"Munafik! Sok suci!" maki Erna pada Laura, dan Laura benar-benar nyaris membeku menerima perlakuan salah satu teman lama Kenriki itu padanya.Sakti yang melihat hal itu buru-buru menghampiri, namun Laura mundur ketika sahabat Kenriki itu mendekatinya agar ia bisa memastikan bahwa istri temannya itu tidak kenapa-kenapa."Ada apa ini?" Tiba-tiba saja, Kenriki sudah ada di antara mereka dan melihat keadaan sang istri, ia mengerutkan keningnya. Erna langsung menghampiri Kenriki dan meraih salah satu tangannya namun tangan itu langsung dihempaskan oleh Kenriki dengan kasar. Jika saja Sakti tidak langsung menangkap tubuhnya, Erna pasti akan tersungkur begitu saja di lantai pesta."Riki! Kasar banget kamu! Aku itu berniat baik sama istri kamu, dianya aja yang kampungan! Dia enggak mau minum alkohol tapi bicara kasar padaku, aku terpaksa menyiram dia karena aku tersinggung dengan ucapan dia!"Kata-kata lantang Erna membuat semua orang langsung memperhatikan mereka. Kenriki melepas jas yang
"Aku pernah bilang padamu, tidak perlu bertanya sesuatu yang kau tidak perlu tahu, masalah kondisiku, kau tidak perlu tahu, jangan mengalihkan pembicaraan!""Tapi, kita pasangan, aku istri kamu, aku perlu tahu apa yang terjadi pada suamiku!""Kau lupa? Kita bukan pasangan suami istri yang saling mencintai, jadi, kau tidak usah bersikap perhatian jika kita sedang berdua begini!"Astaga! Aku lupa, benar juga, aku bukan istri yang sesungguhnya, tentu saja aku tidak boleh terlalu ikut campur dengan kondisi pribadinya, tapi bagaimanapun, aku dan dia tinggal bersama, kalau dia kenapa-kenapa, yang ditanya pasti aku oleh orang tuanya, apa yang harus aku lakukan?Hati Laura menanggapi apa yang dikatakan oleh Kenriki tadi dengan nada suara sinisnya. Jemari tangannya saling bertaut pertanda ia bingung apa yang harus ia katakan sekarang pada sang suami."Maaf, aku bukannya ingin ikut campur dengan masalah kamu, Ken, memang, kita bukan pasangan suami istri yang sesungguhnya, tapi kita tetap sah se
Laura buru-buru bangkit dari duduknya dan mendekati Kenriki dengan wajah penuh kekhawatiran."Ken, kamu kenapa? Apa yang bisa aku lakukan?" tanyanya bertubi-tubi. "Menjauh!" kata Kenriki sambil mengibaskan satu tangannya pada Laura yang ingin mendekatinya."Tapi, kamu kenapa? Apa yang bisa aku bantu?" Karena Laura melihat sang suami mengkhawatirkan, Laura tidak mau patuh diminta pergi menjauh."Kau tidak mendengar? Aku minta kau menjauh, Laura menjauh! Keluar dulu dari kamar, atau masuk kamar mandi jangan keluar dari sana sebelum aku mengizinkan!!"Kenriki sampai berteriak ketika mengucapkan kata-kata itu pada sang isteri. Ini membuat Laura jadi bimbang. Apa benar ia harus pergi meninggalkan sang suami padahal kondisinya saja seperti itu?"Tunggu apa lagi! Pergi!" Bentakan yang diucapkan Kenriki mau tidak mau membuat Laura beranjak. Ia tidak keluar kamar karena khawatir ibu mertuanya terbangun, lalu keluar kamar dan melihatnya.Laura akan sulit mencari alasan jika itu terjadi, hing
Melihat hal itu, Laura bergegas berlari ke arah Kenriki, namun, langkahnya terhenti ketika Kenriki berteriak agar ia menghentikan gerakannya."Kau keluar tidak? Aku yang akan keluar jika kau tidak mau keluar sekarang juga!!" "Aku yang keluar! Please! Jangan melakukan hal yang tidak-tidak! Aku yang keluar! Tapi, kamu jangan mendekati balkon, ya?"Susah payah Laura membujuk sang suami agar suaminya itu tidak nekat untuk terjun melalui balkon. Bukankah itu yang akan dilakukan Kenriki atas ancaman bahwa ia akan keluar melalui balkon kamarnya? Terjun bebas ke bawah, dan Laura tidak mau dianggap sebagai pembunuh. Hingga ia akhirnya mengalah dan berjanji ingin keluar dari kamar asalkan Kenriki tidak nekat melakukan hal yang ia khawatirkan.Laura mundur perlahan, sambil melihat pergerakan sang suami apakah ketika ia mundur, suaminya juga akan diam di tempatnya tidak lagi mengancam untuk keluar dari kamar mereka. Saat melihat suaminya tidak bergerak ketika ia mundur, Laura yakin Kenriki ti
"Aku hanya memintamu keluar kamar, bukan keluar rumah, kau harus membedakan itu!""Bagaimana keadaan kamu?"Laura tidak menanggapi ucapan datar sang suami, ia justru melontarkan pertanyaan itu pada Kenriki. Kenriki memberikan isyarat untuknya agar bangkit dan masuk ke kamar mereka kembali. Khawatir, jika mereka terus di luar seperti itu, orang tuanya akan melihat.Laura menurut, ia langsung mengikuti sang suami untuk masuk ke kamar mereka kembali, dan mengunci pintunya.Wanita itu memperhatikan cara berjalan sang suami yang terlihat terhuyung. Rupanya Kenriki belum sepenuhnya pulih, hingga tidak bisa melangkah dengan tegap seperti biasanya."Kamu masih sakit?" tanya Laura karena pertanyaannya tadi diabaikan Kenriki."Aku tidak apa-apa.""Kau masih tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya kau alami padaku?""Kenapa aku harus mengatakannya padamu? Karena kau istri? Kita bukan pasangan yang sesungguhnya meskipun sah, alasanmu juga sudah aku jawab, kau tidak perlu mengkhawatirkannya lagi,
Mitha melihat ke arah jam tangannya sesaat ketika mendengar Laura bicara demikian, ketika ia merasa masih ada waktu sedikit, wanita berjilbab itu langsung mengiyakan apa yang diinginkan oleh Laura, dan akhirnya mereka ke tempat duduk yang ada di samping rumah sakit karena di sana lebih sepi dan baik untuk dijadikan tempat berbicara serius."Apa yang bisa aku bantu?" tanyanya setelah mereka duduk bersama di bangku tersebut."Maaf sebelumnya, aku sebenarnya tidak mau bicara soal ini pada orang lain karena suamiku sendiri merahasiakannya, tapi sebagai istri aku ingin mengetahui hal itu mungkin saja aku bisa membantunya, karena kamu bagian dari rumah sakit ini meskipun bukan dokter, tapi aku tahu peranmu di sini cukup penting bagi orang-orang yang memang butuh kamu tangani, aku minta maaf kalau salah dalam kesimpulan itu, tapi aku benar-benar ingin mengetahui ada apa sebenarnya dengan suamiku, itu aja.""Suami kamu mengkonsumsi obat penenang ini?""Entahlah, tapi aku menemukan obat itu di
Teriakan Lyoudra menggema di ruangan itu, bersamaan dengan pintu ruang rawat inap tersebut dibuka. Seseorang masuk ke dalam, diiringi oleh beberapa suster, dan, Lyoudra melotot galak seolah tidak mau didekati.Laura segera menghampiri perempuan yang baru masuk itu yang ternyata Mitha. Baru kali ini Mitha masuk ke ruang di mana kakaknya dirawat karena memang baru kali ini lah, Lyoudra mengamuk seperti sekarang."Maaf, kakakku enggak mau dikemo, aku sudah membujuknya tapi aku tidak berhasil."Mitha menghela napas mendengar apa yang diucapkan oleh Laura padanya. "Baiklah, aku akan coba membujuknya."Laura mempersilakan Mitha untuk mendekati tepi pembaringan Lyoudra, namun Lyoudra mengacungkan tangannya seolah memberikan isyarat pada Mitha agar wanita itu tidak mendekatinya.Mitha menghentikan langkahnya tidak jauh dari tepi pembaringan kakak Laura tersebut."Anda harus kemo hari ini, karena kalau tidak, kesempatannya tidak lagi sama meskipun nanti bisa dilakukan lain waktu.""Kamu siap
Semua yang ada di situ tegang ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Rick pada Lyoudra. Wajah Lyoudra merah, salah satu tangannya meraih bantal dan bantal itu ia lemparkan pada Rick dengan penuh emosi."Keluar kamu!! Enggak ada yang minta kamu buat ada di sini!!" teriaknya, dan itu membuat situasi ruang rawat inap jadi heboh.Laura berusaha untuk menahan sang kakak agar tidak mengamuk sementara Rick menghindari lemparan bantal dari Lyoudra lalu mengajak Mitha untuk keluar dari ruangan itu, namun, Mitha tidak mau beranjak karena masih khawatir dengan situasi di dalam."Kamu ngapain ada di sini? Biarin aja, enggak usah diurus lagi dia, entar juga dia mau kemo kok! Manja aja dia tuh! Caper sama ipar!" katanya pada Mitha sambil memberikan isyarat wanita itu untuk mengikutinya keluar dari ruangan Lyoudra. "Kamu yakin, dia mau dikemo abis ini?" "Kalau kagak mau ya, biarin aja, orang manja kayak dia, menyulitkan semua yang ada di sini, buat apa diurus!"Rick berlalu dari hadapan Mitha