Panggilan Kenriki tidak dijawab. Hening. Seolah kamar itu tidak berpenghuni.
Khawatir sang istri kenapa-kenapa, Kenriki langsung melangkah mencari sosok Laura. Tidak mungkin sang istri keluar kamar karena jika keluar pasti ia akan melihat sebab, ia tadi tepat di depan tangga turun.Laura pasti masih ada di kamar. Namun, Kenriki sedikit khawatir, bagaimana kalau sang istri nekat terjun ke bawah lewat balkon? Ia pasti dianggap bersalah oleh pihak kepolisian jika itu terjadi dan...Baru saja Kenriki ingin berlari mencapai balkon, gerakannya terhenti ketika melihat sesosok tubuh terbaring di lantai.Kenriki buru-buru menghampiri sosok tubuh yang ternyata sang istri. Apakah Laura jatuh dan pingsan?Ada pertanyaan seperti itu berkelebat di benak Kenriki, akan tetapi pikiran itu musnah seketika saat ia memeriksa kondisi tubuh Laura.Istrinya hanya tertidur. Laura terlihat sangat lelah, hingga ia tidur di lantai di bawah tempat tidur.Tidak berani tidur di atas tempat tidur karena khawatir akan membuat Kenriki marah."Bangun!"Pria itu membangunkan Laura tanpa menyentuh sang istri. Namun, sang istri tidak bereaksi. Rupanya karena terlalu lelah, Laura jadi sulit untuk dibangunkan.Kenriki berpikir sesaat. Jika orang tuanya melihat sang istri tidur di bawah seperti itu, sandiwara mereka akan terbongkar, Kenriki akan repot nantinya.Sementara Laura tidak bangun juga meskipun sudah berulang kali dibangunkan.Karena tidak mau jadi masalah, Kenriki akhirnya berinisiatif untuk mengangkat tubuh sang istri untuk ia pindahkan ke atas tempat tidur.Namun, baru saja Kenriki ingin melakukan hal itu, tiba-tiba saja Laura bergerak untuk merubah posisi. Ini membuat Kenriki mundur dengan cepat hingga gerakannya justru menubruk nakas di belakangnya dan itu membuat beberapa barang di atasnya berjatuhan ke lantai.Suara barang yang terjatuh ke lantai membuat Laura terjaga. Wanita itu mengucek kedua matanya untuk memperjelas pandangannya.Melihat Kenriki yang terduduk tidak jauh dari posisinya yang sedang berbaring, ia buru-buru bangun."Maaf, aku ketiduran!" katanya sambil menundukkan kepala dan tubuhnya berkali-kali hingga membuat Kenriki membuang napas."Berhenti bersikap seperti asisten rumah tangga. Kalau ayah dan ibuku melihatnya mereka akan curiga, kau harus terbiasa bersikap layaknya seorang istri, paham?"Sikap angkuh Kenriki muncul kembali setelah beberapa saat tadi sempat memudar lantaran khawatir Laura melakukan hal-hal buruk ketika ia keluar kamar."Iya, aku paham.""Tidurlah di atas tempat tidur, jangan sekali-kali di lantai, ibuku bisa saja memergoki, aku tidak mau ada masalah lagi setelah tadi.""Kalau aku di atas tempat tidur, kau di mana?""Itu urusanku. Kau tidak perlu ikut campur.""Kalau begitu, kau saja di atas tempat tidur, aku di sofa saja."Kenriki ingin menjawab, tapi niatnya terhenti ketika tiba-tiba saja, sebuah ketukan terdengar dari luar.Wajah mereka seketika jadi tegang."Ke atas tempat tidur, Laura! Awas saja kalau sampai ibuku tahu kita belum melakukan apa-apa!"Laura terpaksa melakukan apa yang diperintahkan oleh Kenriki.Melakukan apa? Apakah saat di luar tadi, ia sedang berbohong pada ibunya kalau kami sudah....Ucapan Laura di dalam hati terputus ketika Kenriki segera memintanya untuk segera berbaring di atas tempat tidur!"Pakai selimut itu, usahakan seperti kau tidak memakai apa-apa di balik selimut itu, lakukan segera!"Sambil bicara demikian, Kenriki tergesa-gesa membuka satu persatu kancing kemeja yang dipakainya. Laura sangat gugup sekarang.Sumpah, ia tidak suka dengan situasi itu, apalagi yang sekarang mereka bohongi adalah orang tua, Laura yang sejak kecil diajarkan tidak boleh bersikap demikian pada orang tua merasa berdosa, hingga gadis itu mengucapkan istighfar berulang kali.Ketika cukup membuat pakaiannya terbuka separuh, seolah-olah ia dan Laura kembali bermesraan layaknya pasangan pengantin baru, Kenriki buru-buru melangkah ke arah pintu untuk memeriksa siapa lagi yang mengganggu.Di rumah itu hanya ada mereka, dan asisten rumah tangga. Siapa yang berani mengetuk pintu kamar selarut ini? Tidak mungkin asisten rumah tangga ibunya pasti.Jangan-jangan...."Mami, ada apa?"Kenriki tidak bisa menahan rasa terkejutnya karena lagi-lagi, apa yang ia khawatirkan terbukti. Ibunya. Mengecek lagi kah?Wanita itu membawa sesuatu di dalam gelas yang baunya sedikit asing di hidung Kenriki."Ini, jamu untuk bikin badan kamu tidak capek, abis resepsi terus tempur, pasti kamu sangat capek, jangan sampai membuat istri kecewa.""Apa? Jamu? Jamu apa? Aku tidak merasa capek!"Kenriki merasa shock karena seumur hidup ia tidak pernah meminum ramuan tradisional sekalipun sebab, ia tidak bisa. Baunya sangat tajam, dan itu membuat kepala Kenriki pusing.Sang ibu yang berdiri di depan pintu masih berusaha untuk mengintip ke dalam, ingin tahu bagaimana kondisi sang menantu. Apakah sukses dengan lingerie yang dihadiahkan olehnya?Tidak lupa ia juga memperhatikan kemeja sang anak yang tidak terkancing, ini membuat bibir wanita itu mengukir senyum.Sepertinya, mereka melanjutkan aktivitas mereka, tepat sekali aku membawakan jamu ini untuk Kenriki, mereka akan melewati malam yang panjang dan sebentar lagi aku punya cucu....Hati perempuan itu bicara demikian sambil terus mengukir senyum.Satu tangannya meraih tangan sang anak agar menerima gelas berisi jamu yang dipegangnya."Minum, abisin, Mami ke kamar dulu, baik-baik sama istri, ya?"Setelah bicara demikian, sang ibu segera berbalik dan melangkah meninggalkan sang anak yang hanya geleng-geleng kepala melihat bagaimana sang ibu sangat antusias memprovokasi keadaan malam pertamanya.Ia segera menutup pintu kamar dan menguncinya.Gelas berisi jamu itu ia bawa ke wastafel dan segera ia buang sampai habis. Satu tangannya memencet ujung hidungnya, pertanda ia tidak tahan dengan bau jamu tersebut."Laura!" panggil Kenriki setelah selesai memusnahkan jamu di dalam gelas yang diberikan ibunya.Laura pelan-pelan membuka mata. Melihat penampilan Kenriki yang kemejanya setengah terbuka seperti itu, ia memalingkan wajahnya.Tidak mau disentuh tapi membuka pakaian sampai seperti itu, dia lupa mengancingkannya atau memang sengaja?Gadis itu menggerutu di dalam hati, tapi tidak berani melontarkan pertanyaan kenapa, meskipun ia menunggu apa yang akan diucapkan oleh Kenriki karena sudah memanggilnya."Kau dengar aku, besok pagi di meja makan, kalau ibuku bertanya tentang aktivitas kita di sini, kau harus bisa meyakinkan beliau kalau kau benar-benar menikmati.""Me-menikmati?" ulang Laura seperti terganggu dengan kata itu."Iya, kau katakan saja seperti itu, ibuku tipe wanita yang sangat detail dalam bertanya, jangan sampai dia curiga, kau harus bisa meyakinkan beliau bahwa malam pertama kita lancar.""Baik."Laura akhirnya menurut karena memang tugasnya hanya bisa menurut."Satu lagi.""Ya?""Kau tahu cara berjalan perempuan yang baru melakukan hubungan intim, kan? Aku tadi mengatakan pada ibuku kau sedikit kesakitan, dan ibuku puas karena mengira kau masih perawan, jadi-""Aku memang masih perawan! Kau pikir aku pernah berhubungan intim dengan seorang pria? Aku tidak pernah melakukannya! Pacaran saja tidak!""Untuk apa kau menjelaskan masalah itu padaku? Mau perawan atau tidak, apa peduliku? Kita bukan pasangan suami istri yang sebenarnya, aku hanya tidak mau ibuku yang perfeksionis itu curiga kalau kita hanya bersandiwara, Laura, kau harus ingat itu baik-baik!"Wajah Laura merah mendengar apa yang dikatakan Kenriki dengan nada sinisnya. Kenapa juga ia bisa menjelaskan masalah itu segala? Memalukan! Namun, ia memang tidak suka jika ada orang menganggap ia sama saja seperti wanita yang murahan yang mudah memberikan apa saja pada sembarang pria.Laura bukan wanita seperti itu."Iya, aku paham."Gadis itu lagi-lagi mengalah karena sudah tugasnya demikian."Bagus, ibuku tadi memberikan jamu kuat segala, agar beliau yakin aku meminumnya, kau harus bisa berjalan sedikit tertatih agar ibuku yakin kita benar-benar melewati malam pertama dengan benar, kau bisa melakukan itu dengan baik?""Bi-bisa!""Katakan dengan tegas!!" kritik Kenriki tidak puas dengan ucapan Laura yang dinilainya tidak tegas."Ya, aku bisa!""Bagus, awas kalau sampai besok ibuku curiga, aku benar-benar akan memberikan hukuman buatmu."Laura bungkam. Ia sibuk berpikir bagaimana caranya agar ia bisa melewati esok hari di depan kedua mertuanya. Apakah ia bisa berakting dengan baik? Namun, jika ia tidak menuruti apa yang dikatakan Kenriki, itu juga bukan solusi yang baik. Laura tidak punya hak untuk membantah. Yang memiliki uang, yang bisa memberikan perintah, begitu peraturannya.***Pagi menjelang, setelah menunaikan shalat subuh, Laura tidak melihat Kenriki di kamar. Tadi malam ia tidur di atas tempat tidur, dan Kenriki di atas sofa. Ia tidak tahu apa yang terjadi setelah itu yang jelas, tadi malam ia tidak bisa tertidur dengan nyenyak meskipun sangat lelah karena banyak memikirkan hal yang harus ia katakan pada kedua mertuanya.Benar-benar ingin segera tinggal terpisah karena Laura tidak suka me
Kenriki dan Laura saling melirik, rasanya mereka jadi tidak tahu harus bicara apa, ingin menolak, nanti terkesan terlalu kentara bahwa mereka hanya bersandiwara, bagaimana bisa?Alhasil, Kenriki menyerah. Ia mengabulkan keinginan sang orang tua untuk tinggal sementara di rumah mereka sampai mereka mendapatkan cucu. Tentu saja bagian mendapatkan cucu, tidak akan direalisasikan oleh Kenriki. Ia hanya mencoba untuk mencari cara apa yang harus ia lakukan untuk meyakinkan orang tuanya bahwa tinggal terpisah bukan cara mereka untuk menghindar tapi karena sebuah alasan yang bisa diterima akal sehat."Ken, kenapa menyetujui apa yang dikatakan mereka? Katanya kamu mau kita tinggal terpisah, aku enggak masalah kok tinggal di tempat kecil, asalkan terpisah, aku enggak enak kalau membohongi mereka terlalu banyak kalau tinggal di sini."Saat mereka kembali ke kamar, Laura langsung melancarkan aksi protesnya pada Kenriki karena ia menilai sang suami tidak melakukan apa yang dijanjikan.Kenriki menu
Mendengar apa yang diucapkan oleh Kenriki, Laura mati kutu, tidak bisa lagi berbuat banyak selain menurut saja. Toh, masih bisa berpakaian di kamar mandi. Lagipula, Kenriki benar, jika ia meminta sang suami keluar, entah apalagi yang akan dilakukan sang ibu mertua hingga membuat mereka terjebak situasi yang tidak nyaman.Beberapa saat kemudian, mereka berdua sudah siap. Setelah pamit dengan ibunya, Kenriki dan Laura akhirnya masuk ke dalam mobil milik Kenriki dan segera ke pusat perbelanjaan untuk membeli kebutuhan Laura.Karena sedang berada di tempat umum, Kenriki terpaksa bersikap seolah ia suami yang perhatian pada isteri. Padahal, ia sangat tertekan karena hal itu, tapi mau bagaimana lagi, daripada ada isu tidak sedap lagi mencuat, Kenriki mau tidak mau berusaha menahan rasa tertekannya ketika harus berdekatan dengan Laura. Setelah berbelanja, mereka kembali ke mobil. Selama mereka belanja, perubahan wajah Kenriki sebenarnya sangat kentara bagi Laura. Sesekali pria itu menyeka
"Istrimu tahu kondisimu, hingga ia berbesar hati untuk sabar menunggu kau sembuh dulu.""Menunggu aku sembuh?""Memangnya, kau tidak mau sembuh?""Aku ingin sembuh, tapi bukan berarti aku ingin menyentuh dia, aku tidak mencintai dia, pernikahan kami hanya sebuah alasan untuk saling menguntungkan saja, tidak ada perasaan yang terlibat.""Kau yakin?"Kenriki terdiam sejenak mendengar pertanyaan itu dilontarkan oleh sang dokter.Ingatannya terbentur pada apa yang dilakukan oleh Laura dan membuat hatinya tersentuh. Saat perempuan itu mempersiapkan pakaiannya, Kenriki yang selama ini hanya dilayani oleh ibunya justru merasakan ada sesuatu yang berbeda ketika menerima perlakuan sang istri padanya, namun ia yakin itu bukan perasaan cinta. "Aku yakin," jawab Kenriki pada akhirnya."Nanti juga cinta datang karena terbiasa, yang penting itu kau sembuh dulu, saranku coba ke psikiater, ceritakan semua yang kau ceritakan padaku, atau kau ingin aku merekomendasikan psikiater buatmu?""Apakah tidak
Laura mengawasi sang suami dan kakaknya bergantian hingga ia merasa kehadirannya tidak penting di antara mereka.Keluar kau, Laura! Biarkan aku berdua saja dengan suami gantengmu ini!Lyoudra bicara demikian di dalam hati, sambil melirik ke arah Laura setelah itu kembali menatap wajah Kenriki. Dalam sekejap, aku tidak suka dengan perempuan seperti kakak Laura ini, mirip dengan beberapa wanita yang pernah mendekatiku, tatapan matanya itu seperti ingin memakanku, aku tidak suka, kenapa mereka bersaudara tapi sangat jauh sekali perbedaannya?Hati Kenriki bicara demikian, sambil berusaha untuk tetap tenang meskipun kondisinya sekarang sangat sulit untuk diatasinya."Laura, boleh aku bicara berdua saja dengan adik ipar?" tanya Lyoudra membuyarkan lamunan Laura yang tidak tahu harus berbuat apa."Ah, baik!"Tanpa membantah, Laura langsung mengiyakan, ini membuat Kenriki kesal sang istri keluar tanpa perlawanan sama sekali. Namun apa daya, Laura justru berbalik dan meninggalkan ruangan itu
Sakti beringsut mendekati Kenriki dan berbisik di salah satu telinga pria itu. Wajah Kenriki merah mendengar bisikan yang dikatakan oleh Sakti.Seketika, sekujur tubuhnya gemetar, dan Kenriki bangkit lalu menjauh dari Sakti agar temannya itu tidak tahu apa yang sekarang terjadi padanya setelah mendengar apa yang dikatakan Sakti baru saja. Dalam sekejap, bayangan kejadian di masalalu berkelebat satu persatu di otak Kenriki dan itu membuat pria itu terhuyung sebelum mencapai kursi di belakang meja kerjanya. Melihat keadaan sahabatnya yang aneh, Sakti bergegas bangkit dan membantu Kenriki untuk duduk. "Lu sakit?" tanyanya pada Kenriki. "Kagak, cuma sedikit pusing.""Gue antar pulang?" tawar Sakti. "Kagak usah, sebentar juga sembuh, gue cuma mau sendirian dulu, bisa?""Lu yakin, kagak papa?" tanya Sakti masih khawatir dengan apa yang dialami oleh Kenriki. "Kagak papa, cuma kecapekan, ntar juga baik lagi."Setengah mati, Kenriki menyembunyikan apa yang ia rasakan sekarang pada sahaba
Laura hanya mengiyakan ketika Kenriki bicara demikian padanya sebelum mereka masuk ke ruangan pesta. Tidak bisa banyak membantah, toh, Laura juga tahu ia tidak punya kekuasaan seperti itu selain patuh. "Gandeng tanganku, tapi ingat jangan menyentuh telapak tangan atau permukaan kulitku, kau hanya boleh menyentuh permukaan pakaianku saja, tidak boleh yang lain!" tegas Kenriki lagi. Laura mengangguk kembali, dan perlahan ia melakukan apa yang diperintahkan oleh Kenriki padanya. Dadanya bergemuruh. Meskipun hanya menggandeng tangan Kenriki yang dilapisi oleh jas formal yang dipakai sang suami, Laura tetap tidak pernah melakukan hal itu pada siapapun. Laura tidak pernah berhubungan dengan pria, waktunya habis hanya untuk bekerja, karena itulah, menggandeng tangan pria sekarang ini adalah pengalaman keduanya selain saat resepsi pernikahan tempo hari. Debarannya masih sama, dan rasanya Laura tidak karuan sekarang ini meskipun hatinya selalu berkata bahwa ia harus bisa mengendalikan dir
"Munafik! Sok suci!" maki Erna pada Laura, dan Laura benar-benar nyaris membeku menerima perlakuan salah satu teman lama Kenriki itu padanya.Sakti yang melihat hal itu buru-buru menghampiri, namun Laura mundur ketika sahabat Kenriki itu mendekatinya agar ia bisa memastikan bahwa istri temannya itu tidak kenapa-kenapa."Ada apa ini?" Tiba-tiba saja, Kenriki sudah ada di antara mereka dan melihat keadaan sang istri, ia mengerutkan keningnya. Erna langsung menghampiri Kenriki dan meraih salah satu tangannya namun tangan itu langsung dihempaskan oleh Kenriki dengan kasar. Jika saja Sakti tidak langsung menangkap tubuhnya, Erna pasti akan tersungkur begitu saja di lantai pesta."Riki! Kasar banget kamu! Aku itu berniat baik sama istri kamu, dianya aja yang kampungan! Dia enggak mau minum alkohol tapi bicara kasar padaku, aku terpaksa menyiram dia karena aku tersinggung dengan ucapan dia!"Kata-kata lantang Erna membuat semua orang langsung memperhatikan mereka. Kenriki melepas jas yang