Part 88
"Kamu makan dulu ya, perutmu harus di isi! Ayo buka mulutmu, Sayang ..." ujar Saga menyuapi istrinya.Setelah tiga hari dirawat di Rumah sakit, kondisi Damay perlahan kembali stabil. Damay membuka mulutnya lalu menerima suapan pertama dari sang suami. Ia mengunyah dengan pelan."Kalau kamu cepat stabil seperti ini, kamu akan cepat menemui baby Rain."Damay mengangguk sembari tersenyum. Rasa di hati sudah tak sabar ingin melihat jagoan mungilnya. Ia hanya bisa mendengar kabarnya dari sang suami."Rasanya aku sudah gak sabar untuk menemuinya, memeluknya, menggendongnya, Mas...""Iya, aku paham perasaanmu. Tapi, baby Rain masih belum bisa digendong, dia masih harus berada di inkubator selama beberapa bulan."Damay mengangguk lemah. Tapi perasaannya jauh lebih baik karena ada sang suami yang mendukungnya.Ibu tiri dan ayah mertuanya pun datang menjenguknya kemarin. Masih melekat diingatannya, Bu Siti memeluPart 88BDamay mengangguk antusias. "Tentu saja, ini waktu yang aku tunggu-tunggu, Mas."Usai berkoordinasi dengan tim medis, Saga mendorong kursi roda istrinya menuju ruangan NICU dan membuka pintu dengan hati-hati. Ruangan itu tampak steril dan tenang, dengan beberapa inkubator di sepanjang dinding. Damay menatap penuh harap saat mereka mendekati inkubator di mana Rain dirawat. Setelah memeriksa perlengkapan dan memastikan semuanya baik, seorang perawat dengan lembut membantu Damay agar bisa memasukkan tangannya melalui lubang inkubator dan menyentuh tangan kecil Rain. Damay merasa terharu saat merasakan genggaman lemah namun penuh makna dari bayinya. Tanpa terasa bulir bening itu menitik tanpa permisi.Saga memandang Damay dengan penuh kasih sayang saat dia mulai berbicara pelan-pelan kepada bayi mereka."Rain, ini ibu, Sayang. Ibu sudah lama menunggu untuk bisa bertemu denganmu. Kamu kuat sekali ya, Nak. Ibu sangat bangga p
Part 89Oaaa .... oaaa .... oaaa .... Baby Rain menangis cukup kencang. Saga langsung terbangun, melihat Damay masih tertidur lelap.Lelaki itu segera bangkit menuju box bayi yang ia desain khusus agar baby Rain merasa hangat, sesuai dengan arahan dokter."Cup cup cup, Sayang .... haus ya, Nak?" ujar Saga. Ia membuatkan susu formula khusus untuk bayi prematur dan segera menggendong bayinya.Baby Rain tampak menyedotnya cukup kuat. Saga mengamati Baby Rain dengan penuh perhatian. Dengan lembut, ia membelai kepala kecil itu lalu tersenyum tipis melihat setiap gerakan Baby Rain. "Terus tumbuh dan sehat ya, Nak. Ayah dan ibu akan selalu menyayangimu," ujarnya lalu mengecup kening Baby Rain dengan lembut.Ketika Baby Rain selesai menyusu dan mulai mengantuk kembali, Saga menaruhnya perlahan ke dalam box bayi, memastikan semua dalam posisi yang nyaman dan aman, memeriksa diapersnya lalu menggantinya dengan yang bar
Part 89B Damay tersenyum simpul, kembali ke dapur. Ia membuka kulkas dan mengambil ayam ungkep yang sudah disiapkan sebelumnya. Ia memeriksa bumbu-bumbu di dapur dan memastikan semuanya tersedia. Setelah itu, ia mulai menggoreng ayam ungkep tersebut, sembari memotong mentimun, kacang panjang, kubis dan daun selada untuk lalapan. Tak hanya ppelengkap. "Wah kamu masak apa, Damay?" tanya Tante Widuri yang tiba-tiba menghampirinya. "Ayam goreng, Tante, sama lalapan. Ada sayur asem juga, nanti saya buatkan sambal yang pedas ya, supaya lebih enak.” “Wah, pasti cocok sekali, jadi gak sabar untuk menikmatinya,” jawab Tante Widuri sambil tersenyum. "Oh ya, jadi kamu lahiran caesar ya, Damay?" "Iya, Tante. Waktu itu kena musibah yang mengharuskan aku dioperasi. Rain lahir sebelum waktunya." Tante Widuri mengangguk. "Tante ikut prihatin. Cuma kata orang-orang dulu nih, kalau
Part 90 "Mega, aku sudah menunggu cukup lama. Cahaya juga sudah mulai besar. Hari ini aku ingin mendengar jawabanmu. Apa kamu bersedia menikah denganku?" Mega menatap Lanang dengan tatapan berkaca-kaca. Lelaki di hadapannya ini benar-benar pantang menyerah. Sudah satu tahun, dan perlakuan Lanang masih sama. Dia bahkan lebih dekat ke anaknya. "Bagaimana dengan orang tua kamu, Mas?" "Ibuku sudah tahu mengenai kamu dan Cahaya." "Jadi ibumu gak keberatan meski aku seorang janda?" Lanang tersenyum, terlihat sangat manis. "Ibu selalu mendukung apapun keputusanku. Dan beliau sangat setuju saat kuperlihatkan fotomu dan juga Cahaya," sahut Lanang mantap. "Benarkah?" "Ya." Mega terdiam sejenak. "Kalau kamu bersedia, aku akan langsung mengajak ibu untuk melamarmu." Mega menghela napas, mencoba menenangkan dirinya yan
Part 90B Saga pulang ke rumahnya melihat Damay tertidur di ranjangnya sembari mendekap Rain yang juga tengah tertidur di pelukan ibunya. "Suami pulang sampai gak dengar, ternyata lagi tidur, sayangkuu .... sayangku ...." Saga melepas jas yang dikenakannya. Ia berjalan ke arah westafel, mencuci tangan dan wajahnya sejenak lalu menghampiri sang istri, berusaha mengambil Rain untuk ia tidur kan di box bayi, namun gerakan kecilnya membuat Damay terbangun. "Mas ..." Saga memandangnya sejenak lalu mengecup keningnya dengan lembut. "Maaf aku tidak bermaksud membangunkanmu. Aku hanya ingin memindahkan Rain." "Tidak apa-apa, Mas. Aku yang minta maaf gak sadar kamu udah pulang." "Iya, kamu pasti capek seharian ngurus Rain. Rewel gak dia hari ini?" tanya Saga. Ia meraih Rain ke dalam dekapannya. "Alhamdulillah, tidak Mas, Rain bisa diajak kompromi." "Syukurlah
"Selamat ya atas pernikahan kalian. Ini ada sedikit hadiah dari kami," ujar Saga saat mereka berkumpul di ruang keluarga.Mega dan Lanang saling pandang sejenak, lalu tersenyum manis."Makasih banyak, Mas Bos," ujar Lanang.Ia menerima hadiah dari Saga yang berupa tiket liburan sekeluarga gratis dan beberapa barang yang cukup berharga."Wow, ini luar biasa banget, Mas Saga! Terima kasih banyak," ujar Mega, matanya bersinar bahagia. Saga hanya tersenyum sambil mengangguk, merasa senang bisa memberikan kebahagiaan pada mereka. "Senang bisa membantu. Semoga liburannya menyenangkan dan memberikan banyak kenangan indah," katanya.Lanang membuka satu per satu barang yang diberikan dalam hadiah itu, mulai dari tiket liburan keluarga yang mengagumkan hingga beberapa barang lainnya yang terlihat sangat berharga. "Kamu tahu banget apa yang kita butuhkan, Mas," kata Lanang dengan senyum lebar."Semoga liburan ini bisa jadi kesempatan untuk kalian menghabiskan waktu bersama setelah segala kesibu
Part 1"Dicambuk 100 kali saja biar jera atau diarak saja keliling kampung, telanjangi mereka!" teriak salah satu warga memprovokasi. "Benar, lucuti mereka sekarang aja! Lalu arak keliling desa! Biar tau rasaa! Biar gak ada lagi yang nekat berbuat mesum dan zina seperti ini! Sungguh menjijikan!" sambut teriakan riuh para warga yang lain."Hukum mereka!! Arak mereka keliling desa!!"Mereka semua saling sahut menyahut karena sudah terprovokasi. Aku hanya bisa tertunduk lesu sambil menangis sesenggukkan. Bagaimana mungkin, aku yang terjatuh terperosok ke sungai kecil, lalu ditolong lelaki itu justru dituduh berbuat mesum alias berzina? Namun penjelasan kami tak diterima oleh mereka. Bahkan berakhir dengan main hakim sendiri. Lelaki yang membantuku itu dihajar hingga wajahnya babak belur, bahkan motornya pun dirusak warga. Di bawah kaki-kaki hujan yang menitik, menjadi saksi tangisanku saat ini. Baju yang basah kuyup pun tak dihiraukan oleh mereka. Seolah mereka benar-benar tak punya
Part 2"Memangnya kamu punya mahar berapa mau nikahin anak saya?" tanya ibu dengan tatapan tajam. "Seratus ribu.""Apa?? Cuma 100 ribu? kau ini sudah gila ya? Mau nikahin anakku tapi nggak punya modal?!" seru ibu dengan wajah kesal. Bapak menepuk lengan ibu agar tenang."Coba Nak Saga ulangi lagi, berapa mahar yang akan kamu berikan buat putri kami?"Lelaki yang memakai kaos oblong dan dikuncir rambutnya dan terdapat sedikit tato di lengannya segera menoleh ke arahku. Ya, penampilannya memang seperti berandalan, dengan tatapan elang membuatku sedikit bergidik.Namun saat ini, wajahnya dipenuhi luka lebam dan babak belur akibat dihajar warga.Ah entahlah, aku tak bisa melukiskannya, karena perasaan yang bercampur padu antara kalut dan juga tegang. Aku bahkan aku tak mengenal siapa dia sebenarnya, hanya beberapa kali mengingat lelaki itu sepertinya memang pernah datang membeli kue di toko Aksara. Dia berdecak pelan, kesal mungkin gara-gara di sidang oleh pamong desa dan keluarga, se