Sambil bicara demikian, Kenriki melepaskan pegangan tangan Laura dari tubuhnya yang ingin memapahnya agar ia bisa berbaring di tempat tidur saja.
Dorongan yang dilakukan oleh Kenriki begitu kuat sampai membuat tubuh Laura tersungkur. Celakanya, saat tersungkur kemeja yang dipakai Laura tersingkap hingga memperlihatkan bagian perut Laura yang langsung membuat Kenriki semakin berang.Pria itu berusaha untuk berdiri dengan benar karena memang sempat tertidur saat masih mengerjakan pekerjaannya.Ia tidak berniat untuk membantu Laura berdiri, meskipun sang istri tersungkur seperti itu akibat dorongan keras darinya."Baru saja beberapa saat yang lalu kamu berjanji untuk menjaga sikap, kau lagi- lagi melanggarnya! Kau memang tidak bisa dipercaya!"Tidak bisa dipercaya!Tidak bisa dipercaya!Tidak bisa dipercaya!Kalimat di ujung yang dikatakan Kenriki berulang-ulang di benak Laura. Rasanya membuat hati gadis itu sesak karena Laura paling tidak bisa dikatakan demikian lantaran selama ini ia berusaha untuk menjaga sikap agar ia tidak menjadi seseorang yang tidak amanah.Ayah dan ibunya selalu menerapkan nasihat, bahwa manusia itu harus bisa memegang kata-kata. Karena jika itu bisa dilakukan, maka kepercayaan yang sulit didapatkan akan mudah diperoleh.Tetapi, baru beberapa hari dengan Kenriki, ia sudah beberapa kali dicap sebagai gadis yang tidak bisa memegang kata-kata.Ingin menyerah, tapi semua sudah terjadi, ia sudah bersedia menikah dengan pria itu, dan tidak mungkin juga ia menggantikan uang dua milyar milik Kenriki jika ia tidak mengalah saja.Perlahan, Laura bangkit, dan ia menahan sang suami dengan panggilannya ketika Kenriki berbalik dan ingin meninggalkan dirinya begitu saja dalam kemarahannya."Aku enggak bermaksud menyentuh kamu, Ken! Aku cuma mau memindahkan kamu ke atas tempat tidur, enggak ada maksud lain, kalau kamu tidur dengan posisi duduk seperti itu, kamu akan mengalami keram leher, itu enggak baik untuk kesehatan kamu!""Kamu tidak membaca peraturan yang aku buat? Jika di kamar ini, dalam keadaan apapun, kamu tidak boleh menyentuhku! Apapun, Laura, kau bisa membedakan kalimat itu, kan? Lagipula, aku sudah sering tertidur seperti tadi, nanti juga akan bangun sendiri, tidak perlu bantuanmu!"Setelah bicara demikian, Kenriki keluar dari kamar tersebut. Ia benar-benar tidak bisa satu kamar dengan seseorang yang sudah membuatnya marah.Laura menghela napas panjang. Lelah sekali rasanya ia sekarang. Apapun penjelasannya tidak akan membuat posisinya berubah menjadi seseorang yang benar.Yang tidak punya uang selalu kalah, itulah faktanya."Sabar, Laura, ini hanya sementara. Pernikahan ini hanya sementara, setelah semua dianggap lunas kamu akan bebas, minimal bertahan selama pengobatan Kak Lyoudra, tidak selamanya...."Laura mencoba menghibur diri, berusaha untuk melapangkan hatinya yang sesak karena selalu dianggap salah oleh Kenriki.Sementara itu, Kenriki yang sudah keluar dari kamar membiarkan dirinya di dalam gelap.Ia berdiri di tepi kolam yang ada di lantai bawah rumah orang tuanya. Kacau sekali pikirannya sekarang. Apakah keputusannya menikah dengan Laura itu sebuah keputusan yang salah?Faktanya, ia justru semakin merasa terganggu jika berdekatan perempuan itu walaupun ia percaya sebenarnya Laura tidak bermaksud untuk menyentuhnya.Sebuah pesan masuk ke ponselnya dan Kenriki segera memeriksanya.Dari Sakti sahabatnya.[Udah kagak perjaka lagi nih? Udah ronde ke berapa? Minimal kalo reuni sama yang lain, lu kagak lagi dikatai banci atau penyuka sesama, udah punya bini sekarang]Pesan dari Sakti membuat Kenriki jadi sebal kembali. Bayangan apa yang dilakukan Laura lagi-lagi berkelebat di benaknya, lalu perut wanita itu yang tersingkap karena ia dengan sadisnya mendorong dengan keras.Ronde apaan? Andai saja Sakti sekarang ada di dekatnya, ia pasti akan mencekik sahabatnya itu karena membahas sesuatu yang makin membuat otaknya penuh.Hanya karena ia masih perjaka, teman-temannya menganggap ia tidak normal, ditambah lagi ia tidak pernah berhubungan dengan wanita, semakin meluas-lah gosip tentang dirinya yang tidak normal hingga membuat sang ayah getol mendesak dirinya untuk cepat menikah.Demi perusahaan, Kenriki harus bisa menepis isu tidak sedap itu sampai akhirnya ia memilih Laura untuk menikah dengannya dalam satu perjanjian.Daripada ia menikah dengan perempuan anak teman bisnis ayahnya? Kenriki lebih percaya dengan pilihannya sendiri, akan tetapi ternyata semua justru membuat ia tidak senang.Laura terlalu polos sampai ia merasa mau gila menghadapi istrinya tersebut.Kenriki memilih tidak membalas pesan dari Sakti. Ia tidak mau membuat pikirannya yang sudah penuh menjadi semakin penuh."Lho, kenapa kamu ada di sini? Tidak di kamar? Mana istrimu?"Sebuah suara mengejutkan Kenriki, dan ia spontan membalikkan tubuhnya. Wajahnya berubah ketika ternyata ibunya sudah berada di belakangnya sambil menyalakan lampu hingga tempat itu jadi terang benderang."Ah, Laura sedang gugup, aku cuma memberinya kesempatan untuk sedikit rileks, jadi di sini dulu nanti masuk setelah ia sudah tenang."Kenriki menjelaskan, berusaha untuk mencari alasan yang tepat agar sang ibu tidak curiga ia keluar kamar karena sedang marah dengan sang istri.Sang ibu tersenyum penuh arti."Gugup ya? Berarti kalian sudah melakukan pemanasan? Ya, tadi Mami juga menengok dia sebentar, memang terlihat gugup, tapi itu wajar, berarti istrimu itu wanita baik-baik. Ken, kamu laki-laki, kalau istri sedang gugup jangan ditinggalkan, hibur dia, ayolah kembali ke kamar."Sambil bicara demikian, satu tangan sang ibu meraih lengan sang anak dan mendorong anaknya agar kembali naik ke lantai atas untuk ke kamar.Pemanasan apa? Otakku yang panas karena dia terlalu bodoh!Ucapan itu dikatakan Kenriki di dalam hati, tapi untuk menyuarakannya, jelas ia tidak bisa, sang ibu sepertinya mengira ia dan Laura sudah melakukan apa yang harus dilakukan pasangan pengantin baru di malam pertama.Itu sebabnya, perempuan itu memaksa Kenriki untuk kembali ke kamar.Karena tidak mau ibunya curiga, Kenriki menurut. Ia akhirnya melangkah menapaki anak tangga untuk kembali ke kamar, namun, suara ibunya membuat ia menghentikan langkah, Kenriki berpaling dan menatap sang ibu yang berdiri di ujung anak tangga pertama."Berikan cucu buat Mami segera, ya, Mami sudah tidak sabar menimang cucu."Ucapan sang ibu cukup membuat jantung Kenriki berhenti berdenyut. Cucu? Membayangkan saja Kenriki tidak sanggup.Namun, karena sedang berakting, pria itu hanya mengiyakan saja permintaan sang ibu.Membuat cucu tidak seperti membuat kue, kan? Perlu waktu yang panjang, Kenriki tidak perlu mencemaskan masalah itu, tinggal bicara belum diberi Tuhan saja kalau nanti sang ibu bertanya kenapa Laura tidak kunjung hamil. Begitu rencana Kenriki.Bagaimana bisa hamil? Kenriki sudah bertekad untuk tidak menyentuh istrinya itu sampai pada akhirnya pernikahan mereka mungkin usai karena Laura bosan dengan aturan yang ia buat. Yang penting mereka sudah saling menguntungkan, begitu pikir Kenriki.Ia meraih handle pintu, memutarnya dan mendorong. Kenriki masih melihat sekilas ibunya tetap berdiri di bawah untuk memastikan ia masuk kamar.Segera Kenriki menutup pintu. Tegang sekali jika sudah berada di luar kamar, keluhnya.Namun, kamar itu kosong. Tidak ada sosok Laura di manapun ia mengedarkan pandangannya. Hati Kenriki jadi was-was. Ke mana sang istri?"Laura, di mana kau?"Panggilan Kenriki tidak dijawab. Hening. Seolah kamar itu tidak berpenghuni.Khawatir sang istri kenapa-kenapa, Kenriki langsung melangkah mencari sosok Laura. Tidak mungkin sang istri keluar kamar karena jika keluar pasti ia akan melihat sebab, ia tadi tepat di depan tangga turun.Laura pasti masih ada di kamar. Namun, Kenriki sedikit khawatir, bagaimana kalau sang istri nekat terjun ke bawah lewat balkon? Ia pasti dianggap bersalah oleh pihak kepolisian jika itu terjadi dan...Baru saja Kenriki ingin berlari mencapai balkon, gerakannya terhenti ketika melihat sesosok tubuh terbaring di lantai. Kenriki buru-buru menghampiri sosok tubuh yang ternyata sang istri. Apakah Laura jatuh dan pingsan?Ada pertanyaan seperti itu berkelebat di benak Kenriki, akan tetapi pikiran itu musnah seketika saat ia memeriksa kondisi tubuh Laura. Istrinya hanya tertidur. Laura terlihat sangat lelah, hingga ia tidur di lantai di bawah tempat tidur. Tidak berani tidur di atas tempat tidur karena khawatir
"Bi-bisa!""Katakan dengan tegas!!" kritik Kenriki tidak puas dengan ucapan Laura yang dinilainya tidak tegas."Ya, aku bisa!""Bagus, awas kalau sampai besok ibuku curiga, aku benar-benar akan memberikan hukuman buatmu."Laura bungkam. Ia sibuk berpikir bagaimana caranya agar ia bisa melewati esok hari di depan kedua mertuanya. Apakah ia bisa berakting dengan baik? Namun, jika ia tidak menuruti apa yang dikatakan Kenriki, itu juga bukan solusi yang baik. Laura tidak punya hak untuk membantah. Yang memiliki uang, yang bisa memberikan perintah, begitu peraturannya.***Pagi menjelang, setelah menunaikan shalat subuh, Laura tidak melihat Kenriki di kamar. Tadi malam ia tidur di atas tempat tidur, dan Kenriki di atas sofa. Ia tidak tahu apa yang terjadi setelah itu yang jelas, tadi malam ia tidak bisa tertidur dengan nyenyak meskipun sangat lelah karena banyak memikirkan hal yang harus ia katakan pada kedua mertuanya.Benar-benar ingin segera tinggal terpisah karena Laura tidak suka me
Kenriki dan Laura saling melirik, rasanya mereka jadi tidak tahu harus bicara apa, ingin menolak, nanti terkesan terlalu kentara bahwa mereka hanya bersandiwara, bagaimana bisa?Alhasil, Kenriki menyerah. Ia mengabulkan keinginan sang orang tua untuk tinggal sementara di rumah mereka sampai mereka mendapatkan cucu. Tentu saja bagian mendapatkan cucu, tidak akan direalisasikan oleh Kenriki. Ia hanya mencoba untuk mencari cara apa yang harus ia lakukan untuk meyakinkan orang tuanya bahwa tinggal terpisah bukan cara mereka untuk menghindar tapi karena sebuah alasan yang bisa diterima akal sehat."Ken, kenapa menyetujui apa yang dikatakan mereka? Katanya kamu mau kita tinggal terpisah, aku enggak masalah kok tinggal di tempat kecil, asalkan terpisah, aku enggak enak kalau membohongi mereka terlalu banyak kalau tinggal di sini."Saat mereka kembali ke kamar, Laura langsung melancarkan aksi protesnya pada Kenriki karena ia menilai sang suami tidak melakukan apa yang dijanjikan.Kenriki menu
Mendengar apa yang diucapkan oleh Kenriki, Laura mati kutu, tidak bisa lagi berbuat banyak selain menurut saja. Toh, masih bisa berpakaian di kamar mandi. Lagipula, Kenriki benar, jika ia meminta sang suami keluar, entah apalagi yang akan dilakukan sang ibu mertua hingga membuat mereka terjebak situasi yang tidak nyaman.Beberapa saat kemudian, mereka berdua sudah siap. Setelah pamit dengan ibunya, Kenriki dan Laura akhirnya masuk ke dalam mobil milik Kenriki dan segera ke pusat perbelanjaan untuk membeli kebutuhan Laura.Karena sedang berada di tempat umum, Kenriki terpaksa bersikap seolah ia suami yang perhatian pada isteri. Padahal, ia sangat tertekan karena hal itu, tapi mau bagaimana lagi, daripada ada isu tidak sedap lagi mencuat, Kenriki mau tidak mau berusaha menahan rasa tertekannya ketika harus berdekatan dengan Laura. Setelah berbelanja, mereka kembali ke mobil. Selama mereka belanja, perubahan wajah Kenriki sebenarnya sangat kentara bagi Laura. Sesekali pria itu menyeka
"Istrimu tahu kondisimu, hingga ia berbesar hati untuk sabar menunggu kau sembuh dulu.""Menunggu aku sembuh?""Memangnya, kau tidak mau sembuh?""Aku ingin sembuh, tapi bukan berarti aku ingin menyentuh dia, aku tidak mencintai dia, pernikahan kami hanya sebuah alasan untuk saling menguntungkan saja, tidak ada perasaan yang terlibat.""Kau yakin?"Kenriki terdiam sejenak mendengar pertanyaan itu dilontarkan oleh sang dokter.Ingatannya terbentur pada apa yang dilakukan oleh Laura dan membuat hatinya tersentuh. Saat perempuan itu mempersiapkan pakaiannya, Kenriki yang selama ini hanya dilayani oleh ibunya justru merasakan ada sesuatu yang berbeda ketika menerima perlakuan sang istri padanya, namun ia yakin itu bukan perasaan cinta. "Aku yakin," jawab Kenriki pada akhirnya."Nanti juga cinta datang karena terbiasa, yang penting itu kau sembuh dulu, saranku coba ke psikiater, ceritakan semua yang kau ceritakan padaku, atau kau ingin aku merekomendasikan psikiater buatmu?""Apakah tidak
Laura mengawasi sang suami dan kakaknya bergantian hingga ia merasa kehadirannya tidak penting di antara mereka.Keluar kau, Laura! Biarkan aku berdua saja dengan suami gantengmu ini!Lyoudra bicara demikian di dalam hati, sambil melirik ke arah Laura setelah itu kembali menatap wajah Kenriki. Dalam sekejap, aku tidak suka dengan perempuan seperti kakak Laura ini, mirip dengan beberapa wanita yang pernah mendekatiku, tatapan matanya itu seperti ingin memakanku, aku tidak suka, kenapa mereka bersaudara tapi sangat jauh sekali perbedaannya?Hati Kenriki bicara demikian, sambil berusaha untuk tetap tenang meskipun kondisinya sekarang sangat sulit untuk diatasinya."Laura, boleh aku bicara berdua saja dengan adik ipar?" tanya Lyoudra membuyarkan lamunan Laura yang tidak tahu harus berbuat apa."Ah, baik!"Tanpa membantah, Laura langsung mengiyakan, ini membuat Kenriki kesal sang istri keluar tanpa perlawanan sama sekali. Namun apa daya, Laura justru berbalik dan meninggalkan ruangan itu
Sakti beringsut mendekati Kenriki dan berbisik di salah satu telinga pria itu. Wajah Kenriki merah mendengar bisikan yang dikatakan oleh Sakti.Seketika, sekujur tubuhnya gemetar, dan Kenriki bangkit lalu menjauh dari Sakti agar temannya itu tidak tahu apa yang sekarang terjadi padanya setelah mendengar apa yang dikatakan Sakti baru saja. Dalam sekejap, bayangan kejadian di masalalu berkelebat satu persatu di otak Kenriki dan itu membuat pria itu terhuyung sebelum mencapai kursi di belakang meja kerjanya. Melihat keadaan sahabatnya yang aneh, Sakti bergegas bangkit dan membantu Kenriki untuk duduk. "Lu sakit?" tanyanya pada Kenriki. "Kagak, cuma sedikit pusing.""Gue antar pulang?" tawar Sakti. "Kagak usah, sebentar juga sembuh, gue cuma mau sendirian dulu, bisa?""Lu yakin, kagak papa?" tanya Sakti masih khawatir dengan apa yang dialami oleh Kenriki. "Kagak papa, cuma kecapekan, ntar juga baik lagi."Setengah mati, Kenriki menyembunyikan apa yang ia rasakan sekarang pada sahaba
Laura hanya mengiyakan ketika Kenriki bicara demikian padanya sebelum mereka masuk ke ruangan pesta. Tidak bisa banyak membantah, toh, Laura juga tahu ia tidak punya kekuasaan seperti itu selain patuh. "Gandeng tanganku, tapi ingat jangan menyentuh telapak tangan atau permukaan kulitku, kau hanya boleh menyentuh permukaan pakaianku saja, tidak boleh yang lain!" tegas Kenriki lagi. Laura mengangguk kembali, dan perlahan ia melakukan apa yang diperintahkan oleh Kenriki padanya. Dadanya bergemuruh. Meskipun hanya menggandeng tangan Kenriki yang dilapisi oleh jas formal yang dipakai sang suami, Laura tetap tidak pernah melakukan hal itu pada siapapun. Laura tidak pernah berhubungan dengan pria, waktunya habis hanya untuk bekerja, karena itulah, menggandeng tangan pria sekarang ini adalah pengalaman keduanya selain saat resepsi pernikahan tempo hari. Debarannya masih sama, dan rasanya Laura tidak karuan sekarang ini meskipun hatinya selalu berkata bahwa ia harus bisa mengendalikan dir