Laura hanya mengelus dada. Berusaha untuk tidak terpancing perkataan kasar yang diucapkan oleh sang kakak. Sementara itu, para suster lekas meminta Lyoudra untuk mengikuti mereka ke ruang kemoterapi. Para suster itu menyakinkan pada Laura bahwa mereka akan melakukan yang terbaik untuk sang kakak meskipun Laura tidak ikut ke ruang kemoterapi lantaran sang kakak histeris seperti itu."Nak, ada apa? Maafkan Mama baru datang, banyak hal yang Mama urus di rumah, jadi baru bisa datang sekarang."Ibunya Laura yang baru datang terkejut melihat Laura terduduk sendiri di tepi tempat tidur sang kakak, dan kini tempat tidur itu kosong meskipun rupanya sangat berantakan."Enggak papa, Kak Lyoudra sudah dibawa untuk dikemo, semoga aja prosesnya berjalan dengan lancar, aku mau merapikan tempat tidurnya dulu baru ikut menyusul."Sambil bicara demikian, Laura segera merapikan tempat tidur sang kakak agar ibunya tidak tahu apa yang tadi terjadi di ruangan itu. Amukan Lyoudra yang benar-benar membuat i
"Aku sangat paham apa maksud Anda, tapi aku tidak mau membahas masalah seperti ini dengan Anda, Dokter Fani! Aku yang tahu diriku sendiri, kenapa Anda masih tidak percaya hingga menanyakan masalah itu satu persatu?!""Bukan tidak percaya, Riki! Terkadang, ada juga pasien yang tidak jujur dan mudah menyimpulkan sesuatu, jadi dokter perlu mengintrogasi ulang, kau jangan berpikiran buruk dulu, percayalah, ini demi kebaikan dirimu sendiri."Kenriki bangkit dari tempat duduknya, wajahnya merah dan penuh keringat, ini sangat jelas tertangkap mata sang psikiater. Namun, belum lagi wanita itu tahu apa yang akan dilakukan Kenriki, Fani dibuat terkejut karena Kenriki memberikan sejumlah uang padanya lalu berbalik dan melangkah pergi mencapai pintu ruangan tersebut sambil mengatakan bahwa ia tidak akan berkonsultasi dengan psikiater itu lagi. Kenriki mengabaikan teriakan sang psikiater yang memintanya berhenti, ia keluar dari ruangan itu dan menutup pintunya sedikit keras untuk menegaskan ia t
"Apa?""Aku bersedia....""Tidakkah kau berpikir kata-katamu itu seperti mengajakku untuk menidurimu?""Tapi, kita sudah menikah? Tidak ada yang salah, bukan?"Ada apa aku ini? Hanya karena tahu Kak Lyoudra suka padanya, kenapa aku jadi seperti ini? Terlalu berani bicara begini dengan dia? Wanita macam apa aku ini?Hati Laura mengutuk dirinya sendiri karena tidak menyangka, ia bisa bersikap demikian pada Kenriki padahal ia tidak pernah terpikir bisa bicara seperti itu pada seorang pria yang asing baginya. Dorongan perasaan cemburu kah? Karena tahu sang kakak menyukai Kenriki?"Lupakan. Aku tidak menyukaimu, jadi aku juga tidak mau menyentuhmu.""Bagaimana kau bisa sembuh kalau kau tidak mau menyentuhku?""Mungkin ketika nanti aku bisa mendapatkan perempuan yang bisa membuat aku jatuh cinta, aku bisa melakukan itu."Benar, dia tidak pernah menyukaimu, Laura, perempuan seperti kamu bukan tipe idaman pria seperti Kenriki, mungkin saja Lyoudra adalah perempuan idaman dia....Tiba-tiba sa
Sebenarnya, Laura juga sangat gugup saat melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan sama sekali pada seorang pria. Akan tetapi karena sudah terlanjur menjatuhkan harga diri untuk membantu, Laura pun tidak bisa mundur lagi sekarang.Perlahan, Laura membuat gerakan. Ingin mencium bibir sang suami dengan pengetahuannya tentang masalah itu yang sangat minim. Biarlah, Laura hanya ingin membantu sang suami, itu saja, sebab, jika tidak sekarang, kapan lagi ia memiliki waktu? Sementara durasi waktu pernikahan mereka lambat laun pasti berakhir.Sejengkal lagi bibir mereka bertemu, tiba-tiba saja, Kenriki mendorong tubuh sang istri hingga Laura tersungkur di atas tempat tidur dan Kenriki sendiri mundur dengan wajah yang merah, dan sekujur tubuh yang gemetar. Napas pria itu memburu.Seolah-olah, ada yang mengejar Kenriki hingga ia bisa demikian."Apa yang kau lakukan? Kau ingin melanggar perjanjian kontrak kita?!" tegas Kenriki dengan suara bergetar, antara marah, kaget, membara dan panik jadi s
"Itu bukan solusi yang baik, Riki, justru kau yang sekarang menikah dan istrimu berusaha untuk menyentuh, kau akan terbiasa dengan situasi itu, lalu perlahan-lahan, kau akan memulai, jadi kau tidak perlu mengakhiri, apa yang sudah kau lakukan sekarang mungkin bisa menjadi sumber kebahagiaanmu esok hari."Dokter Linda menanggapi ucapan Kenriki dengan wajah yang serius."Aku tidak yakin....""Karena tidak cinta?""Itu salah satunya, selain itu, keadaanku ini yang membuat aku tidak yakin.""Kalau kau selalu tidak yakin, maka kau tidak akan pernah sembuh, jadi berusahalah untuk yakin, kau harus meneriakkan kalimat aku bisa sembuh di dalam hatimu agar kau mendapatkan keyakinan itu."Kenriki mengusap wajahnya kembali, ia tidak merespon perkataan sang dokter karena ia tidak tahu apa yang harus ia katakan ketika ia sendiri tidak tahu bagaimana caranya untuk mengatasi kondisinya sekarang.Setelah kedatangan Kenriki waktu itu ke rumahnya, Dokter Linda menemui Fani sang psikiater secara khusus.
Laura terdiam ketika mendengar Mitha bicara demikian padanya. Hatinya sibuk dengan berbagai macam pertanyaan, benarkah sang suami mengalami pelecehan dari seseorang hingga membuat suaminya itu sulit untuk disentuh wanita? Atau...."Selain karena sindrom trauma, apakah ada kemungkinan lain yang dialaminya?""Tergantung gejala yang terlihat.""Misalnya, dia ... Tidak normal?""Penyuka sesama?""Bisakah itu terjadi?""Kemungkinan itu ada, tapi gejala yang kau katakan itu menunjukkan kalau dia menderita trauma yang parah, bukan karena fantasinya menyimpang."Laura menghela napas lega ketika mendengar kesimpulan yang diucapkan oleh Mitha. Terpenting adalah suaminya normal, jadi ia merasa memiliki harapan untuk membantu sang suami agar bisa lepas dari situasi yang membelitnya tersebut."Ohya, selamat ya, perkembangan Lyoudra kakakmu semakin baik, aku tidak tahu bagaimana cara menyampaikan hal ini padamu, karena di satu sisi ada sesuatu yang harus kau waspadai di sisi lain berita ini juga pa
"Apa?""Tidak mau?""Hukuman yang kau maksud itu apa?""Apa saja!""Tidak! Aku harus tahu jenis hukuman itu apa!""Tidak perlu berpikir terlalu jauh, hukuman yang aku maksud tidak akan menyakiti fisik, aku juga tidak akan melakukan tindakan kriminal, kau pikir aku tidak perlu menjaga nama baik?""Apakah itu akan tertulis di perjanjian?""Ya!"Laura terdiam.Aku pikir, dia tidak akan mengakhiri perjanjian awal kami setelah Kak Lyoudra sembuh, tapi ternyata dia justru sangat bersemangat, sepertinya memang hanya aku yang berpikir ingin mempertahankan pernikahan tidak jelas ini agar nanti bisa menjadi jelas....Hati Laura bicara demikian, dua telapak tangannya saling menggenggam sekarang, saling menautkan jari pertanda perempuan itu sedang berpikir keras untuk tawaran yang diberikan oleh Kenriki. "Kapan itu akan kau lakukan?""Setelah kakakmu keluar dari rumah sakit, maka semua tanggung jawab ku atasmu juga berakhir, kau tidak perlu khawatir, aku memberikan kompensasi untuk hal ini.""Ap
"Apa maksud Kakak?" tanya Kenriki sambil mundur perlahan. Wajahnya terlihat pucat dan keningnya mengeluarkan keringat, hingga keadaan itu membuat Kenriki merasa tidak nyaman."Maksudku? Tentu saja aku mau pertanggungjawaban kamu, Riki! Kau mengabaikan permintaanku berkali-kali, hanya Laura yang selalu datang menengok, Laura itu patuh padaku, bukan dia yang tidak mengizinkan kamu untuk datang, tapi kamu, yang tidak mau, iya, kan?" kata Lyoudra sambil melangkah ke arah Kenriki yang terus mundur sambil berusaha untuk menguasai dirinya yang mulai merasa gugup.Sekujur tubuh Kenriki mulai bereaksi tidak nyaman, situasi seperti sekarang membuat ia merasa kembali ke masa lalu di mana ia pernah mengalami hal yang sama ketika berada di luar negeri.Kejadian menjijikkan itu yang membuat psikis Kenriki terluka hingga luka itu semakin parah sampai ia kembali ke Indonesia. Sekarang, situasi itu diulang oleh Lyoudra dan Kenriki tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh sang kakak ipar padanya. "Pe