalah sang ayah. "Bukan papah aku kan yang gak selamat?" kejarnya penasaran. Livia hanya menarik napas dalam-dalam. "Jawab dong, Mbak Livia!" suruh Abrina merasa gregetan. "Vi, kalau cerita tolong jangan setengah-setengah dong," timpal Gibran ikutan gemas. Livia menatap Gibran dengan sendu. "Bukan Mas Haris yang gak selamat," tuturnya pelan. Tangannya mengusap matanya yang tampak mulai basah. "Maksud kamu orang itu Arman?" tebak Gibran langsung. Livia mengangguk pelan. "Syukur lah." Abrina menghela napas dengan lega. "Jadi Arman meninggal?" tanya Gibran meyakinkan. Lagi, Livia hanya mengangguk. "Kenapa kamu keliatan sedih begitu?" tanya Gibran merasa aneh, "dia orang jahat lho, Vi," tambahnya mengingatkan. "Arman gak punya keluarga, Bran," jawab Livia pelan. Di luar jam kerja dia memang selalu memanggil Gibran tanpa embel-embel Bapak. "Siapa yang akan mengurusi jenazahnya?

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   125. Tidak Selamat

    "Masih ada meski sudah lemah," ujar petugas tersebut pada Geri. Di tempatnya Gavin menghembuskan napas panjang. Pemuda itu benar-benar merasa lega telah lolos dari maut. Kini tiba-tiba dia merasa rasa lelah yang teramat. Maklum saja Gavin harus menghadapi Arman yang juga pintar ilmu bela diri. Pemuda itu merebahkan badannya di lantai berdebu tersebut. Dia ingin istirahat. Namun, terdengar bunyi sirine. Tidak lama datang beberapa orang berpakaian serba putih. Mereka membawa dua buah brankar. Orang yang pertama diangkat ke dalam brankar adalah Haris. "Aku ikut."Miranti bersikeras menemani mantan suaminya di dalam ambulans. Karena terus memaksa, petugas medis pun mengizinkan. Petugas yang lain mengangkat tubuh Arman juga. Pria itu dimasukkan ke dalam mobil ambulans yang kedua. Dan yang menjaga dia adalah petugas polisi. "Gavin, kamu ikut saya," ajak Geri melihat Gavin yang masih terbengong."Terus mobil aku bagaimana?" tanya Gavin lemah. Sungguh dia benar-benar lelah. "Tenang saj

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   124. Kena Tembak

    DORRR! Miranti dan Gavin yang sedang berlari sontak berhenti. Keduanya langsung berpaling ke belakang. Tampak Haris tengah meringis sembari memegang dada atas sebelah kirinya. "Mas Haris!" pekik Miranti cukup histeris melihat baju mantan suaminya yang sudah bersimbah darah. Wanita itu bergegas berlari. Dia menyongsong tubuh Haris yang akan roboh. Sehingga badan Haris justru jatuh ke dalam pelukan Miranti. "Mas Haris, bertahanlah," pinta Miranti begitu membaringkan tubuh Haris di tanah. "Kamu harus kuat, Mas," lanjutnya dengan berurai air mata. Di lain pihak Arman terpaku melihat hasil perbuatannya. Meski dia orang jahat, tapi baru kali ini dirinya menyakiti orang. Dan sejujurnya Arman berubah jadi orang jahat setelah dijebloskan Lusi ke penjara. Kebengongan Arman tidak disia-siakan oleh Gavin. Diam-diam pemuda itu bergerak mendekat. Tanpa banyak bicara dia segera menendang Arman dari belakang. Mendapat serangan mendadak Arman tentunya terkejut. Apalagi Gavin menendangnya dengan

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   123. Perjuangan Haris

    "Mas Haris yakin akan menyerahkan semuanya pada Arman?" tanya Livia dengan wajah tidak percaya."Semua ini tidak ada artinya kalo Miranti kenapa-napa," sahut Haris datar. Di tempatnya Abrina dibuat bingung dengan jawaban sang ayah."Tapi kami susah payah membawanya dari Jogja, Mas. Belum lagi anak buah Mas Geri juga berjuang banget buat gak ngambil pundi-pundi Arman yang ada di motel.""Livia, semua uang dan emas ini adalah milik saya. Jadi saya bebas akan melakukan apa saja, yang penting Miranti selamat," tegas Haris serius."Sebenarnya apa yang terjadi dengan Mamah, Pah?" tanya Abrina sudah sangat penasaran.Haris menatap putrinya dengan sendu. "Mamah kamu diculik oleh Arman.""Apahhh?" Abrina tersentak seketika."Tapi kamu gak perlu khawatir, papah akan segera menolong mamah kamu," janji Haris dari hatinya.Ketika akan melanjutkan pembicaraan, ponsel Haris berbunyi. Semua orang tampak tegang terutama Haris. Hal tersebut membuat Abrina bingung.Namun, kebingungannya segera terjawab

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   122. Uang Tebusan

    "Seminggu yang lalu, Gibran request suruh aku buatin baju buat kamu," ujar Tante Mona sambil melangkah menuju koleksi baju-bajunya. "Karena designnya simple dan yang ngerjain karyawan spesial makanya udah jadi dua," tuturnya seraya menunjuk dua dress yang tengah dipakai oleh manekin.Abrina sendiri cukup terkesima melihatnya. Dua buah dress yang sama-sama lucu dan manis. Satu berwarna salem dengan model one shoulder. Satunya lagi midi dress berwarna hitam ala korea yang sangat manis."Ya ampun cantik banget," puji Abrina pada minidress tersebut.Dia tidak menyangka jika bajunya sudah jadi. Gadis itu bepikir jika nanti akan dibuat bingung saat harus memilih aneka dress. Kendati begitu Abrina benar-benar bersyukur karena tidak perlu pusing memilih. Sehingga kekhawatiran Gavin tidak pernah akan terjadi."Udah sana kamu coba di fitting room," suruh Tante Mona lembut.Abrina mengangguk manut. Dia yang memang sudah jatuh cinta pada minidress hitam tersebut segera mencobanya. Senyumnya begit

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   121. Tante Mona

    Bell pulang berbunyi. Anak-anak berseru gembira termasuk Abrina. Gadis itu segera berkemas dengan memasukkan alat tulisnya ke dalam tas."Gimana, Nggi, jadi ikut aku temani nyari baju gak?" tanya Abrina begitu memakai tas punggungnya."Aduh sorry, Bi," tolak Anggi langsung menggelengkan kepala. "Aku baru inget kalo ternyata hari ini aku ada jadwal kasih les privat," terangnya seraya melihat jam tangannya, "jadi maaf banget ya aku nggak bisa nemenin kamu," ucapnya serius."Ya udah gak papa," jawab Abrina dengan santai, "aku jalan dulu ya," pamitnya disertai senyuman.Anggini mengangguk. Matanya menatap kepergian sang sahabat. Tampak Gavin buru-buru mengikuti langkah Abrina.Anggini menghela nafas. Gadis itu sudah berdamai dengan hati. Tidak ada kecemburuan melihat kedekatan Gavin dan Abrina. Dirinya juga sadar diri kalau memang Gavin dari dulu tidak pernah menaruh hati padanya.Meski masih susah, tapi Anggini mulai belajar untuk mendukung Gavin mendapatkan hati Abrina. Setelah cukup la

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   120. Menculik Miranti

    Pria itu kembali memutar otaknya. Merasa buntu dia mengeluarkan rokok dari tas pinggangnya. Sudah habis satu batang Arman belum juga menemukan cara untuk menghabisi Haris."Kayaknya terlalu sulit kalo aku mendekati Haris. Pastinya dia kelilingi anak buahnya atau polisi," ujar Arman membuat analisa.Arman mengelus jenggot palsunya. "Kalo aku gak bisa langsung menghabisi Haris, maka aku akan mengalihkannya pada orang-orang yang dia cintai."Arman mengangguk yakin. "Kalau aku culik putra kesayangannya, sepertinya susah karena pasti dia menyewa bodyguard untuk menjaganya.""Berarti pilihan lainnya adalah putri pertamanya," ujar Arman sembari mengingat wajahnya Abrina, "tapi Lusi bilang kalo gadis itu digilai anak-anaknya Pak Gandi. Terutama yang nomor kedua karena satu kelas."Arman menatap jam tangannya. "Jam segini juga kayaknya dia masih di sekolah."Arman membuang putung rokoknya. Lalu menginjaknya dengan kuat-kuat."Berarti pilihanku jatuh ke Mbak Ranti lagi," putusnya kemudian.Tanp

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   119. Rencana Arman

    "Saudara Arman, Anda sudah menjadi DPO selama enam bulan. Jadi sekarang waktunya untuk menyerahkan diri," tutur seorang petugas yang tampak lebih senior dari yang satunya.Tidak hanya Arman yang terkaget dengan keberadaan petugas, kedua kawannya pun mengalami hal yang serupa. Terutama pria yang barusan membeli mobilnya. Karena dia sama sekali tidak tahu jika Arman adalah seorang buronan."Ayo sekarang angkat tangan, Saudara. Dan mendekatlah!" perintah si petugas.Arman memang bergeming. Namun, otak dan tangannya tidak tinggal diam. Pria itu merogoh pistol yang terselip di celananya.Tanpa berpikir panjang menembakkan pelurunya ke arah tangan salah satu petugas. Meski bukan penembak mahir, tapi hasil tembakannya berhasil mengenai tangan petugas. Alhasil senapan di tangan petugas tersebut terjatuh.Arman bergerak cepat. Dia kembali menembakkan pelurunya ke arah lawan. Untung kali ini tembakannya meleset.Petugas dan anak buah Geri secepatnya mencari tempat berlindung. Agar terhindar dar

DMCA.com Protection Status