Part 21b
"Iya, makasih ya, Wi. Dia memang perhatian, tapi ...""Tapi kenapa?"Damay mengendikkan bahunya. "Entahlah aku juga masih bingung.""Udah gak usah bingung-bingung. Suami cakep, punya kerjaan dan bertanggung jawab, itu udah anugerah yang luar biasa."Damay mengangguk tersenyum.Mereka kembali bekerja menyelesaikan orderan yang ada setelah waktu ishoma selesai.Jam sembilan lewat lima belas menit, akhirnya pesanan selesai. Sang empunya pesanan datang dan mengambil pesanannya, bertransaksi langsung dengan Aksara."Terima kasih ya, sudah bantu saya. Kalian tim yang hebat, ini upah lemburannya. Sekarang kalian sudah boleh pulang," ujar Aksara seraya memberikan satu persatu amplop pada karyawannya."Siap, Mas, sering-sering aja lembur biar dapat uang tambahan lebih banyak!" tukas Dewi yang disambut tawa kecil yang lain.Mereka semua mulai meninggalkan toko, pulang ke rumahnya masing-masingPart 22a"Aku takuuuut ...."Saga mengusap punggungnya dengan lembut, berusaha menenangkan istrinya yang masih ketakutan. "Semuanya akan baik-baik saja. Aku di sini," jawabnya.Damay mengangguk pelan, namun air mata masih mengalir di pipinya. "Terima kasih, Mas Saga. Kalau kau tidak datang...""Sstt, tidak apa-apa. Yang penting sekarang kau aman," potong Saga sambil mengecup kening istrinya dengan lembut."Aku yang harusnya minta maaf karena datang terlambat. Tadi ada masalah saat aku mau jemput kamu. Ya sudah, sekarang ayo kita pulang!"Saga menggandeng tangan istrinya, berjalan menuju motor yang diparkir tak jauh dari sana. Motor Saga melaju membelah jalanan malam. Suara deru motor memecah kesunyian.Setibanya di rumah. "Maaf aku membawamu ke rumah, biar kamu bisa istirahat lebih tenang," ucap Saga. Damay hanya mengangguk, ia masih terlihat ketakutan atas kejadian tadi.
Part 22b Pak Budi masih tampak tidak puas, tapi melihat banyak pedagang lain setuju dengan usul tersebut, dia akhirnya mengalah. "Baiklah, kita coba dulu. Tapi kalau mereka membuat masalah, mereka harus pergi. Dan kesepakatan ini harus di atas hitam dan putih!" Saga menoleh ke arah teman-teman kecilnya, yang menaruh harapan pada lelaki itu. Bila mereka pergi dari sana, akan lebih berantakan hidupnya karena tak tahu lagi harus pergi kemana setelah tak ada lagi tempat pulang. "Baiklah. Oh iya, Andi, Ucil, kalian dan teman-teman harus bekerja keras dan menunjukkan bahwa kalian bisa dipercaya. Ini kesempatan kalian." Anak-anak jalanan itu mengangguk dengan semangat. Karena mereka tak seburuk yang pedagang-pedagang itu tuduhkan. Setelah kesepakatan bersama, para pedagang itu pergi meninggalkan lokasi, menyisakan tempat yang berantakan. "Anak-anak, kakak tinggal dulu ya. Kakak mau j
Part 23a "Masakanmu enak," puji Saga setelah menyuapkan satu sendok nasi goreng ke mulutnya. "Sepertinya aku tidak akan pernah bosan kalau dimasakin tiap hari." Damay tersenyum bahagia mendengar pujian suaminya. "Terima kasih, Mas. Aku senang kalau kamu suka." Setelah selesai sarapan, Saga membersihkan piringnya dan membantu Damay merapikan dapur. Mereka bekerja sama dengan cekatan, seolah-olah sudah terbiasa melakukannya bersama-sama. "Damay, bukankah hari ini kamu libur?" "Iya, Mas." "Aku ada ide," kata Saga tiba-tiba setelah mereka selesai merapikan dapur. "Apa itu?" tanya Damay sambil menatap suaminya dengan penasaran. "Seperti yang waktu itu aku bilang, aku ingin mengajakmu memancing ikan." "Memangnya hari ini kamu gak kerja, Mas?" Saga tersenyum. "Masalah itu, bisa diatur. Aku ingin liburan denganmu. Bagaimana?" Da
Part 23b"Kita bakar aja gimana? Tadi aku bawa bumbu-bumbunya di tas bagian paling depan.""Baiklah, akan aku siapkan, Mas.""Iya, kau tunggu di sini. Aku cari kayu di sebelah sana!"Damay mengangguk. Ia melihat suaminya berjalan memunguti ranting dan dahan pohon yang telah kering. Lelaki itu kembali dengan senyuman sumringahnya. Setelah itu, ia juga membersihkan ikan, sedangkan Damay menyiapkan bumbu-bumbu.Saga menyiapkan api unggun, dan membakar ikan itu dengan alat sederhana. Tidak lama kemudian, aroma ikan bakar yang harum mengisi udara sekitar mereka."Mas, ini enak sekali," puji Damay setelah mencicipi ikan bakar yang mereka buat bersama meski dengan bahan seadanya "Ikan segar dan bumbu yang pas. Kamu memang jago memancing."Saga tersenyum puas. "Semua ini berkat kamu. Tanpa kamu, aku tidak bisa menikmati momen-momen indah seperti ini."Mereka menikmati makan siang di tepi danau, ditemani suara
Part 24a"Dasar dua-duanya menyebalkan!" gerutu Mega."Kamu kenapa ngomel-ngomel sendiri, Mega?" tanya sang ibunda yang baru pulang dari warung."Bu, menurut ibu ada yang aneh gak sih sama suaminya Mbak Damay?""Aneh gimana?""Ya tadi ada dua orang datang ke sini dan panggil dia Bos!""Halah. Gak usah dipikirin, ya iyalah dipanggil Bos, paling dia ketua berandalnya.""Tapi masalahnya bukan itu, Bu, yang datang ke sini itu atasanku di kantor, Pak Tommy."Bu Siti melongo mendengar perkataan putrinya. "Sudah, sudah, mungkin kamu salah dengar. Lebih baik kamu fokus aja deh sama pernikahanmu, gak usah pikirin yang lain!""Iya, iya, ya udah aku berangkat dulu, Bu."***"Damay, bilangin suami kamu, kalau kalian gak bisa nyumbang apa-apa, lebih baik dia gak usah nongol deh di hari pernikahan Mega! Merusak pandangan aja! Nanti orang-orang pada takut lihat suamimu!" tukas ibu saat ada
Part 24b"Mega, udah jam segini, Guntur belum datang juga? Dia gak berusaha kabur kan?" tanya ibunya menambah rasa was-was di hati."Gak mungkin, Bu, Mega udah pastikan kok, Mas Gun pasti datang. Mungkin sedikit terlambat saja. Mega akan kirim pesan lagi, Bu," ujar Mega seraya mengambil ponselnya di atas nakas.Ia kembali menghubungi calon suaminya. Tapi panggilannya itu tak kunjung diangkat.'Astaga, Mas Gun kemana sih? Masa iya dia berniat kabur dari aku?! Kenapa dia gak datang-datang? Kenapa juga panggilanku gak diangkat?' Mega mendumel dalam hati yang dipenuhi rasa cemas.[Mas, kamu udah sampe mana? Kenapa belum datang juga? Sebentar lagi waktu akad nikah kita lho, Mas! Tolong jangan kabur dari aku, Mas! Atau kau akan menyesal!] Ancam Mega dlaam pesan WA-nya.Ia kembali menghubungi Guntur. Kali ini panggilan itu tersambung."Hallo?""Hallo Mas! Astaga, kamu dari mana saja sih? Kenapa baru diangkat?"
Part 25a"Tapi, Mega, itu Pak Banyu! Bos kita!" "Apa??" Mega shock mendengar penuturan suaminya, begitu pula Bu Siti yang ikut mendengarnya juga terlihat shock."Tidak .... itu tidak mungkin ...." lirih mega yang masih terdengar."Tunggu, Nak Gun, maksud Nak Guntur, si Saga itu Bos di tempat kalian kerja?" tanya Bu Siti."Iya, Bu, itu memang Pak Banyu, saya beberapa kali bertemu dan ikut meeting dengannya. Meski dia masuk ke kantor kalau ada hal penting saja.""Tidak, tidak, itu tidak mungkin! Pasti mereka hanya mirip saja!" tukas Bu Siti berusaha menyangkal kenyataannya."Kamu ini jangan ngaco, Nak Guntur! Bukankah orang tuamu itu pemilik perusahaan tempat kalian kerja saat ini? Berarti mereka bosnya 'kan?" tanya Bu Siti lagi dengan tatapan penuh selidik."Eh, ibu kata siapa?""Lho, Mega sendiri yang bilang.""Emmh, tidak, itu semua tidak benar, Bu. Maksudku---""Eheeemmm!!" Saga lan
Part 25bDi kamar mereka yang hangat, Saga dan Damay bersiap untuk tidur. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam, namun mata mereka enggan terpejam. Tirai jendela menghalangi pandangan ke luar, namun suara hujan yang lembut membuat suasana kamar semakin tenang. Di atas ranjang yang nyaman, mereka saling bertukar pandang, merasakan kebersamaan yang begitu akrab."Kenapa belum tidur, hmm?" tanya Saga dengan nada hangat.Damay menggeleng pelan. "Aku cuma bingung, kenapa kamu muncul dengan penampilan seperti ini, Mas?""Kamu tau? Saat ibu melarangku muncul di pernikahan Mega, seharian itu, aku hanya bisa melihatmu dari jauh. Kamu sibuk sekali dan aku gak bisa berbuat apa-apa untuk membantumu. Makanya aku datang sekalian ingin langsung membawamu pergi dari rumah ini. Aku hanya gak ingin kamu terus-terusan direndahkan cuma gara-gara penampilanku yang seperti berandalan.""Tapi kamu sukses membuat mereka shock!" ujar Damay seraya terta