Part 20a
Pukul 05.30 WIBDamay dan Saga memutuskan untuk pulang ke rumah. Udara pagi hari cukup menusuk kulit. Dingin. Motor melaju dengan kencang, di jalanan pagi yang masih sepi. Damay memeluk Saga cukup erat.Melewati alun-alun, Saga menghentikan motornya. Ia pun segera turun dan melepas helmnya. Begitu pula dengan Damay."Sayang, kita berhenti dulu. Beli sarapan buat orang rumah.""Mas, barusan kamu panggil aku apa?""Sayang.""Sa-yang?""Iya, Sayangku, istriku!" ujarnya seraya menjawil pipi lembut sang istri.Damay tersenyum malu."Ayo kamu pengin apa? Di sini banyak makanan, kamu pilih saja mau yang mana."Damay tersenyum lagi."Ditanya kok malah senyum?""Mas kan orang kaya. Kenapa mau beli makanan di pinggir jalan seperti ini?""Jangankan makan di pinggir jalanan, tidur di emperan toko bareng anak-anak jalanan pun aku sudah pernah.""SeriPart 20b"Pokoknya bapak gak setuju kalau ibu gadaikan sertifikat rumah ini. Coba nurut omongan bapak, gak usah pikirin perkataan tetangga. Paling banter satu minggu jadi bahan gosip, selebihnya ya udah biasa aja! Kehidupan itu kita yang jalani, bukan mereka, Bu.""Ck!"Bu Siti bangkit, ia pergi meninggalkan rumah. "Bu, mau pergi kemana?""Sudahlah gak usah urusin ibu, Pak. Ibu suntuk di rumah!" tukasnya. Wanita itu berjalan sendirian di bawah terik matahari. Pikirannya terus saja berkecamuk memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang, padahal hari H semakin dekat. Ia bahkan tak peduli dengan sapaan warga yang basa-basi.Mendadak Bu Siti ingat dengan kalung yang dikenakannya. "Ah benar, aku coba jual kalung ini saja, siapa tau ada harganya," ucapnya sendiri.Langkahnya semakin cepat berjalan menuju ke kompleks pasar, dimana ada deretan toko emas di sana. Lokasinya memang cukup jauh dari rumah, tapi wanita it
Part 21a"Dasar wanita aneh! Ngasih uang cuma-cuma tapi aku harus pisahin Damay dan Saga? Memangnya siapa Saga? Apa hubungannya dengan wanita itu?"Bu Siti menggelengkan kepalanya pelan lalu menyimpan uang itu dan segera pulang. Wanita paruh baya itu berjalan pulang dengan langkah tergesa."Pak, Bapaaakk!!" teriak Bu Siti sesampainya di rumah. Ia mencari suaminya, yang rupanya sedang di belakang rumah tengah mengumpulkan kayu bakar."Ya? Kenapa Bu, kok kelihatan senang banget?" "Alhamdulillah, Pak, ibu dapat tambahan uang.""Uang? Dari mana?""Jual kalung, Pak.""Kalungnya Damay?""Iya.""Ya ampun, Bu, kamu udah bilang belum ke Damay?""Halah ngapain bilang, orang udah jadi hak milik ibu. Terus tadi ada yang ngasih u----" "Padahal hadiah itu kan haknya Damay, siapa tau nanti dia butuh," ujar bapak dengan nada kecewa.Bu Siti langsung mengurungkan niatnya untuk menga
Part 21b"Iya, makasih ya, Wi. Dia memang perhatian, tapi ...""Tapi kenapa?"Damay mengendikkan bahunya. "Entahlah aku juga masih bingung.""Udah gak usah bingung-bingung. Suami cakep, punya kerjaan dan bertanggung jawab, itu udah anugerah yang luar biasa."Damay mengangguk tersenyum.Mereka kembali bekerja menyelesaikan orderan yang ada setelah waktu ishoma selesai.Jam sembilan lewat lima belas menit, akhirnya pesanan selesai. Sang empunya pesanan datang dan mengambil pesanannya, bertransaksi langsung dengan Aksara."Terima kasih ya, sudah bantu saya. Kalian tim yang hebat, ini upah lemburannya. Sekarang kalian sudah boleh pulang," ujar Aksara seraya memberikan satu persatu amplop pada karyawannya."Siap, Mas, sering-sering aja lembur biar dapat uang tambahan lebih banyak!" tukas Dewi yang disambut tawa kecil yang lain. Mereka semua mulai meninggalkan toko, pulang ke rumahnya masing-masing
Part 22a"Aku takuuuut ...."Saga mengusap punggungnya dengan lembut, berusaha menenangkan istrinya yang masih ketakutan. "Semuanya akan baik-baik saja. Aku di sini," jawabnya.Damay mengangguk pelan, namun air mata masih mengalir di pipinya. "Terima kasih, Mas Saga. Kalau kau tidak datang...""Sstt, tidak apa-apa. Yang penting sekarang kau aman," potong Saga sambil mengecup kening istrinya dengan lembut."Aku yang harusnya minta maaf karena datang terlambat. Tadi ada masalah saat aku mau jemput kamu. Ya sudah, sekarang ayo kita pulang!"Saga menggandeng tangan istrinya, berjalan menuju motor yang diparkir tak jauh dari sana. Motor Saga melaju membelah jalanan malam. Suara deru motor memecah kesunyian.Setibanya di rumah. "Maaf aku membawamu ke rumah, biar kamu bisa istirahat lebih tenang," ucap Saga. Damay hanya mengangguk, ia masih terlihat ketakutan atas kejadian tadi.
Part 22b Pak Budi masih tampak tidak puas, tapi melihat banyak pedagang lain setuju dengan usul tersebut, dia akhirnya mengalah. "Baiklah, kita coba dulu. Tapi kalau mereka membuat masalah, mereka harus pergi. Dan kesepakatan ini harus di atas hitam dan putih!" Saga menoleh ke arah teman-teman kecilnya, yang menaruh harapan pada lelaki itu. Bila mereka pergi dari sana, akan lebih berantakan hidupnya karena tak tahu lagi harus pergi kemana setelah tak ada lagi tempat pulang. "Baiklah. Oh iya, Andi, Ucil, kalian dan teman-teman harus bekerja keras dan menunjukkan bahwa kalian bisa dipercaya. Ini kesempatan kalian." Anak-anak jalanan itu mengangguk dengan semangat. Karena mereka tak seburuk yang pedagang-pedagang itu tuduhkan. Setelah kesepakatan bersama, para pedagang itu pergi meninggalkan lokasi, menyisakan tempat yang berantakan. "Anak-anak, kakak tinggal dulu ya. Kakak mau j
Part 23a "Masakanmu enak," puji Saga setelah menyuapkan satu sendok nasi goreng ke mulutnya. "Sepertinya aku tidak akan pernah bosan kalau dimasakin tiap hari." Damay tersenyum bahagia mendengar pujian suaminya. "Terima kasih, Mas. Aku senang kalau kamu suka." Setelah selesai sarapan, Saga membersihkan piringnya dan membantu Damay merapikan dapur. Mereka bekerja sama dengan cekatan, seolah-olah sudah terbiasa melakukannya bersama-sama. "Damay, bukankah hari ini kamu libur?" "Iya, Mas." "Aku ada ide," kata Saga tiba-tiba setelah mereka selesai merapikan dapur. "Apa itu?" tanya Damay sambil menatap suaminya dengan penasaran. "Seperti yang waktu itu aku bilang, aku ingin mengajakmu memancing ikan." "Memangnya hari ini kamu gak kerja, Mas?" Saga tersenyum. "Masalah itu, bisa diatur. Aku ingin liburan denganmu. Bagaimana?" Da
Part 23b"Kita bakar aja gimana? Tadi aku bawa bumbu-bumbunya di tas bagian paling depan.""Baiklah, akan aku siapkan, Mas.""Iya, kau tunggu di sini. Aku cari kayu di sebelah sana!"Damay mengangguk. Ia melihat suaminya berjalan memunguti ranting dan dahan pohon yang telah kering. Lelaki itu kembali dengan senyuman sumringahnya. Setelah itu, ia juga membersihkan ikan, sedangkan Damay menyiapkan bumbu-bumbu.Saga menyiapkan api unggun, dan membakar ikan itu dengan alat sederhana. Tidak lama kemudian, aroma ikan bakar yang harum mengisi udara sekitar mereka."Mas, ini enak sekali," puji Damay setelah mencicipi ikan bakar yang mereka buat bersama meski dengan bahan seadanya "Ikan segar dan bumbu yang pas. Kamu memang jago memancing."Saga tersenyum puas. "Semua ini berkat kamu. Tanpa kamu, aku tidak bisa menikmati momen-momen indah seperti ini."Mereka menikmati makan siang di tepi danau, ditemani suara
Part 24a"Dasar dua-duanya menyebalkan!" gerutu Mega."Kamu kenapa ngomel-ngomel sendiri, Mega?" tanya sang ibunda yang baru pulang dari warung."Bu, menurut ibu ada yang aneh gak sih sama suaminya Mbak Damay?""Aneh gimana?""Ya tadi ada dua orang datang ke sini dan panggil dia Bos!""Halah. Gak usah dipikirin, ya iyalah dipanggil Bos, paling dia ketua berandalnya.""Tapi masalahnya bukan itu, Bu, yang datang ke sini itu atasanku di kantor, Pak Tommy."Bu Siti melongo mendengar perkataan putrinya. "Sudah, sudah, mungkin kamu salah dengar. Lebih baik kamu fokus aja deh sama pernikahanmu, gak usah pikirin yang lain!""Iya, iya, ya udah aku berangkat dulu, Bu."***"Damay, bilangin suami kamu, kalau kalian gak bisa nyumbang apa-apa, lebih baik dia gak usah nongol deh di hari pernikahan Mega! Merusak pandangan aja! Nanti orang-orang pada takut lihat suamimu!" tukas ibu saat ada
"Diana?" kata Saga dengan nada terkejut, mencoba menguasai emosinya.Diana berdiri di depannya, tanpa kata-kata lebih dulu. Wajahnya terlihat pucat, dan kedua tangannya gemetar saat ia meletakkan sebuah surat di atas meja Saga.“Aku tahu kamu pasti sudah tahu tentang Aidan,” kata Diana pelan, suara tergetar. “Tapi aku mohon, Saga, bebaskan dia. Aku sedang hamil anaknya. Aku tak ingin anak ini tumbuh tanpa seorang ayah.Saga terkejut, tapi ia segera menutupi rasa terkejutnya. Saga menatap Diana dengan tatapan kosong. Dia terdiam sejenak, seolah mencerna setiap kata yang keluar dari bibir Diana. Wajahnya berubah, tidak bisa menyembunyikan perasaan marah dan kecewa.“Aidan sudah membuat segalanya berantakan, Diana,” kata Saga, suaranya tegas. “Dia tak hanya menyusahkan dirimu, tapi juga aku dan keluarga kami. Kenapa kamu tidak melihat apa yang dia lakukan?”Diana menundukkan kepala, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku tahu, aku tahu dia telah m
"Kamu pikir kamu bisa mengancamku begitu saja dan aku akan diam? Tidak, Aidan. Kalau kau ingin menantangku, aku akan buat kamu menyesal.""Hahaha! Tapi ingatlah ini Saga, sampai kapanpun aku tidak akan menyerah!" ucap Aidan setengah berteriak.Dengan wajah yang penuh amarah, Saga berbalik dan meninggalkan ruang interogasi.Di luar ruangan, Pak Tom menunggu, melihat bosnya dengan tatapan serius."Bagaimana, Mas Bos?" tanya Pak Tom, suara penuh kekhawatiran."Aku tak percaya dia melakukan ini. Tapi aku tak akan biarkan dia merusak apa yang sudah kumiliki."Pak Tom mengangguk. "Kami akan terus mengawasi perkembangannya, Bos."Dengan tatapan tajam, Saga melangkah keluar dari kantor polisi.*** Hari itu, Damay dan Saga akhirnya mendapatkan kabar baik. Setelah menunggu dengan penuh kecemasan, dokter akhirnya datang dengan senyum yang membawa harapan."Pak Saga, Bu Damay, kami sudah memeriksa kondisi
Saga berdiri di belakangnya, menatap Damay dengan penuh kasih. "Kita sudah melalui banyak hal, Sayang. Tapi kita kuat. Kita akan melindungi Rain, apapun yang terjadi."Damay menoleh, menatap suaminya dengan penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Mas. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpa kamu."Saga merangkulnya dari belakang, menguatkan Damay. "Aku selalu di sini, Sayang. Kita sudah melalui masa-masa sulit, tapi kita tidak akan pernah terpisah. Kita akan membangun masa depan yang lebih baik."Damay mengangguk, meresapi setiap kata yang keluar dari mulut suaminya. Di tengah segala kekacauan yang mereka hadapi, mereka masih bisa menemukan kedamaian bersama, di sisi anak mereka yang tercinta.Dengan pelukan itu, Damay merasa aman. Meskipun dunia di luar sana penuh ancaman, di sini, dalam pelukan suaminya, semuanya terasa baik-baik saja.Tak berapa lama Baby Rain terbangun dan menangis dengan suara nyaring. Tanpa berpikir panjang, Da
Saga merebahkan tubuhnya di tempat tidur hotel seraya menghela napas panjang. Damay menatapnya merasa iba karena sang suami terlihat sangat kelelahan usai hari yang begitu kacau terlewati. “Mas capek banget ya?” “Iya, Sayang. Tapi tidak apa-apa, asalkan kamu dan Rain selamat, aku sudah lega.” Damay mendekat kea rah sang suami lalu memijat lengannya pelan. Saga terpaksa membuka mata. “Sayang, jangan seperti ini, kamu juga harus istirahat. Kamu kan sudah mengalami hal yang buruk.” “Tidak apa-apa, Mas, aku sudah jauh lebih baik setelah istirahat beberapa jam di sini.” Saga memiringkan tubuhnya menatap Damay. “Aku kangen anak kita, Mas.” “Hmm … aku paham perasaanmu. Kamu yang sabar ya, di sana juga Pak Tom sedang mengurus masalah. Dia juga butuh istirahat. Jadi mala mini kita istirahat dulu di sini ya! Besok baru bisa pulang.” Damay mengangguk. Mau tak mau ia menuruti
Namun, hal itu tidak pernah menghalangi niatnya. Bagi Aidan, apapun bisa dibeli dengan uang dan kekuasaan. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Aidan menjawab panggilan dari Diana."Halo, Mas Aidan... Kamu di mana?" suara Diana terdengar cemas, namun Aidan hanya mendengus kecil, tidak tertarik."Aku sibuk. Jangan ganggu aku lagi," jawabnya dingin."Tunggu, Mas Aidan! Hari ini kamu pulang kan? Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Ini sangat penting!""Hmmm ...." sahutnya lalu menutup panggilan itu tanpa memberikan kesempatan bagi Diana untuk berbicara lebih banyak.Aidan memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket, sebelum berangkat, ia menyempatkan diri untuk menyeduh kopi, seraya menyalakan televisi. Karena penerbangannya masih 1 jam lagi.Ia duduk matanya terfokus pada layar televisi yang menampilkan berita terkini.Berita tersebut mengabarkan tentang penggerebekan besar-besaran di Bandara Juanda, di mana beberapa ana
"Pak, kami baru saja mendapatkan informasi lebih lanjut dari para penculik. Mereka menyebutkan nama seseorang yang diduga sebagai bos mereka." Saga menatap anak buahnya itu dengan penuh perhatian. "Siapa?" "Nama yang disebutkan adalah Aidan," jawab petugas itu, mengerutkan kening. "Sepertinya dia terlibat dalam jaringan besar yang memiliki pengaruh di beberapa sektor. Namun kami belum bisa memastikan apa keterlibatannya secara langsung." Saga menggertakkan giginya, rasa marah dan gelisah bercampur padu jadu satu. "Aku harus ke kantor polisi sekarang," lanjutnya, suara penuh tekad. Damay, yang mendengar percakapan itu, menatap suaminya dengan mata penuh pertanyaan. "Mas Saga... Apa yang terjadi?" Saga menatapnya dengan lembut, memastikan bahwa ia tetap tenang meskipun hatinya gelisah. "Sesuai dugaanku, Aidan dibalik semua ini." Damay terdiam.
"Sebentar ya, aku hubungi Mega dulu.""Mega?""Ya, Rain aman bersama ibu dan Mega di Rumah sakit.""Rumah Sakit? Apa Rain terluka?" tanya Damay dengan cemas."Tidak, Sayang. Rain kelelahan dan dehidrasi, tapi sudah ditangani sama pihak medis. Dia akan baik-baik saja. Kamu yang tenang ya."Saga menghubungi Mega, panggilan video call dan langsung menyerahkannya pada Damay. Damay berbincang dengan Mega sambil menangis terlebih saat Mega memperlihatkan Baby Rain. "Rain udah mau makan, Mbak. Mbak tenang saja, dia di sini baik-baik saja. Dari tadi memang tidur lalu nangis, tapi sekarang udah agak tenang dia. Mbak gak usah khawatir ya, yang penting sekarang Mbak selamat dan bisa kembali bersama lagi."Tak lama panggilan pun berakhir. Damay menghela napas lega saat tahu dan melihat kondisi anaknya."Gimana, Sayang? Udah tenang sekarang hmm?" tanya Saga lalu mengecup keningnya pelan.Damay mengangguk pelan. "Te
Saga menggenggam tangan Damay dengan erat, memimpin langkahnya keluar dari pesawat dengan cepat, namun hatinya tak tenang. Ia bisa merasakan tubuh istrinya bergetar dalam pelukannya, tangisannya belum berhenti. "Rain hilang, Mas. Aku gak tau dia dimana? Mereka menyemprotkan obat bius, saat sadar aku udah di pesawat dan terpisah dengan Rain," ucap Damay dengan suara tercekat, matanya penuh kecemasan, air mata terus mengalir.Saga berhenti sejenak, menghadap istrinya. Dengan tangan yang masih menggenggam erat, ia menatap dalam-dalam mata Damay. "Rain aman, Sayang. Jangan khawatir. Aku janji, semuanya akan baik-baik saja."Damay menatapnya dengan mata merah, masih tak sepenuhnya percaya. "Tapi tadi... mereka...""Semuanya sudah diatasi. Rain aman di tempat yang paling aman sekarang," kata Saga, suaranya penuh keyakinan. "Aku sudah pastikan itu. Kamu jangan khawatir lagi ya."Damay mengangguk perlahan, meski masih terlihat cemas. S
"Jangan coba-coba kabur!" katanya, dengan nada yang lebih kasar.Begitu pintu pesawat terbuka, para penumpang mulai berdiri dan mengambil barang bawaan mereka.Suasana di dalam kabin terasa tegang, Di luar, tim keamanan bandara bersama anggota TNI sudah bersiap. Mereka berdiri dalam posisi strategis, beberapa petugas berpakaian sipil menyamar sebagai staf bandara, sementara yang lainnya terlihat berjaga di pintu keluar dengan sikap siaga penuh.Seorang petugas keamanan memasuki pesawat dengan langkah mantap."Mohon maaf, kami akan melakukan pemeriksaan. Harap semua penumpang tetap tenang," ucapnya dengan suara tegas.Mata pria kekar itu langsung berkilat waspada. Damay merasakan cengkeraman di lengannya menguat, seakan pria itu ingin memastikan dirinya tetap di tempat.Petugas mulai memeriksa satu per satu penumpang, meminta mereka menunjukkan identitas. Beberapa orang terlihat bingung, tetapi tetap menurut.Saat gi