Laura terdiam ketika mendengar Mitha bicara demikian padanya. Hatinya sibuk dengan berbagai macam pertanyaan, benarkah sang suami mengalami pelecehan dari seseorang hingga membuat suaminya itu sulit untuk disentuh wanita? Atau...."Selain karena sindrom trauma, apakah ada kemungkinan lain yang dialaminya?""Tergantung gejala yang terlihat.""Misalnya, dia ... Tidak normal?""Penyuka sesama?""Bisakah itu terjadi?""Kemungkinan itu ada, tapi gejala yang kau katakan itu menunjukkan kalau dia menderita trauma yang parah, bukan karena fantasinya menyimpang."Laura menghela napas lega ketika mendengar kesimpulan yang diucapkan oleh Mitha. Terpenting adalah suaminya normal, jadi ia merasa memiliki harapan untuk membantu sang suami agar bisa lepas dari situasi yang membelitnya tersebut."Ohya, selamat ya, perkembangan Lyoudra kakakmu semakin baik, aku tidak tahu bagaimana cara menyampaikan hal ini padamu, karena di satu sisi ada sesuatu yang harus kau waspadai di sisi lain berita ini juga pa
"Apa?""Tidak mau?""Hukuman yang kau maksud itu apa?""Apa saja!""Tidak! Aku harus tahu jenis hukuman itu apa!""Tidak perlu berpikir terlalu jauh, hukuman yang aku maksud tidak akan menyakiti fisik, aku juga tidak akan melakukan tindakan kriminal, kau pikir aku tidak perlu menjaga nama baik?""Apakah itu akan tertulis di perjanjian?""Ya!"Laura terdiam.Aku pikir, dia tidak akan mengakhiri perjanjian awal kami setelah Kak Lyoudra sembuh, tapi ternyata dia justru sangat bersemangat, sepertinya memang hanya aku yang berpikir ingin mempertahankan pernikahan tidak jelas ini agar nanti bisa menjadi jelas....Hati Laura bicara demikian, dua telapak tangannya saling menggenggam sekarang, saling menautkan jari pertanda perempuan itu sedang berpikir keras untuk tawaran yang diberikan oleh Kenriki. "Kapan itu akan kau lakukan?""Setelah kakakmu keluar dari rumah sakit, maka semua tanggung jawab ku atasmu juga berakhir, kau tidak perlu khawatir, aku memberikan kompensasi untuk hal ini.""Ap
"Apa maksud Kakak?" tanya Kenriki sambil mundur perlahan. Wajahnya terlihat pucat dan keningnya mengeluarkan keringat, hingga keadaan itu membuat Kenriki merasa tidak nyaman."Maksudku? Tentu saja aku mau pertanggungjawaban kamu, Riki! Kau mengabaikan permintaanku berkali-kali, hanya Laura yang selalu datang menengok, Laura itu patuh padaku, bukan dia yang tidak mengizinkan kamu untuk datang, tapi kamu, yang tidak mau, iya, kan?" kata Lyoudra sambil melangkah ke arah Kenriki yang terus mundur sambil berusaha untuk menguasai dirinya yang mulai merasa gugup.Sekujur tubuh Kenriki mulai bereaksi tidak nyaman, situasi seperti sekarang membuat ia merasa kembali ke masa lalu di mana ia pernah mengalami hal yang sama ketika berada di luar negeri.Kejadian menjijikkan itu yang membuat psikis Kenriki terluka hingga luka itu semakin parah sampai ia kembali ke Indonesia. Sekarang, situasi itu diulang oleh Lyoudra dan Kenriki tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh sang kakak ipar padanya. "Pe
"Apa yang kamu mau?" tanya Kenriki dengan nada suara yang terdengar mulai gemetar.Suaranya gemetar, ada apa sebenarnya dengan dia? Masa setakut itu padaku?Hati Lyoudra bicara demikian sambil memperhatikan Kenriki tanpa berkedip. "Apa yang aku mau? Tentu saja aku mau kau memberikan sesuatu yang aku minta!""Apa yang kau minta? Katakan cepat!" Kenriki makin merasa, kalau sekarang ia semakin sulit untuk mengatasi dirinya yang sekarang hingga keringat terus membanjir tidak hanya di wajah tapi juga di tubuhnya.Telapak tangannya menggenggam telapak tangan yang lain hanya untuk mengatasi perasaan tidak nyamannya agar ia tetap berdiri dengan kokoh. Ia tidak boleh menampakkan dirinya yang lemah kalau tidak ingin Lyoudra makin memperalat dirinya."Ceraikan Laura dan menikah denganku!" kata Lyoudra dengan suara yang tegas. "Apa?""Ya! Kalau kau bersedia memenuhi permintaanku, maka aku akan memberikan kunci ini, dan kau boleh keluar dengan santai sekarang juga tanpa kucegah lagi!""Tidak!
"Kamu gila!"Karena marah, Kenriki nekat menerobos Lyoudra yang berdiri menghadangnya, tentu saja Lyoudra tidak membiarkan itu terjadi, dengan sergap ia menghalangi Kenriki dan dua tangannya memegang kembali kedua tangan sang adik ipar. Ini membuat tubuh Kenriki makin gemetar hingga permukaan kulitnya basah oleh keringat.Aneh, dia gemetar, keringatnya jadi semakin banyak, dia ini kenapa? Masa iya grogi atau ketakutan sama aku? Harus aku selidiki ini, dia menyembunyikan apa sampai begini, masa ganteng-ganteng tapi mentalnya kecil? Dia jantan enggak? Muka ganteng tapi bawahnya enggak bisa tegang ya percuma!Hati Lyoudra bicara demikian, dan otaknya seketika berpikir cepat untuk menyimpulkan apa yang ia lihat dari keadaan Kenriki yang sekarang, mengapa begitu aneh?"Kau tidak boleh pergi kalau kau belum melakukan apa yang aku perintahkan, Riki! Kau ingin kunci? Berikan dulu apa yang aku minta!" bentak Lyoudra dengan nada suaranya yang meninggi."Tidak akan!" balas Kenriki sambil berusa
Laura membatu, ia tidak percaya kakaknya akan bicara seperti itu padanya. Ia juga tidak tahu, apakah sang kakak benar-benar mencintai suaminya atau itu hanya akal-akalan sang kakak untuk membuat dirinya merasa kalah lagi?"Kakak benar-benar cinta sama Kenriki?" tanyanya dengan suara perlahan. "Tentu saja! Aku tidak pernah merasakan perasaan menggebu seperti ini pada lelaki, mana mungkin aku pura-pura? Kau pikir memohon seperti ini padamu tidak menjatuhkan harga diriku?"Laura menarik napas berat. Kakaknya terlalu pandai berakting, ia sampai tidak tahu mana sikap kakaknya yang serius mana yang tidak. Akan tetapi, Laura tahu kakaknya memiliki gengsi yang besar, jika tidak benar-benar cinta, untuk apa perempuan itu sampai melakukan hal sejauh ini padanya? Menyerang sang suami pula. "Kalau Kakak benar-benar cinta, aku akan ikhlas, tapi satu hal yang harus Kakak ingat, jangan seperti tadi, Kakak membuat dia ketakutan, berusahalah untuk perlahan, Kenriki berbeda seperti pria lain, aku ti
"Ya, sadis, bukan? Sebenarnya aku bersikap seperti apa, itu tergantung bagaimana orang bersikap padaku, kakakmu itu sudah keterlaluan, jadi aku tidak peduli kalau kau mengatakan aku ini jahat!"Laura menghela napas panjang, sebenarnya ia tidak menyalahkan keputusan Kenriki, namun jika dipikirkan, Laura tentu saja jadi galau karena biaya sang kakak mau tidak mau harus ia cari sendiri lantaran Kenriki menghentikan biaya yang diberikan olehnya sebab, pria itu marah pada sang kakak."Sekali lagi aku minta maaf atas nama kakakku, aku akan bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan, jadi begini, karena sekarang kau tidak lagi membiayai kakak, bolehkah aku bekerja kembali?""Tidak!""Tidak? Kau bilang akan menghentikan biaya pengobatan Kak Lyoudra, kalau kau tidak bisa lagi membiayai, otomatis aku harus bertanggung jawab untuk biaya, kan?""Selagi kau masih terikat denganku, kau tidak bisa seenaknya bekerja, Laura! Apa yang harus aku katakan pada orang tuaku jika aku mengizinkan permohonan
Laura terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh Pasha, tidak menyangka Pasha akan mengatakan hal seperti itu setelah sekian lama mereka tidak bertemu, dan sejujurnya kata-kata tersebut membuat hatinya jadi berdesir tidak karuan.Tidak! Aku tidak boleh merasakan hal seperti ini lagi, tidak boleh, aku sudah menikah, meskipun pernikahanku seperti pernikahan palsu tapi tetap saja aku sudah menikah....Hati Laura bicara demikian sekedar untuk membuat ia tidak lupa diri bahwa ia sekarang sudah menikah."Aku memang udah nikah, kok. Suami aku lagi enggak sehat, jadi aku pergi ke pasar sendiri.""Oh, udah nikah, enggak ngundang-ngundang ini, nikahnya di mana?"Laura semakin tersudut ketika Pasha bertanya lebih lanjut, dan pada akhirnya ia mengatakan bahwa pernikahan antara ia dan Kenriki tidak digelar terbuka secara bebas, dan sampai di situ Pasha paham, Laura pasti memiliki pasangan yang baik karena menikah dengan situasi yang berbeda seperti itu. "Jadi, mau aku antar tidak?" tawar Pasha unt
"Iya, kamu benar, aku juga berharap seperti itu, lagipula apa yang bisa kita takutkan? Anak ini anak kita, dites berapa kali juga tetap saja anak kita."Kenriki menarik napas lega mendengar ucapan sang istri, artinya istrinya tidak lagi merasa tertekan karena situasi yang baru saja mereka alami. Genggaman tangannya di telapak tangan istrinya semakin erat seolah menegaskan, ia tidak akan meninggalkan istrinya apapun keadaannya nanti di masa depan. "Aku tadi sedikit terkejut mendengar kata-kata kamu tadi pada Kak Lyoudra, seperti bukan kamu, tapi aku tahu kamu melakukan itu karena kamu ingin membuat kakakmu sadar sudah terlalu berlebihan pada kita."Kenriki bicara, dan Laura tersenyum tipis mendengarnya."Kamu juga, enggak seperti biasanya, merespon perkataan dia yang tadi, aku cuma mengimbangi, karena kurasa kamu sedang merencanakan sesuatu jadi aku hanya ikut saja meskipun aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu rencanakan.""Istri cerdas. Terima kasih, dan semoga saja itu membuat K
Telapak tangan Laura mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakak, jika tadi ia berniat untuk diam saja tanpa ingin ikut campur apa yang mungkin menjadi rencana Kenriki, sekarang, Laura sudah hilang kesabaran. Mungkin Kenriki yang merespon cemoohan kakaknya itu benar kakaknya memang harus sekali-kali dijawab dengan sombong agar perempuan itu juga bisa menghargai ia dan suaminya mulai sekarang."Untuk Kenriki, aku memang menanggalkan semua perasaan malu atau pasifku selama ini, Kak! Kalau aku tidak berinisiatif untuk menyentuhnya, dengan berbagai cara, aku tidak akan membuat dia bisa disentuh, mungkin selamanya dia tetap menjadi suami tak tersentuh, jadi untuk sebuah hal yang mendesak, aku memang tidak seperti Laura yang biasanya, tapi bukankah itu baik? Aku agresif pada suamiku sendiri!"Kenriki dan juga Lyoudra dibuat kaget ketika tiba-tiba saja, Laura bicara seperti itu pada Lyoudra. Apalagi Lyoudra, ia terlihat tidak hanya kaget, tapi juga merasa marah karena wajahnya jadi
"Kamu serius?" tanya Kenriki saat usai mendengar harapan sang istri.Laura mengangguk, dan Kenriki tersenyum melihat anggukan kepala istrinya."Kau tidak malu kalau ada yang bilang aku aneh karena aku yang seperti itu?" Kembali Kenriki melontarkan pertanyaan, dan Laura memeluk tubuh Kenriki yang masih polos seolah meyakinkan apa yang ia putuskan benar -benar sebuah harapan yang ia inginkan."Tapi, kalau aku ingin kamu seperti itu, aku pasti akan membuat kamu tersiksa, jadi semua aku kembalikan sama kamu, di luar dari pada itu tentu saja kamu yang sehat adalah sebuah harapan untukku, keinginan aku itu hanya sebuah keinginan bahwa aku tidak rela ada perempuan lain yang merebut kamu dariku."Laura bicara sambil memeluk suaminya, dan Kenriki balas memeluk sang istri sambil sesekali mengecup kening istrinya seolah menegaskan bahwa ia senang dengan apa yang diucapkan oleh Laura padanya."Sebenarnya, apa yang kamu harapkan itu pernah aku pikirkan sebelumnya....""Benarkah? Kau juga berharap
Kenriki gugup, hingga hal itu membuat dirinya langsung menangkap tangan istrinya lalu ia membalikkan tubuhnya ke arah sang istri. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya seperti orang bodoh dengan jantung yang berdebar kencang. Padahal, mereka sudah sering melakukan hal yang sangat intim namun tetap saja Kenriki seperti baru berdekatan dengan sang istri dengan perasaan dan hati yang tidak tenang, disertai debaran jantung yang juga tidak bisa membuat dirinya rileks."Melakukan tugas yang harus aku lakukan...."Laura menjawab dengan wajah yang merona, dan Kenriki geleng-geleng kepala mendengar hal itu. "Tidak perlu memaksakan diri, kamu tertekan dengan situasi sekarang yang tidak memungkinkan kita untuk -""Riki! Laura! Kalian di dalam?"Tiba-tiba saja, suara Tante Keisya terdengar, memotong ucapan Kenriki yang tadi sudah separuh kalimat. "Ya! Ada apa, Mi!" sahut Kenriki dengan suara sedikit terbata lantaran terkejut ibunya tiba-tiba berteriak. "Mami mau nyusul Papi dulu, ada yang harus k
"Soal apa itu?" tanya Kenriki dengan wajah yang terlihat tegang. Tidak ingin melihat istrinya khawatir seperti itu.Mendengar pertanyaan Kenriki, Laura bukannya langsung menjawab, perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah lain menghindari tatapan mata suaminya yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam karena khawatir dengan apa yang diucapkannya tadi."Sayang, kenapa tidak bicara? Kamu khawatir soal apa? Apakah karena obat itu, Erna menekan kamu?" tanya Kenriki lagi dan pertanyaan keduanya kini membuat Laura menatapnya sesaat dengan wajah yang terlihat sedikit salah tingkah. Membuat Kenriki semakin penasaran."Wajahmu merah, apakah yang kau khawatirkan itu bukan hal yang berbahaya tapi.....""Ah! Tidak! Aduh, gimana ya, ngomongnya, aku enggak tahu, apakah aku harus percaya atau tidak, tapi mungkin untuk masalah ini, kita bisa konsultasikan pada Dokter Linda kalau kita sudah punya uang.""Sampai harus konsultasi? Memangnya ada apa? Apa yang dikatakan Erna padamu?" Kenr
"Ya.""Kamu serius?""Serius, tapi, bukannya kamu sekarang enggak suka lagi sama aku? Percuma aja, kan? Lupakan aja.""Aku selalu suka sama kamu, Erna, meskipun kamu tidak menyukaiku karena di hatimu hanya ada Riki, tapi buat aku kamu tetap seseorang yang aku sukai.""Kenapa? Aku sudah banyak membuat kesalahan, aku bikin hidup Kenriki rusak, aku juga membuat perusahaan orang tuanya bangkrut, aku, ah! Kamu akan malu kalau kamu bersama dengan aku.""Asalkan kamu berubah, aku tidak akan malu, kamu sudah menyerahkan obat penawar itu pada Riki, artinya, kamu sudah berubah dan sadar kesalahan, sekarang, tiba waktunya kamu belajar melupakan dia, karena masih ada seseorang yang tulus untuk kamu."Erna bungkam. Perasaan dan hatinya bergejolak, rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sampai akhirnya...."Kalau begitu, apakah sekarang kita jadian?" tanya Erna sambil berpaling dan menatap wajah Sakti dengan sorot mata penuh arti."Asalkan kamu berjanji untuk merelakan Riki dengan Laura.
Keterkejutan Sakti membuat pria itu mendorong spontan Erna. Dan itu membuat tubuh Erna tersentak ke belakang. Ini membuat Erna memalingkan wajahnya sendiri karena merasa wajahnya memanas, dan ia khawatir wajahnya menjadi merah dan Sakti melihat hal itu.Erna tidak tahu, bahwa, kondisi wajahnya itu juga dialami oleh Sakti. Wajah Sakti juga merah dan saat ini pria itu juga sedang memalingkan wajahnya ke arah samping seperti halnya Erna. Untuk beberapa saat, mereka saling diam, sampai akhirnya, Sakti yang berdehem beberapa kali agar situasi canggung mereka bisa musnah."Kenapa kau melakukan itu?" Cara bicara Sakti berubah kembali menjadi memakai aku dan kamu meskipun tadi sudah tidak lagi walaupun Erna meminta hal itu dilakukannya. Erna berpaling mendengar pertanyaan tersebut, terutama karena Sakti jadi merubah cara bicaranya seperti yang tadi diinginkannya."Ternyata benar...."Jawaban yang diberikan oleh Erna tidak membuat Sakti puas, bahkan bingung apa yang sebenarnya dimaksud oleh
Sebuah mobil nyaris menabrak Erna hingga pemilik mobil itu menghentikan mobilnya secara mendadak. Bunyi decit ban beradu keras dengan aspal jalan terdengar memekakkan telinga tatkala mobil itu berusaha untuk mencegah kecelakaan terjadi. Mobil itu memang tidak menabrak Erna, namun cukup membuat pengemudi mobil shock karena insiden tersebut lalu ia segera keluar dari mobilnya untuk mendamprat Erna, karena berjalan tanpa melihat situasi kondisi.Akan tetapi, ketika ia keluar dan menghampiri Erna yang berdiri mematung seperti orang bodoh di tempatnya, pemilik mobil itu terkejut saat melihat siapa yang baru saja ingin ditabraknya."Erna!" katanya, sambil menarik tangan perempuan itu untuk menyingkir dari depan mobilnya.Erna mengangkat wajahnya, dan menatap pemilik mobil yang tidak lain adalah Sakti itu dengan senyum kecut terukir di bibirnya. "Kenapa enggak ditabrak sekalian? Aku nunggu, lho...."Mendengar apa yang diucapkan oleh Erna, Sakti semakin terkejut karena terlihat sekali Erna
Erna tersenyum kecut mendengar ancaman yang diucapkan oleh Laura padanya. Wajahnya tidak berubah sama sekali ekspresinya, meskipun sebenarnya wanita itu tidak suka mendengar apa yang diucapkan oleh Laura tadi padanya."Jadi, kau tetap kukuh mendukung Riki untuk tidak mau memilih salah satu tawaran yang aku berikan padanya?" tanya Erna beberapa saat kemudian."Ya.""Bagaimana kalau nanti resiko dari apa yang diputuskan Kenriki terjadi padanya, kau tidak bisa puas dengan dia secara batin karena dia sudah hilang keperkasaan, apakah kau akan meninggalkan dia?""Tidak, karena aku mencintai dia dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun, meskipun keadaan dia tidak lagi sempurna sebagai seorang pria, aku tetap tidak akan meninggalkannya.""Kau bisa bicara seperti itu karena belum merasakan berpuasa tanpa melakukan hubungan intim, Laura, aku yakin setelah itu juga kau tidak akan kuat menjalani semuanya, dan pernikahan kalian akan berantakan hingga membuat Kenriki terpuruk semakin dalam."