Semua yang ada di situ tegang ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Rick pada Lyoudra. Wajah Lyoudra merah, salah satu tangannya meraih bantal dan bantal itu ia lemparkan pada Rick dengan penuh emosi."Keluar kamu!! Enggak ada yang minta kamu buat ada di sini!!" teriaknya, dan itu membuat situasi ruang rawat inap jadi heboh.Laura berusaha untuk menahan sang kakak agar tidak mengamuk sementara Rick menghindari lemparan bantal dari Lyoudra lalu mengajak Mitha untuk keluar dari ruangan itu, namun, Mitha tidak mau beranjak karena masih khawatir dengan situasi di dalam."Kamu ngapain ada di sini? Biarin aja, enggak usah diurus lagi dia, entar juga dia mau kemo kok! Manja aja dia tuh! Caper sama ipar!" katanya pada Mitha sambil memberikan isyarat wanita itu untuk mengikutinya keluar dari ruangan Lyoudra. "Kamu yakin, dia mau dikemo abis ini?" "Kalau kagak mau ya, biarin aja, orang manja kayak dia, menyulitkan semua yang ada di sini, buat apa diurus!"Rick berlalu dari hadapan Mitha
Laura hanya mengelus dada. Berusaha untuk tidak terpancing perkataan kasar yang diucapkan oleh sang kakak. Sementara itu, para suster lekas meminta Lyoudra untuk mengikuti mereka ke ruang kemoterapi. Para suster itu menyakinkan pada Laura bahwa mereka akan melakukan yang terbaik untuk sang kakak meskipun Laura tidak ikut ke ruang kemoterapi lantaran sang kakak histeris seperti itu."Nak, ada apa? Maafkan Mama baru datang, banyak hal yang Mama urus di rumah, jadi baru bisa datang sekarang."Ibunya Laura yang baru datang terkejut melihat Laura terduduk sendiri di tepi tempat tidur sang kakak, dan kini tempat tidur itu kosong meskipun rupanya sangat berantakan."Enggak papa, Kak Lyoudra sudah dibawa untuk dikemo, semoga aja prosesnya berjalan dengan lancar, aku mau merapikan tempat tidurnya dulu baru ikut menyusul."Sambil bicara demikian, Laura segera merapikan tempat tidur sang kakak agar ibunya tidak tahu apa yang tadi terjadi di ruangan itu. Amukan Lyoudra yang benar-benar membuat i
"Aku sangat paham apa maksud Anda, tapi aku tidak mau membahas masalah seperti ini dengan Anda, Dokter Fani! Aku yang tahu diriku sendiri, kenapa Anda masih tidak percaya hingga menanyakan masalah itu satu persatu?!""Bukan tidak percaya, Riki! Terkadang, ada juga pasien yang tidak jujur dan mudah menyimpulkan sesuatu, jadi dokter perlu mengintrogasi ulang, kau jangan berpikiran buruk dulu, percayalah, ini demi kebaikan dirimu sendiri."Kenriki bangkit dari tempat duduknya, wajahnya merah dan penuh keringat, ini sangat jelas tertangkap mata sang psikiater. Namun, belum lagi wanita itu tahu apa yang akan dilakukan Kenriki, Fani dibuat terkejut karena Kenriki memberikan sejumlah uang padanya lalu berbalik dan melangkah pergi mencapai pintu ruangan tersebut sambil mengatakan bahwa ia tidak akan berkonsultasi dengan psikiater itu lagi. Kenriki mengabaikan teriakan sang psikiater yang memintanya berhenti, ia keluar dari ruangan itu dan menutup pintunya sedikit keras untuk menegaskan ia t
"Apa?""Aku bersedia....""Tidakkah kau berpikir kata-katamu itu seperti mengajakku untuk menidurimu?""Tapi, kita sudah menikah? Tidak ada yang salah, bukan?"Ada apa aku ini? Hanya karena tahu Kak Lyoudra suka padanya, kenapa aku jadi seperti ini? Terlalu berani bicara begini dengan dia? Wanita macam apa aku ini?Hati Laura mengutuk dirinya sendiri karena tidak menyangka, ia bisa bersikap demikian pada Kenriki padahal ia tidak pernah terpikir bisa bicara seperti itu pada seorang pria yang asing baginya. Dorongan perasaan cemburu kah? Karena tahu sang kakak menyukai Kenriki?"Lupakan. Aku tidak menyukaimu, jadi aku juga tidak mau menyentuhmu.""Bagaimana kau bisa sembuh kalau kau tidak mau menyentuhku?""Mungkin ketika nanti aku bisa mendapatkan perempuan yang bisa membuat aku jatuh cinta, aku bisa melakukan itu."Benar, dia tidak pernah menyukaimu, Laura, perempuan seperti kamu bukan tipe idaman pria seperti Kenriki, mungkin saja Lyoudra adalah perempuan idaman dia....Tiba-tiba sa
Sebenarnya, Laura juga sangat gugup saat melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan sama sekali pada seorang pria. Akan tetapi karena sudah terlanjur menjatuhkan harga diri untuk membantu, Laura pun tidak bisa mundur lagi sekarang.Perlahan, Laura membuat gerakan. Ingin mencium bibir sang suami dengan pengetahuannya tentang masalah itu yang sangat minim. Biarlah, Laura hanya ingin membantu sang suami, itu saja, sebab, jika tidak sekarang, kapan lagi ia memiliki waktu? Sementara durasi waktu pernikahan mereka lambat laun pasti berakhir.Sejengkal lagi bibir mereka bertemu, tiba-tiba saja, Kenriki mendorong tubuh sang istri hingga Laura tersungkur di atas tempat tidur dan Kenriki sendiri mundur dengan wajah yang merah, dan sekujur tubuh yang gemetar. Napas pria itu memburu.Seolah-olah, ada yang mengejar Kenriki hingga ia bisa demikian."Apa yang kau lakukan? Kau ingin melanggar perjanjian kontrak kita?!" tegas Kenriki dengan suara bergetar, antara marah, kaget, membara dan panik jadi s
"Itu bukan solusi yang baik, Riki, justru kau yang sekarang menikah dan istrimu berusaha untuk menyentuh, kau akan terbiasa dengan situasi itu, lalu perlahan-lahan, kau akan memulai, jadi kau tidak perlu mengakhiri, apa yang sudah kau lakukan sekarang mungkin bisa menjadi sumber kebahagiaanmu esok hari."Dokter Linda menanggapi ucapan Kenriki dengan wajah yang serius."Aku tidak yakin....""Karena tidak cinta?""Itu salah satunya, selain itu, keadaanku ini yang membuat aku tidak yakin.""Kalau kau selalu tidak yakin, maka kau tidak akan pernah sembuh, jadi berusahalah untuk yakin, kau harus meneriakkan kalimat aku bisa sembuh di dalam hatimu agar kau mendapatkan keyakinan itu."Kenriki mengusap wajahnya kembali, ia tidak merespon perkataan sang dokter karena ia tidak tahu apa yang harus ia katakan ketika ia sendiri tidak tahu bagaimana caranya untuk mengatasi kondisinya sekarang.Setelah kedatangan Kenriki waktu itu ke rumahnya, Dokter Linda menemui Fani sang psikiater secara khusus.
Laura terdiam ketika mendengar Mitha bicara demikian padanya. Hatinya sibuk dengan berbagai macam pertanyaan, benarkah sang suami mengalami pelecehan dari seseorang hingga membuat suaminya itu sulit untuk disentuh wanita? Atau...."Selain karena sindrom trauma, apakah ada kemungkinan lain yang dialaminya?""Tergantung gejala yang terlihat.""Misalnya, dia ... Tidak normal?""Penyuka sesama?""Bisakah itu terjadi?""Kemungkinan itu ada, tapi gejala yang kau katakan itu menunjukkan kalau dia menderita trauma yang parah, bukan karena fantasinya menyimpang."Laura menghela napas lega ketika mendengar kesimpulan yang diucapkan oleh Mitha. Terpenting adalah suaminya normal, jadi ia merasa memiliki harapan untuk membantu sang suami agar bisa lepas dari situasi yang membelitnya tersebut."Ohya, selamat ya, perkembangan Lyoudra kakakmu semakin baik, aku tidak tahu bagaimana cara menyampaikan hal ini padamu, karena di satu sisi ada sesuatu yang harus kau waspadai di sisi lain berita ini juga pa
"Apa?""Tidak mau?""Hukuman yang kau maksud itu apa?""Apa saja!""Tidak! Aku harus tahu jenis hukuman itu apa!""Tidak perlu berpikir terlalu jauh, hukuman yang aku maksud tidak akan menyakiti fisik, aku juga tidak akan melakukan tindakan kriminal, kau pikir aku tidak perlu menjaga nama baik?""Apakah itu akan tertulis di perjanjian?""Ya!"Laura terdiam.Aku pikir, dia tidak akan mengakhiri perjanjian awal kami setelah Kak Lyoudra sembuh, tapi ternyata dia justru sangat bersemangat, sepertinya memang hanya aku yang berpikir ingin mempertahankan pernikahan tidak jelas ini agar nanti bisa menjadi jelas....Hati Laura bicara demikian, dua telapak tangannya saling menggenggam sekarang, saling menautkan jari pertanda perempuan itu sedang berpikir keras untuk tawaran yang diberikan oleh Kenriki. "Kapan itu akan kau lakukan?""Setelah kakakmu keluar dari rumah sakit, maka semua tanggung jawab ku atasmu juga berakhir, kau tidak perlu khawatir, aku memberikan kompensasi untuk hal ini.""Ap
"Iya, kamu benar, aku juga berharap seperti itu, lagipula apa yang bisa kita takutkan? Anak ini anak kita, dites berapa kali juga tetap saja anak kita."Kenriki menarik napas lega mendengar ucapan sang istri, artinya istrinya tidak lagi merasa tertekan karena situasi yang baru saja mereka alami. Genggaman tangannya di telapak tangan istrinya semakin erat seolah menegaskan, ia tidak akan meninggalkan istrinya apapun keadaannya nanti di masa depan. "Aku tadi sedikit terkejut mendengar kata-kata kamu tadi pada Kak Lyoudra, seperti bukan kamu, tapi aku tahu kamu melakukan itu karena kamu ingin membuat kakakmu sadar sudah terlalu berlebihan pada kita."Kenriki bicara, dan Laura tersenyum tipis mendengarnya."Kamu juga, enggak seperti biasanya, merespon perkataan dia yang tadi, aku cuma mengimbangi, karena kurasa kamu sedang merencanakan sesuatu jadi aku hanya ikut saja meskipun aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu rencanakan.""Istri cerdas. Terima kasih, dan semoga saja itu membuat K
Telapak tangan Laura mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakak, jika tadi ia berniat untuk diam saja tanpa ingin ikut campur apa yang mungkin menjadi rencana Kenriki, sekarang, Laura sudah hilang kesabaran. Mungkin Kenriki yang merespon cemoohan kakaknya itu benar kakaknya memang harus sekali-kali dijawab dengan sombong agar perempuan itu juga bisa menghargai ia dan suaminya mulai sekarang."Untuk Kenriki, aku memang menanggalkan semua perasaan malu atau pasifku selama ini, Kak! Kalau aku tidak berinisiatif untuk menyentuhnya, dengan berbagai cara, aku tidak akan membuat dia bisa disentuh, mungkin selamanya dia tetap menjadi suami tak tersentuh, jadi untuk sebuah hal yang mendesak, aku memang tidak seperti Laura yang biasanya, tapi bukankah itu baik? Aku agresif pada suamiku sendiri!"Kenriki dan juga Lyoudra dibuat kaget ketika tiba-tiba saja, Laura bicara seperti itu pada Lyoudra. Apalagi Lyoudra, ia terlihat tidak hanya kaget, tapi juga merasa marah karena wajahnya jadi
"Kamu serius?" tanya Kenriki saat usai mendengar harapan sang istri.Laura mengangguk, dan Kenriki tersenyum melihat anggukan kepala istrinya."Kau tidak malu kalau ada yang bilang aku aneh karena aku yang seperti itu?" Kembali Kenriki melontarkan pertanyaan, dan Laura memeluk tubuh Kenriki yang masih polos seolah meyakinkan apa yang ia putuskan benar -benar sebuah harapan yang ia inginkan."Tapi, kalau aku ingin kamu seperti itu, aku pasti akan membuat kamu tersiksa, jadi semua aku kembalikan sama kamu, di luar dari pada itu tentu saja kamu yang sehat adalah sebuah harapan untukku, keinginan aku itu hanya sebuah keinginan bahwa aku tidak rela ada perempuan lain yang merebut kamu dariku."Laura bicara sambil memeluk suaminya, dan Kenriki balas memeluk sang istri sambil sesekali mengecup kening istrinya seolah menegaskan bahwa ia senang dengan apa yang diucapkan oleh Laura padanya."Sebenarnya, apa yang kamu harapkan itu pernah aku pikirkan sebelumnya....""Benarkah? Kau juga berharap
Kenriki gugup, hingga hal itu membuat dirinya langsung menangkap tangan istrinya lalu ia membalikkan tubuhnya ke arah sang istri. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya seperti orang bodoh dengan jantung yang berdebar kencang. Padahal, mereka sudah sering melakukan hal yang sangat intim namun tetap saja Kenriki seperti baru berdekatan dengan sang istri dengan perasaan dan hati yang tidak tenang, disertai debaran jantung yang juga tidak bisa membuat dirinya rileks."Melakukan tugas yang harus aku lakukan...."Laura menjawab dengan wajah yang merona, dan Kenriki geleng-geleng kepala mendengar hal itu. "Tidak perlu memaksakan diri, kamu tertekan dengan situasi sekarang yang tidak memungkinkan kita untuk -""Riki! Laura! Kalian di dalam?"Tiba-tiba saja, suara Tante Keisya terdengar, memotong ucapan Kenriki yang tadi sudah separuh kalimat. "Ya! Ada apa, Mi!" sahut Kenriki dengan suara sedikit terbata lantaran terkejut ibunya tiba-tiba berteriak. "Mami mau nyusul Papi dulu, ada yang harus k
"Soal apa itu?" tanya Kenriki dengan wajah yang terlihat tegang. Tidak ingin melihat istrinya khawatir seperti itu.Mendengar pertanyaan Kenriki, Laura bukannya langsung menjawab, perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah lain menghindari tatapan mata suaminya yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam karena khawatir dengan apa yang diucapkannya tadi."Sayang, kenapa tidak bicara? Kamu khawatir soal apa? Apakah karena obat itu, Erna menekan kamu?" tanya Kenriki lagi dan pertanyaan keduanya kini membuat Laura menatapnya sesaat dengan wajah yang terlihat sedikit salah tingkah. Membuat Kenriki semakin penasaran."Wajahmu merah, apakah yang kau khawatirkan itu bukan hal yang berbahaya tapi.....""Ah! Tidak! Aduh, gimana ya, ngomongnya, aku enggak tahu, apakah aku harus percaya atau tidak, tapi mungkin untuk masalah ini, kita bisa konsultasikan pada Dokter Linda kalau kita sudah punya uang.""Sampai harus konsultasi? Memangnya ada apa? Apa yang dikatakan Erna padamu?" Kenr
"Ya.""Kamu serius?""Serius, tapi, bukannya kamu sekarang enggak suka lagi sama aku? Percuma aja, kan? Lupakan aja.""Aku selalu suka sama kamu, Erna, meskipun kamu tidak menyukaiku karena di hatimu hanya ada Riki, tapi buat aku kamu tetap seseorang yang aku sukai.""Kenapa? Aku sudah banyak membuat kesalahan, aku bikin hidup Kenriki rusak, aku juga membuat perusahaan orang tuanya bangkrut, aku, ah! Kamu akan malu kalau kamu bersama dengan aku.""Asalkan kamu berubah, aku tidak akan malu, kamu sudah menyerahkan obat penawar itu pada Riki, artinya, kamu sudah berubah dan sadar kesalahan, sekarang, tiba waktunya kamu belajar melupakan dia, karena masih ada seseorang yang tulus untuk kamu."Erna bungkam. Perasaan dan hatinya bergejolak, rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sampai akhirnya...."Kalau begitu, apakah sekarang kita jadian?" tanya Erna sambil berpaling dan menatap wajah Sakti dengan sorot mata penuh arti."Asalkan kamu berjanji untuk merelakan Riki dengan Laura.
Keterkejutan Sakti membuat pria itu mendorong spontan Erna. Dan itu membuat tubuh Erna tersentak ke belakang. Ini membuat Erna memalingkan wajahnya sendiri karena merasa wajahnya memanas, dan ia khawatir wajahnya menjadi merah dan Sakti melihat hal itu.Erna tidak tahu, bahwa, kondisi wajahnya itu juga dialami oleh Sakti. Wajah Sakti juga merah dan saat ini pria itu juga sedang memalingkan wajahnya ke arah samping seperti halnya Erna. Untuk beberapa saat, mereka saling diam, sampai akhirnya, Sakti yang berdehem beberapa kali agar situasi canggung mereka bisa musnah."Kenapa kau melakukan itu?" Cara bicara Sakti berubah kembali menjadi memakai aku dan kamu meskipun tadi sudah tidak lagi walaupun Erna meminta hal itu dilakukannya. Erna berpaling mendengar pertanyaan tersebut, terutama karena Sakti jadi merubah cara bicaranya seperti yang tadi diinginkannya."Ternyata benar...."Jawaban yang diberikan oleh Erna tidak membuat Sakti puas, bahkan bingung apa yang sebenarnya dimaksud oleh
Sebuah mobil nyaris menabrak Erna hingga pemilik mobil itu menghentikan mobilnya secara mendadak. Bunyi decit ban beradu keras dengan aspal jalan terdengar memekakkan telinga tatkala mobil itu berusaha untuk mencegah kecelakaan terjadi. Mobil itu memang tidak menabrak Erna, namun cukup membuat pengemudi mobil shock karena insiden tersebut lalu ia segera keluar dari mobilnya untuk mendamprat Erna, karena berjalan tanpa melihat situasi kondisi.Akan tetapi, ketika ia keluar dan menghampiri Erna yang berdiri mematung seperti orang bodoh di tempatnya, pemilik mobil itu terkejut saat melihat siapa yang baru saja ingin ditabraknya."Erna!" katanya, sambil menarik tangan perempuan itu untuk menyingkir dari depan mobilnya.Erna mengangkat wajahnya, dan menatap pemilik mobil yang tidak lain adalah Sakti itu dengan senyum kecut terukir di bibirnya. "Kenapa enggak ditabrak sekalian? Aku nunggu, lho...."Mendengar apa yang diucapkan oleh Erna, Sakti semakin terkejut karena terlihat sekali Erna
Erna tersenyum kecut mendengar ancaman yang diucapkan oleh Laura padanya. Wajahnya tidak berubah sama sekali ekspresinya, meskipun sebenarnya wanita itu tidak suka mendengar apa yang diucapkan oleh Laura tadi padanya."Jadi, kau tetap kukuh mendukung Riki untuk tidak mau memilih salah satu tawaran yang aku berikan padanya?" tanya Erna beberapa saat kemudian."Ya.""Bagaimana kalau nanti resiko dari apa yang diputuskan Kenriki terjadi padanya, kau tidak bisa puas dengan dia secara batin karena dia sudah hilang keperkasaan, apakah kau akan meninggalkan dia?""Tidak, karena aku mencintai dia dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun, meskipun keadaan dia tidak lagi sempurna sebagai seorang pria, aku tetap tidak akan meninggalkannya.""Kau bisa bicara seperti itu karena belum merasakan berpuasa tanpa melakukan hubungan intim, Laura, aku yakin setelah itu juga kau tidak akan kuat menjalani semuanya, dan pernikahan kalian akan berantakan hingga membuat Kenriki terpuruk semakin dalam."