Part 87
Saga merasa dunianya runtuh seketika. "Tapi… bagaimana mungkin aku harus memilih antara keduanya? Istri dan bayi kami sama-sama penting!" Dokter memandang Saga dengan penuh empati. "Kami tahu ini sangat sulit. Namun, pendarahan yang terjadi sangat serius dan membutuhkan tindakan segera. Kami butuh persetujuan Anda sekarang juga." Saga tak bisa berkata-kata, tatapannya kosong. Ia mencoba menenangkan diri dengan berpegangan pada kursi, berpikir dengan keras tentang keputusan yang harus segera diambil. Ia menghela napas dalam-dalam lalu menatap dokter dengan pandangan berkaca-kaca. "Selamatkan Damay, selamatkan istriku, dokter. Aku tahu ini sangat berat, tapi dia sudah berjuang keras dalam kehamilan ini. Dan semoga saja ada keajaiban, bayi kami bisa diselamatkan," ujar Saga dengan nada gemetar. Perasaannya mendadak kelu. Tanpa terasa bulir bening itu lolos begitu saja dari pelupuk matanyaPart 87B "Iya, Bos pasti merasa sangat terpukul," ujar Pak jerry seraya menghela napas. "Gak tega rasanya mendengar kabar ini. Yang kutakutkan dia akan hancur seperti dulu." Lanang menggeleng. "Itu tidak mungkin. Mas Bos adalah orant kuat. Kita harus banyak berdoa semoga Mbak Damay dan bayinya baik-baik saja." Pak Jerry mengangguk. "Mas Lanang, ini tugasmu untuk menyampaikan berita ini pada Bu Siti dan Mega." "Saya akan segera memberi tahu mereka." *** "Apa? Itu tidak mungkin, Mas!" tukas Mega sangat terkejut. Bahkan Cahaya yang ada dalam gendongannya sempat berjingkut. "Nak Lanang, jadi maksudnya Damay--" "Iya, Bu, saya baru dapat kabar dari Pak Tom, Mbak Damay sedang di operasi kondisinya kritis." Bu Siti menutup mulutnya tak percaya. "Ibu akan langsung ke rumah sakit sekarang," tukasnya. Ia langsung
Part 87CSetelah semua prosedur administrasi selesai, suster Lisa mengantar Saga ke pintu NICU. Dengan lembut, dia membuka pintu dan mempersilakannya.Saga memasuki NICU dengan perasaan campur aduk. Suara mesin yang berdengung lembut dan aroma antiseptik menyambutnya saat ia melangkah masuk. Ruangan tersebut dipenuhi dengan inkubator, monitor, dan berbagai peralatan medis yang bertujuan untuk merawat bayi-bayi prematur dan yang membutuhkan perhatian khusus.Seorang perawat yang bertugas di sana mendekatinya dengan senyum lembut. "Selamat datang. Anda bisa melihat bayi Anda sebentar."Saga mengangguk, merasa jantungnya berdebar kencang saat mengikuti perawat menuju inkubator sang bayi. Perawat berhenti di depan salah satu inkubator dan membuka penutupnya dengan lembut, memperlihatkan bayi kecil yang terbaring lemah di dalamnya."Bayi Anda berada di sini. Kami sudah memulai perawatan dan monitoring intensif. Kondisinya memang krit
Part 88"Kamu makan dulu ya, perutmu harus di isi! Ayo buka mulutmu, Sayang ..." ujar Saga menyuapi istrinya.Setelah tiga hari dirawat di Rumah sakit, kondisi Damay perlahan kembali stabil. Damay membuka mulutnya lalu menerima suapan pertama dari sang suami. Ia mengunyah dengan pelan."Kalau kamu cepat stabil seperti ini, kamu akan cepat menemui baby Rain."Damay mengangguk sembari tersenyum. Rasa di hati sudah tak sabar ingin melihat jagoan mungilnya. Ia hanya bisa mendengar kabarnya dari sang suami."Rasanya aku sudah gak sabar untuk menemuinya, memeluknya, menggendongnya, Mas...""Iya, aku paham perasaanmu. Tapi, baby Rain masih belum bisa digendong, dia masih harus berada di inkubator selama beberapa bulan."Damay mengangguk lemah. Tapi perasaannya jauh lebih baik karena ada sang suami yang mendukungnya. Ibu tiri dan ayah mertuanya pun datang menjenguknya kemarin. Masih melekat diingatannya, Bu Siti memelu
Part 88BDamay mengangguk antusias. "Tentu saja, ini waktu yang aku tunggu-tunggu, Mas."Usai berkoordinasi dengan tim medis, Saga mendorong kursi roda istrinya menuju ruangan NICU dan membuka pintu dengan hati-hati. Ruangan itu tampak steril dan tenang, dengan beberapa inkubator di sepanjang dinding. Damay menatap penuh harap saat mereka mendekati inkubator di mana Rain dirawat. Setelah memeriksa perlengkapan dan memastikan semuanya baik, seorang perawat dengan lembut membantu Damay agar bisa memasukkan tangannya melalui lubang inkubator dan menyentuh tangan kecil Rain. Damay merasa terharu saat merasakan genggaman lemah namun penuh makna dari bayinya. Tanpa terasa bulir bening itu menitik tanpa permisi.Saga memandang Damay dengan penuh kasih sayang saat dia mulai berbicara pelan-pelan kepada bayi mereka."Rain, ini ibu, Sayang. Ibu sudah lama menunggu untuk bisa bertemu denganmu. Kamu kuat sekali ya, Nak. Ibu sangat bangga p
Part 89Oaaa .... oaaa .... oaaa .... Baby Rain menangis cukup kencang. Saga langsung terbangun, melihat Damay masih tertidur lelap.Lelaki itu segera bangkit menuju box bayi yang ia desain khusus agar baby Rain merasa hangat, sesuai dengan arahan dokter."Cup cup cup, Sayang .... haus ya, Nak?" ujar Saga. Ia membuatkan susu formula khusus untuk bayi prematur dan segera menggendong bayinya.Baby Rain tampak menyedotnya cukup kuat. Saga mengamati Baby Rain dengan penuh perhatian. Dengan lembut, ia membelai kepala kecil itu lalu tersenyum tipis melihat setiap gerakan Baby Rain. "Terus tumbuh dan sehat ya, Nak. Ayah dan ibu akan selalu menyayangimu," ujarnya lalu mengecup kening Baby Rain dengan lembut.Ketika Baby Rain selesai menyusu dan mulai mengantuk kembali, Saga menaruhnya perlahan ke dalam box bayi, memastikan semua dalam posisi yang nyaman dan aman, memeriksa diapersnya lalu menggantinya dengan yang bar
Part 89B Damay tersenyum simpul, kembali ke dapur. Ia membuka kulkas dan mengambil ayam ungkep yang sudah disiapkan sebelumnya. Ia memeriksa bumbu-bumbu di dapur dan memastikan semuanya tersedia. Setelah itu, ia mulai menggoreng ayam ungkep tersebut, sembari memotong mentimun, kacang panjang, kubis dan daun selada untuk lalapan. Tak hanya ppelengkap. "Wah kamu masak apa, Damay?" tanya Tante Widuri yang tiba-tiba menghampirinya. "Ayam goreng, Tante, sama lalapan. Ada sayur asem juga, nanti saya buatkan sambal yang pedas ya, supaya lebih enak.” “Wah, pasti cocok sekali, jadi gak sabar untuk menikmatinya,” jawab Tante Widuri sambil tersenyum. "Oh ya, jadi kamu lahiran caesar ya, Damay?" "Iya, Tante. Waktu itu kena musibah yang mengharuskan aku dioperasi. Rain lahir sebelum waktunya." Tante Widuri mengangguk. "Tante ikut prihatin. Cuma kata orang-orang dulu nih, kalau
Part 90 "Mega, aku sudah menunggu cukup lama. Cahaya juga sudah mulai besar. Hari ini aku ingin mendengar jawabanmu. Apa kamu bersedia menikah denganku?" Mega menatap Lanang dengan tatapan berkaca-kaca. Lelaki di hadapannya ini benar-benar pantang menyerah. Sudah satu tahun, dan perlakuan Lanang masih sama. Dia bahkan lebih dekat ke anaknya. "Bagaimana dengan orang tua kamu, Mas?" "Ibuku sudah tahu mengenai kamu dan Cahaya." "Jadi ibumu gak keberatan meski aku seorang janda?" Lanang tersenyum, terlihat sangat manis. "Ibu selalu mendukung apapun keputusanku. Dan beliau sangat setuju saat kuperlihatkan fotomu dan juga Cahaya," sahut Lanang mantap. "Benarkah?" "Ya." Mega terdiam sejenak. "Kalau kamu bersedia, aku akan langsung mengajak ibu untuk melamarmu." Mega menghela napas, mencoba menenangkan dirinya yan
Part 90B Saga pulang ke rumahnya melihat Damay tertidur di ranjangnya sembari mendekap Rain yang juga tengah tertidur di pelukan ibunya. "Suami pulang sampai gak dengar, ternyata lagi tidur, sayangkuu .... sayangku ...." Saga melepas jas yang dikenakannya. Ia berjalan ke arah westafel, mencuci tangan dan wajahnya sejenak lalu menghampiri sang istri, berusaha mengambil Rain untuk ia tidur kan di box bayi, namun gerakan kecilnya membuat Damay terbangun. "Mas ..." Saga memandangnya sejenak lalu mengecup keningnya dengan lembut. "Maaf aku tidak bermaksud membangunkanmu. Aku hanya ingin memindahkan Rain." "Tidak apa-apa, Mas. Aku yang minta maaf gak sadar kamu udah pulang." "Iya, kamu pasti capek seharian ngurus Rain. Rewel gak dia hari ini?" tanya Saga. Ia meraih Rain ke dalam dekapannya. "Alhamdulillah, tidak Mas, Rain bisa diajak kompromi." "Syukurlah