BRUKK!!Laura menubruk seorang pria berpakaian formal hingga tubuh mereka saling terjajar ke belakang. Namun, karena tubuh Laura tidak setinggi tubuh pria yang ditabraknya, Laura yang tersungkur di lantai koridor hotel dibandingkan pria yang ia tubruk tadi, yang hanya terjajar ke belakang.Tetapi meskipun Laura tidak membuat sang pria tersungkur karena tubuh mereka bertabrakan, pria itu menggerutu sambil membersihkan pakaiannya yang tadi beradu dengan tubuh Laura.Seolah-olah, Laura membawa wabah berbahaya hingga ia tidak mau wabah itu mengenai pakaian mahalnya.Di belakang Laura, terdengar derap langkah beberapa kaki, sadar orang yang mengejarnya sudah dekat, Laura segera bangkit meskipun lututnya terasa sakit karena terbentur keras dengan lantai koridor ketika ia tersungkur tadi. Namun, saat ia berusaha untuk tetap melangkah, suara jeritan terdengar di mulutnya membuat pria yang ditabraknya menatap ke arah dirinya antara kesal, dan prihatin.Sementara beberapa orang yang mengejar La
"Saya bukan ingin kurang ajar, saya hanya ingin membantu, Anda, Tuan."Terbata-bata, Laura bicara demikian, khawatir niat baiknya justru membuat pria yang menolongnya dari para bandit rentenir itu salah paham dan mengira ia kurang ajar. Untuk sesaat, pria berpakaian formal itu diam, seperti berusaha untuk mengatasi dirinya. Sampai akhirnya, ia berhasil dan berdiri dengan benar sambil mengusap wajahnya sesaat. "Ikut aku!" katanya dengan suara tegas meskipun tidak membentak."Saya?""Yang ber-utang denganku, kau, kan?""Ah, iya. Maaf, tapi ke mana?""Ikut saja!"Pria itu berbalik dan terpaksa Laura mengikuti. Meskipun langkahnya terseret, karena lututnya yang sakit lantaran terjatuh tadi membuat ia sulit untuk melangkah dengan baik, Laura patuh saja, berjalan di belakang pria itu seperti seorang pelayan yang mengikuti tuannya. Beberapa saat kemudian, pria itu menghentikan langkahnya di depan kamar. Hati Laura mulai tidak nyaman. Ia tidak nyaman jika melihat kamar adalah tempat tujua
"Apakah aku boleh bertanya?" Laura memberanikan diri untuk bicara di antara kebingungan hatinya sekarang."Tidak. Kau hanya boleh mengatakan ya, atau tidak, dan semua jawaban itu ada resikonya."Laura terdiam. Kedua telapak tangannya beradu, jemari tangannya saling bertaut. Gadis itu berpikir keras karena memang itu pilihan yang sulit. Namun, ia memang harus memilih karena pria bernama Kenriki itu sudah mengeluarkan uang banyak untuk membuat ia terbebas dari perbuatan rentenir tersebut.Jika tidak ada Kenriki, tentu sekarang dirinya?Membayangkan hal itu, sekujur tubuh Laura gemetar. Bukankah lebih baik menikah dengan pria ini? Toh, ada perjanjian pria itu tidak akan memberikan nafkah batin, artinya mereka tidak akan melakukan aktivitas intim layaknya suami istri dalam sebuah pernikahan, bukan?"Aku hanya ingin bertanya, kenapa kau menolongku, padahal kita tidak saling kenal, bukan bertanya kenapa tentang dirimu...."Dengan suara terbata, Laura kembali bicara setelah berpikir keras d
Wajah Laura merah kembali setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Kenriki. Bagaimana tidak? Sandiwara yang harus mereka mainkan saat sarapan pagi bersama adalah, mereka harus mesra di hadapan kedua orang tua Kenriki agar orang tua Kenriki tidak curiga dengan apa yang sudah mereka sepakati.Namun, Laura tidak punya daya untuk membantah, karena itu adalah sebagian dari tugasnya. "Jangan khawatir, setelah kita tinggal sendiri, kau tidak perlu terus berbohong di hadapan orang tuaku, untuk sekarang sampai beberapa hari, kau harus bersabar, jangan membuat masalah jika tidak mau aku menggandakan utang milikmu.""Menggandakan?""Atau, aku akan menyerahkanmu kembali pada rentenir yang mengejarmu itu?""Jangan!" sahut Laura cepat. "Bagus, jika begitu kau harusnya patuh dengan apa yang aku katakan, jangan membuat masalah."Laura hanya mengangguk. Seterusnya, ia sudah serius untuk melihat gambar-gambar yang diberikan oleh Kenriki untuk bisa dipilihnya.Sampai akhirnya, ia memilih satu buah ga
Suara Kenriki menggema di ruangan itu pertanda ada nada kemarahan tersirat dalam suara pria tersebut. Sekujur tubuh Laura seperti kaku seketika, untuk sesaat ia bahkan tidak bisa meraih apapun untuk menutupi tubuhnya yang hanya berbalut lingerie transparan dari sang ibu mertua. "Apa yang kau pikirkan? Kau ingin menggodaku dengan lingerie seperti itu? Wajahmu saja yang polos, tapi ternyata kau tipe wanita penggoda, sudahlah! Mungkin tidak ada gunanya kita teruskan sandiwara ini, kita akhiri saja, kau benar-benar tidak bisa dipercaya sama sekali!""Maafkan, saya, tolong jangan salah paham, saya-""Bicara saja kau masih belepotan! Aku sudah bilang, pakai aku, bukan saya, kau ini istri, bukan asisten rumah tangga di sini!"Kenriki masih saja mendamprat dan ia melemparkan selimut pada Laura agar tubuh perempuan itu tidak terlihat di matanya. Laura segera membelitkan selimut itu ke sekujur tubuhnya, ada perasaan lega yang ia rasakan ketika kini lingerie itu tidak lagi nampak di depan mat
Sambil bicara demikian, Kenriki melepaskan pegangan tangan Laura dari tubuhnya yang ingin memapahnya agar ia bisa berbaring di tempat tidur saja. Dorongan yang dilakukan oleh Kenriki begitu kuat sampai membuat tubuh Laura tersungkur. Celakanya, saat tersungkur kemeja yang dipakai Laura tersingkap hingga memperlihatkan bagian perut Laura yang langsung membuat Kenriki semakin berang. Pria itu berusaha untuk berdiri dengan benar karena memang sempat tertidur saat masih mengerjakan pekerjaannya.Ia tidak berniat untuk membantu Laura berdiri, meskipun sang istri tersungkur seperti itu akibat dorongan keras darinya."Baru saja beberapa saat yang lalu kamu berjanji untuk menjaga sikap, kau lagi- lagi melanggarnya! Kau memang tidak bisa dipercaya!"Tidak bisa dipercaya!Tidak bisa dipercaya!Tidak bisa dipercaya!Kalimat di ujung yang dikatakan Kenriki berulang-ulang di benak Laura. Rasanya membuat hati gadis itu sesak karena Laura paling tidak bisa dikatakan demikian lantaran selama ini ia
Panggilan Kenriki tidak dijawab. Hening. Seolah kamar itu tidak berpenghuni.Khawatir sang istri kenapa-kenapa, Kenriki langsung melangkah mencari sosok Laura. Tidak mungkin sang istri keluar kamar karena jika keluar pasti ia akan melihat sebab, ia tadi tepat di depan tangga turun.Laura pasti masih ada di kamar. Namun, Kenriki sedikit khawatir, bagaimana kalau sang istri nekat terjun ke bawah lewat balkon? Ia pasti dianggap bersalah oleh pihak kepolisian jika itu terjadi dan...Baru saja Kenriki ingin berlari mencapai balkon, gerakannya terhenti ketika melihat sesosok tubuh terbaring di lantai. Kenriki buru-buru menghampiri sosok tubuh yang ternyata sang istri. Apakah Laura jatuh dan pingsan?Ada pertanyaan seperti itu berkelebat di benak Kenriki, akan tetapi pikiran itu musnah seketika saat ia memeriksa kondisi tubuh Laura. Istrinya hanya tertidur. Laura terlihat sangat lelah, hingga ia tidur di lantai di bawah tempat tidur. Tidak berani tidur di atas tempat tidur karena khawatir
"Bi-bisa!""Katakan dengan tegas!!" kritik Kenriki tidak puas dengan ucapan Laura yang dinilainya tidak tegas."Ya, aku bisa!""Bagus, awas kalau sampai besok ibuku curiga, aku benar-benar akan memberikan hukuman buatmu."Laura bungkam. Ia sibuk berpikir bagaimana caranya agar ia bisa melewati esok hari di depan kedua mertuanya. Apakah ia bisa berakting dengan baik? Namun, jika ia tidak menuruti apa yang dikatakan Kenriki, itu juga bukan solusi yang baik. Laura tidak punya hak untuk membantah. Yang memiliki uang, yang bisa memberikan perintah, begitu peraturannya.***Pagi menjelang, setelah menunaikan shalat subuh, Laura tidak melihat Kenriki di kamar. Tadi malam ia tidur di atas tempat tidur, dan Kenriki di atas sofa. Ia tidak tahu apa yang terjadi setelah itu yang jelas, tadi malam ia tidak bisa tertidur dengan nyenyak meskipun sangat lelah karena banyak memikirkan hal yang harus ia katakan pada kedua mertuanya.Benar-benar ingin segera tinggal terpisah karena Laura tidak suka me
"Iya, kamu benar, aku juga berharap seperti itu, lagipula apa yang bisa kita takutkan? Anak ini anak kita, dites berapa kali juga tetap saja anak kita."Kenriki menarik napas lega mendengar ucapan sang istri, artinya istrinya tidak lagi merasa tertekan karena situasi yang baru saja mereka alami. Genggaman tangannya di telapak tangan istrinya semakin erat seolah menegaskan, ia tidak akan meninggalkan istrinya apapun keadaannya nanti di masa depan. "Aku tadi sedikit terkejut mendengar kata-kata kamu tadi pada Kak Lyoudra, seperti bukan kamu, tapi aku tahu kamu melakukan itu karena kamu ingin membuat kakakmu sadar sudah terlalu berlebihan pada kita."Kenriki bicara, dan Laura tersenyum tipis mendengarnya."Kamu juga, enggak seperti biasanya, merespon perkataan dia yang tadi, aku cuma mengimbangi, karena kurasa kamu sedang merencanakan sesuatu jadi aku hanya ikut saja meskipun aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu rencanakan.""Istri cerdas. Terima kasih, dan semoga saja itu membuat K
Telapak tangan Laura mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakak, jika tadi ia berniat untuk diam saja tanpa ingin ikut campur apa yang mungkin menjadi rencana Kenriki, sekarang, Laura sudah hilang kesabaran. Mungkin Kenriki yang merespon cemoohan kakaknya itu benar kakaknya memang harus sekali-kali dijawab dengan sombong agar perempuan itu juga bisa menghargai ia dan suaminya mulai sekarang."Untuk Kenriki, aku memang menanggalkan semua perasaan malu atau pasifku selama ini, Kak! Kalau aku tidak berinisiatif untuk menyentuhnya, dengan berbagai cara, aku tidak akan membuat dia bisa disentuh, mungkin selamanya dia tetap menjadi suami tak tersentuh, jadi untuk sebuah hal yang mendesak, aku memang tidak seperti Laura yang biasanya, tapi bukankah itu baik? Aku agresif pada suamiku sendiri!"Kenriki dan juga Lyoudra dibuat kaget ketika tiba-tiba saja, Laura bicara seperti itu pada Lyoudra. Apalagi Lyoudra, ia terlihat tidak hanya kaget, tapi juga merasa marah karena wajahnya jadi
"Kamu serius?" tanya Kenriki saat usai mendengar harapan sang istri.Laura mengangguk, dan Kenriki tersenyum melihat anggukan kepala istrinya."Kau tidak malu kalau ada yang bilang aku aneh karena aku yang seperti itu?" Kembali Kenriki melontarkan pertanyaan, dan Laura memeluk tubuh Kenriki yang masih polos seolah meyakinkan apa yang ia putuskan benar -benar sebuah harapan yang ia inginkan."Tapi, kalau aku ingin kamu seperti itu, aku pasti akan membuat kamu tersiksa, jadi semua aku kembalikan sama kamu, di luar dari pada itu tentu saja kamu yang sehat adalah sebuah harapan untukku, keinginan aku itu hanya sebuah keinginan bahwa aku tidak rela ada perempuan lain yang merebut kamu dariku."Laura bicara sambil memeluk suaminya, dan Kenriki balas memeluk sang istri sambil sesekali mengecup kening istrinya seolah menegaskan bahwa ia senang dengan apa yang diucapkan oleh Laura padanya."Sebenarnya, apa yang kamu harapkan itu pernah aku pikirkan sebelumnya....""Benarkah? Kau juga berharap
Kenriki gugup, hingga hal itu membuat dirinya langsung menangkap tangan istrinya lalu ia membalikkan tubuhnya ke arah sang istri. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya seperti orang bodoh dengan jantung yang berdebar kencang. Padahal, mereka sudah sering melakukan hal yang sangat intim namun tetap saja Kenriki seperti baru berdekatan dengan sang istri dengan perasaan dan hati yang tidak tenang, disertai debaran jantung yang juga tidak bisa membuat dirinya rileks."Melakukan tugas yang harus aku lakukan...."Laura menjawab dengan wajah yang merona, dan Kenriki geleng-geleng kepala mendengar hal itu. "Tidak perlu memaksakan diri, kamu tertekan dengan situasi sekarang yang tidak memungkinkan kita untuk -""Riki! Laura! Kalian di dalam?"Tiba-tiba saja, suara Tante Keisya terdengar, memotong ucapan Kenriki yang tadi sudah separuh kalimat. "Ya! Ada apa, Mi!" sahut Kenriki dengan suara sedikit terbata lantaran terkejut ibunya tiba-tiba berteriak. "Mami mau nyusul Papi dulu, ada yang harus k
"Soal apa itu?" tanya Kenriki dengan wajah yang terlihat tegang. Tidak ingin melihat istrinya khawatir seperti itu.Mendengar pertanyaan Kenriki, Laura bukannya langsung menjawab, perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah lain menghindari tatapan mata suaminya yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam karena khawatir dengan apa yang diucapkannya tadi."Sayang, kenapa tidak bicara? Kamu khawatir soal apa? Apakah karena obat itu, Erna menekan kamu?" tanya Kenriki lagi dan pertanyaan keduanya kini membuat Laura menatapnya sesaat dengan wajah yang terlihat sedikit salah tingkah. Membuat Kenriki semakin penasaran."Wajahmu merah, apakah yang kau khawatirkan itu bukan hal yang berbahaya tapi.....""Ah! Tidak! Aduh, gimana ya, ngomongnya, aku enggak tahu, apakah aku harus percaya atau tidak, tapi mungkin untuk masalah ini, kita bisa konsultasikan pada Dokter Linda kalau kita sudah punya uang.""Sampai harus konsultasi? Memangnya ada apa? Apa yang dikatakan Erna padamu?" Kenr
"Ya.""Kamu serius?""Serius, tapi, bukannya kamu sekarang enggak suka lagi sama aku? Percuma aja, kan? Lupakan aja.""Aku selalu suka sama kamu, Erna, meskipun kamu tidak menyukaiku karena di hatimu hanya ada Riki, tapi buat aku kamu tetap seseorang yang aku sukai.""Kenapa? Aku sudah banyak membuat kesalahan, aku bikin hidup Kenriki rusak, aku juga membuat perusahaan orang tuanya bangkrut, aku, ah! Kamu akan malu kalau kamu bersama dengan aku.""Asalkan kamu berubah, aku tidak akan malu, kamu sudah menyerahkan obat penawar itu pada Riki, artinya, kamu sudah berubah dan sadar kesalahan, sekarang, tiba waktunya kamu belajar melupakan dia, karena masih ada seseorang yang tulus untuk kamu."Erna bungkam. Perasaan dan hatinya bergejolak, rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sampai akhirnya...."Kalau begitu, apakah sekarang kita jadian?" tanya Erna sambil berpaling dan menatap wajah Sakti dengan sorot mata penuh arti."Asalkan kamu berjanji untuk merelakan Riki dengan Laura.
Keterkejutan Sakti membuat pria itu mendorong spontan Erna. Dan itu membuat tubuh Erna tersentak ke belakang. Ini membuat Erna memalingkan wajahnya sendiri karena merasa wajahnya memanas, dan ia khawatir wajahnya menjadi merah dan Sakti melihat hal itu.Erna tidak tahu, bahwa, kondisi wajahnya itu juga dialami oleh Sakti. Wajah Sakti juga merah dan saat ini pria itu juga sedang memalingkan wajahnya ke arah samping seperti halnya Erna. Untuk beberapa saat, mereka saling diam, sampai akhirnya, Sakti yang berdehem beberapa kali agar situasi canggung mereka bisa musnah."Kenapa kau melakukan itu?" Cara bicara Sakti berubah kembali menjadi memakai aku dan kamu meskipun tadi sudah tidak lagi walaupun Erna meminta hal itu dilakukannya. Erna berpaling mendengar pertanyaan tersebut, terutama karena Sakti jadi merubah cara bicaranya seperti yang tadi diinginkannya."Ternyata benar...."Jawaban yang diberikan oleh Erna tidak membuat Sakti puas, bahkan bingung apa yang sebenarnya dimaksud oleh
Sebuah mobil nyaris menabrak Erna hingga pemilik mobil itu menghentikan mobilnya secara mendadak. Bunyi decit ban beradu keras dengan aspal jalan terdengar memekakkan telinga tatkala mobil itu berusaha untuk mencegah kecelakaan terjadi. Mobil itu memang tidak menabrak Erna, namun cukup membuat pengemudi mobil shock karena insiden tersebut lalu ia segera keluar dari mobilnya untuk mendamprat Erna, karena berjalan tanpa melihat situasi kondisi.Akan tetapi, ketika ia keluar dan menghampiri Erna yang berdiri mematung seperti orang bodoh di tempatnya, pemilik mobil itu terkejut saat melihat siapa yang baru saja ingin ditabraknya."Erna!" katanya, sambil menarik tangan perempuan itu untuk menyingkir dari depan mobilnya.Erna mengangkat wajahnya, dan menatap pemilik mobil yang tidak lain adalah Sakti itu dengan senyum kecut terukir di bibirnya. "Kenapa enggak ditabrak sekalian? Aku nunggu, lho...."Mendengar apa yang diucapkan oleh Erna, Sakti semakin terkejut karena terlihat sekali Erna
Erna tersenyum kecut mendengar ancaman yang diucapkan oleh Laura padanya. Wajahnya tidak berubah sama sekali ekspresinya, meskipun sebenarnya wanita itu tidak suka mendengar apa yang diucapkan oleh Laura tadi padanya."Jadi, kau tetap kukuh mendukung Riki untuk tidak mau memilih salah satu tawaran yang aku berikan padanya?" tanya Erna beberapa saat kemudian."Ya.""Bagaimana kalau nanti resiko dari apa yang diputuskan Kenriki terjadi padanya, kau tidak bisa puas dengan dia secara batin karena dia sudah hilang keperkasaan, apakah kau akan meninggalkan dia?""Tidak, karena aku mencintai dia dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun, meskipun keadaan dia tidak lagi sempurna sebagai seorang pria, aku tetap tidak akan meninggalkannya.""Kau bisa bicara seperti itu karena belum merasakan berpuasa tanpa melakukan hubungan intim, Laura, aku yakin setelah itu juga kau tidak akan kuat menjalani semuanya, dan pernikahan kalian akan berantakan hingga membuat Kenriki terpuruk semakin dalam."