Part 83
Di sebuah pemakaman, suasana haru menyelimuti suasana saat Nova diantar ke peristirahatan terakhirnya.Selina duduk terisak di sudut pemakaman. Mata merahnya memandang pusara yang baru tertutup tanah, dengan tatapan kosong, berusaha keras untuk menahan tangisnya.Di kejauhan, Pak Biru berdiri dengan raut wajah yang sulit dibaca, kenangan-kenangan tentang Nova berkelebat dalam pikirannya. Di sampingnya pula ada Saga dan Damay yang selalu bersama.Pak Biru memperhatikan Selina yang terisak, merasakan kepedihan yang mendalam. Dengan langkah pelan, Pak Biru menghampiri Selina, yang sedang menundukkan kepalanya dan meremas erat tissue di tangannya.“Selina,” panggil Pak Biru, suaranya lembut namun tegas.Selina mengangkat kepalanya, mata merah dan penuh air mata, ketika dia melihat Pak Biru mendekat. “Om Biru,” bisiknya parau, suaranya nyaris tak terdengar.“Om tahu ini sangat berat untukmu, tapi ikhlaskan tantemu yaPart 83B* Sudah dari pagi, Mega sibuk membantu ibunya, membuat aneka gorengan dan membantu membuat bumbu masakan. Sesekali ia berdiri sembari mengelus pinggangnya yang makin hari makin gampang terasa pegal. Perut buncitnya pun kali ini terasa begitu kencang.Ia mengembuskan napas panjangnya seolah mengeluarkan rasa penatnya. Mendadak ia merasa sangat sedih mengingat takdir hidupnya. Hamil tanpa suami membuat hatinya terasa perih.Mega menggelengkan kepalanya, mencoba menepis rasa kesal dan sedih yang menggerogoti pikirannya.'Hidup kenapa terasa berat sekali. Bagaimana kalau anak ini lahir tanpa seorang ayah? Ah, kenapa aku harus memilih laki-laki yang salah. Kalau tau begini, dari awal aku gak bakal mau sama dia! Meski sudah berbulan-bulan berlalu, tapi dada ini rasanya masih sesak,' curhatnya dalam hati.Tanpa terasa bulir bening yang sedari tadi ia tahan akhirnya luruh juga."Astaghfirullah, Mbak! Mbak Meg
Part 84Mega masih kesakitan memegangi perutnya. "Bu, sakiiiit Bu, rasanya gak kuat ... Sakiiit banget, Bu .....""Nak jangan bilang begitu, istighfar, Nak. Kamu pasti kuat, kamu pasti bisa melewati ini. Sabar sebentar lagi ya, kita akan ke rumah sakit. Ibu akan tutup warung dan nyiapin semuanya. Kamu tahan dulu ya, Nak."Mega hanya mengangguk pelan, ia masih menahan rasa sakit itu, keringat di dahinya mulai bercucuran.Sedangkan Bu Siti berlari panik ke depan, ia bilang ke para pembeli bahwa warung akan segera ditutup. Para tetangga hanya saling berbisik."Kayaknya si Mega mau lahiran tuh! Duh kasihan banget udah hamil besar masih disuruh masak terus," celetuk salah seorang tetangga."Ya ampun kasihan sih si Mega, cuma mau anterin juga naik apa? Masa pake motor?""Mobil siaga dimana?""Lagi dipake sama keluarganya Pak Dadang, di bawa ke rumah sakit."Mereka terus saling berbicara dan hanya bisa menat
Part 84BMomen itu diwarnai dengan kebahagiaan dan rasa syukur, menandai awal baru bagi keluarga kecil mereka.Lanang keluar dari ruangan lalu menelepon Bosnya, Saga.Saga menjawab dengan suara penuh perhatian, "Halo, Mas Lanang. Bagaimana kabarnya? Apakah semuanya berjalan lancar? Ada masalah apa di pekerjaan?"Lanang tersenyum dengan wajah berbinar. "Alhamdulillah, Mas Bos. Semuanya berjalan lancar. Tidak ada masalah apa-apa, Mas Bos. Saya cuma mau beri tahu kabar baik.""Ya? Kabar tentang apa?""Mega baru saja melahirkan seorang bayi perempuan yang sehat. Alhamdulillah persalinannya berjalan dengan lancar."Saga ikut lega mendengarnya. "Jadi, Mega sudah melahirkan?" tanyanya"Iya, Mas Bos.""Alhamdulillah. Itu berita yang sangat menggembirakan. Bagaimana dengan Mega dan bayinya?""Mega dan bayinya dalam keadaan baik-baik saja," kata Lanang."Syukurlah kalau begitu. Saya akan memberi
Part 85 Pukul 22.00 WIB, di Rumah Sakit ... "Nak Lanang, kamu gak pulang?" tanya Bu Siti. Ia sudah berkali-kali menanyakan hal yang sama, tapi jawabannya pun tetap sama. "Saya ingin di sini, Bu, jagain Mbak Mega, Cahaya dan juga ibu." "Tapi, kami takut merepotkanmu." Lanang tersenyum. "Sama sekali tidak. Kalau lihat ibu aku jadi ingat ibuku di kampung. Jadi, aku sudah anggap ibu dan Mbak Mega sebagai keluargaku." Mega yang tengah berbaring menoleh, mendengar pembicaraan mereka. "Tapi besok bukannya Mas Lanang kerja ya?" Mega ikut nimbrung. "Tenang saja, Mbak. Tadi aku sudah izin sama Mas Bos, Pak Tom dan juga Pak Jerry untuk ambil libur dulu." "Kami sangat berterima kasih atas semua bantuan dan perhatianmu." Lanang mengangguk dan memperhatikan keadaan sekelilingnya. "Mbak Mega dan ibu istirahat saja. Saya izin tunggu di luar."
Part 85B"Mas, mas, banguuun!" Damay menggoyangkan lengan Saga yang tengah memeluk tubuhnya."Mas, bangun!" Kali ini Damay mencubit pipi suaminya dengan gemas.Saga mengerjapkan matanya pelan. Lalu meregangkan tubuhnya sejenak. Ia kembali menatap sang istri yang masih terbaring manja."Emang ini jam berapa kamu membangunkanku hmm?" Ia menatap jam dinding, waktu masih menunjukkan pukul dua belas malam"Mas, aku lapar," ujar Damay kemudian."Lapar? Jam segini?"Damay mengangguk cepat. "Iya, aku lapar lagi, Mas."Saga mengernyitkan dahi sejenak sebelum tersenyum. “Baiklah, kalau begitu kita cari sesuatu yang bisa memuaskan rasa laparmu. Apa yang kamu inginkan? Aku bisa membuatkan sesuatu atau kita bisa keluar sebentar.”Damay menggeleng pelan. Tidak usah masak, Mas, tidak perlu keluar rumah juga.""Terus?""Aku pengin makan buah-buahan, Mas. Sepertinya ada buah-buahan yang masih tersisa d
Part 85C"Eh? Kok---""Hahaha, tenang Mas Lanang kami tau kok. Mas Lanang sedang jatuh cinta ya sama Mbak Mega?" ledeknya lagi.Lanang mengerutkan dahinya. "Kok Pak Jerry nyangka begitu?""Haha ya iyalah, semua juga pasti bakal nyangka Mas Lanang sedang jatuh cinta sama Mbak Mega. Lagi pula mas Lanang effort banget, tiap hari ke sana seolah ingin bertemu pujaan hati. Terus kemarin-kemarin juga sigap banget pas Mbak Mega mau lahiran, udah kayak suaminya aja siap siaga. Hahay."Lanang merasa wajahnya memanas mendengar godaan Pak Jerry. "Pak Jerry, itu semua cuma karena aku peduli. Mbak Mega lagi butuh dukungan, jadi aku hanya mencoba membantu sebisa mungkin."Pak Jerry tersenyum nakal. "Peduli sih peduli, tapi kalau terus-terusan seperti itu, bisa-bisa orang-orang mulai berpikir lain. Lagipula, Mas Lanang juga lagi galau kan?" Lanang tertawa kecil, mencoba mengalihkan perhatian. "Mungkin aku cuma merasa bertanggung jawab.
Part 86"Mbak Mega, aku ingin sekali menjadi bagian dari hidup Mbak Mega dan Cahaya. Aku ingin melanjutkan hubungan kita ke level yang lebih serius. Aku ingin menikahi, Mbak Mega. Aku juga ingin menjadi ayah bagi Cahaya, memberikan kasih sayang dan dukungan yang ia butuhkan."Mega terkejut dan terdiam sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja diucapkan Lanang."Mas Lanang, ini... maksudnya, kamu ingin menjadi ayah untuk Cahaya?" "Iya," jawab Lanang dengan tegas. "Aku ingin menjalani kehidupan bersama kalian, berbagi tanggung jawab, dan memberikan kasih sayang yang layak untuk Cahaya. Aku tahu ini adalah langkah besar dan aku siap untuk itu."Matanya berkaca-kaca, dan perasaannya campur aduk jadi satu antara rasa haru dan juga bingung."Aku sangat menghargai dan terharu dengan perasaan Mas Lanang," jawab Mega akhirnya, suaranya bergetar. "Tapi, Mas tahu sendiri kan kondisiku seperti ini? Cuma janda dengan seorang anak, keluarg
Part 86B"Sayang, kamu mau kemana udah cantik dan rapi begitu?" tanya Saga saat melihat istrinya sudah cantik. Gamis warna abu-abu membalut tubuhnya yang sudah tak ramping lagi. Penampilannya kali ini meski sederhana tapi tampak elegan. Ia juga membawa tas kecil yang dicangklongkan di lengannya."Mas, kita ke toko kue Aksara yuk!" ajak Damay dengan nada manja."Lho, kamu mau kue? Biasanya bikin sendiri?""Bukan hanya ingin kue, tapi aku juga pengin ketemu Dewi dan teman-teman di sana. Sudah lama aku gak ketemu mereka."Saga tersenyum, tampak senang dengan rencana istrinya. "Oh, jadi kamu ingin reuni kecil dengan Dewi dan teman-teman, ya? Baiklah, kalau begitu, ayo kita pergi ke toko kue Aksara!"Istrinya tersenyum lebar. "Iya, aku kangen mereka, Mas. Aku juga ingin mendengar kabar terbaru dari mereka dan berbagi cerita."Saga meraih tangan istrinya dan mereka berjalan menuju mobil. "Kita bisa bawa beberapa kue