Tiga Tahun Kemudian.
"Yoonji-ya, hari ini baik-baik ya sama Jiwoo imo. Mama janji akan pulang cepat." Aera mengecup kedua pipi balita yang berada di gendongan seorang wanita. Balita itu hanya tertawa sambil bertepuk tangan, seakan mengatakan bahwa ia akan menjadi anak yang baik hari ini.
"Jangan khawatir. Nikmati saja acaramu. Ini kali pertama kau mengikutinya, bersenang-senanglah. Karena aku dan Yoonji juga akan bersenang-senang hari ini," ujar wanita itu meyakinkan Aera.
"Terima kasih banyak, unnie. Aku titip Yoonji, semua kebutuhannya sudah aku siapkan disini," ucap Aera sambil menyerahkan sebuah tas yang berisi susu dan segala kebutuhan Yoonji.
Karena company gathering tahun ini tidak menginap, Aera akhirnya memutuskan untuk ikut. Walaupun awalnya Aera mempertimbangkan untuk kembali absen, Jiwoo berhasil membujuknya dengan mengajukan diri untuk mengasuh Yoonji. Pasalnya Aera selalu absen di kegiatan company gathering dengan beralasan mengurus Yoonji.
"Hubungan di tempat kerja akan berpengaruh untuk perkembangan karirmu ke depannya. Kau masih perlu pekerjaan ini bukan?"
Ucapan Jiwoo tidaklah salah. Ia masih perlu pekerjaan ini untuk menghidupi dirinya dan Yoonji. Walaupun Seojin selalu membujuknya untuk meminta pertanggung jawaban Sagara, Aera sama sekali tidak sudi.
Ia masih bisa menghidupi mereka berdua. Ia berhasil bertahan dari waktu krisisnya kemarin. Walaupun luka itu belum sepenuhnya kering dan sembuh, tetapi setiap mendengar celotehan Yoonji ataupun wajah teduh anaknya ketika pulas tertidur menjadi penyemangat bagi Aera. Pikirannya akan teralihkan oleh kesibukannya di kantor dan juga di rumah disaat ia mengasuh Yoonji.
Tahun lalu, Aera berhasil diterima sebagai salah satu pegawai tetap di perusahaan bidang pariwisata setelah satu tahun magang. Kota Jeonju memiliki banyak destinasi wisata yang menyebabkan sektor pariwisata berkembang dengan cepat.
Tahun ini, perusahaan tempatnya bekerja, Jeon Company bermaksud membangun sebuah hotel bergaya tradisional, Aera direkrut menjadi salah satu tim perencanaan keuangan yang membuatnya lebih sibuk. Sehingga ia lebih sering menitipkan Yoonji pada Jiwoo ataupun pusat penitipan anak.
"Hari ini anak bungsu Jeon sajangnim akan mengambil alih sebagai ketua perencanaan."
Aera hanya mengangguk mendengar Sera yang bersemangat bercerita. Gadis yang terpaut dua tahun lebih muda darinya itu suka sekali berceloteh, memenuhi setiap sudut ruangan dengan suaranya yang sedikit cempreng.
Gadis itu juga terkenal sebagai sumber berita terakurat di kantor, apapun berita yang keluar dari birai merah muda itu selalu berhasil menarik perhatian orang dan membuat mereka mempercayainya.
"Bukankah kau bilang saat itu kalau putra bungsu Jeon sajangnim adalah seorang arsitek?" tanya Seulbi kemudian memasukkan kembali telur rebus yang sudah ia kupas ke dalam kotak setelah Aera menolaknya.
Sera mengangguk sebelum mencomot satu telur rebus di pangkuan Seulbi. "Ia bergabung sebagai ketua perencanaan sekaligus arsitek yang bertanggung jawab untuk pembangunan Shilla Hotel."
Aera hanya mendengarkan obrolan kedua temannya, menikmati pemandangan sepanjang perjalanan mereka menuju taman Deokjin tempat dimana company gathering mereka dilaksanakan.
Bunga sakura mulai terlihat bemekaran. Tak terasa sudah tiga kali musim semi dilaluinya tanpa tahu apapun kabar mengenai Taehyung. Walaupun ia tahu, Seojin tidak jarang sengaja memancingnya untuk bertanya.
Ia memeriksa ponselnya ketika ia merasakan benda pipih itu bergetar. Senyumnya terkembang ketika melihat potret Yoonji yang dikirimkan oleh Jiwoo.
"Aigoo, manisnya Yoonji."
Celetukkan Sera mengagetkaan Aera, gadis itu memang memiliki kebiasaan mengintip ponsel orang lain. "Aku sudah lama tidak bertemu dengan gadis kecil itu. Kapan-kapan aku akan main ke rumah ya, unnie?" tanya Sera dengan mata yang berbinar.
Aera hanya tersenyum dan mengangguk. Sera sangat menyukai anak kecil, Yoonji juga sangat menyukai Sera. Aera memang tidak menutupi keberadaan Yoonji dari lingkungan sosialnya. Ia akan senang hati memperkenalkan Yoonji dengan bangga kepada semua orang yang ia kenal.
"Aku juga sangat ingin bertemu dengan Yoonji. Kata Sera ia tidak mirip denganmu sama sekali," ucap Seulbi yang mendapat hadiah sebuah tepukan keras di pahanya oleh Sera.
Aera hanya tertawa sumbang. Sera tidak salah. Yoonji sangat mirip dengan Sagara. Mata, bibir, hingga tulang hidung yang tinggi pun semuanya adalah warisan Sagara. Aera sudah dapat menebak bagaimana gen dominan seorang Sagara akan mendominasi putri mereka.
Aera hanya mewariskan rambut putrinya yang berwarna kecokelatan dan sedikit bergelombang sama seperti miliknya. Jika orang itu sudah mengenal Sagara maka ia akan menebak dengan mudah bahwa Yoonji itu adalah anaknya.
"Ikutlah dengan Sera akhir pekan nanti," ucap Aera kalem tepat sebelum bus mereka berhenti dan pemandu mereka meminta untuk turun dari bus.
"Jadi, lusa kakak akan berangkat ke Amerika?" tanya Aera setelah meletakkan cangkir kopi di atas meja dan duduk di sofa.Seojin yang sedang asik bermain dengan Yoonji hanya mengangguk. Seojin kemudian membawa Yoonji dalam gendongannya ketika gadis kecil itu terlihat merengek bosan dengan mainannya."Seharusnya Kak Seojin bisa meneleponku saja. Tidak perlu jauh-jauh kemari," ucap Aera. Ia merasa sangat tidak enak karena bukannya beristirahat atau mempersiapkan keberangkatanya, Seojin malah menemuinya."Tidak masalah, aku tidak menggunakan mobil pribadi, jadi aku bisa sambil beristirahat di kereta. Aku ingin bertemu denganmu dan Yoonji."Selain itu, Seojin juga memiliki satu misi rahasia yang tidak boleh diketahui oleh Aera. "Ah, iya. Ini untukmu." Seojin memberikan sebuah paper bag berwarna putih.Aera dengan bingung menerimanya. "Aku heran, kenapa kau selalu melupakan hari ulang tahunmu? Apakah itu bukan hal yang penting?"Aera tersenyum getir, omelan Seojin mengingatkannya pada Sagar
“Jadi, company gathering kali ini akan ke Jeju?”Aera yang sedang menyuapi Yoonji hanya mengangguk sekilas. Ia tidak tahu apa yang membuat gadis yang telah menjadi tetangganya selama tiga tahun itu terlihat antusias.“Aku akan menjagakan Yoonji untukmu.”Gadis itu beringsut mendekati Aera yang masih tekun menyuapi Yoonji yang asik berceloteh sambil sesekali mengikuti gerakan kartun yang tertayang di televisi.“Tiga hari waktu yang lama, Jiwoo. Aku tidak pernah meninggakalan Yoonji selama itu.” “Aku akan mengosongkan jadwalku.”Aera mengembuskan napas. Ia sangat tidak mengerti dengan jalan pikiran Song Jiwoo. Bagaimana mungkin ia rela mengosongkan jadwal hanya untuk menjaga Yoonji. Apalagi Jiwoo bukanlah seorang gadis pengangguran.“Kak, ini kesempatan untukmu. Mungkin dengan mengikuti kegiatan ini, kakak bisa naik jabatan.”Aera berpikir sejenak. Tidak salah apa yang dikatakan oleh Jiwoo. Selama empat tahun ia bekerja, jabatannya hanya berubah dari pegawai magang menjadi pegawai tet
“Damn, Aera …”Pria itu menggeram tepat di bibir Aera yang menggelora sambil sedikit mendorong pinggulnya ke tubuh Aera.Aera bisa merasakan gairah pria itu dari balik pakaian mereka, dan itu saja sudah cukup membuatnya kewalahan. Walau begitu, ada jutaan kupu-kupu memenuhi dan menggelitik rongga perutnya.Wanita itu telah lama menantikan momen seperti ini setelah sekian lama. Setelah perasaan itu mendingin beberapa bulan terakhir, ini adalah kesempatannya. Sekali lagi, ia mencoba kembali merayu sang pria. Ia sengaja meningkatkan permainannya.“Cepat, Sagara…,” gumam Aera.Ciuman pelan dan menyiksa, berubah menjadi penuh gairah dan menuntut hingga semua sel dalam tubuh Aera melonjak seolah mengatakan bahwa inilah pasangannya yang sempurna.Kehangatan di pangkal pahanya berkumpul menjadi gairah panas yang menyiksa dan menggelora.Jemari lentik Aera turun menjelajahi dan meraba halus membuat erangan Sagara kembali terdengar. Sagara mengambil alih ciuman penuh lumatan itu setelah Aera be
“Saga, jawab aku. Apakah kau berselingkuh?”Sagara mengerutkan dahinya. Aera sempat melihat gurat panik, dan dengan cepat Sagara segera menutupinya. Aera tersenyum miring kemudian memberikan ponsel pria itu.“Siapa itu?” tanya Aera kemudian.“Ini bukanlah apa-apa. Bomi hanya salah satu klienku,” ucapnya setelah membaca pesan yang telah terbuka, lalu meletakkan begitu saja di meja. Sagara pun dengan tenangnya berjalan ke kulkas dan mengambil bir.Aera hanya mampu tersenyum sinis. “Aku baru tahu jika klien bisa langsung menghubungimu seperti itu. Bukankah seharusnya ia harus menghubungi Nona Park, sekeretarismu?”Sagara segera berbalik, dan menatap Aera.Namun, Aera justru semakin sinis mendengar pertanyaan Sagara. “Ah, bukankah kau harus segera pergi untuk menemuinya?” lanjut Aera lagi.Sagara mendudukkan diri di sebelah Aera. “Tidak. Aku akan tetap di sini. Bomi bukanlah siapa-siapa. Percaya padaku.”Aera bergeming. Sagara menggenggam tangan kanan Aera yang bebas. Namun, tetap mengaba
Semua impian dan juga harapannya runtuh seketika. Semuanya menghilang tanpa bekas seperti istana pasir yang lenyap tergelung ombak."Jangan menangis Aera. Dia tidak pantas untuk air matamu yang berharga," lirihnya menguatkan diri.Dengan sisa-sisa kekuatannya, Aera memutuskan untuk kembali ke rumah. Setelah membersihkan diri, Aera menuju dapur untuk memasak makan malamnya yang sudah sangat terlambat.Ia mencampurkan sosis dan sebungkus tteok atau kue beras ke dalam ramen. Setelah matang, ia membawa panci ramen yang masih mengepulkan asap dari kuah merah yang mendidih itu ke meja rendah di depan televisi.Aera memutar radio di aplikasi ponselnya. Beberapa hari ini ia sangat giat mendengarkan siaran dari salah satu saluran. Terkadang Aera suka mendengarkan siaran tersebut kala sedang lembur atau tidak bisa tidur."Rasa tidak ikhlas menerima kenyataan ketika kita ditinggalkan adalah pengalaman yang mungkin sebagian orang pernah merasakan. Beragam emosi akan keluar. Entah itu marah, sedih
Aera mengerjapkan matanya pelan. Aroma karbol yang kuat membuatnya mendesah. Walau belum sadar sempurna, tetapi ia dapat mengetahui di mana keberadaannya saat ini.Ada sedikit nyeri di bagian belakang kepalanya. Ia yakin, bahwa kepalanya terbentur cukup keras sebelum dirinya kehilangan kesadaran. Lengan kirinya terasa berdenyut saat ia mencoba mengangkat tangannya. Sebuah selang infus terpasang sempurna yang membuatnya meringis.“Kau sudah sadar?”Secara otomatis ia menghadap pintu masuk. Seorang pria berjubah putih mendekatinya. Itu wajah yang familiar, yang sudah lama tidak ia lihat karena kesibukan.“Menurutmu? Apakah aku terlihat sedang sekarat saat ini?” jawab Aera kepadanya sambil kembali memejamkan mata.“Sepertinya kau sudah membaik. Aku akan mengijinkanmu untuk pulang,” seloroh pria itu lagi sambil dengan cermat memperhatikan laju cairan infus. “Apa yang kau rasakan sekarang?”“Badanku seperti babak belur. Seluruh tubuhku terasa nyeri.”Pria itu mengangguk. “Sebentar,” ucapny
Aera menggeret kopernya memasuki sebuah apartemen sederhana yang telah disiapkan untuknya. Ia merebahkan dirinya di atas kasur yang terbalut seprai berwarna mint. Mencoba memejamkan matanya. Ia terlalu lelah, berharap hari ini dapat segera berakhir. Bahkan air matanya sudah mengering. Perjalanan Seoul-Jeonju yang selama empat jam ia habiskan di bus sedikit menghibur dirinya. Aera bangkit dan menyibak tirainya, langit senja terlihat indah dengan beberapa kawanan burung yang terbang kembali pulang. "Bahkan mereka memiliki rumah untuk kembali pulang," lirihnya. "Mama mengambil keputusan yang benar kan? Kita berdua bisa melewatinya bersama." Aera mengelus perutnya dengan lembut. Sumber kekuatannya saat ini. Ia tidak boleh mengorbankan anaknya yang tidak tahu apapun. Karenaa ia sadar, bahwa yang ia miliki hanya ini adalah janin yang berada dalam kandungannya. Perjalanannya akan sedikit lebih berat mulai saat ini. “Mama akan sekuat tenaga untuk tidak membiarkanmu kesusahan,” gumamnya
“Jadi, company gathering kali ini akan ke Jeju?”Aera yang sedang menyuapi Yoonji hanya mengangguk sekilas. Ia tidak tahu apa yang membuat gadis yang telah menjadi tetangganya selama tiga tahun itu terlihat antusias.“Aku akan menjagakan Yoonji untukmu.”Gadis itu beringsut mendekati Aera yang masih tekun menyuapi Yoonji yang asik berceloteh sambil sesekali mengikuti gerakan kartun yang tertayang di televisi.“Tiga hari waktu yang lama, Jiwoo. Aku tidak pernah meninggakalan Yoonji selama itu.” “Aku akan mengosongkan jadwalku.”Aera mengembuskan napas. Ia sangat tidak mengerti dengan jalan pikiran Song Jiwoo. Bagaimana mungkin ia rela mengosongkan jadwal hanya untuk menjaga Yoonji. Apalagi Jiwoo bukanlah seorang gadis pengangguran.“Kak, ini kesempatan untukmu. Mungkin dengan mengikuti kegiatan ini, kakak bisa naik jabatan.”Aera berpikir sejenak. Tidak salah apa yang dikatakan oleh Jiwoo. Selama empat tahun ia bekerja, jabatannya hanya berubah dari pegawai magang menjadi pegawai tet
"Jadi, lusa kakak akan berangkat ke Amerika?" tanya Aera setelah meletakkan cangkir kopi di atas meja dan duduk di sofa.Seojin yang sedang asik bermain dengan Yoonji hanya mengangguk. Seojin kemudian membawa Yoonji dalam gendongannya ketika gadis kecil itu terlihat merengek bosan dengan mainannya."Seharusnya Kak Seojin bisa meneleponku saja. Tidak perlu jauh-jauh kemari," ucap Aera. Ia merasa sangat tidak enak karena bukannya beristirahat atau mempersiapkan keberangkatanya, Seojin malah menemuinya."Tidak masalah, aku tidak menggunakan mobil pribadi, jadi aku bisa sambil beristirahat di kereta. Aku ingin bertemu denganmu dan Yoonji."Selain itu, Seojin juga memiliki satu misi rahasia yang tidak boleh diketahui oleh Aera. "Ah, iya. Ini untukmu." Seojin memberikan sebuah paper bag berwarna putih.Aera dengan bingung menerimanya. "Aku heran, kenapa kau selalu melupakan hari ulang tahunmu? Apakah itu bukan hal yang penting?"Aera tersenyum getir, omelan Seojin mengingatkannya pada Sagar
Tiga Tahun Kemudian. "Yoonji-ya, hari ini baik-baik ya sama Jiwoo imo. Mama janji akan pulang cepat." Aera mengecup kedua pipi balita yang berada di gendongan seorang wanita. Balita itu hanya tertawa sambil bertepuk tangan, seakan mengatakan bahwa ia akan menjadi anak yang baik hari ini. "Jangan khawatir. Nikmati saja acaramu. Ini kali pertama kau mengikutinya, bersenang-senanglah. Karena aku dan Yoonji juga akan bersenang-senang hari ini," ujar wanita itu meyakinkan Aera. "Terima kasih banyak, unnie. Aku titip Yoonji, semua kebutuhannya sudah aku siapkan disini," ucap Aera sambil menyerahkan sebuah tas yang berisi susu dan segala kebutuhan Yoonji. Karena company gathering tahun ini tidak menginap, Aera akhirnya memutuskan untuk ikut. Walaupun awalnya Aera mempertimbangkan untuk kembali absen, Jiwoo berhasil membujuknya dengan mengajukan diri untuk mengasuh Yoonji. Pasalnya Aera selalu absen di kegiatan company gathering dengan beralasan mengurus Yoonji. "Hubungan di tempat kerja
Aera menggeret kopernya memasuki sebuah apartemen sederhana yang telah disiapkan untuknya. Ia merebahkan dirinya di atas kasur yang terbalut seprai berwarna mint. Mencoba memejamkan matanya. Ia terlalu lelah, berharap hari ini dapat segera berakhir. Bahkan air matanya sudah mengering. Perjalanan Seoul-Jeonju yang selama empat jam ia habiskan di bus sedikit menghibur dirinya. Aera bangkit dan menyibak tirainya, langit senja terlihat indah dengan beberapa kawanan burung yang terbang kembali pulang. "Bahkan mereka memiliki rumah untuk kembali pulang," lirihnya. "Mama mengambil keputusan yang benar kan? Kita berdua bisa melewatinya bersama." Aera mengelus perutnya dengan lembut. Sumber kekuatannya saat ini. Ia tidak boleh mengorbankan anaknya yang tidak tahu apapun. Karenaa ia sadar, bahwa yang ia miliki hanya ini adalah janin yang berada dalam kandungannya. Perjalanannya akan sedikit lebih berat mulai saat ini. “Mama akan sekuat tenaga untuk tidak membiarkanmu kesusahan,” gumamnya
Aera mengerjapkan matanya pelan. Aroma karbol yang kuat membuatnya mendesah. Walau belum sadar sempurna, tetapi ia dapat mengetahui di mana keberadaannya saat ini.Ada sedikit nyeri di bagian belakang kepalanya. Ia yakin, bahwa kepalanya terbentur cukup keras sebelum dirinya kehilangan kesadaran. Lengan kirinya terasa berdenyut saat ia mencoba mengangkat tangannya. Sebuah selang infus terpasang sempurna yang membuatnya meringis.“Kau sudah sadar?”Secara otomatis ia menghadap pintu masuk. Seorang pria berjubah putih mendekatinya. Itu wajah yang familiar, yang sudah lama tidak ia lihat karena kesibukan.“Menurutmu? Apakah aku terlihat sedang sekarat saat ini?” jawab Aera kepadanya sambil kembali memejamkan mata.“Sepertinya kau sudah membaik. Aku akan mengijinkanmu untuk pulang,” seloroh pria itu lagi sambil dengan cermat memperhatikan laju cairan infus. “Apa yang kau rasakan sekarang?”“Badanku seperti babak belur. Seluruh tubuhku terasa nyeri.”Pria itu mengangguk. “Sebentar,” ucapny
Semua impian dan juga harapannya runtuh seketika. Semuanya menghilang tanpa bekas seperti istana pasir yang lenyap tergelung ombak."Jangan menangis Aera. Dia tidak pantas untuk air matamu yang berharga," lirihnya menguatkan diri.Dengan sisa-sisa kekuatannya, Aera memutuskan untuk kembali ke rumah. Setelah membersihkan diri, Aera menuju dapur untuk memasak makan malamnya yang sudah sangat terlambat.Ia mencampurkan sosis dan sebungkus tteok atau kue beras ke dalam ramen. Setelah matang, ia membawa panci ramen yang masih mengepulkan asap dari kuah merah yang mendidih itu ke meja rendah di depan televisi.Aera memutar radio di aplikasi ponselnya. Beberapa hari ini ia sangat giat mendengarkan siaran dari salah satu saluran. Terkadang Aera suka mendengarkan siaran tersebut kala sedang lembur atau tidak bisa tidur."Rasa tidak ikhlas menerima kenyataan ketika kita ditinggalkan adalah pengalaman yang mungkin sebagian orang pernah merasakan. Beragam emosi akan keluar. Entah itu marah, sedih
“Saga, jawab aku. Apakah kau berselingkuh?”Sagara mengerutkan dahinya. Aera sempat melihat gurat panik, dan dengan cepat Sagara segera menutupinya. Aera tersenyum miring kemudian memberikan ponsel pria itu.“Siapa itu?” tanya Aera kemudian.“Ini bukanlah apa-apa. Bomi hanya salah satu klienku,” ucapnya setelah membaca pesan yang telah terbuka, lalu meletakkan begitu saja di meja. Sagara pun dengan tenangnya berjalan ke kulkas dan mengambil bir.Aera hanya mampu tersenyum sinis. “Aku baru tahu jika klien bisa langsung menghubungimu seperti itu. Bukankah seharusnya ia harus menghubungi Nona Park, sekeretarismu?”Sagara segera berbalik, dan menatap Aera.Namun, Aera justru semakin sinis mendengar pertanyaan Sagara. “Ah, bukankah kau harus segera pergi untuk menemuinya?” lanjut Aera lagi.Sagara mendudukkan diri di sebelah Aera. “Tidak. Aku akan tetap di sini. Bomi bukanlah siapa-siapa. Percaya padaku.”Aera bergeming. Sagara menggenggam tangan kanan Aera yang bebas. Namun, tetap mengaba
“Damn, Aera …”Pria itu menggeram tepat di bibir Aera yang menggelora sambil sedikit mendorong pinggulnya ke tubuh Aera.Aera bisa merasakan gairah pria itu dari balik pakaian mereka, dan itu saja sudah cukup membuatnya kewalahan. Walau begitu, ada jutaan kupu-kupu memenuhi dan menggelitik rongga perutnya.Wanita itu telah lama menantikan momen seperti ini setelah sekian lama. Setelah perasaan itu mendingin beberapa bulan terakhir, ini adalah kesempatannya. Sekali lagi, ia mencoba kembali merayu sang pria. Ia sengaja meningkatkan permainannya.“Cepat, Sagara…,” gumam Aera.Ciuman pelan dan menyiksa, berubah menjadi penuh gairah dan menuntut hingga semua sel dalam tubuh Aera melonjak seolah mengatakan bahwa inilah pasangannya yang sempurna.Kehangatan di pangkal pahanya berkumpul menjadi gairah panas yang menyiksa dan menggelora.Jemari lentik Aera turun menjelajahi dan meraba halus membuat erangan Sagara kembali terdengar. Sagara mengambil alih ciuman penuh lumatan itu setelah Aera be