Share

2. Seorang Pemuda

last update Last Updated: 2023-09-02 05:03:19

Abrina terus melangkah kendati tetesan air hujan perlahan menyirami tubuhnya. Angin yang bertiup membuat hawa menjadi dingin. Beruntung gadis itu mengenakan hoodie. Namun, tetap saja pakaian agak tebal itu tidak mampu mengusir rasa dingin. 

 

Malam disertai hujan membuat angkutan umum jarang yang lewat. Abrina sudah mulai merasa kedinginan. Gadis itu akhirnya berlari demi bisa menghindari tetesan hujan. Dirinya lantas memasuki sebuah minimarket yang buka dua puluh empat jam. 

 

Baju dan celana Abrina sebagian basah. Wajar jika kini dia mulai kedinginan. Gadis itu ingin membeli satu cup kopi panas untuk menghangatkan tubuh seperti yang lain. Namun, saat merogoh kantung celana jeansnya, niat itu ia urungkan. 

 

"Ck! Tinggal seratus ribu doang," keluh Abrina nelangsa. Pasalnya gadis itu sudah tidak punya tabungan lagi. 

 

Begitu juga dengan sang ibu. Karena sewaktu ke luar dari rumah Haris, perempuan itu tidak langsung mendapatkan pekerjaan. Terlebih Miranti memang tidak mendapatkan haknya. 

 

Saat ini Miranti tercatat sebagai karyawan di sebuah pabrik biskuit. Wanita itu sering mendapatkan shift malam. Dia yang memang aslinya ringkih kian sakit-sakitan karena pekerjaannya yang sekarang.  

 

Puncaknya seminggu yang lalu Miranti jatuh pingsan di pabrik. Karena keuangan yang terbatas dan belum gajian, perempuan itu memilih untuk beristirahat saja di rumah tanpa mau periksa ke dokter. 

 

Namun, kian hari kondisinya makin menurun. Melihat Ibunya yang tampak begitu lemah, Abrina memutuskan untuk membawa Miranti ke dokter. Meski dirinya sama sekali tidak ada tabungan. 

 

"Sttt!" Abrina mendesis kedinginan. "Aku gak mau ikutan sakit," pikirnya. 

 

Akhirnya gadis itu meneruskan niatnya. Dirinya mengeluarkan selembar uang yang sedikit basah dari kantongnya untuk membeli satu cup kopi. Rasa hangat langsung menjalari tenggorokan begitu Abrina menyeruput minuman berwarna hitam tersebut. 

 

Lewat kaca Abrina melihat jika hujan di luar perlahan surut. Kini tinggal gerimis kecil. Gadis itu memutuskan untuk ke luar. Namun, dia masih berdiri di beranda minimarket. 

 

"Mau pinjam uang ke siapa nih?" kesah Abrina bingung. 

 

Pasalnya di kota ini dia tidak punya siapa-siapa selain kedua orang tuanya. Miranti sendiri adalah seorang perempuan yang besar di panti asuhan. Sampai kini wanita itu tidak tahu asal usulnya. 

 

Sementara Haris adalah seorang anak tunggal. Kakek Abrina sudah berpulang dari dia berumur lima tahun. Sedangkan neneknya ikut menyusul lima tahun yang lalu. 

 

Saat ini Abrina tercatat sebagai seorang siswi di sebuah SMA favorit di kota Jakarta ini. Selain karena otaknya yang encer, juga sewaktu mendaftar dulu perekonomian keluarganya masih stabil. Sebab waktu itu ayah dan ibunya belum bercerai. 

 

Namun, sudah seminggu ini Abrina tidak masuk sekolah semenjak ibunya jatuh sakit. Gadis itu juga sudah bertekad untuk pindah ke sekolah yang biasa. Agar biayanya tidak terlalu mahal. 

 

Abrina yang mempunyai sifat sedikit tertutup membuatnya tidak mempunyai banyak teman. Apalagi setelah ke luar dari rumah ayahnya, gadis itu semakin menutup diri. Sehingga dia tidak mempunyai teman untuk dimintai tolong. Atau untuk sekedar berkeluh kesah. 

 

Sebenarnya Abrina mempunyai seorang sahabat. Anggini namanya. Teman satu bangku. Namun, gadis itu juga berasal dari keluarga yang biasa. Dia bisa masuk ke sekolah tersebut karena prestasi. Sehingga Abrina pun tidak sampai hati jika minta bantuan padanya. 

 

Ketika tengah merenung, mata Abrina tiba-tiba merasa silau. Ternyata ada sebuah mobil yang memasuki halaman minimarket. Mobil jenis SUV buatan negeri Jerman. 

 

Seorang pria seumuran ayahnya ke luar dari mobil mahal tersebut. Dari seragamnya sepertinya laki-laki itu adalah sopir dari si pemilik mobil. Abrina menatap kaca depan mobil tersebut. Namun, orang di dalam kendaraan tersebut tidak begitu jelas terlihat. 

 

Tiba-tiba terlintas sebuah ide gila. Abrina ingat dulu, ayahnya pernah ditipu oleh seseorang. Masih ingat sekali di benak Abrina saat ada seorang pria yang berpura-pura menabrakkan diri ke mobil ayahnya untuk meminta sejumlah uang. 

 

"Gak ada jalan lain, aku akan meniru cara itu," putus Abrina bertekad. 

 

Gadis itu menoleh saat melihat pintu kaca minimarket terbuka. Pak sopir mobil bagus itu yang keluar. Laki-laki itu melangkah menuju pintu mobil. 

 

"Saatnya beraksi," ucap Abrina menguatkan hati. 

 

Sebelum memulai aksinya, gadis itu menarik napas panjang untuk membulatkan tekad. Setelah itu dirinya mulai melangkah pergi. Abrina lantas mempercepat langkahnya ketika mobil berwarna hitam itu mulai berlalu.  

 

Dirinya terus berlari untuk menghadang laju mobil tersebut. Abrina memejamkan mata saat bemper mobil Range rover itu membentur tubuhnya. 

 

BRAKKK! 

 

Tubuh Abrina mental dan menghantam aspal.

 

"Awww!" Abrina mengerang. 

 

Remaja itu tidak menyangka jika akan merasakan rasa sakit yang sehebat itu. Pingangnya terasa patah. Belum lagi pandangannya juga menjadi kabur karena tertutup darah yang menetes dari dahi. Sakit yang luar biasa tersebut membuatnya terus mendesis dan akhirnya menangis. 

 

"Neng, kamu gak papa?" 

 

Terdengar suara seseorang. Rasa sakit membuat Abrina tidak menyahut. Gadis itu hanya terus mendesis dan mengeluarkan air mata. 

 

Perlahan Abrina merasa ada seseorang yang membalikkan tubuhnya. Samar-samar dia melihat wajah sopir dari mobil Range rover tersebut. 

 

"Bagaimana keadaannya, Pak Min?"

 

Tiba-tiba datang seorang pemuda. Meski tengah merasakan sakit yang menghebat, Abrina masih bisa melihat ketampanan pemuda tersebut. Namun, perlahan-lahan pandangannya kabur. Gelap. Abrina pun tidak bisa merasakan apa-apa. 

 

***

 

Entah berapa lama Abrina tidak sadarkan diri, gadis itu tidak tahu. Ketika membuka mata, dia merasa berada di ruangan yang asing. Namun, dia yakin jika saat ini tengah berada di sebuah kamar rumah sakit. 

 

Dirinya mengedarkan pandangan. Kosong tidak ada siapa-siapa. Ketika akan mencoba untuk bangkit, rasa sakit kembali menjalari tubuhnya.

 

"Stttt!" Abrina pun mendesis lara. 

 

"Bagaimana keadaanmu?"

 

Abrina sontak berpaling ke arah sumber suara. Seorang pemuda dewasa ke luar dari bilik yang Abrina yakini adalah kamar mandi. Paras pemuda itu sangat tidak asing di mata.

 

"Aku seperti pernah mengenalnya. Siapa dia?" gumam Abrina dengan pandangan yang terus tertuju pada si pemuda. 

 

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mat Yudi
sangat mengesankan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   3. Pesta Di Rumah Haris

    Pemuda yang mukanya sedikit basah itu melangkah mendekati ranjangnya Abrina. Bibirnya mengembangkan senyuman yang lembut. Lesung pipit kian menambah kesan manis. "Bagaimana kondisi kamu, Dek?" Pemuda itu mengulangi pertanyaannya. "Eum, aku ... tubuh aku sakit semua," balas Abrina lemah. Pemuda di hadapan menipiskan bibir mendengar kejujuran Abrina. "Kamu pingsan semalaman," tuturnya tenang. Abrina terdiam. Gadis itu menunduk. Tiba-tiba saja dia menyadari pakaiannya telah berganti dari hoodie dan celana jeans menjadi piyama. "Tadinya saya mau menghubungi keluarga kamu, tapi setelah diperiksa kamu tidak membawa identitas." Pemuda itu berbicara lagi. "Tentu saja, umurku kan belum genap tujuh belas tahun. Jadi belum punya KTP," sahut Abrina. Namun, hal itu hanya terucap di hati. "Kamu juga tidak membawa hape, jadinya saya dan supir saya Pak Min bingung harus menghubungi siapa," lanjut pemuda itu dengan serius. Abrina menghela napas. Rasa sesak kembali menyergap dada. Tiga bulan pa

    Last Updated : 2023-09-02
  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   4. Rencana Lusi

    "Lusiii!" Haris berteriak di tepi pintu. Sayang hingar bingar musik membuat suaranya tenggelam. Pria itu menarik napas untuk meredam gejolak amarah. Dia melangkah menuju keberadaan sang istri yang masih meliuk bersama seorang pemuda yang tidak jelas wajahnya. Maklum pemuda tinggi itu berdiri membelakangi Haris. "Lusiii!" bentak Haris seraya menarik tangan sang istri yang sedang diangkat ke atas. "Eh Mas Haris sudah pulang?" sahut Lusi begitu melihat wajah sang suami yang marah. "Kamu apa-apaan buat acara beginian, hah?" tegur Haris dengan suara yang keras. Lusi tersenyum. Wanita yang hari itu mengenakan dress tanpa lengan menghadap ke tempat meja DJ. Dengan kedipan matanya dia memberi kode agar musik dimatikan. Pria di meja DJ itu pun mengangguk paham. Tidak sampai satu menit, hingar bingar musik pun berhenti. Beberapa orang yang tidak sadar dengan kedatangan Haris sontak mengeluh. Namun, begitu tahu si pemilik rumah sudah pulang mereka pun terdiam maklum. Kebanyakan yang datan

    Last Updated : 2023-09-02
  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   5. Adiknya Lusi

    "Bina, bangun, Bina!"Suara lembut mengalun di telinga Abrina. Sayangnya gadis itu masih saja terlelap. Sepertinya itu efek dari obat yang diminumnya usai makan siang. "Bina, bangun, Bin!" Gadis berwajah manis itu menepuk-nepuk pipi Abrina. Namun, mata Abrina tidak juga lekas terbuka. Sehingga dirinya terpaksa mengguncang tubuh sang kawan. Merasakan guncangan perlahan Abrina membuka mata. Sesosok gadis manis langsung melemparkan senyum manis untuknya. "A-Anggini?" sapa Abrina seraya mengerjapkan mata. Anggini tersenyum lembut. Gadis itu memang cukup peduli dan perhatian pada temannya. Tanpa diminta tolong Anggini lekas membantu abrina yang kesusahan untuk bangun dari tidurnya. Dirinya juga memasangkan bantal pada sandaran brangkarnya Abrina. "Kamu sudah lama di sini?" tanya Abrina dengan suara yang agak parau. Maklum gadis itu terlelap cukup lama. Dari habis makan siang sampai jam tiga sore ini. Hampir tiga jam sendiri. "Gak baru juga lima belas menit," balas Anggini yang kemu

    Last Updated : 2023-09-02
  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   6. Pertemuan Miranti dan Haris

    Sesungguhnya Abrina tidak sudi bersalaman dengan Livia yang ia ketahui sebagai adiknya Lusi. Namun, gadis itu tidak mau mengumbar masalah pribadinya di hadapan Gibran dan Gavin. Karena itulah dirinya lebih berpura-pura tidak mengenali Livia. Sama halnya dengan Livia. Gadis itu pun sebenarnya tahu jika remaja yang ada di hadapannya adalah anak dari suami kakaknya. Karena foto Abrina masih terpajang di ruang tamu Haris. Bahkan kemarin Haris cukup marah ke Lusi karena sudah lancang menyuruh Livia menempati kamar pribadinya Abrina. Sampai saat ini Haris masih berharap Abrina akan pulang. Kendati gadis itu sudah bersumpah untuk tidak lagi menginjakkan kakinya di rumah masa kecilnya. "Abrina." Abrina menyebut namanya dengan lirih. Dia yang enggan bersentuhan kulit dengan Livia hanya menempelkan telapak tangannya sebentar. "Gimana kamu sudah siap untuk pulang?" tanya Gibran usai Abrina dan Livia bersalaman. Abrina hanya mengangguk. Entah mengapa tiba-tiba semangatnya menurun saat tahu

    Last Updated : 2023-10-05
  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   7. Kenangan Miranti

    "Gak usah fitnah, ya!" Melihat ibunya diberlakukan tidak adil, Abrina maju sebagai garda terdepan. "Jelas-jelas kamu yang sengaja menabrak mamahku, pake fitnah orang segala," ujarnya dengan mata yang menatap tajam pada Lusi. "Aduh pusing deh kepalaku kalo harus berhubungan dengan anak pembangkang," keluh Lusi sambil memijit pelipis. Dia sengaja memamerkan cincin berlian di jari manis dan gelang emas yang menghiasi lengannya. "Lihat ibunya jatuh bukannya ditolong malah menyalahkan orang lain," sindirnya dengan senyum yang mengejek. Abrina lekas berpaling pada sang ibu. Tangannya terulur untuk membantu Miranti berdiri. "Ayo, Bi, kita pulang saja," ajak Miranti tanpa mau menatap wajah Haris dan juga Lusi. Bukan karena dia takut sama mereka. Namun, dia tidak mau luka hatinya yang mulai mengering kembali terusik jika melihat wajah mereka. Masih ingat betul betapa kedua orang itu cukup menyakiti hatinya. "Gak, Mah, aku gak mau pergi sebelum perempuan ini minta maaf sama Mamah karena ud

    Last Updated : 2023-10-05
  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   8. (Dulu) Lusi Si Gembel

    Dua tahun yang lalu. Siang itu Miranti tengah sibuk membuat menu makan malam. Dia berkutat di dapur dibantu oleh Bi Sarti. Meski mempunyai tenaga asisten rumah tangga, tapi perempuan itu lebih suka membuat menu makanan sendiri. Terlebih anak dan suaminya memang menyukai masakan olahannya. Bahkan setiap jam makan siang, Miranti akan selalu mengunjungi kantor Haris untuk mengantarkan makanan. Sang suami lebih suka makan makanan buatan sang istri ketimbang jajan di luar. Selain lebih hemat juga lebih higienis tentunya. Haris sendiri adalah seorang pengusaha ayam pedaging. Dia memperternak ribuan ayam pedaging. Lalu menyalurkannya ke resto-resto yang mengolah daging ayam seperti gerai ayam geprek, ayam bakar, ayam penyet dan lain sebagainya. "Aduuuh!" Miranti yang tengah menumis sayur tiba-tiba mengeluh. Bi Sarti yang tengah mengupas bumbu langsung menoleh. "Ibu kenapa?" tanyanya peduli. Miranti tidak langsung menyahut. Perempuan itu hanya meringis sembari meremas perutnya yang tera

    Last Updated : 2023-10-05
  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   9. Iri Hati

    "Pekerjaan?" Alis Miranti bertemu. "Benar, Bu, saya sangat butuh pekerjaan," balas Lusi langsung memasang wajah yang menghiba, "saya adalah tulang punggung untuk adik-adik saya," tuturnya terus berlagak sedih. "Orang tua saya sudah gak ada dan saya yang harus menghidupi biaya kedua adik saya," lanjut gadis itu sambil memohon. Untuk menarik simpati Miranti, Lusi berpura-pura menangis. "Saat ini saya sedang butuh uang yang cukup banyak untuk biaya wisuda adik perempuan saya. Belum lagi adik laki-laki saya yang bungsu juga sebentar lagi akan masuk SMA. Pastinya saya memerlukan banyak uang untuk biaya pendaftarannya," bebernya sambil terisak. Miranti yang berhati lembut iba mendengarnya. "Saya ini cuma seorang ibu rumah tangga yang lebih bisa ngasih solusi apa-apa buat kamu," ungkapnya jujur. Mendengar penuturan Miranti, Lusi mengeraskan isak tangisnya. Membuat Miranti, Abrina, dan Pak Nono tidak tega melihatnya. "Begini Mbak ....""Nama saya Lusi." Tangan Lusi langsung terulur. "A

    Last Updated : 2023-10-06
  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   10. Lomba Menyanyi

    Sudah lebih dari tiga minggu pasca jatuhnya Miranti dari tangga. Perempuan itu masih belum mampu berjalan. Sehari-harinya hanya bisa duduk di kursi roda. Miranti sendiri tidak hanya patah tulang. Menurut dokter yang menangani perempuan itu juga mengalami trauma pada tulang belakangnya. Makanya perlu waktu lama untuk sembuh. Di lain pihak Lusi yang jahat justru menganti obat-obatan yang dokter berikan dengan vitamin biasa. Hal tersebut kian memperparah kondisi Miranti. Sehingga sakit wanita itu tidak kunjung sembuh. "Mah, Pah, aku ditunjuk sama wali kelasuntuk mewakili sekolah pada perlombaan tarik suara," ujar Abrina suatu malam saat sedang makan bersama.Haris dan Miranti sontak saling melempar pandang. Keduanya tampak begitu senang mendengarnya. "Oh ya?" sahut keduanya pun serempak. "Iya nih, lomba nyanyi tingkat nasional. Karena pesertanya dari beberapa sekolah SMP di Indonesia," tutur Abrina semringah. "Wahhh selamat ya, Sayang," ucap Miranti seraya mengelus rambut panjang

    Last Updated : 2023-10-06

Latest chapter

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   127. Jadian

    Di lain pihak, jenazah Arman dikebumikan. Livia yang mengurusi administrasinya. Itu semua atas permintaan Lusi. Pada saat pemakaman Lusi diizinkan oleh petugas untuk menghadiri. Dengan menaiki kursi roda perempuan itu menangis di depan makam Arman yang merah. Pada acara pemakaman tersebut Abrina turut hadir bersama Gibran. Meski Arman adalah seorang penjahat, tapi pria itu pernah berjasa saat mengobati Miranti dengan fisioterapinya. Hanya saja Miranti tidak hadir dalam acara tersebut. Meski keadaan perempuan itu dan Gavin sudah membaik, tapi Abrina melarangnya untuk menghadiri acara tersebut. Menurut Abrina, sang ibu lebih cocok untuk menjaga ayahnya saja. Sedangkan Gavin juga masih lemah. Pemuda itu memilih beristirahat di rumah. "Abrina!" Abrina dan Gibran yang akan pergi meninggalkan makam Arman menghentikan langkah saat namanya dipanggil. Dia menoleh ke belakang. Tampak Lusi menatapnya dengan sayu. Dirinya pun bergerak mendekati perempuan yang dulu sangat ia benci itu. "Ada

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   126. Akhir Hidup Arman

    "Dia siapa, Mbak?" cecar Abrina penasaran. Tentunya dia tidak berharap jika orang yang dimaksud Livia adalah sang ayah. "Bukan papah aku kan yang gak selamat?" kejarnya penasaran. Livia hanya menarik napas dalam-dalam. "Jawab dong, Mbak Livia!" suruh Abrina merasa gregetan. "Vi, kalau cerita tolong jangan setengah-setengah dong," timpal Gibran ikutan gemas. Livia menatap Gibran dengan sendu. "Bukan Mas Haris yang gak selamat," tuturnya pelan. Tangannya mengusap matanya yang tampak mulai basah. "Maksud kamu orang itu Arman?" tebak Gibran langsung. Livia mengangguk pelan. "Syukur lah." Abrina menghela napas dengan lega. "Jadi Arman meninggal?" tanya Gibran meyakinkan. Lagi, Livia hanya mengangguk. "Kenapa kamu keliatan sedih begitu?" tanya Gibran merasa aneh, "dia orang jahat lho, Vi," tambahnya mengingatkan. "Arman gak punya keluarga, Bran," jawab Livia pelan. Di luar jam kerja dia memang selalu memanggil Gibran tanpa embel-embel Bapak. "Siapa yang akan mengurusi jenazahnya?

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   125. Tidak Selamat

    "Masih ada meski sudah lemah," ujar petugas tersebut pada Geri. Di tempatnya Gavin menghembuskan napas panjang. Pemuda itu benar-benar merasa lega telah lolos dari maut. Kini tiba-tiba dia merasa rasa lelah yang teramat. Maklum saja Gavin harus menghadapi Arman yang juga pintar ilmu bela diri. Pemuda itu merebahkan badannya di lantai berdebu tersebut. Dia ingin istirahat. Namun, terdengar bunyi sirine. Tidak lama datang beberapa orang berpakaian serba putih. Mereka membawa dua buah brankar. Orang yang pertama diangkat ke dalam brankar adalah Haris. "Aku ikut."Miranti bersikeras menemani mantan suaminya di dalam ambulans. Karena terus memaksa, petugas medis pun mengizinkan. Petugas yang lain mengangkat tubuh Arman juga. Pria itu dimasukkan ke dalam mobil ambulans yang kedua. Dan yang menjaga dia adalah petugas polisi. "Gavin, kamu ikut saya," ajak Geri melihat Gavin yang masih terbengong."Terus mobil aku bagaimana?" tanya Gavin lemah. Sungguh dia benar-benar lelah. "Tenang saj

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   124. Kena Tembak

    DORRR! Miranti dan Gavin yang sedang berlari sontak berhenti. Keduanya langsung berpaling ke belakang. Tampak Haris tengah meringis sembari memegang dada atas sebelah kirinya. "Mas Haris!" pekik Miranti cukup histeris melihat baju mantan suaminya yang sudah bersimbah darah. Wanita itu bergegas berlari. Dia menyongsong tubuh Haris yang akan roboh. Sehingga badan Haris justru jatuh ke dalam pelukan Miranti. "Mas Haris, bertahanlah," pinta Miranti begitu membaringkan tubuh Haris di tanah. "Kamu harus kuat, Mas," lanjutnya dengan berurai air mata. Di lain pihak Arman terpaku melihat hasil perbuatannya. Meski dia orang jahat, tapi baru kali ini dirinya menyakiti orang. Dan sejujurnya Arman berubah jadi orang jahat setelah dijebloskan Lusi ke penjara. Kebengongan Arman tidak disia-siakan oleh Gavin. Diam-diam pemuda itu bergerak mendekat. Tanpa banyak bicara dia segera menendang Arman dari belakang. Mendapat serangan mendadak Arman tentunya terkejut. Apalagi Gavin menendangnya dengan

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   123. Perjuangan Haris

    "Mas Haris yakin akan menyerahkan semuanya pada Arman?" tanya Livia dengan wajah tidak percaya."Semua ini tidak ada artinya kalo Miranti kenapa-napa," sahut Haris datar. Di tempatnya Abrina dibuat bingung dengan jawaban sang ayah."Tapi kami susah payah membawanya dari Jogja, Mas. Belum lagi anak buah Mas Geri juga berjuang banget buat gak ngambil pundi-pundi Arman yang ada di motel.""Livia, semua uang dan emas ini adalah milik saya. Jadi saya bebas akan melakukan apa saja, yang penting Miranti selamat," tegas Haris serius."Sebenarnya apa yang terjadi dengan Mamah, Pah?" tanya Abrina sudah sangat penasaran.Haris menatap putrinya dengan sendu. "Mamah kamu diculik oleh Arman.""Apahhh?" Abrina tersentak seketika."Tapi kamu gak perlu khawatir, papah akan segera menolong mamah kamu," janji Haris dari hatinya.Ketika akan melanjutkan pembicaraan, ponsel Haris berbunyi. Semua orang tampak tegang terutama Haris. Hal tersebut membuat Abrina bingung.Namun, kebingungannya segera terjawab

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   122. Uang Tebusan

    "Seminggu yang lalu, Gibran request suruh aku buatin baju buat kamu," ujar Tante Mona sambil melangkah menuju koleksi baju-bajunya. "Karena designnya simple dan yang ngerjain karyawan spesial makanya udah jadi dua," tuturnya seraya menunjuk dua dress yang tengah dipakai oleh manekin.Abrina sendiri cukup terkesima melihatnya. Dua buah dress yang sama-sama lucu dan manis. Satu berwarna salem dengan model one shoulder. Satunya lagi midi dress berwarna hitam ala korea yang sangat manis."Ya ampun cantik banget," puji Abrina pada minidress tersebut.Dia tidak menyangka jika bajunya sudah jadi. Gadis itu bepikir jika nanti akan dibuat bingung saat harus memilih aneka dress. Kendati begitu Abrina benar-benar bersyukur karena tidak perlu pusing memilih. Sehingga kekhawatiran Gavin tidak pernah akan terjadi."Udah sana kamu coba di fitting room," suruh Tante Mona lembut.Abrina mengangguk manut. Dia yang memang sudah jatuh cinta pada minidress hitam tersebut segera mencobanya. Senyumnya begit

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   121. Tante Mona

    Bell pulang berbunyi. Anak-anak berseru gembira termasuk Abrina. Gadis itu segera berkemas dengan memasukkan alat tulisnya ke dalam tas."Gimana, Nggi, jadi ikut aku temani nyari baju gak?" tanya Abrina begitu memakai tas punggungnya."Aduh sorry, Bi," tolak Anggi langsung menggelengkan kepala. "Aku baru inget kalo ternyata hari ini aku ada jadwal kasih les privat," terangnya seraya melihat jam tangannya, "jadi maaf banget ya aku nggak bisa nemenin kamu," ucapnya serius."Ya udah gak papa," jawab Abrina dengan santai, "aku jalan dulu ya," pamitnya disertai senyuman.Anggini mengangguk. Matanya menatap kepergian sang sahabat. Tampak Gavin buru-buru mengikuti langkah Abrina.Anggini menghela nafas. Gadis itu sudah berdamai dengan hati. Tidak ada kecemburuan melihat kedekatan Gavin dan Abrina. Dirinya juga sadar diri kalau memang Gavin dari dulu tidak pernah menaruh hati padanya.Meski masih susah, tapi Anggini mulai belajar untuk mendukung Gavin mendapatkan hati Abrina. Setelah cukup la

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   120. Menculik Miranti

    Pria itu kembali memutar otaknya. Merasa buntu dia mengeluarkan rokok dari tas pinggangnya. Sudah habis satu batang Arman belum juga menemukan cara untuk menghabisi Haris."Kayaknya terlalu sulit kalo aku mendekati Haris. Pastinya dia kelilingi anak buahnya atau polisi," ujar Arman membuat analisa.Arman mengelus jenggot palsunya. "Kalo aku gak bisa langsung menghabisi Haris, maka aku akan mengalihkannya pada orang-orang yang dia cintai."Arman mengangguk yakin. "Kalau aku culik putra kesayangannya, sepertinya susah karena pasti dia menyewa bodyguard untuk menjaganya.""Berarti pilihan lainnya adalah putri pertamanya," ujar Arman sembari mengingat wajahnya Abrina, "tapi Lusi bilang kalo gadis itu digilai anak-anaknya Pak Gandi. Terutama yang nomor kedua karena satu kelas."Arman menatap jam tangannya. "Jam segini juga kayaknya dia masih di sekolah."Arman membuang putung rokoknya. Lalu menginjaknya dengan kuat-kuat."Berarti pilihanku jatuh ke Mbak Ranti lagi," putusnya kemudian.Tanp

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   119. Rencana Arman

    "Saudara Arman, Anda sudah menjadi DPO selama enam bulan. Jadi sekarang waktunya untuk menyerahkan diri," tutur seorang petugas yang tampak lebih senior dari yang satunya.Tidak hanya Arman yang terkaget dengan keberadaan petugas, kedua kawannya pun mengalami hal yang serupa. Terutama pria yang barusan membeli mobilnya. Karena dia sama sekali tidak tahu jika Arman adalah seorang buronan."Ayo sekarang angkat tangan, Saudara. Dan mendekatlah!" perintah si petugas.Arman memang bergeming. Namun, otak dan tangannya tidak tinggal diam. Pria itu merogoh pistol yang terselip di celananya.Tanpa berpikir panjang menembakkan pelurunya ke arah tangan salah satu petugas. Meski bukan penembak mahir, tapi hasil tembakannya berhasil mengenai tangan petugas. Alhasil senapan di tangan petugas tersebut terjatuh.Arman bergerak cepat. Dia kembali menembakkan pelurunya ke arah lawan. Untung kali ini tembakannya meleset.Petugas dan anak buah Geri secepatnya mencari tempat berlindung. Agar terhindar dar

DMCA.com Protection Status