Share

Bab 06 || Kelelahan

last update Last Updated: 2024-06-15 23:35:47

Di bawah langit biru yang cerah, Ameera menggantungkan pakaian terakhir yang sebelumnya telah dicuci pada tali jemuran. Sembari mengusap keringat di dahinya, perempuan bercadar itu kemudian membawa atensinya ke sekeliling.

Seperti biasa, mansion keluarga Septihan yang luas itu selalu dipelihara oleh tangan-tangan terampil para pekerja yang sudah terbiasa dengan rutinitas masing-masing. Lihat saja, betapa lantai marmer di setiap sudut itu nampak berkilau, begitu juga dengan halaman-nya yang bersih tanpa satupun daun yang berserakan.

Namun hari ini, Ameera harus mengambil alih semua tugas-tugas tersebut. Tentu saja, semua itu Ameera lakukan bukan karena dia tidak percaya pada kemampuan para pekerja, melainkan karena merupakan perintah khusus dari Bianca. Mertuanya itu cukup sulit untuk dihadapi. Sosoknya tegas serta memiliki standar tinggi dalam segala hal, termasuk dengan menantu yang akan berbagi nama dan tempat tinggal dengan-nya.

Ameera tahu betul, untuk mendapatkan sedikit pengakuan dari mama mertuanya itu, dia harus melakukan lebih dari sekadar menjadi istri yang baik bagi anaknya. Karenanya, Ameera berusaha membuktikan, bahwa dirinya layak berada di mansion ini, layak menjadi bagian dari keluarga Septihan yang terkenal dan sangat dihormati itu. Dia berharap bahwa suatu hari, Bianca akan melihat lebih dari sekadar usahanya dan merasakan ketulusan hatinya.

Alhamdulillah, akhirnya satu-persatu kerjaan selesai juga,” gumam Ameera seraya meletakkan keranjang baju kotor di tempatnya.

Membalikkan tubuhnya, Ameera tiba-tiba merasa kepalanya geliengan. Dengan cepat ia berpegangan pada dinding yang berada di dekatnya agar tidak terjatuh. “Kenapa rasanya kayak gempa, ya?” Perempuan itu menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali guna mengendalikan kesadarannya.

Selain itu, Ameera juga merasakan tubuhnya berat dan lelah. Mungkin semua ini dia dapatkan karena terlalu banyak bekerja keras. Menarik napas dalam-dalam kemudian, mengeluarkannya secara perlahan, Ameera mencoba menenangkan diri. Setelah merasa baikan, ia kemudian berjalan keluar dari tempat laundry dan hendak menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Namun, kurang dua langkah dari anak tangga berada, seseorang kembali menyeruinya.

“Mau ke mana kamu?”

Menoleh ke arah sumber suara, tubuh Ameera menegang saat mendapati Bianca yang sedang duduk santai di atas sofa ruang tengah sambil dengan televisi di depan-nya yang menyala. “Ameera mau istirahat, Ma,” cicit Ameera dengan suara pelan. Namun, masih dapat di dengar oleh Bianca.  

Bianca yang sedang mengupas kuaci sebagai camilan menghentikan kegiatan-nya. “Apa? Mau istirahat!” sengitnya seraya melayangkan tatapan menghunus ke arah Ameera, seolah tidak suka dengan jawaban yang Ameera berikan.

“Ameera sudah menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Jadi, Ameera mau istirahat sebentar. Boleh, ‘kan, Ma?”

Wanita paruh baya itu menopang sebelah kakinya pada satu kaki yang lain. Aura menegangkan dan panas seketika menyelimuti atmosfer ruangan di sana. “Baru kerja begitu saja sudah kecapekan? Dasar pemalas! Buatkan aku teh chamomile. Sekarang!” perintah Bianca dengan nada yang tidak bisa ditolak.

Meski tubuhnya terasa remuk dan kepalanya berdenyut, Ameera tetap tersenyum tipis kemudian mengangguk patuh. “Baik, Ma. Kalau begitu biar Ameera buatkan dulu,” balasnya yang tidak dihiraukan oleh Bianca.

Perempuan bercadar itu kemudian berbergegas menuju dapur untuk membuat teh. Dengan tangan sedikit gemetar ia mulai memanaskan air dan memastikan suhunya pas. Namun, ketika Ameera menyajikan cangkir teh itu kehadapan Bianca, ia hanya menatapnya dengan ekspresi tidak puas.

“Teh-nya sudah jadi, Ma. Silakan diminum,” kata Ameera mempersilakan.

Dengan angkuh, Bianca meraih cangkir teh lalu meneguknya sedikit dan memuntahkannya kembali. “Cuih! Teh ini terlalu manis,” keluh Bianca setelah mencicipi dengan raut wajah muak.

Sontak, pengakuan Bianca tersebut membuat Ameera terkejut. Menurutnya ia telah menakar gula secukupnya tadi. Namun, mengapa mertuanya itu baru saja mengatakan kalau teh buatannya kemanisan?

“Benarkah? Kalau begitu, biar Ameera buatkan yang baru, Ma.”

Tidak menghiraukan, Bianca hanya mengibaskan telapak tangan-nya ke udara, bermaksud menyuruh agar Ameera pergi dari hadapan-nya. Mengerti dengan kode yang diberikan, Ameera segera kembali ke dapur untuk membuatkan teh yang baru. Mungkinkah, dia perlu mengurangi takaran gula dari sebelumnya?

“Ini, Ma. Ameera sudah buatkan teh baru. Silakan diminum.” ucap Ameera seraya meletakkan secangkir teh baru yang sudah dibuat ke atas meja.

Sangat disayangkan, lagi-lagi Bianca menemukan alasan untuk tidak menyukai teh buatan Ameera. “Kurang manis.” Ia berceloteh dengan enggan.

Ameera mencengkram kedua sisi gamis yang dikenakan, berusaha memperkuat kesabaran-nya yang perlahan goyah. “Ameera buatkan lagi, Ma.” Ia mengambil cangkir teh di meja kemudian kembali lagi ke dapur untuk membuatkan teh yang baru.

“Kurang kental.”

“Terlalu kebanyakan air.”  

“Kurang panas.”

Untuk kesekian kalinya, Ameera bolak-balik ke dapur dan ruang tengah, untuk mengambilkan teh. Akan tetapi, tidak ada satu pun dari teh yang dibawa, bisa diterima oleh mertuanya. Sebenarnya, Ameera menyadari, jika mertuanya itu sengaja mencari-cari alasan untuk terus menolaknya. Sebab, dari tadi Ameera memberikan teh yang sama dari teh yang pertama menurut resep yang ia pelajari dari Bi Juminah, kepala pelayan di mansion, tidak terlalu manis, suhu air yang pas, serta penyeduhan teh sesuai dengan takaran. Oleh karena itu, perubahan rasa hingga suhu seperti yang disebutkan oleh Bianca tadi adalah tidak benar.   

Sampai pada beberapa saat kemudian, dari arah dapur, Ameera berjalan sedikit tergopoh menghampiri Bianca yang masih stay di ruang tengah. “Ini, teh-nya, Ma. Kali ini, enggak terlalu manis dan enggak terlalu pahit. Takaran airnya pun pas, in syaa Allah enggak kekentalan atau terlalu banyak,” kata perempuan itu dengan napas sedikit tersengal karena kelelahan bolak-balik.

Mengacuhkan ucapan Ameera, Bianca meraih cangkir teh dan mulai meneguknya. Yang terjadi selanjutnya benar-benar di luar dugaan. Bianca melempar cangkir teh ke lantai hingga membuat benda berbadan keramik itu pecah menjadi beberapa keping.

Prang!

“Apa-apaan, Ameera? Ini sangat panas! Kamu sengaja ingin membunuhku, hah?!” maki Bianca bersungut-sungut. Setiap cangkir teh yang dibuat Ameera, seolah tidak pernah memuaskan hatinya.

Meneguk salivanya susah payah, Ameera menundukkan kepalanya dalam-dalam. “M-maaf, Ma. Ameera menaikkan sedikit suhu panasnya tadi,” ungkapanya menyesal.

“Maaf-maaf. Kamu pikir, semua masalah bisa diselesaikan hanya dengan permintaan maaf, hah?!” sentak Bianca berang. 

Perempuan bercadar itu menggeleng. Sementara di bawah sana, diam-diam ia meremas ujung gamisnya. Bahkan, ketika Bi Juminah—kepala pelayan di mansion mendatanginya dan menawarkan bantuan membuat teh, Ameera menolak dengan sopan. Tentu saja, semua itu ia lakukan semata-mata agar bisa mendapatkan sedikit pengakuan dari Bianca. Namun, sangat disayangkan, usahanya tersebut sia-sia, karena nyatanya wanita paruh baya itu tidak cukup puas dengan teh hasil buatannya dan berakhir murka.

“Inilah alasan kenapa aku begitu membencimu. Kamu penuh dengan kesialan! Putraku menjadi korbannya. Kamu tahu, Ameera, kalau saja Alex tidak bersikeras menikahi kamu, mungkin saat ini dia masih hidup!” kelakar Bianca bak guntur yang menggelegar di malam hari.

Kata-kata yang diucapkan Bianca seperti pisau yang mengiris hati Ameera. Seolah-olah semua usahanya hanya akan berakhir sia-sia, atau mungkin dia tidak akan pernah bisa mendapatkan cinta serta penerimaan dari wanita yang sekarang telah menjadi keluarganya itu. Kebencian Bianca telah mengakar, sehingga apapun yang Ameera lakukan mustahil bisa menghancurkan dinding kebencian di hatinya.

“M-maaf, Ma ….” Suara Ameera terdengar bergetar. Cairan bening, mulai menggenang di pelupuk matanya yang lentik. Ameera mencoba menahan diri agar tidak menangis, sekalipun dadanya terasa begitu sesak. “Ameera benar-benar minta maaf, Ma.” Walau sebenarnya musibah yang terjadi bukanlah kesalahannya. Namun, Ameera tetap merasa bersalah.

Mendengkus kasar, Bianca membuang wajahnya ke samping. “Jangan berharap aku bisa memaafkan kamu, Ameera. Selamanya, aku akan membencimu!” ketus wanita paruh baya itu, kemudian bangkit dari atas sofa dan berlalu pergi meninggalkan Ameera dengan segudang luka dan penyesalan.

Ameera memegangi dadanya yang terasa sesak dan nyeri. “Ya Allah, kenapa rasanya sesakit ini.” Kali ini, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis. Air matanya mengalir deras membasahi kedua pipinyaa yang tertutup kain cadar. “Mama begitu membenciku. Akankah aku bisa menembus hati Mama dan mendapatkan maafnya?” Ameera menangis pilu. Matanya menyiratkan keputus asaan, seakan tidak menyangka jika takdir hidupnya akan serumit dan seberat ini.

***

Malam telah tiba. Langit yang semula cerah berubah menjadi gelap gulita. Di atas sana, terlihat bintang-bintang berkelipan dan bulan purnama yang bersinar terang. Suara jangkrik yang sesekali terdengar, berhasil menambah keindahan dari malam yang syahdu.

Di antara kesunyian yang tengah berlangsung, sebuah mobil melaju dengan kecepatan rata-rata memasuki pelataran luas dan berhenti tepat di depan mansion. Setelah mematikan mesin mobil, Jay yang sebelumnya mengemudi turun sebelum kemudian segera membukakan pintu samping mobil. “Silakan, Tuan,” ucap pria muda itu mempersilakan tuan-nya.

Sembari memasang kancing jas yang dikenakan, Alvan turun dari mobil. Seketika itu juga, angin sepoi-sepoi yang membawa kesejukan menyambutnya, seolah menggantikan hiruk pikuk siang hari dengan ketenangan yang mendalam. Tanpa berkata-kata, sosok jangkung itu kemudian berjalan memasuki mansion.

Langkah lebarnya terasa berat. Sebenarnya, Alvan sendiri tidak berniat untuk kembali. Sebagai pemimpin perusahaan yang baru, Alvan memiliki beban serta tanggung jawab yang semakin berat. Di mana, pikiran-nya telah dipenuhi dengan berbagai macam strategi dan rencana, sehingga dia tidak memiliki ruang untuk hal-hal lain yang menurutnya tidak bermanfaat.

Sesampainya di kamar, Alvan mengernyitkan kening tatkala mendapati ruangan yang gelap gulita. “Gelap sekali.” Alvan menekan saklar lampu, dan seketika itu juga ruangan di tempatnya menjadi terang-benderang.

Sosok jangkung itu seraya mengedarkan atensinya ke sekeliling, seakan tengah mencari-cari keberadaan dari wanita yang telah dinikahinya. “Di mana perempuan aneh itu?” Namun, sepersekian detik kemudian, Alvan segera menggelengkan kepalanya begitu menyadari perbuatan-nya. “Oh, ayolah, ngapain aku mencari perempuan itu? Tidak ada kerjaan saja!” Menggedikkan kedua bahunya ringan, Alvan memilih mengabaikan ketiadaan Ameera dan memutuskan untuk mandi dan membersihkan diri.

.

.

Ameera baru saja kembali ke dalam kamarnya setelah sebelumnya merapikan dapur dan mencuci piring bekas makan malam. Menghela napas berat, ia menutup daun pintu kemudian berjalan menghampiri kasur besar yang berada di sudut kamar. “Oh, hari ini rasanya lelah sekali,” gumamnya dengan sorot mata letih. Ingin sekali, ia segera membaringkan tubuhnya di sana. Namun, Ameera cukup tahu diri untuk tidak teledor dan kelak keringatnya akan mengotori seprai baru yang masih wangi itu.

“Apa sebaiknya aku mandi terlebih dulu, ya?” monolog Ameera, menimbang-nimbang.

Bersamaan dengan itu, deritan pintu terdengar mengiringi Alvan yang keluar dari kamar mandi dengan handuk terlilit di pinggang. Baru saja, dia menyelesaikan ritual mandinya, membuat tubuhnya terasa jauh lebih segar dan ringan dari sebelumnya. Saat hendak menuju ruang ganti, Alvan dikejutkan oleh pemandangan yang tidak pernah dia duga.

Tidak jauh dari tempat dirinya berada, Alvan mendapati Ameera tengah berdiri lunglai di dekat tempat tidur. Bukan hanya itu, Alvan juga dibuat salah fokus dengan penampilan Ameera yang terlihat buruk, sorot matanya sendu, dan napasnya tersengal-sengal. Entah apa yang telah perempuan itu lakukan. Dia benar-benar berantakan layaknya seseorang yang baru saja kembali dari bekerja keras.

Di tengah kebingungan yang melanda, Alvan kemudian berjalan menghampiri Ameera. Namun, belum sempat laki-laki itu bertanya atau memarahinya, Ameera yang kelelahan, tiba-tiba tumbang. “Astaga, ada apa ini?!” pekik Alvan dengan kedua mata terbelalak, terkejut.

Insting Alvan sebagai suami langsung terpicu, melupakan segala rasa benci yang tersemat di relung hatinya, sosok jangkung itu bergegas menghampiri Ameera yang tergeletak di bawah. “Hey, kamu … bangunlah. Kenapa diam saja?” Alvan menggoyang-goyangkan tubuh Ameera.

Tidak kunjung ada pergerakan ataupun sahutan dari Ameera, membuat Alvan yang sebelumnya tidak peduli mendadak diserang panik. “Sial! Dia pingsan,” umpat laki-laki itu kemudian segera mengangkat tubuh kurus Ameera dengan hati-hati lalu meletakkannya di atas tempat tidur.

“Oh, apa-apaan ini? Menyusahkan saja!” Alvan mendesah berat kemudian beranjak pergi untuk berganti pakaian.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 07 || Perasaan Rumit

    Setelah berganti pakaian, Alvan berjalan menuju sofa panjang. Setelan kaos hitam polos dengan celana pendek selutut dia pilih sebagai pakaian bersantai, nampak pas membalut tubuh jangkungnya. Sampai di dekat sofa, Alvan hendak berbaring di sana guna merenggangkan otot-otot tubuhnya yang kaku dan pegal. Namun, niatnya tersebut menjadi urung tatkala ia teringat dengan Ameera.Melirik sekilas ke arah tempat tidur, Alvan mendapati Ameera yang masih terpejam, padahal sudah cukup lama baginya tidak sadarkan diri. Alih-alih memanggilkan doker, ia memilih untuk tidak peduli dan segera berbaring. Namun, sangat disayangkan. Sekeras apapun Alvan mencoba untuk tidak menghiraukan, tetap tidak bisa. Akhirnya, dengan perasaan berat ia berjalan menghampiri tempat tidur untuk mengecek kondisi Ameera.“Masih belum bangun juga.” Kening Alvan berkerut, saat menyadari siklus napas Ameera yang berat. “Sepertinya, penutup wajah itu membuatnya kesulitan bernapas. Haruskah aku melepasnya?” Alvan nampak ragu un

    Last Updated : 2024-06-17
  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 08 || Prasangka

    Sinar matahari menyelinap masuk, menerangi setiap ruang di kediaman keluarga Septihan. Sekalipun kehangatan menyapa pagi hari. Namun, tidak cukup untuk mencairkan suasana dingin di meja makan. Bianca, yang duduk di posisi ujung meja memasang ekspresi masam, sementara kedua matanya menyapu seisi ruangan seolah tengah mencari sasaran empuk untuk melampiaskan kekesalan-nya. Sampai pada beberapa saat kemudian, pandangan wanita itu tertuju pada sosok Ameera yang sedang berjalan sedikit tertatih memasuki ruangan.“Melihatmu berjalan seperti itu, hanya akan membuat aku berpikir kalau kamu sedang berpura-pura sakit, Ameera. Sengaja bersikap lemah, agar bisa menghindari membuat sarapan dan pekerjaan rumah tangga. Benar-benar akting yang menakjubkan!” cibir Bianca menohok. Sorot matanya yang tajam, seolah siap menguliti Ameera hidup-hidup. Tidak peduli dengan suami, ayah mertua dan putranya yang juga berada di sana, wanita paruh baya itu tidak sungkan untuk langsung menyerang Ameera dengan kata-

    Last Updated : 2024-06-18
  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 09 || Bekal Makan Siang

    Ameera berjalan memasuki kamar lalu mendudukkan dirinya di sisi tempat tidur. Sebelah tangannya tergerak untuk menyeka keringat di keningnya. Baru saja, ia menyelesaikan pekerjaan di mansion, sebagai tugas yang diberikan oleh Bianca. Sekalipun sedikit kelelahan, Ameera merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Mungkin, hal itu dikarenakan semalaman ia telah beristirahat dan meminum obat.Alih-alih membaringkan diri di kasur, pandangan Ameera tanpa sengaja berlabuh pada sebuah handuk kecil yang berada di atas nakas. Senyum tipis terukir di bibir merah muda Ameera begitu teringat dengan Alvan yang telah merawatnya semalam. “Aku masih enggak nyangka, semalam Mas Alvan akan merawatku,” gumamnya pelan.Membahas tentang Alvan, Ameera teringat jika Saat ini, suaminya itu sedang sibuk bekerja dan entah kapan akan kembali. “Aku dengar dari Papa, katanya Mas Alvan sangat sibuk mengurus pekerjaan di kantor dan sering melewatkan jam makan. Sepertinya, membuatkan bekal makan siang untuknya bukanlah i

    Last Updated : 2024-06-19
  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 10 || Perasaan Aneh

    Ameera berlari sekuat tenaga meninggalkan ruangan pribadi Alvan. Sementara Jay yang masih berdiri di depan pintu, hanya bisa menahan napas atas apa yang baru saja terjadi. Tanpa bisa dicegah, air mata perempuan itu mengalir dengan begitu deras membasahi pipi pucatnya yang tertutup kain cadar. Kekecewaan dan rasa sakit seketika memenuhi relung hatinya begitu bayangan kurang menyenangkan yang ia lihat beberapa detik lalu kembali melintas di kepalanya.Napasnya terasa sesak, dadanya panas dan sakit. Ameera tidak pernah menyangka bahwa takdir hidupnya akan membawanya sampai ke titik ini. Titik di mana hatinya terasa hancur berkeping-keping menyaksikan suaminya bermesraan dengan wanita lain tepat di depan matanya sendiri.“Seharusnya aku menyadarinya. Mas Alvan memang suamiku, tetapi hatinya bukan untuk-ku. Dia sudah memiliki kekasih jauh sebelum kami menikah,” gumam Ameera sembari mengusap air matanya dengan sedikit kasar.Dalam keadaan bingung dan sedih, Ameera tidak menyadari ke mana dia

    Last Updated : 2024-06-20
  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 11 || Realisasi Menyakitkan

    “Mas Alvan, lepasin. Mas mau bawa aku ke mana?” pinta Ameera seraya berusaha melepasakan cekalan tangan Alvan yang begitu kuat.Namun, alih-alih segera melepaskan, sosok jangkung itu justru menulikan pendengaran-nya. Ia terus menarik perempuan itu pergi bersamanya. Tidak peduli dengan Ameera yang kesulitan dalam mengimbangi langkah lebarnya hingga terseok.Beberapa orang yang mereka lewati, nampak terkejut melihat kejadian tersebut. Tidak sedikit pula yang bertanya-tanya mengenai siapakah wanita bercadar yang bersama Alvan itu. Berbagai macam spekulasi mulai bermunculan, menantikan kabar panas yang mungkin akan beredar dikeesokan hari dan tersebar di forum gossip.Walau demikian, Alvan tidak peduli. Saat ini, pikiran-nya kacau, begitu juga dengan perasan-nya yang terasa tidak karuan. Dia terus menarik Ameera, membawanya ke ruangan pribadinya.Jay dan Gled yang masih berada di sana nampak mengernyitkan kening melihat Alvan yang kembali bersama Ameera. Namun, belum sempat keduanya bertan

    Last Updated : 2024-06-21
  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 12 || Khawatir

    Semilir angin bertiup kencang, menerbangkan dedaunan kering yang berserakan di pekarangan luas. Di bawah langit senja yang indah, Ameera berjalan lunglai memasuki teras mansion. Pundaknya menurun lesu, pandangan-nya yang kabur, menyiratkan kesenduan, menunjuk-kan jika ia baru saja melewati hari yang kurang menyenangkan.Masih terbayang dengan jelas di benak Ameera bagaimana ia berusaha keras membuatkan bekal makan siang untuk Alvan. Namun, saat mencoba mengantarkan-nya ke kantor, ia justru disambut dengan respon kurang baik oleh suaminya. Persitegangan terjadi, dengan Alvan yang menuding Ameera dengan pernyataan ini dan itu, sehingga membuat perempuan itu berakhir tersinggung dan sakit hati.“Oh, apa yang kamu pikirkan, Ameera. Sudahlah, semua sudah berlalu.” Menghela napas panjang, Ameera mencoba melupakan beban berat yang sempai bergelayut di hatinya dan fokus kembali dengan tujuan serta rencana masa depan-nya.Ameera berjalan memasuki pintu utama mansion dengan perasaan yang jauh le

    Last Updated : 2024-06-22
  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 13 || Peringatan Alvan

    Alvan membawa Ameera menuju kamar tidur mereka. Perempuan di dalam gendongan-nya itu terlihat sangat lemah dan tidak berdaya. Bahkan, ketika Alvan mencoba memanggil-manggil namanya, Ameera tetap tidak menanggapinya dengan kedua mata tertutup.“Tolong, buka pintunya. Ameera takut,” rancau perempuan itu dengan suara rendah hingga nyaris tak terdengar kalau saja Alvan tidak memiliki rungu yang tajam.Di sela-sela langkahnya, Alvan menunduk-kan kepalanya sekilas dan terkesiap melihat kondisi Ameera yang semakin memprihatinkan. Tubuhnya gemetar hebat, napasnya tersendat. Sesampainya di dalam kamar, sosok jangkung itu menurunkan Ameera, bermaksud menyuruhnya agar segera beristirahat. Namun, baru saja telapak kaki perempuan itu menyentuh lantai, Ameera kembali tidak sadarkan diri dan jatuh ke dalam pelukan Alvan.“Ameera, Ameera.” Alvan yang terkejut, menepuk-nepuk wajah Ameera yang tertutup kain cadar, mencoba membangunkan-nya. Namun, perempuan itu tetap tidak merespon. “Astaga, ada apa deng

    Last Updated : 2024-06-23
  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 14 || Ingin Kembali

    Ameera terbangun dengan perasaan linglung. Masih dalam kondisi berbaring, sepasang mata indahnya bergerak ke sana-ke mari memperhatikan suasana di sekitar. Betapa terkejutnya ia saat menyadari jika saat ini dirinya telah berada di dalam kamar. Padahal, seingat Ameera dia sedang dikurung oleh ibu mertuanya di gudang bawah karena membuat sang ibu kesal.“Kenapa aku bisa berada di sini? Bukankah Mama mengurungku di gudang?” gumam Ameera di sela-sela kebingungan.Perlahan, Ameera mendudukkan dirinya dan menyandarkan punggung kurusnya pada sandaran kasur. “Sepertinya Mas Alvan masih belum pulang.” Setelah memastikan keadaan kamar benar-benar kosong, sebelah tangan Ameera tergerak untuk membuka kain cadar yang dikenakan, barulah dia bisa bernapas dengan lebih leluasan. “Tubuhku, rasanya sakit sekali,” monolog perempuan itu seraya merenggangkan otot-otot tubuhnya yang menegang.Di sela-sela kegiatan-nya, pergerakan Ameera tiba-tiba terhenti tatkala sekelebat ingatan samar melintas di kepalany

    Last Updated : 2024-06-24

Latest chapter

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 71 || Rencana Kejutan

    Cahaya lampu kamar temaram, menciptakan bayangan lembut di dinding berwarna gading. Aroma melati dari diffuser berbaur dengan harum kain yang baru saja disetrika. Ameera berdiri di depan cermin, ujung jarinya dengan luwes merapikan kerudungnya yang menjuntai anggun.“Santi, tolong ambilkan gamis navy di lemari.”Santi yang sejak tadi sibuk menata selimut segera menghampiri lemari kayu jati di sudut kamar. Tangannya meraba lembut kain yang Ameera maksud, lalu mengeluarkannya dengan hati-hati. Gamis itu jatuh dengan anggun, warnanya pekat seperti langit malam tanpa bintang.“Ini, Nyonya Muda.”Ameera menerimanya dengan senyum tipis. Jari-jarinya meraba tekstur kain yang lembut dan sejuk di kulit. Sembari mengenakann-ya, ia mengikat tali kecil di bagian belakang, memastikan baju itu pas membingkai siluetnya tanpa berlebihan.Santi memperhatikan sejenak. “Anda ada janji, Nyonya Muda?” tanyanya sedikit penasaran.“Eum.” Ameera mengangguk. “Mas Alvan bilang ada undangan penting yang harus d

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 70 || Pembicaraan Serius

    Matahari senja menggantung rendah di ufuk barat, menaburkan cahaya keemasan yang menyelimuti taman rumah sakit dengan kilau lembut. Angin berembus sepoi, membawa serta aroma bunga yang tengah bermekaran. Ameera mendorong kursi roda Alvan dengan penuh kelembutan, membiarkan suaminya menikmati udara segar setelah sekian lama terkurung di dalam kamar perawatan.“Maa syaa Allah, pemandangan di sini indah sekali, ya, Mas,” ujar perempuan bercadar itu riang. Matanya bebinar penuh kekaguman, sementara suaranya terdengar seperti alunan angin yang membelai dedaunan.Alvan tak segera menanggapi. Tatapannya terarah padanya, bukan pada hamparan bunga atau pepohonan rindang di sekeliling mereka. Senyum tipis tersungging di bibirnya, seolah ada sesuatu yang tengah ia pikirkan.Ameera menghentikan langkah, lalu setengah berlutut di hadapan suaminya dengan dahi berkerut. Tubuhnya merendah seolah ingin menyatu dengan bayangan di tanah. “Kenapa Mas Alvan tersenyum seperti itu? Apa ada yang salah dengan

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 69 || Perasaan Yang Tertuang

    Ruangan ICU terasa sunyi, hanya suara monitor jantung yang berdetak pelan, menciptakan ritme monoton di antara keheningan. Aroma antiseptik memenuhi udara, bercampur dengan hawa dingin dari pendingin ruangan. Alvan terbaring di atas ranjang dengan berbagai kabel sensor menempel di dadanya. Wajahnya pucat, napasnya masih berat, dan kelopak matanya bergerak samar, seolah sedang berjuang di antara kesadaran dan ketidaksadaran.Di sisi ranjang, Ameera duduk dengan jemari menggenggam tangan Alvan yang terasa dingin. “Mas Alvan ….” Ia mengeratkan genggaman tangan-nya, seolah takut kehilangan. “Kapan Mas bangun?” Matanya berkaca-kaca mengamati wajah suaminya yang masih lemah. Setelah sempat mengalami guncangan hebat, akhirya kondisi suaminya kembali stabil. Meski begitu, tidak serta merta mengurangi perasaan khawatir dan cemas di dada Ameera.Sementara itu, di tempatnya, Alvan merasakan sensasi berat yang menekan sekujur tubuh, seolaah ada sesuatu yang menariknya ke dalam kegelapan. Perlahan

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 68 || Cemas

    Di rumah sakit, ketegangan terasa begitu kuat. Alvan tengah berada di dalam ruang operasi. Seperti kata Gled, peluru sangat dekat dengan tulang belakang, sehingga butuh operasi segera untuk mengeluarkan-nya.Ameera terpaksa menunggu di luar ruang operasi. Tangan-nya mencengkeram erat ujung gamis yang dikenakan, dadanya naik turun karena cemas. Ruangan itu terasa begitu sunyi, hanya suara langkah dokter dan suara mesin-mesin medis yang sesekali berbunyi. Pikiran-nya dipenuhi ketakutan, bayangan tentang Alvan yang selalu tegas dan dingin, kini terbaring lemah membuat hatinya mencelos.“Aku ikut operasi. Doakan kami berhasil.” Begitu kata-kata Gled sebelum memasuki ruang operasi dengan mengenakan baju bedah. Saat itu, Ameera hanya bisa memandang punggungnya menghilang di balik pintu yang tertutup rapat.Monitor detak jantung Alvan berbunyi dengan cepat saat operasi dimulai, menunjukkan kondisinya yang sangat kritis. Ameera hanya bisaa menahan napas. Dalam diam, ia berdo’a tanpa henti, me

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 67 || Peran Ameera

    Satu pekan sebelum kejadian …Di luar mansion keluarga Septihan, suasana semakin mencekam. Angin malam berembus dingin, menggugurkan dedaunan kering yang berserakan di jalan setapak. Lampu-lampu jalan yang redup menciptakan bayangan panjang, seakan menambah ketegangan yang telah menggantung di udara.Beberapa waktu lalu, sebelum semua memuncak, Ameera mulai merasakan ada yang aneh. Langkah-langkah samar di kejauhan, tatapan yang seakan menembus punggungnya, dan perasaan seolah-olah setiap gerak-geriknya diawasi. Bayangan itu mengikuti di mana pun ia berada, mengintai dalam kegelapan, menunggunya lengah.Ia tidak ingin Alvan khawatir. Namun, firasat buruk itu terus mengusiknya, merayapi pikirannya seperti racun yang perlahan menyebar. Hingga akhirnya, ia menemui Jay, untuk mencari jawaban."Itu hanya perasaan Anda saja, Nyonya Muda. Anda tidak perlu terlalu memikirkan-nya," kata pria itu santai. Namun, Ameera tidak melewatkan ada sesuatu yang bersembunyi dalam sorot matanya yang menyir

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 66 || Akhir Dari Segalanya

    "Cepat berlutut, dan serahkan semua surat kuasa yang kau miliki, juga aset keluarga ini!" ujar Eldome bergema seperti gelegar petir, menciptakan bayangan ketakutan yang menyelinap di antara deretan pilar marmer.Alvan menggeram, kepalan tangan-nya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Pandangan-nya melirik sekilas ke arah Brian, Bianca, dan David yang ditahan di sudut ruangan. Dilema menyayat hatinya. Melepaskan semua yang telah ia bangun dengan susah payah atau menyaksikan keluarganya menderita?Eldome melangkah maju, sorot matanya tajam seperti pisau yang menusuk. "Baiklah, karena kau memilih untuk menentangku, aku akan melenyapkanmu, sekarang!" Dengan satu isyarat tangan, puluhan pria berpakaian hitam muncul dari balik bayangan, mengepung setiap sudut mansion. Senjata berlaras panjang mereka terangkat, siap membidik.Kedua mata Alvan terbelalak. Napasnya memburu menyadari dirinya yang telah kalah telak. Alvan mulai menghubungi sahabatnya guna meminta bantuan. Namun, koneks

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 65 || Asa Dalam Rasa

    Eldome menyandarkan tubuhnya pada kursi tinggi berlapis beludru, jemarinya mengetuk-ngetuk sandaran tangan dengan ritme santai, kontras dengan ketegangan yang menggantung di udara. Senyumannya sinis, mata kelamnya menyipit penuh perhitungan. "Ayolah, Alvan," lanjut Eldome, bersenandung ringan seolah menikmati permainan. "Bukankah ini yang kau inginkan? Membalaskan dendam pada orang-orang berdosa ini?"Ia mengedik-kan dagu ke arah Brian dan Bianca yang kini terikat di kursi. "Aku harap kau masih ingat, bagaimana mereka membiarkanmu menderita, menyaksikanmu diusir dari keluarga ini tanpa membela sedikit pun. Dan lihatlah kau sekarang, datang seperti seorang pahlawan."Pria paruh baya dengan sentuhan topi fedora yang melingkar di kepala itu mendekat, setiap ucapan-nya terdengar seperti bisikan yang menggerayangi sisi gelap di hati Alvan. "Jangan lupa, Alvan ... siapa yang selama ini membentukmu, dan membuatmu menjadi kuat sampai kau bisa berada di puncak. Bukankah hanya aku? Aku yang mem

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 64 || Reuni Keluarga?

    Begitu pintu kamar tertutup, Ameera membuka mata perlahan. Seketika, keheningan menyergap, menciptakan ruang bagi nyeri yang masih bersarang di tubuhnya. Detak jam di dinding terdengar lebih lambat dari biasanya, seakan waktu ikut merasakan kesakitan yang ia derita. Butuh waktu bagi dirinya untuk menahan-nya sampai suaminya pergi.Dengan gerakan hati-hati, Ameera bangkit, tubuhnya terasa lebih berat dari sebelumnya. Setiap langkah menuju kursi di dekat jendela terasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Begitu punggungnya menyentuh sandaran, rasa perih menyergap kuat."Sshh ...." Desahan lirih lolos dari bibirnya. Jemarinya bergetar saat menyingsingkan lengan bajunya. Saat melihat kulitnya sendiri, Ameera tercekat. Memar ungu kebiruan menghiasi permukaan, luka-luka kecil terbuka di antara lebam, beberapa bahkan masih tampak segar. Bekas amukan Eldome begitu nyata, seolah baru saja terjadi. Gurat luka di sikunya—hasil sayatan pisau—mengingatkannya pada teror yang ia alami saat dalam p

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 63 || Kecupan Penuh Kasih

    “Kau yakin temanmu itu dokter terbaik, Gled? Kenapa dia begitu lama di dalam?” Alvan melontarkan pertanyaan dengan nada tajam, nyaris mendidih dalam ketidak sabaran-nya.Sosok jangkung itu terus mondar-mandir di depan pintu kamar, langkahnya berat, menggema di lantai marmer yang dingin. Rahangnya mengeras, sorot matanya gelap, menggambarkan badai yang bergejolak di dalam dirinya. Sekujur tubuhnya tegang, setiap urat nadi di lengannya mencerminkan betapa keras ia menahan diri.Di benaknya, kecurigaan perlahan merayap. Dokter wanita yang dibawa Gled—benarkah dia bisa dipercaya? Sesuatu terasa janggal. Mengingat betapa tertutupnya Ameera, ia yang bersikeras agar sahabatnya mencari dokter perempuan untuk memeriksanya. Namun, tetap saja, ini terlalu lama sejak pemeriksaan dimulai.Gled menghela napas panjang, seakan memahami kegelisahan yang menguar dari tubuh Alvan. “Tentu saja. Dia punya segudang sertifikat, dan kemampuannya tak perlu diragukan. Tenanglah, kau tidak perlu khawatir,” ucapn

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status