Aera menggeret kopernya memasuki sebuah apartemen sederhana yang telah disiapkan untuknya. Ia merebahkan dirinya di atas kasur yang terbalut seprai berwarna mint. Mencoba memejamkan matanya. Ia terlalu lelah, berharap hari ini dapat segera berakhir.
Bahkan air matanya sudah mengering. Perjalanan Seoul-Jeonju yang selama empat jam ia habiskan di bus sedikit menghibur dirinya. Aera bangkit dan menyibak tirainya, langit senja terlihat indah dengan beberapa kawanan burung yang terbang kembali pulang.
"Bahkan mereka memiliki rumah untuk kembali pulang," lirihnya.
"Mama mengambil keputusan yang benar kan? Kita berdua bisa melewatinya bersama." Aera mengelus perutnya dengan lembut. Sumber kekuatannya saat ini. Ia tidak boleh mengorbankan anaknya yang tidak tahu apapun.
Karenaa ia sadar, bahwa yang ia miliki hanya ini adalah janin yang berada dalam kandungannya. Perjalanannya akan sedikit lebih berat mulai saat ini. “Mama akan sekuat tenaga untuk tidak membiarkanmu kesusahan,” gumamnya sambil mengelus perutnya lembut.
Lamunannya tersadar ketika mendengar bunyi bel. Ia kemudian menuju pintu. Seorang pria terlihat tersenyum dan membawa dua kantong penuh barang belanjaan. Aera mempersilahkannya masuk. Ia sebenarnya merasa tidak enak, sudah merepotkan banyak hal pada pria itu. Tetapi ia masih belum memiliki pilihan yang paling masuk akal.
"Bagaimana perjalananmu?" tanya pria itu sambil mengeluarkan barang-barang belanjaannya.
"Menyenangkan, setidaknya aku mendapatkan empat jam healing time," ucap Aera berusaha terdengar ceria. Pria itu tersenyum. Ia merasa bersyukur, bagaimana keadaan Aera yang terlihat baik-baik saja berbanding terbalik dari yang ia perkirakan. Walaupun ia tahu, Aera menutup rapat lukanya.
"Jika kau sabar sampai jadwal operasiku selesai, kau tidak akan duduk di kursi bus yang keras."
Aera tersenyum lebar. "Kursinya tidak sekeras yang kau bayangkan. Pemerintah Korea Selatan sudah mengupgrade semua bus lama mereka dengan bus yang menakjubkan. Kau harus mencobanya sesekali, Kak Seojin."
Seojin tertawa mendengar selorohan Aera. "Baiklah, kapan-kapan aku akan mencobanya."
Pria itu sibuk memasukkan satu persatu belanjaan yang tadi sempat ia beli sebelum mengunjungi Aera.
"Terima kasih," ucap Aera, membuat Seojin menghentikan kegiatannya. Ia dapat melihat senyum tulus yag Aera berikan.
Seojin mengangguk. Ia kemudian berbalik menghadap Aera.
"Pastikan kau makan dan beristirahat dengan baik. Kau boleh menangis semaumu tetapi ingat, jangan melakukan hal yang bodoh. Dia bukanlah sebuah kesalahan dan ia tidak bersalah dengan ini semua."
Aera tersenyum dengan lembut. "Aku akan menjadi ibu yang keren. Kakak lihat saja nanti."
***
“Mohon, maaf. Kami tidak bisa menerima seorang wanita yang sedang mengandung.”
Aera mengembuskan napas panjang. Langit Jeonju yang terik membuatnya sedikit pusing. Ia berbalik melihat gedung tinggi yang menjulang di hadapannya. Perusahaan itu adalah yang ketiga, ia datangi untuk wawancara. Namun semuanya menolaknya saat mengetahui dirinya sedang berbadan dua.
Tabungannya yang menipis membuatnya sedikit lebih rajin akhir-akhir ini. Selain itu,ia juga tahu bahwa tidak selamanya ia dapat bergantung pada Seojin.
Aera dikejutkan oleh dering ponselnya. Busur senyumnya tertarik saat membaca nama Seojin di layar.
[Kau dimana?]
“Aku masih berada di luar, Kak. Ada apa?” jawab Aera sambil melangkah memasuki bus yang baru saja datang.
[Besok aku akan ke Jeonju. Apakah kau ingin menitip sesuatu?]
“Ada seminar lagi?”
[Hm. Walau hanya satu hari. Aku akan menyempatkan untuk melihatmu.]
“Tidak ada yang kuinginkan saat ini, Kak,” ucap Aera.
[Benarkah? Kau tidak mengidam?]
Walau Seojin tidka melihatnya, tetapi Aera tetap menggelang. “Tidak. Sepertinya ia tahu bahwa saat ini tidak boleh terlalu manja,” ucapnya sambil mengelus perutnya.
Kehamilannya memanglah tidak terlalu merepotkan. Anaknya seperti tahu bahwa keadaan ibunya saat ini tidak baik-baik saja.
[Baiklah. Sampai jumpa besok.]
Aera menutup panggilan. Bus yang membawanya melewati jalanan Jeonju yang terkenal. Pohon sakura yang bermekaran di sepanjang jalan sedikit menghiburnya.
***
“Nona Aera.”
Aera yang hampir membuka pintu flatnya berbalik. Dua orang wanita paruh baya menghampiri dirinya.
“Selamat sore Nyonya Shim,” sapa Aera sopan sambil menundukkan kepalanya.
Nyonya Shim adalah tetangganya. Sedang wanita paruh baya satunya sepertinya adalah teman dari Nyonya Shim.
“Kau baru pulang?”
Aera mengangguk. Semenjak ia datang, Nyonya Shim menjadi tetangga yang begitu perhatian padanya.
“Apakah suamimu belum datang?” tanya Nyonya Shim. “Kau tahu? Suaminya adalah seorang dokter yang ramah dan tampan,” lanjut Nyonya Shim kepada kawannya.
Aera menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Seluruh orang di lingkungannya menganggap Seojin adalah suaminya. Awalnya ia bermaksud untuk mengelak. Namun Seojin mengatakan bahwa hal itu tidak perlu. Setidaknya ia tidak akan dicemooh jika mereka tahu bahwa ia hamil tanpa seorang suami.
“Kak Seojin masih di Seoul,” jawab Aera.
“Kasihan sekali dirimu. Seharusnya suamimu bisa lebih perhatian untuk tidak meninggalkanmu sendiri disaat hamil seperti ini.”
Mendengar ucapan rekan Nyonya Shim, dada Aera berdenyut nyeri. Ia hanya mampu tersenyum.
“Setidaknya kau memiliki seorang suami. Zaman sekarang para anak muda seperti tidak tahu malu. Banyak yang memiliki bayi tanpa seorang suami.”
“Kau benar. Miris melihatnya.”
Aera menelan ludahnya kasar. “Saya pamit terlebih dahulu, Nyonya Shim.”
Penghakiman seperti itulah yang Seojin tidak ingin ia dengar. Namun, ia tidak dapat membohongi dirinya sendiri. Karena itulah fakta sebenarnya.
“Kau harus kuat, Aera,” gumamnya pada diri sendiri.
Tiga Tahun Kemudian. "Yoonji-ya, hari ini baik-baik ya sama Jiwoo imo. Mama janji akan pulang cepat." Aera mengecup kedua pipi balita yang berada di gendongan seorang wanita. Balita itu hanya tertawa sambil bertepuk tangan, seakan mengatakan bahwa ia akan menjadi anak yang baik hari ini. "Jangan khawatir. Nikmati saja acaramu. Ini kali pertama kau mengikutinya, bersenang-senanglah. Karena aku dan Yoonji juga akan bersenang-senang hari ini," ujar wanita itu meyakinkan Aera. "Terima kasih banyak, unnie. Aku titip Yoonji, semua kebutuhannya sudah aku siapkan disini," ucap Aera sambil menyerahkan sebuah tas yang berisi susu dan segala kebutuhan Yoonji. Karena company gathering tahun ini tidak menginap, Aera akhirnya memutuskan untuk ikut. Walaupun awalnya Aera mempertimbangkan untuk kembali absen, Jiwoo berhasil membujuknya dengan mengajukan diri untuk mengasuh Yoonji. Pasalnya Aera selalu absen di kegiatan company gathering dengan beralasan mengurus Yoonji. "Hubungan di tempat kerja
"Jadi, lusa kakak akan berangkat ke Amerika?" tanya Aera setelah meletakkan cangkir kopi di atas meja dan duduk di sofa.Seojin yang sedang asik bermain dengan Yoonji hanya mengangguk. Seojin kemudian membawa Yoonji dalam gendongannya ketika gadis kecil itu terlihat merengek bosan dengan mainannya."Seharusnya Kak Seojin bisa meneleponku saja. Tidak perlu jauh-jauh kemari," ucap Aera. Ia merasa sangat tidak enak karena bukannya beristirahat atau mempersiapkan keberangkatanya, Seojin malah menemuinya."Tidak masalah, aku tidak menggunakan mobil pribadi, jadi aku bisa sambil beristirahat di kereta. Aku ingin bertemu denganmu dan Yoonji."Selain itu, Seojin juga memiliki satu misi rahasia yang tidak boleh diketahui oleh Aera. "Ah, iya. Ini untukmu." Seojin memberikan sebuah paper bag berwarna putih.Aera dengan bingung menerimanya. "Aku heran, kenapa kau selalu melupakan hari ulang tahunmu? Apakah itu bukan hal yang penting?"Aera tersenyum getir, omelan Seojin mengingatkannya pada Sagar
“Jadi, company gathering kali ini akan ke Jeju?”Aera yang sedang menyuapi Yoonji hanya mengangguk sekilas. Ia tidak tahu apa yang membuat gadis yang telah menjadi tetangganya selama tiga tahun itu terlihat antusias.“Aku akan menjagakan Yoonji untukmu.”Gadis itu beringsut mendekati Aera yang masih tekun menyuapi Yoonji yang asik berceloteh sambil sesekali mengikuti gerakan kartun yang tertayang di televisi.“Tiga hari waktu yang lama, Jiwoo. Aku tidak pernah meninggakalan Yoonji selama itu.” “Aku akan mengosongkan jadwalku.”Aera mengembuskan napas. Ia sangat tidak mengerti dengan jalan pikiran Song Jiwoo. Bagaimana mungkin ia rela mengosongkan jadwal hanya untuk menjaga Yoonji. Apalagi Jiwoo bukanlah seorang gadis pengangguran.“Kak, ini kesempatan untukmu. Mungkin dengan mengikuti kegiatan ini, kakak bisa naik jabatan.”Aera berpikir sejenak. Tidak salah apa yang dikatakan oleh Jiwoo. Selama empat tahun ia bekerja, jabatannya hanya berubah dari pegawai magang menjadi pegawai tet
“Damn, Aera …”Pria itu menggeram tepat di bibir Aera yang menggelora sambil sedikit mendorong pinggulnya ke tubuh Aera.Aera bisa merasakan gairah pria itu dari balik pakaian mereka, dan itu saja sudah cukup membuatnya kewalahan. Walau begitu, ada jutaan kupu-kupu memenuhi dan menggelitik rongga perutnya.Wanita itu telah lama menantikan momen seperti ini setelah sekian lama. Setelah perasaan itu mendingin beberapa bulan terakhir, ini adalah kesempatannya. Sekali lagi, ia mencoba kembali merayu sang pria. Ia sengaja meningkatkan permainannya.“Cepat, Sagara…,” gumam Aera.Ciuman pelan dan menyiksa, berubah menjadi penuh gairah dan menuntut hingga semua sel dalam tubuh Aera melonjak seolah mengatakan bahwa inilah pasangannya yang sempurna.Kehangatan di pangkal pahanya berkumpul menjadi gairah panas yang menyiksa dan menggelora.Jemari lentik Aera turun menjelajahi dan meraba halus membuat erangan Sagara kembali terdengar. Sagara mengambil alih ciuman penuh lumatan itu setelah Aera be
“Saga, jawab aku. Apakah kau berselingkuh?”Sagara mengerutkan dahinya. Aera sempat melihat gurat panik, dan dengan cepat Sagara segera menutupinya. Aera tersenyum miring kemudian memberikan ponsel pria itu.“Siapa itu?” tanya Aera kemudian.“Ini bukanlah apa-apa. Bomi hanya salah satu klienku,” ucapnya setelah membaca pesan yang telah terbuka, lalu meletakkan begitu saja di meja. Sagara pun dengan tenangnya berjalan ke kulkas dan mengambil bir.Aera hanya mampu tersenyum sinis. “Aku baru tahu jika klien bisa langsung menghubungimu seperti itu. Bukankah seharusnya ia harus menghubungi Nona Park, sekeretarismu?”Sagara segera berbalik, dan menatap Aera.Namun, Aera justru semakin sinis mendengar pertanyaan Sagara. “Ah, bukankah kau harus segera pergi untuk menemuinya?” lanjut Aera lagi.Sagara mendudukkan diri di sebelah Aera. “Tidak. Aku akan tetap di sini. Bomi bukanlah siapa-siapa. Percaya padaku.”Aera bergeming. Sagara menggenggam tangan kanan Aera yang bebas. Namun, tetap mengaba
Semua impian dan juga harapannya runtuh seketika. Semuanya menghilang tanpa bekas seperti istana pasir yang lenyap tergelung ombak."Jangan menangis Aera. Dia tidak pantas untuk air matamu yang berharga," lirihnya menguatkan diri.Dengan sisa-sisa kekuatannya, Aera memutuskan untuk kembali ke rumah. Setelah membersihkan diri, Aera menuju dapur untuk memasak makan malamnya yang sudah sangat terlambat.Ia mencampurkan sosis dan sebungkus tteok atau kue beras ke dalam ramen. Setelah matang, ia membawa panci ramen yang masih mengepulkan asap dari kuah merah yang mendidih itu ke meja rendah di depan televisi.Aera memutar radio di aplikasi ponselnya. Beberapa hari ini ia sangat giat mendengarkan siaran dari salah satu saluran. Terkadang Aera suka mendengarkan siaran tersebut kala sedang lembur atau tidak bisa tidur."Rasa tidak ikhlas menerima kenyataan ketika kita ditinggalkan adalah pengalaman yang mungkin sebagian orang pernah merasakan. Beragam emosi akan keluar. Entah itu marah, sedih
Aera mengerjapkan matanya pelan. Aroma karbol yang kuat membuatnya mendesah. Walau belum sadar sempurna, tetapi ia dapat mengetahui di mana keberadaannya saat ini.Ada sedikit nyeri di bagian belakang kepalanya. Ia yakin, bahwa kepalanya terbentur cukup keras sebelum dirinya kehilangan kesadaran. Lengan kirinya terasa berdenyut saat ia mencoba mengangkat tangannya. Sebuah selang infus terpasang sempurna yang membuatnya meringis.“Kau sudah sadar?”Secara otomatis ia menghadap pintu masuk. Seorang pria berjubah putih mendekatinya. Itu wajah yang familiar, yang sudah lama tidak ia lihat karena kesibukan.“Menurutmu? Apakah aku terlihat sedang sekarat saat ini?” jawab Aera kepadanya sambil kembali memejamkan mata.“Sepertinya kau sudah membaik. Aku akan mengijinkanmu untuk pulang,” seloroh pria itu lagi sambil dengan cermat memperhatikan laju cairan infus. “Apa yang kau rasakan sekarang?”“Badanku seperti babak belur. Seluruh tubuhku terasa nyeri.”Pria itu mengangguk. “Sebentar,” ucapny
“Jadi, company gathering kali ini akan ke Jeju?”Aera yang sedang menyuapi Yoonji hanya mengangguk sekilas. Ia tidak tahu apa yang membuat gadis yang telah menjadi tetangganya selama tiga tahun itu terlihat antusias.“Aku akan menjagakan Yoonji untukmu.”Gadis itu beringsut mendekati Aera yang masih tekun menyuapi Yoonji yang asik berceloteh sambil sesekali mengikuti gerakan kartun yang tertayang di televisi.“Tiga hari waktu yang lama, Jiwoo. Aku tidak pernah meninggakalan Yoonji selama itu.” “Aku akan mengosongkan jadwalku.”Aera mengembuskan napas. Ia sangat tidak mengerti dengan jalan pikiran Song Jiwoo. Bagaimana mungkin ia rela mengosongkan jadwal hanya untuk menjaga Yoonji. Apalagi Jiwoo bukanlah seorang gadis pengangguran.“Kak, ini kesempatan untukmu. Mungkin dengan mengikuti kegiatan ini, kakak bisa naik jabatan.”Aera berpikir sejenak. Tidak salah apa yang dikatakan oleh Jiwoo. Selama empat tahun ia bekerja, jabatannya hanya berubah dari pegawai magang menjadi pegawai tet
"Jadi, lusa kakak akan berangkat ke Amerika?" tanya Aera setelah meletakkan cangkir kopi di atas meja dan duduk di sofa.Seojin yang sedang asik bermain dengan Yoonji hanya mengangguk. Seojin kemudian membawa Yoonji dalam gendongannya ketika gadis kecil itu terlihat merengek bosan dengan mainannya."Seharusnya Kak Seojin bisa meneleponku saja. Tidak perlu jauh-jauh kemari," ucap Aera. Ia merasa sangat tidak enak karena bukannya beristirahat atau mempersiapkan keberangkatanya, Seojin malah menemuinya."Tidak masalah, aku tidak menggunakan mobil pribadi, jadi aku bisa sambil beristirahat di kereta. Aku ingin bertemu denganmu dan Yoonji."Selain itu, Seojin juga memiliki satu misi rahasia yang tidak boleh diketahui oleh Aera. "Ah, iya. Ini untukmu." Seojin memberikan sebuah paper bag berwarna putih.Aera dengan bingung menerimanya. "Aku heran, kenapa kau selalu melupakan hari ulang tahunmu? Apakah itu bukan hal yang penting?"Aera tersenyum getir, omelan Seojin mengingatkannya pada Sagar
Tiga Tahun Kemudian. "Yoonji-ya, hari ini baik-baik ya sama Jiwoo imo. Mama janji akan pulang cepat." Aera mengecup kedua pipi balita yang berada di gendongan seorang wanita. Balita itu hanya tertawa sambil bertepuk tangan, seakan mengatakan bahwa ia akan menjadi anak yang baik hari ini. "Jangan khawatir. Nikmati saja acaramu. Ini kali pertama kau mengikutinya, bersenang-senanglah. Karena aku dan Yoonji juga akan bersenang-senang hari ini," ujar wanita itu meyakinkan Aera. "Terima kasih banyak, unnie. Aku titip Yoonji, semua kebutuhannya sudah aku siapkan disini," ucap Aera sambil menyerahkan sebuah tas yang berisi susu dan segala kebutuhan Yoonji. Karena company gathering tahun ini tidak menginap, Aera akhirnya memutuskan untuk ikut. Walaupun awalnya Aera mempertimbangkan untuk kembali absen, Jiwoo berhasil membujuknya dengan mengajukan diri untuk mengasuh Yoonji. Pasalnya Aera selalu absen di kegiatan company gathering dengan beralasan mengurus Yoonji. "Hubungan di tempat kerja
Aera menggeret kopernya memasuki sebuah apartemen sederhana yang telah disiapkan untuknya. Ia merebahkan dirinya di atas kasur yang terbalut seprai berwarna mint. Mencoba memejamkan matanya. Ia terlalu lelah, berharap hari ini dapat segera berakhir. Bahkan air matanya sudah mengering. Perjalanan Seoul-Jeonju yang selama empat jam ia habiskan di bus sedikit menghibur dirinya. Aera bangkit dan menyibak tirainya, langit senja terlihat indah dengan beberapa kawanan burung yang terbang kembali pulang. "Bahkan mereka memiliki rumah untuk kembali pulang," lirihnya. "Mama mengambil keputusan yang benar kan? Kita berdua bisa melewatinya bersama." Aera mengelus perutnya dengan lembut. Sumber kekuatannya saat ini. Ia tidak boleh mengorbankan anaknya yang tidak tahu apapun. Karenaa ia sadar, bahwa yang ia miliki hanya ini adalah janin yang berada dalam kandungannya. Perjalanannya akan sedikit lebih berat mulai saat ini. “Mama akan sekuat tenaga untuk tidak membiarkanmu kesusahan,” gumamnya
Aera mengerjapkan matanya pelan. Aroma karbol yang kuat membuatnya mendesah. Walau belum sadar sempurna, tetapi ia dapat mengetahui di mana keberadaannya saat ini.Ada sedikit nyeri di bagian belakang kepalanya. Ia yakin, bahwa kepalanya terbentur cukup keras sebelum dirinya kehilangan kesadaran. Lengan kirinya terasa berdenyut saat ia mencoba mengangkat tangannya. Sebuah selang infus terpasang sempurna yang membuatnya meringis.“Kau sudah sadar?”Secara otomatis ia menghadap pintu masuk. Seorang pria berjubah putih mendekatinya. Itu wajah yang familiar, yang sudah lama tidak ia lihat karena kesibukan.“Menurutmu? Apakah aku terlihat sedang sekarat saat ini?” jawab Aera kepadanya sambil kembali memejamkan mata.“Sepertinya kau sudah membaik. Aku akan mengijinkanmu untuk pulang,” seloroh pria itu lagi sambil dengan cermat memperhatikan laju cairan infus. “Apa yang kau rasakan sekarang?”“Badanku seperti babak belur. Seluruh tubuhku terasa nyeri.”Pria itu mengangguk. “Sebentar,” ucapny
Semua impian dan juga harapannya runtuh seketika. Semuanya menghilang tanpa bekas seperti istana pasir yang lenyap tergelung ombak."Jangan menangis Aera. Dia tidak pantas untuk air matamu yang berharga," lirihnya menguatkan diri.Dengan sisa-sisa kekuatannya, Aera memutuskan untuk kembali ke rumah. Setelah membersihkan diri, Aera menuju dapur untuk memasak makan malamnya yang sudah sangat terlambat.Ia mencampurkan sosis dan sebungkus tteok atau kue beras ke dalam ramen. Setelah matang, ia membawa panci ramen yang masih mengepulkan asap dari kuah merah yang mendidih itu ke meja rendah di depan televisi.Aera memutar radio di aplikasi ponselnya. Beberapa hari ini ia sangat giat mendengarkan siaran dari salah satu saluran. Terkadang Aera suka mendengarkan siaran tersebut kala sedang lembur atau tidak bisa tidur."Rasa tidak ikhlas menerima kenyataan ketika kita ditinggalkan adalah pengalaman yang mungkin sebagian orang pernah merasakan. Beragam emosi akan keluar. Entah itu marah, sedih
“Saga, jawab aku. Apakah kau berselingkuh?”Sagara mengerutkan dahinya. Aera sempat melihat gurat panik, dan dengan cepat Sagara segera menutupinya. Aera tersenyum miring kemudian memberikan ponsel pria itu.“Siapa itu?” tanya Aera kemudian.“Ini bukanlah apa-apa. Bomi hanya salah satu klienku,” ucapnya setelah membaca pesan yang telah terbuka, lalu meletakkan begitu saja di meja. Sagara pun dengan tenangnya berjalan ke kulkas dan mengambil bir.Aera hanya mampu tersenyum sinis. “Aku baru tahu jika klien bisa langsung menghubungimu seperti itu. Bukankah seharusnya ia harus menghubungi Nona Park, sekeretarismu?”Sagara segera berbalik, dan menatap Aera.Namun, Aera justru semakin sinis mendengar pertanyaan Sagara. “Ah, bukankah kau harus segera pergi untuk menemuinya?” lanjut Aera lagi.Sagara mendudukkan diri di sebelah Aera. “Tidak. Aku akan tetap di sini. Bomi bukanlah siapa-siapa. Percaya padaku.”Aera bergeming. Sagara menggenggam tangan kanan Aera yang bebas. Namun, tetap mengaba
“Damn, Aera …”Pria itu menggeram tepat di bibir Aera yang menggelora sambil sedikit mendorong pinggulnya ke tubuh Aera.Aera bisa merasakan gairah pria itu dari balik pakaian mereka, dan itu saja sudah cukup membuatnya kewalahan. Walau begitu, ada jutaan kupu-kupu memenuhi dan menggelitik rongga perutnya.Wanita itu telah lama menantikan momen seperti ini setelah sekian lama. Setelah perasaan itu mendingin beberapa bulan terakhir, ini adalah kesempatannya. Sekali lagi, ia mencoba kembali merayu sang pria. Ia sengaja meningkatkan permainannya.“Cepat, Sagara…,” gumam Aera.Ciuman pelan dan menyiksa, berubah menjadi penuh gairah dan menuntut hingga semua sel dalam tubuh Aera melonjak seolah mengatakan bahwa inilah pasangannya yang sempurna.Kehangatan di pangkal pahanya berkumpul menjadi gairah panas yang menyiksa dan menggelora.Jemari lentik Aera turun menjelajahi dan meraba halus membuat erangan Sagara kembali terdengar. Sagara mengambil alih ciuman penuh lumatan itu setelah Aera be