Part 18b
"Emmh, maksudku, istirahat di sini dulu, pulangnya nanti. Tadi aku dah suruh Pak Tom beli makan malam." "Oh, iya, Mas." Damay duduk di sofa ruang tamu. Sebenarnya ada perasaan canggung sekaligus salah tingkah, terlebih saat sang suami menatapnya. "Tunggu sebentar di sini, ada yang ingin kutunjukkan padamu," ucap Saga. Lelaki itu beranjak meninggalkan istrinya. Tak lama, ia kembali lagi membawa sebuah album foto. Album foto itu ia tunjukkan pada Damay. "Ini adalah album foto masa kecilku. Aku ingin menunjukkan foto yang sangat berarti bagiku." Damay merasa tertarik dan mendekat ke Saga. Mereka membuka album itu bersama-sama. Halaman demi halaman memperlihatkan foto-foto dan momen-momen penting dalam kehidupan Saga. Ada foto ulang tahun, liburan keluarga, dan banyak momen kecil yang penuh kenangan. Saga berhenti pada sebuah foto. Foto yang menampilkan seorang anak laki-laPart 19aSaga mengerutkan keningnya tak mengerti. "Maksudnya?"Damay menyodorkan paperbag itu pada Saga agar suaminya itu melihat sendiri apa isinya.Mata Saga membulat dengan jantung yang berdebar kencang saat melihat ternyata itu sebuah lingerie. Dia menepuk dahinya sendiri. "Astaga, Pak Tom!" ujarnya menahan malu. Dia menaruh paperbag itu di atas Meja lalu menatap wajah Damay yang masih tersipu. 'Awas saja, Pak Tom!' batinnya menggerutu."Damay, ayo kita sholat isya dulu!" ujar Saga sengaja mengalihkan pembicaraan untuk mengusir rada canggung.Damay mengangguk dan mengikuti langkah suaminya menuju Masjid terdekat. Selepas melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim, mereka kembali ke rumah. Saga mengajak istrinya masuk ke ruang kerjanya. Sebuah ruangan khusus tempat biasa Saga bekerja. Ada meja dan singgasananya, laptop bahkan rak yang dipenuhi buku dan juga dokumen. "Ini--?"
Part 19b"Bu, bapak cuma bisa kasih saran itu aja, bikin syukuran sederhana, sesuai dana yang ada.""Ya gak bisa gitu dong, Pak, masa anak-anak kita nikah gak ada yang dirayain sama sekali!""Yang penting sah di mata agama, Bu. Yang penting juga Mega cepat dihalalkan dari pada seperti ini."Bu Siti menggeleng pelan. "Enggak! Ibu pengen acara Mega itu spesial, lagi pula ibu juga udah bilang ke tetangga-tetangga bakal adain pesta meriah karena mantu kita kan orang kaya. Malu dong, kalau acaranya cuma syukuran biasa doang! Pasti orang-orang pada nyinyirin kita lagi!""Haduh ibuu, jangan kemakan gengsi! Biarin aja mereka ngomong apa, kita gak minta makan sama mereka. Sudah gak perlu terlalu dipikir omongan tetangga.""Tetap saja itu bikin beban mental, Pak!"Pak Taryo kembali menghela napas panjang. "Begini saja, coba tanya Mega, dia punya simpanan uang berapa, lalu ditambah uang dari Nak Guntur berapa. Barangkali ibu punya
Part 20aPukul 05.30 WIBDamay dan Saga memutuskan untuk pulang ke rumah. Udara pagi hari cukup menusuk kulit. Dingin. Motor melaju dengan kencang, di jalanan pagi yang masih sepi. Damay memeluk Saga cukup erat. Melewati alun-alun, Saga menghentikan motornya. Ia pun segera turun dan melepas helmnya. Begitu pula dengan Damay."Sayang, kita berhenti dulu. Beli sarapan buat orang rumah.""Mas, barusan kamu panggil aku apa?""Sayang.""Sa-yang?""Iya, Sayangku, istriku!" ujarnya seraya menjawil pipi lembut sang istri. Damay tersenyum malu."Ayo kamu pengin apa? Di sini banyak makanan, kamu pilih saja mau yang mana."Damay tersenyum lagi."Ditanya kok malah senyum?" "Mas kan orang kaya. Kenapa mau beli makanan di pinggir jalan seperti ini?""Jangankan makan di pinggir jalanan, tidur di emperan toko bareng anak-anak jalanan pun aku sudah pernah.""Seri
Part 20b"Pokoknya bapak gak setuju kalau ibu gadaikan sertifikat rumah ini. Coba nurut omongan bapak, gak usah pikirin perkataan tetangga. Paling banter satu minggu jadi bahan gosip, selebihnya ya udah biasa aja! Kehidupan itu kita yang jalani, bukan mereka, Bu.""Ck!"Bu Siti bangkit, ia pergi meninggalkan rumah. "Bu, mau pergi kemana?""Sudahlah gak usah urusin ibu, Pak. Ibu suntuk di rumah!" tukasnya. Wanita itu berjalan sendirian di bawah terik matahari. Pikirannya terus saja berkecamuk memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang, padahal hari H semakin dekat. Ia bahkan tak peduli dengan sapaan warga yang basa-basi.Mendadak Bu Siti ingat dengan kalung yang dikenakannya. "Ah benar, aku coba jual kalung ini saja, siapa tau ada harganya," ucapnya sendiri.Langkahnya semakin cepat berjalan menuju ke kompleks pasar, dimana ada deretan toko emas di sana. Lokasinya memang cukup jauh dari rumah, tapi wanita it
Part 21a"Dasar wanita aneh! Ngasih uang cuma-cuma tapi aku harus pisahin Damay dan Saga? Memangnya siapa Saga? Apa hubungannya dengan wanita itu?"Bu Siti menggelengkan kepalanya pelan lalu menyimpan uang itu dan segera pulang. Wanita paruh baya itu berjalan pulang dengan langkah tergesa."Pak, Bapaaakk!!" teriak Bu Siti sesampainya di rumah. Ia mencari suaminya, yang rupanya sedang di belakang rumah tengah mengumpulkan kayu bakar."Ya? Kenapa Bu, kok kelihatan senang banget?" "Alhamdulillah, Pak, ibu dapat tambahan uang.""Uang? Dari mana?""Jual kalung, Pak.""Kalungnya Damay?""Iya.""Ya ampun, Bu, kamu udah bilang belum ke Damay?""Halah ngapain bilang, orang udah jadi hak milik ibu. Terus tadi ada yang ngasih u----" "Padahal hadiah itu kan haknya Damay, siapa tau nanti dia butuh," ujar bapak dengan nada kecewa.Bu Siti langsung mengurungkan niatnya untuk menga
Part 21b"Iya, makasih ya, Wi. Dia memang perhatian, tapi ...""Tapi kenapa?"Damay mengendikkan bahunya. "Entahlah aku juga masih bingung.""Udah gak usah bingung-bingung. Suami cakep, punya kerjaan dan bertanggung jawab, itu udah anugerah yang luar biasa."Damay mengangguk tersenyum.Mereka kembali bekerja menyelesaikan orderan yang ada setelah waktu ishoma selesai.Jam sembilan lewat lima belas menit, akhirnya pesanan selesai. Sang empunya pesanan datang dan mengambil pesanannya, bertransaksi langsung dengan Aksara."Terima kasih ya, sudah bantu saya. Kalian tim yang hebat, ini upah lemburannya. Sekarang kalian sudah boleh pulang," ujar Aksara seraya memberikan satu persatu amplop pada karyawannya."Siap, Mas, sering-sering aja lembur biar dapat uang tambahan lebih banyak!" tukas Dewi yang disambut tawa kecil yang lain. Mereka semua mulai meninggalkan toko, pulang ke rumahnya masing-masing
Part 22a"Aku takuuuut ...."Saga mengusap punggungnya dengan lembut, berusaha menenangkan istrinya yang masih ketakutan. "Semuanya akan baik-baik saja. Aku di sini," jawabnya.Damay mengangguk pelan, namun air mata masih mengalir di pipinya. "Terima kasih, Mas Saga. Kalau kau tidak datang...""Sstt, tidak apa-apa. Yang penting sekarang kau aman," potong Saga sambil mengecup kening istrinya dengan lembut."Aku yang harusnya minta maaf karena datang terlambat. Tadi ada masalah saat aku mau jemput kamu. Ya sudah, sekarang ayo kita pulang!"Saga menggandeng tangan istrinya, berjalan menuju motor yang diparkir tak jauh dari sana. Motor Saga melaju membelah jalanan malam. Suara deru motor memecah kesunyian.Setibanya di rumah. "Maaf aku membawamu ke rumah, biar kamu bisa istirahat lebih tenang," ucap Saga. Damay hanya mengangguk, ia masih terlihat ketakutan atas kejadian tadi.
Part 22b Pak Budi masih tampak tidak puas, tapi melihat banyak pedagang lain setuju dengan usul tersebut, dia akhirnya mengalah. "Baiklah, kita coba dulu. Tapi kalau mereka membuat masalah, mereka harus pergi. Dan kesepakatan ini harus di atas hitam dan putih!" Saga menoleh ke arah teman-teman kecilnya, yang menaruh harapan pada lelaki itu. Bila mereka pergi dari sana, akan lebih berantakan hidupnya karena tak tahu lagi harus pergi kemana setelah tak ada lagi tempat pulang. "Baiklah. Oh iya, Andi, Ucil, kalian dan teman-teman harus bekerja keras dan menunjukkan bahwa kalian bisa dipercaya. Ini kesempatan kalian." Anak-anak jalanan itu mengangguk dengan semangat. Karena mereka tak seburuk yang pedagang-pedagang itu tuduhkan. Setelah kesepakatan bersama, para pedagang itu pergi meninggalkan lokasi, menyisakan tempat yang berantakan. "Anak-anak, kakak tinggal dulu ya. Kakak mau j