Share

4. Rencana Lusi

last update Last Updated: 2023-09-02 05:04:47

"Lusiii!" Haris berteriak di tepi pintu. 

 

Sayang hingar bingar musik membuat suaranya tenggelam. Pria itu menarik napas untuk meredam gejolak amarah. Dia melangkah menuju keberadaan sang istri yang masih meliuk bersama seorang pemuda yang tidak jelas wajahnya. Maklum pemuda tinggi itu berdiri membelakangi Haris. 

 

"Lusiii!" bentak Haris seraya menarik tangan sang istri yang sedang diangkat ke atas. 

 

"Eh Mas Haris sudah pulang?" sahut Lusi begitu melihat wajah sang suami yang marah. 

 

"Kamu apa-apaan buat acara beginian, hah?" tegur Haris dengan suara yang keras. 

 

Lusi tersenyum. Wanita yang hari itu mengenakan dress tanpa lengan menghadap ke tempat meja DJ. Dengan kedipan matanya dia memberi kode agar musik dimatikan. 

 

Pria di meja DJ itu pun mengangguk paham. Tidak sampai satu menit, hingar bingar musik pun berhenti. Beberapa orang yang tidak sadar dengan kedatangan Haris sontak mengeluh. 

 

Namun, begitu tahu si pemilik rumah sudah pulang mereka pun terdiam maklum. Kebanyakan yang datang adalah anak muda seusia Abrina. Ada juga teman-teman Lusi yang Haris kenal.

 

"Bisa kamu jelaskan kenapa ada acara ramai-ramai begini?" Kali mata Haris terlihat tajam saat mencecar Lusi. 

 

"Maaf, Mas, mungkin aku lancang--"

 

"Bukannya sudah kuberi tahu, kamu tidak boleh seenaknya sendiri mengundang orang di rumah ini," potong Haris dingin. 

 

"Iya, Mas, aku tahu aku salah. Tapi apakah merayakan hari jadi sang adik itu suatu kesalahan?" tanya Lusi dengan wajah yang pura-pura polos. 

 

"Perayaan hari jadi?" Mata Haris memincing karena tidak paham. 

 

"Iya, Mas." Kini bibir Lusi yang bergincu merah seksi itu melengkung ke atas. Dia lantas menarik lengan pemuda yang menjadi teman dansanya.

 

"Hari ini ulang tahunnya Leon yang ketujuh belas, Mas," ujar Lusi sambil menepuk pemuda yang wajahnya masih seumuran Abrina. 

 

Haris menatap pemuda jangkung tersebut. Marah membuatnya tidak sadar jika pemuda yang diajak dansa oleh sang istri ternyata adalah adik iparnya sendiri. Tidak lama mendekat seorang gadis. 

 

Wajah pemudi itu sangat mirip dengan Lusi. Hanya saja jika Lusi bertampang judes, gadis itu justru berwajah lembut. Dengan sopannya si lajang itu lekas meraih tangan Haris untuk disalim.

 

"Leon, kasih salim juga sama Mas Haris!" suruh Lusi pada adik bungsunya. 

 

Lusi mempunyai dua adik. Adik pertamanya bernama Livi. Usianya hanya beda dua tahun darinya. Saat ini gadis itu sedang bekerja sebagai seorang personal asisten. 

 

Adik kedua Lusi bernama Leon. Pemuda yang sedang merayakan sweet seventeen-nya itu agak memiliki sikap yang sama dengan Lusi. Tengil. 

 

Merasa disuruh, Leon menyalami kakak iparnya. Dia mencium punggung tangan Haris sesuai arah Lusi. 

 

"Cepat bubarkan pesta ini, saya pusing lihatnya," suruh Haris pada Lusi masih dengan nada dingin. 

 

Pria itu lantas berlalu meninggalkan Lusi dan adik-adiknya. Dia menuju kamarnya di lantai atas. Kesal membuatnya menaiki anak tangga dengan sedikit berlari. 

 

"Guys, sorry banget ya party harus bubar sekarang juga," ujar Leon sedikit berteriak. 

 

"Yahhh!" Sontak anak muda yang merupakan teman-teman Leon mengeluh kecewa. 

 

"Gimana sih, Leon? Kita kan belum makan-makan," celetuk salah satu teman Leon. 

 

"Adek-adek sayang, kalian kalo lapar ambil aja makanan yang tersedia. Tapi jangan makan di sini, ya," suruh Lusi dengan bergaya anggun. 

 

Meski berdecak beberapa pemuda itu mengikuti perintah dari Lusi. Mereka mengambil makanan yang ada. Setelah itu berpamitan pada Leon dan kedua kakaknya. Beberapa teman Lusi yang diundang perempuan itu pun melakukan hal yang serupa. 

 

"Sorry banget ya, Say," ucap Lusi pada kawannya ketika dipamiti. 

 

"Tahu suaminya gak suka ramai-ramai, lain kali kalau mau buat acara itu di cafe atau di luar saja. Jangan di rumah seperti ini," saran perempuan dengan rambut blonde itu pada Lusi. 

 

"Itu pasti. Ini gak sengaja buat acara ginian karena si Leon ngomongnya mendadak kemarin," timpal Lusi usai mengecup pipi sang kawan. 

 

Wanita itu ikut mengantar kepulangan beberapa sahabatnya sampai ke pintu depan. Perlahan satu persatu tamu yang lain ikut pamit. Hingga akhirnya rumah kembali sepi. 

 

"Bi Sarti! Pak Nono!" panggil Lusi pada  asisten rumah tangganya dan sopir sang suami. 

 

"Iya, Bu."

 

Bi Sarti dan Pak Nono ada sepasang suami-istri. Mereka sudah bekerja di rumah Haris dari pria itu masih berstatus bujang. Setelah orang tuanya tiada, Haris sudah menganggap Pak Nono dan Bi Sarti seperti keluarga sendiri. Terlebih pasangan itu tidak mempunyai keturunan. 

 

"Iya, Bu Lusi," ujar Bi Sarti begitu mendekat. Sedangkan sang suami hanya diam di belakangnya. 

 

"Cepat beresin ini semua!" suruh Lusi sembari menunjuk sisa-sisa pesta. 

 

"Baik, Bu." Bi Sarti dan Pak Nono mengangguk patuh. 

 

"Kita gimana, Mbak?" tanya Livi pada Lusi. 

 

"Udah kalian santai aja," ujar Lusi cuek, "sekarang masuk ke kamar yang sudah kalian pilih," suruhnya kemudian. 

 

"Oke, Mbakku sayang," sahut Leon juga cuek. Dengan santainya dia mengecup pipi Lusi. Setelah itu beranjak menuju kamar di lantai satu itu. 

 

Tidak lama Livi mengikuti sang adik. Gadis dua puluh empat tahun itu memasuki kamar di seberang kamarnya Leon. Di mana ruang tersebut sebenarnya adalah kamar pribadinya Abrina. 

 

Lusi sendiri lekas menaiki anak tangga. Kehamilannya sudah memasuki trimester ketiga. Makanya dia berhati-hati. 

 

Sebenarnya kamar dia dan Haris ada di lantai satu juga. Namun, jika tengah kesal Haris memang selalu naik ke kamar yang di atas. Di mana kamar tersebut merupakan bekas kamarnya dengan Miranti dulu. 

 

Awal menikah Lusi pernah marah karena tidak diizinkan untuk menempati kamarnya Miranti. Padahal jelas-jelas wanita itu sudah pergi dari rumah. Namun, karena Haris memang tidak melarangnya, Lusi pun tidak bisa membantahnya. Terlebih tiga bulan pasca menikah dirinya positif hamil. 

 

"Mas," panggil Lusi begitu memasuki bekas kamarnya Miranti. 

 

Haris yang tengah merenung langsung menoleh begitu dipanggil. 

 

"Maafkan aku ya udah gak izin dulu sama kamu," ucap Lusi begitu duduk di samping Haris. 

 

Perempuan muda itu lekas menyandarkan kepalanya di pundak sang suami. 

 

"Leon itu ditinggal ayah dan ibu dari dia SD, Mas. Hidup susah membuat dia gak pernah merasakan kebahagiaan saat ulang tahun," tutur Lusi dengan suara yang menghiba, "apa salah kalau aku merayakan ulang tahunnya?"

 

"Ya gak salah sih, tapi kenapa gak bilang sama aku dulu?" protes Haris pelan. Pria itu paling tidak bisa marah jika Lusi sudah bermanja-manja di tubuhnya. "Kalo kamu ngomong kan aku bisa menyiapkan pesta untuk Leon dengan budget yang lebih besar."

 

"Ahhh ... kamu memang suami yang paling baik sedunia," tukas Lusi kian mengeratkan pelukan, "aku yakin kamu pasti setuju kan kalo Livi dan Leon tinggal di sini?"

 

"Apah?" Haris sontak melepaskan pelukan Lusi. 

 

"Rumah ini begitu besar untuk kita berdua, sedangkan mereka justru tinggal di rumah kontrakan yang sempit. Jadi gak ada salahnya kalo Livi dan Leon menempati kamar-kamar di rumah ini," lanjut Lusi dengan percaya diri. 

 

"Ini yang aku gak suka dari kamu, Lus. Selalu ceroboh dan gak pernah izin sama aku," ungkap Haris merasa keberatan. 

 

"Memangnya ada yang salah, Mas?" tanya Lusi dengan cuek, "Livi dan Leon adalah adik-adiknya aku. Berarti dia juga saudaranya kamu, Mas. Oh iya perlu kamu ketahui kalo aku sudah mendaftarkan Leon di sekolah yang sama dengan Abrina," tutur Lusi dengan seringai tajam. 

 

Tentu Lusi sudah mempunyai rencana kenapa dia nekat memasukkan Leon di sekolahnya Abrina. Bahkan perempuan itu juga sudah meminta pada kepala sekolah agar Leon di tempatkan di kelasnya Abrina. 

 

Next. 

 

Kira-kira apa rencana Lusi sebenarnya ya? 

 

Related chapters

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   5. Adiknya Lusi

    "Bina, bangun, Bina!"Suara lembut mengalun di telinga Abrina. Sayangnya gadis itu masih saja terlelap. Sepertinya itu efek dari obat yang diminumnya usai makan siang. "Bina, bangun, Bin!" Gadis berwajah manis itu menepuk-nepuk pipi Abrina. Namun, mata Abrina tidak juga lekas terbuka. Sehingga dirinya terpaksa mengguncang tubuh sang kawan. Merasakan guncangan perlahan Abrina membuka mata. Sesosok gadis manis langsung melemparkan senyum manis untuknya. "A-Anggini?" sapa Abrina seraya mengerjapkan mata. Anggini tersenyum lembut. Gadis itu memang cukup peduli dan perhatian pada temannya. Tanpa diminta tolong Anggini lekas membantu abrina yang kesusahan untuk bangun dari tidurnya. Dirinya juga memasangkan bantal pada sandaran brangkarnya Abrina. "Kamu sudah lama di sini?" tanya Abrina dengan suara yang agak parau. Maklum gadis itu terlelap cukup lama. Dari habis makan siang sampai jam tiga sore ini. Hampir tiga jam sendiri. "Gak baru juga lima belas menit," balas Anggini yang kemu

    Last Updated : 2023-09-02
  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   6. Pertemuan Miranti dan Haris

    Sesungguhnya Abrina tidak sudi bersalaman dengan Livia yang ia ketahui sebagai adiknya Lusi. Namun, gadis itu tidak mau mengumbar masalah pribadinya di hadapan Gibran dan Gavin. Karena itulah dirinya lebih berpura-pura tidak mengenali Livia. Sama halnya dengan Livia. Gadis itu pun sebenarnya tahu jika remaja yang ada di hadapannya adalah anak dari suami kakaknya. Karena foto Abrina masih terpajang di ruang tamu Haris. Bahkan kemarin Haris cukup marah ke Lusi karena sudah lancang menyuruh Livia menempati kamar pribadinya Abrina. Sampai saat ini Haris masih berharap Abrina akan pulang. Kendati gadis itu sudah bersumpah untuk tidak lagi menginjakkan kakinya di rumah masa kecilnya. "Abrina." Abrina menyebut namanya dengan lirih. Dia yang enggan bersentuhan kulit dengan Livia hanya menempelkan telapak tangannya sebentar. "Gimana kamu sudah siap untuk pulang?" tanya Gibran usai Abrina dan Livia bersalaman. Abrina hanya mengangguk. Entah mengapa tiba-tiba semangatnya menurun saat tahu

    Last Updated : 2023-10-05
  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   7. Kenangan Miranti

    "Gak usah fitnah, ya!" Melihat ibunya diberlakukan tidak adil, Abrina maju sebagai garda terdepan. "Jelas-jelas kamu yang sengaja menabrak mamahku, pake fitnah orang segala," ujarnya dengan mata yang menatap tajam pada Lusi. "Aduh pusing deh kepalaku kalo harus berhubungan dengan anak pembangkang," keluh Lusi sambil memijit pelipis. Dia sengaja memamerkan cincin berlian di jari manis dan gelang emas yang menghiasi lengannya. "Lihat ibunya jatuh bukannya ditolong malah menyalahkan orang lain," sindirnya dengan senyum yang mengejek. Abrina lekas berpaling pada sang ibu. Tangannya terulur untuk membantu Miranti berdiri. "Ayo, Bi, kita pulang saja," ajak Miranti tanpa mau menatap wajah Haris dan juga Lusi. Bukan karena dia takut sama mereka. Namun, dia tidak mau luka hatinya yang mulai mengering kembali terusik jika melihat wajah mereka. Masih ingat betul betapa kedua orang itu cukup menyakiti hatinya. "Gak, Mah, aku gak mau pergi sebelum perempuan ini minta maaf sama Mamah karena ud

    Last Updated : 2023-10-05
  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   8. (Dulu) Lusi Si Gembel

    Dua tahun yang lalu. Siang itu Miranti tengah sibuk membuat menu makan malam. Dia berkutat di dapur dibantu oleh Bi Sarti. Meski mempunyai tenaga asisten rumah tangga, tapi perempuan itu lebih suka membuat menu makanan sendiri. Terlebih anak dan suaminya memang menyukai masakan olahannya. Bahkan setiap jam makan siang, Miranti akan selalu mengunjungi kantor Haris untuk mengantarkan makanan. Sang suami lebih suka makan makanan buatan sang istri ketimbang jajan di luar. Selain lebih hemat juga lebih higienis tentunya. Haris sendiri adalah seorang pengusaha ayam pedaging. Dia memperternak ribuan ayam pedaging. Lalu menyalurkannya ke resto-resto yang mengolah daging ayam seperti gerai ayam geprek, ayam bakar, ayam penyet dan lain sebagainya. "Aduuuh!" Miranti yang tengah menumis sayur tiba-tiba mengeluh. Bi Sarti yang tengah mengupas bumbu langsung menoleh. "Ibu kenapa?" tanyanya peduli. Miranti tidak langsung menyahut. Perempuan itu hanya meringis sembari meremas perutnya yang tera

    Last Updated : 2023-10-05
  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   9. Iri Hati

    "Pekerjaan?" Alis Miranti bertemu. "Benar, Bu, saya sangat butuh pekerjaan," balas Lusi langsung memasang wajah yang menghiba, "saya adalah tulang punggung untuk adik-adik saya," tuturnya terus berlagak sedih. "Orang tua saya sudah gak ada dan saya yang harus menghidupi biaya kedua adik saya," lanjut gadis itu sambil memohon. Untuk menarik simpati Miranti, Lusi berpura-pura menangis. "Saat ini saya sedang butuh uang yang cukup banyak untuk biaya wisuda adik perempuan saya. Belum lagi adik laki-laki saya yang bungsu juga sebentar lagi akan masuk SMA. Pastinya saya memerlukan banyak uang untuk biaya pendaftarannya," bebernya sambil terisak. Miranti yang berhati lembut iba mendengarnya. "Saya ini cuma seorang ibu rumah tangga yang lebih bisa ngasih solusi apa-apa buat kamu," ungkapnya jujur. Mendengar penuturan Miranti, Lusi mengeraskan isak tangisnya. Membuat Miranti, Abrina, dan Pak Nono tidak tega melihatnya. "Begini Mbak ....""Nama saya Lusi." Tangan Lusi langsung terulur. "A

    Last Updated : 2023-10-06
  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   10. Lomba Menyanyi

    Sudah lebih dari tiga minggu pasca jatuhnya Miranti dari tangga. Perempuan itu masih belum mampu berjalan. Sehari-harinya hanya bisa duduk di kursi roda. Miranti sendiri tidak hanya patah tulang. Menurut dokter yang menangani perempuan itu juga mengalami trauma pada tulang belakangnya. Makanya perlu waktu lama untuk sembuh. Di lain pihak Lusi yang jahat justru menganti obat-obatan yang dokter berikan dengan vitamin biasa. Hal tersebut kian memperparah kondisi Miranti. Sehingga sakit wanita itu tidak kunjung sembuh. "Mah, Pah, aku ditunjuk sama wali kelasuntuk mewakili sekolah pada perlombaan tarik suara," ujar Abrina suatu malam saat sedang makan bersama.Haris dan Miranti sontak saling melempar pandang. Keduanya tampak begitu senang mendengarnya. "Oh ya?" sahut keduanya pun serempak. "Iya nih, lomba nyanyi tingkat nasional. Karena pesertanya dari beberapa sekolah SMP di Indonesia," tutur Abrina semringah. "Wahhh selamat ya, Sayang," ucap Miranti seraya mengelus rambut panjang

    Last Updated : 2023-10-06
  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   11. Kegundahan Hati Abrina

    Abrina menatap lekat banner di hadapannya. Gadis itu tentu tergiur dengan hadiah yang ditawarkan. Untuk saat ini uang sepuluh juta tentu sangat berarti untuk kehidupannya bersama sang Ibu.Belum lagi salah satu jurinya adalah seorang produser musik. Jadi besar kemungkinan jika pemenangnya bisa ditawari masuk ke dapur rekaman. Lalu masuk ke industri musik dan menjadi penyanyi profesional seperti impian Abrina selama ini."Tapi, Mah, biaya pendaftarannya lumayan mahal," keluh Abrina sedikit memanyunkan mulutnya, "lima ratus ribu sendiri.""Gak papa, Bina. Kan kalo kamu menang kans kamu meraih cita-cita menjadi penyanyi jadi terbuka lebar," sahut Miranti terus mendukung. "Lagian kamu kan habis dapat rezeki dari Gibran lima juta itu. Masih sisa banyak kok, Bi.""Benar sih, tapi uangnya mau buat bayar kontrakan rumah kita, Mah," tutur Abrina terus merasa dilema, "ingat kita sudah nunggak sampai tiga bulan, Mah."Miranti membingkai wajah sang putri. "Uangnya masih sisa banyak, Nak," tuturny

    Last Updated : 2023-10-07
  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   12. Rencana Leon

    Keesokan harinya Abrina memutuskan untuk mengikuti saran dari Anggini. Terlebih sang ibu juga mendukungnya. Gadis itu kembali berangkat ke sekolah.Kehadiran Abrina di sekolah diabaikan oleh teman-temannya. Karena memang dia tidak mempunyai banyak teman. Terlebih semenjak ibunya jatuh miskin kian membuatnya dijauhi kawan.Hanya Anggini yang tampak senang melihat kehadiran Abrina. Sama satu orang lagi. Dia tak lain dan tak bukan adalah Gavin.Pemuda yang memang sudah menaruh rasa pada Abrina dari semenjak satu kelas itu lekas mendekati bangku sang gadis. Seperti biasa dia diikuti oleh kedua anak buahnya.Sama satu pemuda lagi. Dilihat dari parasnya, Abrina merasa asing. Sepertinya cowok itu murid baru di sini."Masih ingat masuk sekolah lu?" sindir Gavin begitu mendekat. Dia yang usil lekas menarik ikatan rambut Abrina.Abrina yang enggan menanggapi Gavin hanya membuang muka."Oh iya kata Anggi lu mau pindah, ya? Kok gak jadi? Kangen berantem sama gue, ya?" ledek Gavin tampak percaya d

    Last Updated : 2023-10-07

Latest chapter

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   127. Jadian

    Di lain pihak, jenazah Arman dikebumikan. Livia yang mengurusi administrasinya. Itu semua atas permintaan Lusi. Pada saat pemakaman Lusi diizinkan oleh petugas untuk menghadiri. Dengan menaiki kursi roda perempuan itu menangis di depan makam Arman yang merah. Pada acara pemakaman tersebut Abrina turut hadir bersama Gibran. Meski Arman adalah seorang penjahat, tapi pria itu pernah berjasa saat mengobati Miranti dengan fisioterapinya. Hanya saja Miranti tidak hadir dalam acara tersebut. Meski keadaan perempuan itu dan Gavin sudah membaik, tapi Abrina melarangnya untuk menghadiri acara tersebut. Menurut Abrina, sang ibu lebih cocok untuk menjaga ayahnya saja. Sedangkan Gavin juga masih lemah. Pemuda itu memilih beristirahat di rumah. "Abrina!" Abrina dan Gibran yang akan pergi meninggalkan makam Arman menghentikan langkah saat namanya dipanggil. Dia menoleh ke belakang. Tampak Lusi menatapnya dengan sayu. Dirinya pun bergerak mendekati perempuan yang dulu sangat ia benci itu. "Ada

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   126. Akhir Hidup Arman

    "Dia siapa, Mbak?" cecar Abrina penasaran. Tentunya dia tidak berharap jika orang yang dimaksud Livia adalah sang ayah. "Bukan papah aku kan yang gak selamat?" kejarnya penasaran. Livia hanya menarik napas dalam-dalam. "Jawab dong, Mbak Livia!" suruh Abrina merasa gregetan. "Vi, kalau cerita tolong jangan setengah-setengah dong," timpal Gibran ikutan gemas. Livia menatap Gibran dengan sendu. "Bukan Mas Haris yang gak selamat," tuturnya pelan. Tangannya mengusap matanya yang tampak mulai basah. "Maksud kamu orang itu Arman?" tebak Gibran langsung. Livia mengangguk pelan. "Syukur lah." Abrina menghela napas dengan lega. "Jadi Arman meninggal?" tanya Gibran meyakinkan. Lagi, Livia hanya mengangguk. "Kenapa kamu keliatan sedih begitu?" tanya Gibran merasa aneh, "dia orang jahat lho, Vi," tambahnya mengingatkan. "Arman gak punya keluarga, Bran," jawab Livia pelan. Di luar jam kerja dia memang selalu memanggil Gibran tanpa embel-embel Bapak. "Siapa yang akan mengurusi jenazahnya?

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   125. Tidak Selamat

    "Masih ada meski sudah lemah," ujar petugas tersebut pada Geri. Di tempatnya Gavin menghembuskan napas panjang. Pemuda itu benar-benar merasa lega telah lolos dari maut. Kini tiba-tiba dia merasa rasa lelah yang teramat. Maklum saja Gavin harus menghadapi Arman yang juga pintar ilmu bela diri. Pemuda itu merebahkan badannya di lantai berdebu tersebut. Dia ingin istirahat. Namun, terdengar bunyi sirine. Tidak lama datang beberapa orang berpakaian serba putih. Mereka membawa dua buah brankar. Orang yang pertama diangkat ke dalam brankar adalah Haris. "Aku ikut."Miranti bersikeras menemani mantan suaminya di dalam ambulans. Karena terus memaksa, petugas medis pun mengizinkan. Petugas yang lain mengangkat tubuh Arman juga. Pria itu dimasukkan ke dalam mobil ambulans yang kedua. Dan yang menjaga dia adalah petugas polisi. "Gavin, kamu ikut saya," ajak Geri melihat Gavin yang masih terbengong."Terus mobil aku bagaimana?" tanya Gavin lemah. Sungguh dia benar-benar lelah. "Tenang saj

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   124. Kena Tembak

    DORRR! Miranti dan Gavin yang sedang berlari sontak berhenti. Keduanya langsung berpaling ke belakang. Tampak Haris tengah meringis sembari memegang dada atas sebelah kirinya. "Mas Haris!" pekik Miranti cukup histeris melihat baju mantan suaminya yang sudah bersimbah darah. Wanita itu bergegas berlari. Dia menyongsong tubuh Haris yang akan roboh. Sehingga badan Haris justru jatuh ke dalam pelukan Miranti. "Mas Haris, bertahanlah," pinta Miranti begitu membaringkan tubuh Haris di tanah. "Kamu harus kuat, Mas," lanjutnya dengan berurai air mata. Di lain pihak Arman terpaku melihat hasil perbuatannya. Meski dia orang jahat, tapi baru kali ini dirinya menyakiti orang. Dan sejujurnya Arman berubah jadi orang jahat setelah dijebloskan Lusi ke penjara. Kebengongan Arman tidak disia-siakan oleh Gavin. Diam-diam pemuda itu bergerak mendekat. Tanpa banyak bicara dia segera menendang Arman dari belakang. Mendapat serangan mendadak Arman tentunya terkejut. Apalagi Gavin menendangnya dengan

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   123. Perjuangan Haris

    "Mas Haris yakin akan menyerahkan semuanya pada Arman?" tanya Livia dengan wajah tidak percaya."Semua ini tidak ada artinya kalo Miranti kenapa-napa," sahut Haris datar. Di tempatnya Abrina dibuat bingung dengan jawaban sang ayah."Tapi kami susah payah membawanya dari Jogja, Mas. Belum lagi anak buah Mas Geri juga berjuang banget buat gak ngambil pundi-pundi Arman yang ada di motel.""Livia, semua uang dan emas ini adalah milik saya. Jadi saya bebas akan melakukan apa saja, yang penting Miranti selamat," tegas Haris serius."Sebenarnya apa yang terjadi dengan Mamah, Pah?" tanya Abrina sudah sangat penasaran.Haris menatap putrinya dengan sendu. "Mamah kamu diculik oleh Arman.""Apahhh?" Abrina tersentak seketika."Tapi kamu gak perlu khawatir, papah akan segera menolong mamah kamu," janji Haris dari hatinya.Ketika akan melanjutkan pembicaraan, ponsel Haris berbunyi. Semua orang tampak tegang terutama Haris. Hal tersebut membuat Abrina bingung.Namun, kebingungannya segera terjawab

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   122. Uang Tebusan

    "Seminggu yang lalu, Gibran request suruh aku buatin baju buat kamu," ujar Tante Mona sambil melangkah menuju koleksi baju-bajunya. "Karena designnya simple dan yang ngerjain karyawan spesial makanya udah jadi dua," tuturnya seraya menunjuk dua dress yang tengah dipakai oleh manekin.Abrina sendiri cukup terkesima melihatnya. Dua buah dress yang sama-sama lucu dan manis. Satu berwarna salem dengan model one shoulder. Satunya lagi midi dress berwarna hitam ala korea yang sangat manis."Ya ampun cantik banget," puji Abrina pada minidress tersebut.Dia tidak menyangka jika bajunya sudah jadi. Gadis itu bepikir jika nanti akan dibuat bingung saat harus memilih aneka dress. Kendati begitu Abrina benar-benar bersyukur karena tidak perlu pusing memilih. Sehingga kekhawatiran Gavin tidak pernah akan terjadi."Udah sana kamu coba di fitting room," suruh Tante Mona lembut.Abrina mengangguk manut. Dia yang memang sudah jatuh cinta pada minidress hitam tersebut segera mencobanya. Senyumnya begit

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   121. Tante Mona

    Bell pulang berbunyi. Anak-anak berseru gembira termasuk Abrina. Gadis itu segera berkemas dengan memasukkan alat tulisnya ke dalam tas."Gimana, Nggi, jadi ikut aku temani nyari baju gak?" tanya Abrina begitu memakai tas punggungnya."Aduh sorry, Bi," tolak Anggi langsung menggelengkan kepala. "Aku baru inget kalo ternyata hari ini aku ada jadwal kasih les privat," terangnya seraya melihat jam tangannya, "jadi maaf banget ya aku nggak bisa nemenin kamu," ucapnya serius."Ya udah gak papa," jawab Abrina dengan santai, "aku jalan dulu ya," pamitnya disertai senyuman.Anggini mengangguk. Matanya menatap kepergian sang sahabat. Tampak Gavin buru-buru mengikuti langkah Abrina.Anggini menghela nafas. Gadis itu sudah berdamai dengan hati. Tidak ada kecemburuan melihat kedekatan Gavin dan Abrina. Dirinya juga sadar diri kalau memang Gavin dari dulu tidak pernah menaruh hati padanya.Meski masih susah, tapi Anggini mulai belajar untuk mendukung Gavin mendapatkan hati Abrina. Setelah cukup la

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   120. Menculik Miranti

    Pria itu kembali memutar otaknya. Merasa buntu dia mengeluarkan rokok dari tas pinggangnya. Sudah habis satu batang Arman belum juga menemukan cara untuk menghabisi Haris."Kayaknya terlalu sulit kalo aku mendekati Haris. Pastinya dia kelilingi anak buahnya atau polisi," ujar Arman membuat analisa.Arman mengelus jenggot palsunya. "Kalo aku gak bisa langsung menghabisi Haris, maka aku akan mengalihkannya pada orang-orang yang dia cintai."Arman mengangguk yakin. "Kalau aku culik putra kesayangannya, sepertinya susah karena pasti dia menyewa bodyguard untuk menjaganya.""Berarti pilihan lainnya adalah putri pertamanya," ujar Arman sembari mengingat wajahnya Abrina, "tapi Lusi bilang kalo gadis itu digilai anak-anaknya Pak Gandi. Terutama yang nomor kedua karena satu kelas."Arman menatap jam tangannya. "Jam segini juga kayaknya dia masih di sekolah."Arman membuang putung rokoknya. Lalu menginjaknya dengan kuat-kuat."Berarti pilihanku jatuh ke Mbak Ranti lagi," putusnya kemudian.Tanp

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   119. Rencana Arman

    "Saudara Arman, Anda sudah menjadi DPO selama enam bulan. Jadi sekarang waktunya untuk menyerahkan diri," tutur seorang petugas yang tampak lebih senior dari yang satunya.Tidak hanya Arman yang terkaget dengan keberadaan petugas, kedua kawannya pun mengalami hal yang serupa. Terutama pria yang barusan membeli mobilnya. Karena dia sama sekali tidak tahu jika Arman adalah seorang buronan."Ayo sekarang angkat tangan, Saudara. Dan mendekatlah!" perintah si petugas.Arman memang bergeming. Namun, otak dan tangannya tidak tinggal diam. Pria itu merogoh pistol yang terselip di celananya.Tanpa berpikir panjang menembakkan pelurunya ke arah tangan salah satu petugas. Meski bukan penembak mahir, tapi hasil tembakannya berhasil mengenai tangan petugas. Alhasil senapan di tangan petugas tersebut terjatuh.Arman bergerak cepat. Dia kembali menembakkan pelurunya ke arah lawan. Untung kali ini tembakannya meleset.Petugas dan anak buah Geri secepatnya mencari tempat berlindung. Agar terhindar dar

DMCA.com Protection Status