"Istrimu tahu kondisimu, hingga ia berbesar hati untuk sabar menunggu kau sembuh dulu.""Menunggu aku sembuh?""Memangnya, kau tidak mau sembuh?""Aku ingin sembuh, tapi bukan berarti aku ingin menyentuh dia, aku tidak mencintai dia, pernikahan kami hanya sebuah alasan untuk saling menguntungkan saja, tidak ada perasaan yang terlibat.""Kau yakin?"Kenriki terdiam sejenak mendengar pertanyaan itu dilontarkan oleh sang dokter.Ingatannya terbentur pada apa yang dilakukan oleh Laura dan membuat hatinya tersentuh. Saat perempuan itu mempersiapkan pakaiannya, Kenriki yang selama ini hanya dilayani oleh ibunya justru merasakan ada sesuatu yang berbeda ketika menerima perlakuan sang istri padanya, namun ia yakin itu bukan perasaan cinta. "Aku yakin," jawab Kenriki pada akhirnya."Nanti juga cinta datang karena terbiasa, yang penting itu kau sembuh dulu, saranku coba ke psikiater, ceritakan semua yang kau ceritakan padaku, atau kau ingin aku merekomendasikan psikiater buatmu?""Apakah tidak
Laura mengawasi sang suami dan kakaknya bergantian hingga ia merasa kehadirannya tidak penting di antara mereka.Keluar kau, Laura! Biarkan aku berdua saja dengan suami gantengmu ini!Lyoudra bicara demikian di dalam hati, sambil melirik ke arah Laura setelah itu kembali menatap wajah Kenriki. Dalam sekejap, aku tidak suka dengan perempuan seperti kakak Laura ini, mirip dengan beberapa wanita yang pernah mendekatiku, tatapan matanya itu seperti ingin memakanku, aku tidak suka, kenapa mereka bersaudara tapi sangat jauh sekali perbedaannya?Hati Kenriki bicara demikian, sambil berusaha untuk tetap tenang meskipun kondisinya sekarang sangat sulit untuk diatasinya."Laura, boleh aku bicara berdua saja dengan adik ipar?" tanya Lyoudra membuyarkan lamunan Laura yang tidak tahu harus berbuat apa."Ah, baik!"Tanpa membantah, Laura langsung mengiyakan, ini membuat Kenriki kesal sang istri keluar tanpa perlawanan sama sekali. Namun apa daya, Laura justru berbalik dan meninggalkan ruangan itu
Sakti beringsut mendekati Kenriki dan berbisik di salah satu telinga pria itu. Wajah Kenriki merah mendengar bisikan yang dikatakan oleh Sakti.Seketika, sekujur tubuhnya gemetar, dan Kenriki bangkit lalu menjauh dari Sakti agar temannya itu tidak tahu apa yang sekarang terjadi padanya setelah mendengar apa yang dikatakan Sakti baru saja. Dalam sekejap, bayangan kejadian di masalalu berkelebat satu persatu di otak Kenriki dan itu membuat pria itu terhuyung sebelum mencapai kursi di belakang meja kerjanya. Melihat keadaan sahabatnya yang aneh, Sakti bergegas bangkit dan membantu Kenriki untuk duduk. "Lu sakit?" tanyanya pada Kenriki. "Kagak, cuma sedikit pusing.""Gue antar pulang?" tawar Sakti. "Kagak usah, sebentar juga sembuh, gue cuma mau sendirian dulu, bisa?""Lu yakin, kagak papa?" tanya Sakti masih khawatir dengan apa yang dialami oleh Kenriki. "Kagak papa, cuma kecapekan, ntar juga baik lagi."Setengah mati, Kenriki menyembunyikan apa yang ia rasakan sekarang pada sahaba
Laura hanya mengiyakan ketika Kenriki bicara demikian padanya sebelum mereka masuk ke ruangan pesta. Tidak bisa banyak membantah, toh, Laura juga tahu ia tidak punya kekuasaan seperti itu selain patuh. "Gandeng tanganku, tapi ingat jangan menyentuh telapak tangan atau permukaan kulitku, kau hanya boleh menyentuh permukaan pakaianku saja, tidak boleh yang lain!" tegas Kenriki lagi. Laura mengangguk kembali, dan perlahan ia melakukan apa yang diperintahkan oleh Kenriki padanya. Dadanya bergemuruh. Meskipun hanya menggandeng tangan Kenriki yang dilapisi oleh jas formal yang dipakai sang suami, Laura tetap tidak pernah melakukan hal itu pada siapapun. Laura tidak pernah berhubungan dengan pria, waktunya habis hanya untuk bekerja, karena itulah, menggandeng tangan pria sekarang ini adalah pengalaman keduanya selain saat resepsi pernikahan tempo hari. Debarannya masih sama, dan rasanya Laura tidak karuan sekarang ini meskipun hatinya selalu berkata bahwa ia harus bisa mengendalikan dir
"Munafik! Sok suci!" maki Erna pada Laura, dan Laura benar-benar nyaris membeku menerima perlakuan salah satu teman lama Kenriki itu padanya.Sakti yang melihat hal itu buru-buru menghampiri, namun Laura mundur ketika sahabat Kenriki itu mendekatinya agar ia bisa memastikan bahwa istri temannya itu tidak kenapa-kenapa."Ada apa ini?" Tiba-tiba saja, Kenriki sudah ada di antara mereka dan melihat keadaan sang istri, ia mengerutkan keningnya. Erna langsung menghampiri Kenriki dan meraih salah satu tangannya namun tangan itu langsung dihempaskan oleh Kenriki dengan kasar. Jika saja Sakti tidak langsung menangkap tubuhnya, Erna pasti akan tersungkur begitu saja di lantai pesta."Riki! Kasar banget kamu! Aku itu berniat baik sama istri kamu, dianya aja yang kampungan! Dia enggak mau minum alkohol tapi bicara kasar padaku, aku terpaksa menyiram dia karena aku tersinggung dengan ucapan dia!"Kata-kata lantang Erna membuat semua orang langsung memperhatikan mereka. Kenriki melepas jas yang
"Aku pernah bilang padamu, tidak perlu bertanya sesuatu yang kau tidak perlu tahu, masalah kondisiku, kau tidak perlu tahu, jangan mengalihkan pembicaraan!""Tapi, kita pasangan, aku istri kamu, aku perlu tahu apa yang terjadi pada suamiku!""Kau lupa? Kita bukan pasangan suami istri yang saling mencintai, jadi, kau tidak usah bersikap perhatian jika kita sedang berdua begini!"Astaga! Aku lupa, benar juga, aku bukan istri yang sesungguhnya, tentu saja aku tidak boleh terlalu ikut campur dengan kondisi pribadinya, tapi bagaimanapun, aku dan dia tinggal bersama, kalau dia kenapa-kenapa, yang ditanya pasti aku oleh orang tuanya, apa yang harus aku lakukan?Hati Laura menanggapi apa yang dikatakan oleh Kenriki tadi dengan nada suara sinisnya. Jemari tangannya saling bertaut pertanda ia bingung apa yang harus ia katakan sekarang pada sang suami."Maaf, aku bukannya ingin ikut campur dengan masalah kamu, Ken, memang, kita bukan pasangan suami istri yang sesungguhnya, tapi kita tetap sah se
Laura buru-buru bangkit dari duduknya dan mendekati Kenriki dengan wajah penuh kekhawatiran."Ken, kamu kenapa? Apa yang bisa aku lakukan?" tanyanya bertubi-tubi. "Menjauh!" kata Kenriki sambil mengibaskan satu tangannya pada Laura yang ingin mendekatinya."Tapi, kamu kenapa? Apa yang bisa aku bantu?" Karena Laura melihat sang suami mengkhawatirkan, Laura tidak mau patuh diminta pergi menjauh."Kau tidak mendengar? Aku minta kau menjauh, Laura menjauh! Keluar dulu dari kamar, atau masuk kamar mandi jangan keluar dari sana sebelum aku mengizinkan!!"Kenriki sampai berteriak ketika mengucapkan kata-kata itu pada sang isteri. Ini membuat Laura jadi bimbang. Apa benar ia harus pergi meninggalkan sang suami padahal kondisinya saja seperti itu?"Tunggu apa lagi! Pergi!" Bentakan yang diucapkan Kenriki mau tidak mau membuat Laura beranjak. Ia tidak keluar kamar karena khawatir ibu mertuanya terbangun, lalu keluar kamar dan melihatnya.Laura akan sulit mencari alasan jika itu terjadi, hing
Melihat hal itu, Laura bergegas berlari ke arah Kenriki, namun, langkahnya terhenti ketika Kenriki berteriak agar ia menghentikan gerakannya."Kau keluar tidak? Aku yang akan keluar jika kau tidak mau keluar sekarang juga!!" "Aku yang keluar! Please! Jangan melakukan hal yang tidak-tidak! Aku yang keluar! Tapi, kamu jangan mendekati balkon, ya?"Susah payah Laura membujuk sang suami agar suaminya itu tidak nekat untuk terjun melalui balkon. Bukankah itu yang akan dilakukan Kenriki atas ancaman bahwa ia akan keluar melalui balkon kamarnya? Terjun bebas ke bawah, dan Laura tidak mau dianggap sebagai pembunuh. Hingga ia akhirnya mengalah dan berjanji ingin keluar dari kamar asalkan Kenriki tidak nekat melakukan hal yang ia khawatirkan.Laura mundur perlahan, sambil melihat pergerakan sang suami apakah ketika ia mundur, suaminya juga akan diam di tempatnya tidak lagi mengancam untuk keluar dari kamar mereka. Saat melihat suaminya tidak bergerak ketika ia mundur, Laura yakin Kenriki ti