Part 85
Pukul 22.00 WIB, di Rumah Sakit ... "Nak Lanang, kamu gak pulang?" tanya Bu Siti. Ia sudah berkali-kali menanyakan hal yang sama, tapi jawabannya pun tetap sama. "Saya ingin di sini, Bu, jagain Mbak Mega, Cahaya dan juga ibu." "Tapi, kami takut merepotkanmu." Lanang tersenyum. "Sama sekali tidak. Kalau lihat ibu aku jadi ingat ibuku di kampung. Jadi, aku sudah anggap ibu dan Mbak Mega sebagai keluargaku." Mega yang tengah berbaring menoleh, mendengar pembicaraan mereka. "Tapi besok bukannya Mas Lanang kerja ya?" Mega ikut nimbrung. "Tenang saja, Mbak. Tadi aku sudah izin sama Mas Bos, Pak Tom dan juga Pak Jerry untuk ambil libur dulu." "Kami sangat berterima kasih atas semua bantuan dan perhatianmu." Lanang mengangguk dan memperhatikan keadaan sekelilingnya. "Mbak Mega dan ibu istirahat saja. Saya izin tunggu di luar."Part 85B"Mas, mas, banguuun!" Damay menggoyangkan lengan Saga yang tengah memeluk tubuhnya."Mas, bangun!" Kali ini Damay mencubit pipi suaminya dengan gemas.Saga mengerjapkan matanya pelan. Lalu meregangkan tubuhnya sejenak. Ia kembali menatap sang istri yang masih terbaring manja."Emang ini jam berapa kamu membangunkanku hmm?" Ia menatap jam dinding, waktu masih menunjukkan pukul dua belas malam"Mas, aku lapar," ujar Damay kemudian."Lapar? Jam segini?"Damay mengangguk cepat. "Iya, aku lapar lagi, Mas."Saga mengernyitkan dahi sejenak sebelum tersenyum. “Baiklah, kalau begitu kita cari sesuatu yang bisa memuaskan rasa laparmu. Apa yang kamu inginkan? Aku bisa membuatkan sesuatu atau kita bisa keluar sebentar.”Damay menggeleng pelan. Tidak usah masak, Mas, tidak perlu keluar rumah juga.""Terus?""Aku pengin makan buah-buahan, Mas. Sepertinya ada buah-buahan yang masih tersisa d
Part 85C"Eh? Kok---""Hahaha, tenang Mas Lanang kami tau kok. Mas Lanang sedang jatuh cinta ya sama Mbak Mega?" ledeknya lagi.Lanang mengerutkan dahinya. "Kok Pak Jerry nyangka begitu?""Haha ya iyalah, semua juga pasti bakal nyangka Mas Lanang sedang jatuh cinta sama Mbak Mega. Lagi pula mas Lanang effort banget, tiap hari ke sana seolah ingin bertemu pujaan hati. Terus kemarin-kemarin juga sigap banget pas Mbak Mega mau lahiran, udah kayak suaminya aja siap siaga. Hahay."Lanang merasa wajahnya memanas mendengar godaan Pak Jerry. "Pak Jerry, itu semua cuma karena aku peduli. Mbak Mega lagi butuh dukungan, jadi aku hanya mencoba membantu sebisa mungkin."Pak Jerry tersenyum nakal. "Peduli sih peduli, tapi kalau terus-terusan seperti itu, bisa-bisa orang-orang mulai berpikir lain. Lagipula, Mas Lanang juga lagi galau kan?" Lanang tertawa kecil, mencoba mengalihkan perhatian. "Mungkin aku cuma merasa bertanggung jawab.
Part 86"Mbak Mega, aku ingin sekali menjadi bagian dari hidup Mbak Mega dan Cahaya. Aku ingin melanjutkan hubungan kita ke level yang lebih serius. Aku ingin menikahi, Mbak Mega. Aku juga ingin menjadi ayah bagi Cahaya, memberikan kasih sayang dan dukungan yang ia butuhkan."Mega terkejut dan terdiam sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja diucapkan Lanang."Mas Lanang, ini... maksudnya, kamu ingin menjadi ayah untuk Cahaya?" "Iya," jawab Lanang dengan tegas. "Aku ingin menjalani kehidupan bersama kalian, berbagi tanggung jawab, dan memberikan kasih sayang yang layak untuk Cahaya. Aku tahu ini adalah langkah besar dan aku siap untuk itu."Matanya berkaca-kaca, dan perasaannya campur aduk jadi satu antara rasa haru dan juga bingung."Aku sangat menghargai dan terharu dengan perasaan Mas Lanang," jawab Mega akhirnya, suaranya bergetar. "Tapi, Mas tahu sendiri kan kondisiku seperti ini? Cuma janda dengan seorang anak, keluarg
Part 86B"Sayang, kamu mau kemana udah cantik dan rapi begitu?" tanya Saga saat melihat istrinya sudah cantik. Gamis warna abu-abu membalut tubuhnya yang sudah tak ramping lagi. Penampilannya kali ini meski sederhana tapi tampak elegan. Ia juga membawa tas kecil yang dicangklongkan di lengannya."Mas, kita ke toko kue Aksara yuk!" ajak Damay dengan nada manja."Lho, kamu mau kue? Biasanya bikin sendiri?""Bukan hanya ingin kue, tapi aku juga pengin ketemu Dewi dan teman-teman di sana. Sudah lama aku gak ketemu mereka."Saga tersenyum, tampak senang dengan rencana istrinya. "Oh, jadi kamu ingin reuni kecil dengan Dewi dan teman-teman, ya? Baiklah, kalau begitu, ayo kita pergi ke toko kue Aksara!"Istrinya tersenyum lebar. "Iya, aku kangen mereka, Mas. Aku juga ingin mendengar kabar terbaru dari mereka dan berbagi cerita."Saga meraih tangan istrinya dan mereka berjalan menuju mobil. "Kita bisa bawa beberapa kue
Part 87 Saga merasa dunianya runtuh seketika. "Tapi… bagaimana mungkin aku harus memilih antara keduanya? Istri dan bayi kami sama-sama penting!" Dokter memandang Saga dengan penuh empati. "Kami tahu ini sangat sulit. Namun, pendarahan yang terjadi sangat serius dan membutuhkan tindakan segera. Kami butuh persetujuan Anda sekarang juga." Saga tak bisa berkata-kata, tatapannya kosong. Ia mencoba menenangkan diri dengan berpegangan pada kursi, berpikir dengan keras tentang keputusan yang harus segera diambil. Ia menghela napas dalam-dalam lalu menatap dokter dengan pandangan berkaca-kaca. "Selamatkan Damay, selamatkan istriku, dokter. Aku tahu ini sangat berat, tapi dia sudah berjuang keras dalam kehamilan ini. Dan semoga saja ada keajaiban, bayi kami bisa diselamatkan," ujar Saga dengan nada gemetar. Perasaannya mendadak kelu. Tanpa terasa bulir bening itu lolos begitu saja dari pelupuk matanya
Part 87B "Iya, Bos pasti merasa sangat terpukul," ujar Pak jerry seraya menghela napas. "Gak tega rasanya mendengar kabar ini. Yang kutakutkan dia akan hancur seperti dulu." Lanang menggeleng. "Itu tidak mungkin. Mas Bos adalah orant kuat. Kita harus banyak berdoa semoga Mbak Damay dan bayinya baik-baik saja." Pak Jerry mengangguk. "Mas Lanang, ini tugasmu untuk menyampaikan berita ini pada Bu Siti dan Mega." "Saya akan segera memberi tahu mereka." *** "Apa? Itu tidak mungkin, Mas!" tukas Mega sangat terkejut. Bahkan Cahaya yang ada dalam gendongannya sempat berjingkut. "Nak Lanang, jadi maksudnya Damay--" "Iya, Bu, saya baru dapat kabar dari Pak Tom, Mbak Damay sedang di operasi kondisinya kritis." Bu Siti menutup mulutnya tak percaya. "Ibu akan langsung ke rumah sakit sekarang," tukasnya. Ia langsung
Part 87CSetelah semua prosedur administrasi selesai, suster Lisa mengantar Saga ke pintu NICU. Dengan lembut, dia membuka pintu dan mempersilakannya.Saga memasuki NICU dengan perasaan campur aduk. Suara mesin yang berdengung lembut dan aroma antiseptik menyambutnya saat ia melangkah masuk. Ruangan tersebut dipenuhi dengan inkubator, monitor, dan berbagai peralatan medis yang bertujuan untuk merawat bayi-bayi prematur dan yang membutuhkan perhatian khusus.Seorang perawat yang bertugas di sana mendekatinya dengan senyum lembut. "Selamat datang. Anda bisa melihat bayi Anda sebentar."Saga mengangguk, merasa jantungnya berdebar kencang saat mengikuti perawat menuju inkubator sang bayi. Perawat berhenti di depan salah satu inkubator dan membuka penutupnya dengan lembut, memperlihatkan bayi kecil yang terbaring lemah di dalamnya."Bayi Anda berada di sini. Kami sudah memulai perawatan dan monitoring intensif. Kondisinya memang krit
Part 88"Kamu makan dulu ya, perutmu harus di isi! Ayo buka mulutmu, Sayang ..." ujar Saga menyuapi istrinya.Setelah tiga hari dirawat di Rumah sakit, kondisi Damay perlahan kembali stabil. Damay membuka mulutnya lalu menerima suapan pertama dari sang suami. Ia mengunyah dengan pelan."Kalau kamu cepat stabil seperti ini, kamu akan cepat menemui baby Rain."Damay mengangguk sembari tersenyum. Rasa di hati sudah tak sabar ingin melihat jagoan mungilnya. Ia hanya bisa mendengar kabarnya dari sang suami."Rasanya aku sudah gak sabar untuk menemuinya, memeluknya, menggendongnya, Mas...""Iya, aku paham perasaanmu. Tapi, baby Rain masih belum bisa digendong, dia masih harus berada di inkubator selama beberapa bulan."Damay mengangguk lemah. Tapi perasaannya jauh lebih baik karena ada sang suami yang mendukungnya. Ibu tiri dan ayah mertuanya pun datang menjenguknya kemarin. Masih melekat diingatannya, Bu Siti memelu