Part 80
Usai melihat-lihat ruangan, acara dilanjutkan dengan syukuran, mengaji dengan anak-anak pilihan. Setelahnya dilanjutkan dengan makan bersama dengan anak-anak asuh Saga serta dengan para tetangga sekitar, makan pecel, gorengan serta makanan catering yang sudah dipesan oleh Pak Jerry sebelumnya.Suasana rumah baru itu tampak begitu ramai. Namun ada saja tetangga yang julid dan tidak suka dengan keberhasilan Saga. Termasuk Geni yang gengsi untuk datang dan hanya melihatnya dari jauh dengan mendumel kesal."Baru jadi orang kaya aja, Mbak Damay dan keluarganya jadi sombongnya selangit! Huh, awas saja sepertinya aku harus beri mereka pelajaran agar gak bisa bersenang-senang di atas kesedihanku!" pungkas Geni dengan perasaan iri dan dengki.Sementara itu, di dalam rumah, suasana syukuran berlangsung dengan penuh kegembiraan. Semua orang tampak menikmati makanan dan berbincang dengan akrab, saling berbagi cerita dan tawa. Anak-anak asuh Saga tampPart 80BGeni tidak bisa menyembunyikan rasa ketakutan di wajahnya, tapi ia berusaha tetap tenang. "Aku... aku tidak bermaksud melukai siapapun. Aku hanya...""Ini adalah tindakan yang tidak bisa ditolerir," kata Saga dengan nada tegas. "Kami akan melaporkan ini ke pihak berwajib. Kami berharap kamu bisa belajar dari tindakanmu--"Geni hanya bisa menunduk. Tiba-tiba ia berlutut. "Mas Saga, tolong maafkan aku. Tolong jangan laporkan aku ke polisi," sesalnya merasa malu dan menyesal atas tindakannya. Ibunda Geni langsung berlari tergopoh-gopoh menghampiri anaknya. Ia pun segera meminta maaf pada Saga dan pada yang lain. "Tolong maafkan anak saya Mas Saga. Tolong jangan hukum dia. Saya tau anak saya salah. Tapi saya mohon, Mas. Maafkan dia kali ini."Melihat ibunda Geni hampir menangis, Saga menghela napas, di sampingnya ada Damay yang berusaha menenangkan sang suami."Baiklah, aku tidak akan melaporkan ini ke polisi. Tapi tolong j
Part 81 Saga menatap Damay yang tengah sibuk menatap buku agendanya. Lelaki itu tersenyum hangat. "Semua keinginanmu sudah terwujud semua, apa ada yang kamu inginkan lagi, Sayang?" Damay mendongak menatap sang suami. "Sudah cukup, Mas. Alhamdulillah, akhirnya semua tercapai, perasaanku lega sekarang." "Alhamdulillah. Kamu beneran gak ada keinginan lain? Mumpung dedek bayi masih lama lahirnya lho. Kalau dedek bayi udah lahir, kamu pasti bakalan lebih sibuk." "Eemmmmh ..." Damay masih berpikir tapi kemudian menggeleng pelan. "Sementara ini tidak ada lagi, Mas. Aku cukup senang menjalani hari-hariku sebagai ibu hamil yang ceria." "Baiklah kalau begitu, giliran kamu yang harus menuruti keinginanku!" "Oh, Mas ada keinginan yang masih belum terlaksana?" Saga mengangguk. "Aku ingin mengajakmu jalan-jalan sekaligus babymoon. Bagaimana kamu setuju?"
Part 81B Mega dan Bu Siti mengangguk. "Sekarang, mari kita pastikan semuanya aman. Kita juga perlu membersihkan dapur dan memeriksa area lainnya, Mega." "I-iya, Bu," sahut Mega. "Perlu aku bantu lagi, Bu?" tanya Lanang kembali. "Eh tidak usah, Mas. Padahal Mas kan lagi makan malah tertunda gara-gara ini." "Tidak masalah kok." "Sekali lagi, terima kasih ya, Mas Lanang." *** Sementara itu di tempat lain .... "Aaaa .... sakiiiiiiittt! Sakiiiittttt ....!!" teriak wanita itu sembari memukul-mukul kepalanya sendiri. Nyeri itu sudah tidak tertahankan lagi. Setelah kejadian waktu itu rasa pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. Padahal dari sebelum-sebelumnya ia juga merasakan pusing tapi tak terlalu dirasakan, ia dibiarkan begitu saja. Rasa pusing itu hilang timbul. Tapi kali ini ia tak bisa menahannya lagi. R
Part 82 Damay tertawa mendengar gurauan Saga. "Kamu memang selalu bisa membuatku tersenyum, Mas," jawabnya sambil menatap matahari yang mulai tenggelam di cakrawala. Saga tersenyum kembali, mengeratkan genggaman tangannya. "Aku hanya berbicara yang sebenarnya. Kamu itu memang manis, cantik, baik, lemah lembut, sabar .... Kok bisa ya semuanya diborong sama kamu." Damay tersenyum lagi sambil menikmati keindahan alam dan kebersamaan mereka. Gelombang laut berdesir lembut di kaki mereka, sementara langit berubah menjadi semburat warna oranye dan pink yang indah. "Ayo, kita pulang! Jalan-jalannya besok lagi kalau kamu gak capek." Damay mengangguk. Mereka beriringan berjalan menuju villa yang tak jauh dari sana. Malam hari tiba .... Saat Damay tengah istirahat dan rebahan di tempat tidur, Saga dibantu dengan pengelola villa, menyiapkan kejutan untuk sang istri. Makan malam romantis de
Part 82BPak Biru merasa iba melihat kondisinya. Wajah yang biasanya cantik dengan polesan make up kini tampak begitu pucat dan lebih kurus dari sejak terakhir ia melihatnya."Mas, maafkan aku, aku menyesal dulu menikah denganmu karena sebuah tujuan tertentu. Akuu .... aku ....." Ucapannya tersendat, Nova tak mampu menahan tangisannya. Bulir bening itu menitik dari sudut matanya."Sekali lagi maafkan aku, Mas, dulu aku sering memanfaatkanmu. Aku benar-benar menyesal ... andai waktu bisa diputar kembali, aku pasti akan memanfaatkan kesempatan itu untuk menjadi istri yang baik. Aku minta maaf .... aku minta maaf ...."Pak Biru memandang Nova dengan penuh empati, menyaksikan betapa menyesalnya wanita yang dulu pernah menjadi istrinya. Dia menghela napas, berusaha menenangkan suasana."Aku memaafkanmu, Nova. Semua orang pernah membuat kesalahan," kata Pak Biru lembut. "Yang penting adalah kita belajar dari kesalahan itu dan berusaha menjadi l
Part 83Di sebuah pemakaman, suasana haru menyelimuti suasana saat Nova diantar ke peristirahatan terakhirnya.Selina duduk terisak di sudut pemakaman. Mata merahnya memandang pusara yang baru tertutup tanah, dengan tatapan kosong, berusaha keras untuk menahan tangisnya.Di kejauhan, Pak Biru berdiri dengan raut wajah yang sulit dibaca, kenangan-kenangan tentang Nova berkelebat dalam pikirannya. Di sampingnya pula ada Saga dan Damay yang selalu bersama. Pak Biru memperhatikan Selina yang terisak, merasakan kepedihan yang mendalam. Dengan langkah pelan, Pak Biru menghampiri Selina, yang sedang menundukkan kepalanya dan meremas erat tissue di tangannya.“Selina,” panggil Pak Biru, suaranya lembut namun tegas.Selina mengangkat kepalanya, mata merah dan penuh air mata, ketika dia melihat Pak Biru mendekat. “Om Biru,” bisiknya parau, suaranya nyaris tak terdengar.“Om tahu ini sangat berat untukmu, tapi ikhlaskan tantemu ya
Part 83B* Sudah dari pagi, Mega sibuk membantu ibunya, membuat aneka gorengan dan membantu membuat bumbu masakan. Sesekali ia berdiri sembari mengelus pinggangnya yang makin hari makin gampang terasa pegal. Perut buncitnya pun kali ini terasa begitu kencang.Ia mengembuskan napas panjangnya seolah mengeluarkan rasa penatnya. Mendadak ia merasa sangat sedih mengingat takdir hidupnya. Hamil tanpa suami membuat hatinya terasa perih.Mega menggelengkan kepalanya, mencoba menepis rasa kesal dan sedih yang menggerogoti pikirannya.'Hidup kenapa terasa berat sekali. Bagaimana kalau anak ini lahir tanpa seorang ayah? Ah, kenapa aku harus memilih laki-laki yang salah. Kalau tau begini, dari awal aku gak bakal mau sama dia! Meski sudah berbulan-bulan berlalu, tapi dada ini rasanya masih sesak,' curhatnya dalam hati.Tanpa terasa bulir bening yang sedari tadi ia tahan akhirnya luruh juga."Astaghfirullah, Mbak! Mbak Meg
Part 84Mega masih kesakitan memegangi perutnya. "Bu, sakiiiit Bu, rasanya gak kuat ... Sakiiit banget, Bu .....""Nak jangan bilang begitu, istighfar, Nak. Kamu pasti kuat, kamu pasti bisa melewati ini. Sabar sebentar lagi ya, kita akan ke rumah sakit. Ibu akan tutup warung dan nyiapin semuanya. Kamu tahan dulu ya, Nak."Mega hanya mengangguk pelan, ia masih menahan rasa sakit itu, keringat di dahinya mulai bercucuran.Sedangkan Bu Siti berlari panik ke depan, ia bilang ke para pembeli bahwa warung akan segera ditutup. Para tetangga hanya saling berbisik."Kayaknya si Mega mau lahiran tuh! Duh kasihan banget udah hamil besar masih disuruh masak terus," celetuk salah seorang tetangga."Ya ampun kasihan sih si Mega, cuma mau anterin juga naik apa? Masa pake motor?""Mobil siaga dimana?""Lagi dipake sama keluarganya Pak Dadang, di bawa ke rumah sakit."Mereka terus saling berbicara dan hanya bisa menat