Part 81B
Mega dan Bu Siti mengangguk. "Sekarang, mari kita pastikan semuanya aman. Kita juga perlu membersihkan dapur dan memeriksa area lainnya, Mega." "I-iya, Bu," sahut Mega. "Perlu aku bantu lagi, Bu?" tanya Lanang kembali. "Eh tidak usah, Mas. Padahal Mas kan lagi makan malah tertunda gara-gara ini." "Tidak masalah kok." "Sekali lagi, terima kasih ya, Mas Lanang." *** Sementara itu di tempat lain .... "Aaaa .... sakiiiiiiittt! Sakiiiittttt ....!!" teriak wanita itu sembari memukul-mukul kepalanya sendiri. Nyeri itu sudah tidak tertahankan lagi. Setelah kejadian waktu itu rasa pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. Padahal dari sebelum-sebelumnya ia juga merasakan pusing tapi tak terlalu dirasakan, ia dibiarkan begitu saja. Rasa pusing itu hilang timbul. Tapi kali ini ia tak bisa menahannya lagi. RPart 82 Damay tertawa mendengar gurauan Saga. "Kamu memang selalu bisa membuatku tersenyum, Mas," jawabnya sambil menatap matahari yang mulai tenggelam di cakrawala. Saga tersenyum kembali, mengeratkan genggaman tangannya. "Aku hanya berbicara yang sebenarnya. Kamu itu memang manis, cantik, baik, lemah lembut, sabar .... Kok bisa ya semuanya diborong sama kamu." Damay tersenyum lagi sambil menikmati keindahan alam dan kebersamaan mereka. Gelombang laut berdesir lembut di kaki mereka, sementara langit berubah menjadi semburat warna oranye dan pink yang indah. "Ayo, kita pulang! Jalan-jalannya besok lagi kalau kamu gak capek." Damay mengangguk. Mereka beriringan berjalan menuju villa yang tak jauh dari sana. Malam hari tiba .... Saat Damay tengah istirahat dan rebahan di tempat tidur, Saga dibantu dengan pengelola villa, menyiapkan kejutan untuk sang istri. Makan malam romantis de
Part 82BPak Biru merasa iba melihat kondisinya. Wajah yang biasanya cantik dengan polesan make up kini tampak begitu pucat dan lebih kurus dari sejak terakhir ia melihatnya."Mas, maafkan aku, aku menyesal dulu menikah denganmu karena sebuah tujuan tertentu. Akuu .... aku ....." Ucapannya tersendat, Nova tak mampu menahan tangisannya. Bulir bening itu menitik dari sudut matanya."Sekali lagi maafkan aku, Mas, dulu aku sering memanfaatkanmu. Aku benar-benar menyesal ... andai waktu bisa diputar kembali, aku pasti akan memanfaatkan kesempatan itu untuk menjadi istri yang baik. Aku minta maaf .... aku minta maaf ...."Pak Biru memandang Nova dengan penuh empati, menyaksikan betapa menyesalnya wanita yang dulu pernah menjadi istrinya. Dia menghela napas, berusaha menenangkan suasana."Aku memaafkanmu, Nova. Semua orang pernah membuat kesalahan," kata Pak Biru lembut. "Yang penting adalah kita belajar dari kesalahan itu dan berusaha menjadi l
Part 83Di sebuah pemakaman, suasana haru menyelimuti suasana saat Nova diantar ke peristirahatan terakhirnya.Selina duduk terisak di sudut pemakaman. Mata merahnya memandang pusara yang baru tertutup tanah, dengan tatapan kosong, berusaha keras untuk menahan tangisnya.Di kejauhan, Pak Biru berdiri dengan raut wajah yang sulit dibaca, kenangan-kenangan tentang Nova berkelebat dalam pikirannya. Di sampingnya pula ada Saga dan Damay yang selalu bersama. Pak Biru memperhatikan Selina yang terisak, merasakan kepedihan yang mendalam. Dengan langkah pelan, Pak Biru menghampiri Selina, yang sedang menundukkan kepalanya dan meremas erat tissue di tangannya.“Selina,” panggil Pak Biru, suaranya lembut namun tegas.Selina mengangkat kepalanya, mata merah dan penuh air mata, ketika dia melihat Pak Biru mendekat. “Om Biru,” bisiknya parau, suaranya nyaris tak terdengar.“Om tahu ini sangat berat untukmu, tapi ikhlaskan tantemu ya
Part 83B* Sudah dari pagi, Mega sibuk membantu ibunya, membuat aneka gorengan dan membantu membuat bumbu masakan. Sesekali ia berdiri sembari mengelus pinggangnya yang makin hari makin gampang terasa pegal. Perut buncitnya pun kali ini terasa begitu kencang.Ia mengembuskan napas panjangnya seolah mengeluarkan rasa penatnya. Mendadak ia merasa sangat sedih mengingat takdir hidupnya. Hamil tanpa suami membuat hatinya terasa perih.Mega menggelengkan kepalanya, mencoba menepis rasa kesal dan sedih yang menggerogoti pikirannya.'Hidup kenapa terasa berat sekali. Bagaimana kalau anak ini lahir tanpa seorang ayah? Ah, kenapa aku harus memilih laki-laki yang salah. Kalau tau begini, dari awal aku gak bakal mau sama dia! Meski sudah berbulan-bulan berlalu, tapi dada ini rasanya masih sesak,' curhatnya dalam hati.Tanpa terasa bulir bening yang sedari tadi ia tahan akhirnya luruh juga."Astaghfirullah, Mbak! Mbak Meg
Part 84Mega masih kesakitan memegangi perutnya. "Bu, sakiiiit Bu, rasanya gak kuat ... Sakiiit banget, Bu .....""Nak jangan bilang begitu, istighfar, Nak. Kamu pasti kuat, kamu pasti bisa melewati ini. Sabar sebentar lagi ya, kita akan ke rumah sakit. Ibu akan tutup warung dan nyiapin semuanya. Kamu tahan dulu ya, Nak."Mega hanya mengangguk pelan, ia masih menahan rasa sakit itu, keringat di dahinya mulai bercucuran.Sedangkan Bu Siti berlari panik ke depan, ia bilang ke para pembeli bahwa warung akan segera ditutup. Para tetangga hanya saling berbisik."Kayaknya si Mega mau lahiran tuh! Duh kasihan banget udah hamil besar masih disuruh masak terus," celetuk salah seorang tetangga."Ya ampun kasihan sih si Mega, cuma mau anterin juga naik apa? Masa pake motor?""Mobil siaga dimana?""Lagi dipake sama keluarganya Pak Dadang, di bawa ke rumah sakit."Mereka terus saling berbicara dan hanya bisa menat
Part 84BMomen itu diwarnai dengan kebahagiaan dan rasa syukur, menandai awal baru bagi keluarga kecil mereka.Lanang keluar dari ruangan lalu menelepon Bosnya, Saga.Saga menjawab dengan suara penuh perhatian, "Halo, Mas Lanang. Bagaimana kabarnya? Apakah semuanya berjalan lancar? Ada masalah apa di pekerjaan?"Lanang tersenyum dengan wajah berbinar. "Alhamdulillah, Mas Bos. Semuanya berjalan lancar. Tidak ada masalah apa-apa, Mas Bos. Saya cuma mau beri tahu kabar baik.""Ya? Kabar tentang apa?""Mega baru saja melahirkan seorang bayi perempuan yang sehat. Alhamdulillah persalinannya berjalan dengan lancar."Saga ikut lega mendengarnya. "Jadi, Mega sudah melahirkan?" tanyanya"Iya, Mas Bos.""Alhamdulillah. Itu berita yang sangat menggembirakan. Bagaimana dengan Mega dan bayinya?""Mega dan bayinya dalam keadaan baik-baik saja," kata Lanang."Syukurlah kalau begitu. Saya akan memberi
Part 85 Pukul 22.00 WIB, di Rumah Sakit ... "Nak Lanang, kamu gak pulang?" tanya Bu Siti. Ia sudah berkali-kali menanyakan hal yang sama, tapi jawabannya pun tetap sama. "Saya ingin di sini, Bu, jagain Mbak Mega, Cahaya dan juga ibu." "Tapi, kami takut merepotkanmu." Lanang tersenyum. "Sama sekali tidak. Kalau lihat ibu aku jadi ingat ibuku di kampung. Jadi, aku sudah anggap ibu dan Mbak Mega sebagai keluargaku." Mega yang tengah berbaring menoleh, mendengar pembicaraan mereka. "Tapi besok bukannya Mas Lanang kerja ya?" Mega ikut nimbrung. "Tenang saja, Mbak. Tadi aku sudah izin sama Mas Bos, Pak Tom dan juga Pak Jerry untuk ambil libur dulu." "Kami sangat berterima kasih atas semua bantuan dan perhatianmu." Lanang mengangguk dan memperhatikan keadaan sekelilingnya. "Mbak Mega dan ibu istirahat saja. Saya izin tunggu di luar."
Part 85B"Mas, mas, banguuun!" Damay menggoyangkan lengan Saga yang tengah memeluk tubuhnya."Mas, bangun!" Kali ini Damay mencubit pipi suaminya dengan gemas.Saga mengerjapkan matanya pelan. Lalu meregangkan tubuhnya sejenak. Ia kembali menatap sang istri yang masih terbaring manja."Emang ini jam berapa kamu membangunkanku hmm?" Ia menatap jam dinding, waktu masih menunjukkan pukul dua belas malam"Mas, aku lapar," ujar Damay kemudian."Lapar? Jam segini?"Damay mengangguk cepat. "Iya, aku lapar lagi, Mas."Saga mengernyitkan dahi sejenak sebelum tersenyum. “Baiklah, kalau begitu kita cari sesuatu yang bisa memuaskan rasa laparmu. Apa yang kamu inginkan? Aku bisa membuatkan sesuatu atau kita bisa keluar sebentar.”Damay menggeleng pelan. Tidak usah masak, Mas, tidak perlu keluar rumah juga.""Terus?""Aku pengin makan buah-buahan, Mas. Sepertinya ada buah-buahan yang masih tersisa d