Home / Romansa / SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER / Bab 7: Konspirasi dalam Cermin

Share

Bab 7: Konspirasi dalam Cermin

Author: Zayba Almira
last update Last Updated: 2024-12-01 15:08:27

Pagi setelah serangan di gudang, Keira terbangun dengan kepala yang berat. Malam itu terus membayangi pikirannya, terutama ketika ia melihat Adrian terluka saat melindunginya.

Namun, perhatian Keira langsung teralihkan ketika seorang pelayan mengetuk pintu kamarnya dengan surat di tangan.

"Surat ini baru saja dikirimkan, Nona Keira," kata pelayan itu dengan wajah bingung.

Keira mengambil surat itu. Kertasnya tampak biasa, tetapi ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman. Ketika ia membukanya, sebuah tulisan tangan rapi tertulis di atasnya:

"Kami tahu apa yang kau lakukan. Berhentilah, atau kau akan kehilangan lebih banyak dari yang pernah kau bayangkan."

Tangannya gemetar saat membaca surat itu. Ia segera berlari ke ruang tamu, di mana Adrian sedang duduk sambil memeriksa lukanya.

"Adrian!" serunya, melemparkan surat itu ke atas meja.

Adrian membaca surat itu dengan tenang, tetapi Keira bisa melihat ketegangan di rahangnya. "Mereka mulai mengawasi kita," katanya akhirnya.

"Lalu apa yang harus kita lakukan? Mereka tahu tentang kita!" Keira merasa panik.

Adrian berdiri, tatapannya penuh keyakinan. "Kita tidak akan mundur. Ini hanya ancaman kosong untuk membuat Anda takut. Tapi kita harus lebih berhati-hati mulai sekarang."

Adrian segera menghubungi Lina untuk membahas ancaman itu. Ketika mereka bertemu di apartemen Lina, wanita itu sudah menunggu dengan sebuah laptop terbuka di depannya.

"Aku sedang menyelidiki dokumen-dokumen itu lebih jauh," katanya tanpa basa-basi. "Dan aku menemukan sesuatu yang menarik. Salah satu nama di daftar ini, 'Michael Salim,' tampaknya adalah kontak utama Lama Hitam di kota ini."

Adrian mengerutkan kening. "Michael Salim? Bukankah dia seorang filantropis terkenal?"

Lina mengangguk. "Tepat. Dia menggunakan kegiatan amalnya sebagai kedok untuk mencuci uang dan mendanai operasi mereka."

Keira menatap layar laptop dengan ngeri. "Bagaimana seseorang seperti dia bisa begitu berbahaya?"

Lina menatapnya tajam. "Karena orang-orang seperti dia tahu bagaimana menyembunyikan niat mereka di balik senyuman dan pidato indah. Kita harus bertemu dengannya, tetapi ini sangat berisiko."

Keira mengangguk pelan. "Jika itu bisa membawa kita lebih dekat untuk menghentikan mereka, aku siap."

Michael Salim dijadwalkan menghadiri pesta amal besar di sebuah hotel mewah malam itu. Adrian dan Keira menyusun rencana untuk menghadiri acara tersebut dengan identitas palsu.

Ketika mereka tiba, suasana mewah menyambut mereka. Gaun panjang berkilauan, pria-pria dalam jas rapi, dan lampu kristal yang berkilauan menciptakan suasana yang tampak seperti dongeng. Namun, di balik kemewahan itu, Keira merasa suasana tegang.

"Kita harus tetap waspada," bisik Adrian saat mereka memasuki aula utama. "Orang-orang ini tahu cara membaca gerak-gerik kita."

Keira mengangguk. Ia berusaha terlihat tenang, meskipun hatinya berdebar kencang.

Saat mereka berjalan di antara tamu-tamu, mereka akhirnya menemukan Michael Salim. Pria itu tampak ramah, tertawa dan berbincang dengan para tamu lainnya.

Adrian memberi isyarat kepada Keira untuk mendekati Michael sementara ia sendiri mengamati dari kejauhan. Dengan hati-hati, Keira mendekati pria itu.

"Pak Michael, senang sekali akhirnya bisa bertemu dengan Anda," katanya dengan senyum lemah.

Michael menoleh, tersenyum hangat. "Oh, nona muda. Senang bertemu dengan Anda juga. Dan Anda adalah…?"

Keira berpura-pura menjadi seorang investor muda yang ingin tahu lebih banyak tentang proyek amal Michael. Percakapan mereka berlangsung lancar, tetapi Keira merasa bahwa pria itu memperhatikannya dengan cermat, seperti mencoba membaca niatnya.

Namun, momen itu tiba-tiba terganggu ketika seorang pria besar dengan wajah keras mendekati Michael dan berbisik di telinganya. Wajah Michael berubah serius, dan ia melirik ke arah Adrian yang berdiri di seberang ruangan.

"Aku rasa kita akan bertemu lagi, Nona," kata Michael sebelum pergi dengan pria itu.

Keira kembali ke sisi Adrian, wajahnya pucat. "Dia tahu siapa kita," bisiknya.

Adrian mengangguk, matanya penuh kekhawatiran. "Kita harus keluar sekarang."

Ketika mereka menuju pintu keluar, dua pria bertubuh besar menghadang jalan mereka. Wajah mereka dingin, mata mereka penuh ancaman.

"Ke mana kalian ingin pergi?" salah satu dari mereka bertanya, suaranya kasar.

Adrian segera berdiri di depan Keira, melindunginya. "Kami tidak ingin masalah," katanya tenang.

Namun, pria itu tersenyum dingin. "Terlambat untuk itu."

Pertarungan pun dimulai. Adrian melawan dengan keahlian luar biasa, tetapi dua lawannya bukanlah orang biasa. Mereka tampaknya dilatih khusus untuk menghadapi situasi seperti ini.

Keira merasa tubuhnya gemetar saat melihat Adrian terluka oleh pukulan keras. Namun, ia mengingat latihan yang telah diajarkan Adrian padanya. Dengan keberanian yang mendadak muncul, ia meraih botol anggur dari meja terdekat dan memukul salah satu pria itu di kepala.

Pria itu terjatuh, memberi Adrian waktu untuk melumpuhkan lawan lainnya.

"Keira, cepat! Kita harus pergi!" seru Adrian sambil menarik tangannya.

Mereka berhasil keluar dari hotel dengan susah payah, melarikan diri ke mobil mereka. Keira merasa napasnya tersengal-sengal, dan air mata mengalir di pipinya.

"Adrian… ini semakin berbahaya. Aku tidak tahu apakah aku bisa melanjutkan ini," katanya dengan suara bergetar.

Adrian menatapnya, matanya lembut meskipun wajahnya penuh luka. "Saya tahu ini sulit. Tapi Anda lebih kuat dari yang Anda pikirkan, Keira. Anda telah membuktikannya malam ini."

Setelah kembali ke rumah, Adrian mendapat panggilan dari Lina. "Kita punya masalah besar," kata Lina dengan nada tegang.

"Apa yang terjadi?" tanya Adrian.

"Aku memeriksa lebih lanjut tentang orang-orang yang hadir di pesta tadi. Ada satu nama yang mencurigakan, dan ternyata... dia salah satu dari anggota dewan perusahaan Hartono Group."

Keira yang mendengar percakapan itu merasa terkejut. "Maksudmu, ada pengkhianat di antara orang-orang ayahku?"

Lina mengangguk di layar. "Dan aku yakin dia adalah mata-mata utama Lama Hitam di dalam perusahaanmu. Mereka sudah lebih dekat dari yang kita duga."

Keira merasa dunianya semakin kacau. Tidak hanya ia harus menghadapi ancaman dari luar, tetapi juga pengkhianatan dari orang-orang yang seharusnya ia percayai.

Namun, dalam kekacauan itu, ia menemukan tekad baru. Ia tidak akan membiarkan musuh-musuhnya menang, bahkan jika ia harus melawan dari dalam keluarganya sendiri.

Adrian, di sisi lain, mulai merasa waktu mereka semakin sempit. Dengan musuh yang terus mengintai dan pengkhianat di dalam lingkaran mereka, ia tahu bahwa setiap langkah berikutnya harus diambil dengan hati-hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 8: Jaring Pengkhianatan

    Malam itu, Keira duduk sendirian di kamarnya. Surat ancaman, luka-luka Adrian, dan pengkhianatan di perusahaan ayahnya bercampur menjadi satu di pikirannya. Ia merasa dikhianati oleh dunia yang selama ini dianggap aman. Dulu, rumahnya adalah tempat berlindung. Kini, setiap sudut rumah tampak seperti jebakan. Setiap wajah, bahkan yang paling ramah sekalipun, terasa penuh dengan kebohongan. Ketika Adrian mengetuk pintu dan masuk, ia melihat Keira duduk di lantai, memeluk lututnya. Wajah gadis itu terlihat lelah dan putus asa. "Keira," panggil Adrian dengan lembut. Namun, Keira tidak menoleh. "Semua ini terlalu banyak, Adrian." Suaranya pelan, nyaris berbisik, tetapi penuh dengan rasa sakit. Adrian mendekat dan duduk di sampingnya. "Saya tahu ini sulit. Tapi kita harus tetap kuat." Keira mendongak, matanya penuh air mata. "Kuat? Bagaimana aku bisa kuat, Adrian? Keluargaku sedang dihancurkan. Orang-orang yang aku percayai mungkin pengkhianat. Dan aku… aku hanya seorang gadis ya

    Last Updated : 2024-12-01
  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 9: Bayangan masa Lalu

    Keira terbangun di tengah malam dengan tubuh basah oleh keringat dingin. Dalam mimpinya, ia terus mendengar suara tembakan dan melihat wajah pria yang hampir ia tembak di jalan tadi. Meski ia tahu itu tindakan untuk bertahan hidup, rasa bersalah terus menghantui dirinya. Ia memeluk lutut di tempat tidur, menatap jendela kamar yang gelap. “Apa aku benar-benar berubah menjadi seseorang yang tidak aku kenal?” gumamnya pelan. Ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya. “Keira, ini saya, Adrian,” suara Adrian terdengar dari luar. Keira mengusap air matanya dan mencoba menyembunyikan kegelisahan di wajahnya. "Masuk." Adrian membuka pintu dan menatap Keira dengan ekspresi khawatir. "Saya mendengar sesuatu. Anda baik-baik saja?" Keira berusaha tersenyum, tetapi gagal. "Aku hanya tidak bisa tidur. Semua yang terjadi hari ini... terlalu banyak untukku." Adrian duduk di kursi dekat tempat tidur, menatapnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan. "Apa yang Anda rasakan itu normal. A

    Last Updated : 2024-12-01
  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Ban 10: Keberanian dalan Kegelapan

    Keesokan harinya, suasana di rumah keluarga Hartono terasa semakin serius. Keira, Adrian, dan Lina berkumpul di ruang kerja untuk menyusun rencana besar: menyusup ke kantor pribadi Raymond Setiawan. Di atas meja besar, cetak biru gedung milik Raymond terbentang. Lina, dengan wajah serius, menjelaskan rencana mereka. “Raymond memiliki sistem keamanan sangat ketat,” katanya sambil menunjuk detail di peta. “Ada pengawasan ketat, akses biometrik, dan penjagaan penuh. Ini bukan sesuatu yang bisa dilakukan tanpa persiapan matang.” Keira menatap peta itu dengan rahang terkatup. “Apa pun yang diperlukan, kita harus melakukannya. Dia harus dihentikan.” Adrian, yang berdiri di sudut ruangan, menatap Keira dengan pandangan tajam. “Kamu tidak tahu seberapa berbahaya ini. Kalau kamu tidak siap mental, lebih baik jangan ikut.” Keira menatap Adrian, suaranya tegas meski sedikit bergetar. “Ini keluargaku. Aku tidak akan mundur.” Ketegangan di ruangan itu membuat Lina merasa tidak nyaman. I

    Last Updated : 2024-12-01
  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 11: Pilihan yang Menentukan

    Di ruang tamu yang gelap dan sunyi, Keira duduk di sofa dengan pandangan kosong. Di tangannya, sebuah dokumen penting yang berhasil mereka curi dari kantor Raymond. Namun, matanya tidak tertuju pada tulisan itu. Ia tenggelam dalam pikirannya, memutar ulang kejadian malam sebelumnya. “Aku benar-benar hampir kehilangan semuanya,” gumamnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar. Adrian, yang berdiri di dekat jendela, menatapnya dengan cemas. “Keira, kamu tidak bisa terus menyalahkan dirimu. Kamu sudah melakukan yang terbaik.” Keira mendongak, matanya yang basah bertemu dengan tatapan Adrian. “Benarkah? Aku hampir membuat semuanya berantakan. Kalau aku tidak terdiam tadi...” Suara Keira pecah di tengah kalimat. Ia memejamkan matanya, mencoba menahan tangis yang mulai menguasainya. Adrian mendekat, duduk di sampingnya. Ia berbicara dengan nada lembut, tapi tegas. “Kamu menghadapi situasi yang tidak pernah kamu bayangkan sebelumnya. Itu wajar. Kita semua punya kelemahan, Keira. Yang

    Last Updated : 2024-12-02
  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 12: Menghadapi Labirin Kebenaran

    Keira memandang layar komputer di depan mereka, tampak gelisah. Di balik tumpukan dokumen yang tersebar di meja, ada satu pesan yang mengganggu pikirannya. Raymond telah menggandakan upayanya untuk memindahkan aset-asetnya, dan mereka hampir tidak punya waktu lagi. Jika mereka gagal menyusup ke sistem yang aman, mereka akan kehilangan bukti penting yang bisa menggulingkan Raymond. Adrian berdiri di dekat jendela, matanya tajam memandang malam yang gelap. Suasana di ruang kerja mereka tegang. Keira tidak bisa menahan kegelisahannya, tapi Adrian tetap tenang, hampir seolah dia sudah mengetahui langkah berikutnya. "Keira," kata Adrian dengan suara yang penuh keyakinan, "Jika kita menyerang sekarang, kita akan kehabisan kesempatan. Kamu harus percaya padaku. Kita punya satu kesempatan lagi, dan kita harus memanfaatkan sepenuhnya." Keira menatapnya, tak bisa menutupi perasaan campur aduk di dalam hatinya. "Aku... aku sudah hampir tidak tahan, Adrian. Semua ini... membuatku takut." A

    Last Updated : 2024-12-02
  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 13: Harga Sebuah Pilihan

    Keira duduk di sudut ruang kerja kecil mereka. Suasana terasa mencekam setelah pertemuan dengan Raymond tadi malam. Tatapannya kosong, seperti sedang menatap ruang hampa. Dalam hatinya, pertanyaan-pertanyaan tak terjawab mulai menyeruak. Apakah aku bisa bertahan di tengah kekacauan ini? Mengapa semua terasa begitu rumit? Adrian berdiri di dekat jendela, tampak memeriksa rencana cadangan yang ia buat semalam. Wajahnya tenang seperti biasa, namun Keira tahu ada banyak hal yang bergemuruh di dalam pikirannya. Bagaimanapun, Adrian bukanlah tipe orang yang membiarkan dirinya terlihat rapuh, apalagi di depan orang lain. “Adrian,” Keira memanggilnya dengan suara pelan namun gemetar. Adrian menoleh, pandangannya tajam namun lembut. “Ya?” “Aku... aku tidak tahu apakah aku cukup kuat untuk melanjutkan ini,” kata Keira jujur. Air mata mulai menggenang di matanya. “Semua ini terasa seperti mimpi buruk. Kita dikelilingi bahaya, dan aku takut kalau aku akan menjadi beban untukmu.” Adrian m

    Last Updated : 2024-12-03
  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 14: Benturan Takdir

    Pagi itu, udara dingin menyelimuti kota. Adrian dan Keira bergerak dengan langkah penuh kehati-hatian menuju lokasi target mereka: sebuah gudang tua yang menyimpan dokumen penting milik Raymond. Tangan Keira bergetar halus saat ia memegang jaketnya, berusaha menahan rasa gugup yang menyelimuti pikirannya. “Adrian,” bisiknya pelan, nyaris tak terdengar. “Kamu yakin kita bisa melakukannya?” Adrian meliriknya sekilas, matanya dingin namun sarat keyakinan. “Tidak ada pilihan lain,” katanya tegas. “Kita sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang.” Keira ingin memercayai kata-katanya, tetapi rasa takut terus menggeliat di dadanya. Ia tidak sekuat Adrian, dan ia tahu itu. Namun, ia menahan keraguannya, memilih untuk mengikuti jejak Adrian. Gudang itu gelap dan sepi, hanya dihiasi suara samar dari tetesan air di kejauhan. Adrian memimpin, gerakannya cepat namun senyap. Alat pemindai di tangannya memancarkan cahaya redup, mencari jejak dokumen yang mereka incar. “Di sana,” kata Adrian a

    Last Updated : 2024-12-03
  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 15: Perang dalam Bayangan

    Malam itu, Keira duduk di apartemen kecil yang kini menjadi tempat persembunyian mereka. Ia memeluk lututnya, pandangannya terpaku pada jendela yang memantulkan bayangan dirinya. Hujan turun deras di luar, seperti mencerminkan kekacauan yang baru saja terjadi. Adrian berdiri di dapur kecil, tangannya sibuk membersihkan luka kecil di lengannya. Meski tidak serius, luka itu cukup untuk mengingatkannya betapa tipis batas antara hidup dan mati dalam misi mereka tadi. Keira mengalihkan pandangannya ke arah Adrian. “Kamu baik-baik saja?” tanyanya, suaranya lirih. Adrian berhenti sejenak, lalu menatapnya dengan mata yang tajam namun lembut. “Aku baik,” jawabnya singkat. Namun, Keira tahu itu bohong. Ia bisa melihat kelelahan di wajah Adrian, sesuatu yang jarang ia tunjukkan. “Adrian,” katanya, suaranya sedikit lebih keras. “Kamu tidak harus pura-pura kuat di depanku. Aku tahu semua ini melelahkan untukmu.” Adrian tersenyum tipis, senyum yang tidak benar-benar menyentuh matanya. “Aku

    Last Updated : 2024-12-04

Latest chapter

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 232

    Matahari pagi membuka hari dengan sinar lembut yang mengusir embun dan membangkitkan semangat baru. Di Taman Pulih yang kini telah menjadi saksi pergerakan hidup bersama, setiap sudutnya bercerita—tentang perjuangan, tentang mimpi yang diberdayakan oleh tangan-tangan penuh cinta, dan tentang keberanian yang menorehkan satu jejak abadi.Di ujung taman, Keira dan Adrian bersama-sama mengadakan acara kecil yang mengundang warga dari berbagai penjuru kota. Di tengah-tengah panggung sederhana yang dihiasi lampu-lampu tenaga surya dan rangkaian bunga-bunga segar, mereka berbagi kisah perjalanan hidup yang terukir dalam setumpuk kenangan."Setiap langkah, setiap tawa, setiap air mata—semua itu adalah bagian dari cerita kita," ujar Adrian di hadapan kerumunan yang terpaku dalam keheningan penuh harap. "Hari ini, kita rayakan bukan hanya apa yang telah terjadi, tapi juga apa yang akan terus kita bangun bersama."Sorak-sorai dan tepuk tangan hangat mengalun, seolah alam pun turut merayakan

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 231

    Di pagi yang cerah, seolah alam sendiri ingin menyambut babak baru dalam hidup mereka, kota kecil itu terasa lebih hidup dari sebelumnya. Taman Pulih, yang sudah menjadi simbol perjuangan dan harapan, kini beriak dengan kegiatan yang penuh warna. Di sinilah titik temu cerita—bukan lagi persimpangan antara masa lalu dan masa depan, melainkan sebagai saksi perjalanan setiap insan yang telah melewati badai dan menemukan cahaya.Di Taman Pulih, Keira dan Adrian duduk di bangku kayu yang sama sejak lama. Di sekeliling mereka, para penduduk berkumpul; ada yang membawa makanan, ada pula yang menyuguhkan alunan musik akustik sederhana. Anak-anak berlarian sambil tertawa, menyisipkan cerita baru di antara gemerisik dedaunan.“Lihat, Kang,” ujar Keira sambil menunjuk ke arah sekelompok remaja yang sedang bermain alat musik hasil kreativitas mereka dari barang bekas. “Dunia ini terus mengajarkan kita untuk memulai dari nol, tapi selalu ada keindahan di setiap langkahnya.”Adrian mengangguk,

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 230

    Setahun setelah malam penuh bintang dan janji yang tersulam dalam keheningan, dunia yang telah tersingkap dari luka masa lalu kini menunjukkan tanda-tanda perubahan yang lebih segar lagi. Di jantung kota kecil, Taman Pulih yang dulu hanya sebatas gagasan di atas kertas, kini telah menjadi oasis kehidupan—ruang yang mengundang tawa, perbincangan, dan harapan baru.Di pojok taman, Keira berdiri di bawah naungan pohon kenari yang dulu ia tanam bersama Adrian. Setiap helai daunnya menyatu bercerita tentang kerja keras, keberanian, dan keyakinan yang tak pernah padam. Di depan matanya, sekumpulan anak-anak tengah bermain, membuat kreasi dari daun kering dan ranting kecil. Tawa mereka seakan mengukir jejak kecil di tanah yang telah lama dirawat.Adrian, yang kini aktif membantu pembangunan komunitas, terlihat sibuk mendampingi para relawan yang sedang memasang instalasi lampu tenaga surya di sudut taman. “Setiap kilau lampu itu adalah cermin jiwa yang kembali bersinar,” gumamnya sambil

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 229

    Langit pagi membawa aroma embun dan tanah yang baru digarap. Di kejauhan, suara anak-anak dari sekolah dasar terdengar samar, bercampur dengan deru sepeda yang melintasi jalan kecil berkerikil. Dunia sudah tak lagi penuh gema peringatan bahaya—tapi gema tawa dan kehidupan.Di dapur rumah kecil itu, Keira sedang melipat surat-surat yang masuk minggu ini—bukan dari pejabat atau lembaga internasional, tapi dari orang-orang biasa: seorang guru di pelosok yang terinspirasi untuk mengajar coding dasar; seorang ibu yang kini bekerja di perpustakaan komunitas; seorang anak remaja yang baru saja memenangkan lomba inovasi pertanian.Semua surat itu ditaruh Keira di dalam sebuah kotak kayu berukir sederhana. Di bagian depan kotak itu, tertulis satu kata dengan tangan: “Ingatan.”Adrian masuk dengan membawa sekeranjang hasil panen pertama mereka—tomat, selada, dan dua buah paprika yang tumbuh lucu mirip huruf “A” dan “K”.“Lihat ini, kayaknya sayuran kita bisa ikut lomba fashion,” ujarnya samb

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 228

    Pagi itu, aroma kayu basah dan tanah yang baru disiram memenuhi udara. Kabut tipis masih menggantung di kebun belakang, tempat Keira menanam pohon kecil kemarin sore—pohon kenari yang diberikan oleh salah satu murid Samantha sebagai hadiah syukur.Keira berdiri diam di depannya, memandangi batang muda itu yang tampak rapuh namun penuh harapan."Aku belum pernah menanam pohon sebelumnya," katanya pelan ketika Adrian mendekat dari belakang, memeluk pinggangnya sambil menyandarkan dagu di pundaknya.“Tapi kamu tahu cara menumbuhkan sesuatu,” bisik Adrian, “karena kamu tahu cara menjaga.”Keira menyandarkan kepalanya ke bahu suaminya. “Pohon ini akan tumbuh tinggi nanti. Mungkin anak kita akan panjat dia, atau duduk di bawahnya baca buku. Tapi yang paling penting… dia akan tumbuh dari rumah ini.”Adrian mengangguk, membayangkan masa depan yang terasa jauh lebih dekat daripada sebelumnya.Samantha berdiri di bawah pohon besar di halaman belakang pusat pelatihannya. Beberapa siswa sedang

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 227

    Rumah kecil di pinggiran kota itu jauh dari kata mewah. Dindingnya sederhana, dikelilingi pagar kayu yang mulai dipanjati tanaman rambat. Tapi di dalamnya, setiap sudut memancarkan ketenangan. Di teras depan, Keira sedang menyiram bunga-bunga yang kini tumbuh subur. Tangannya lembut mengusap daun yang basah, sementara angin sore membelai rambutnya yang digelung santai.“Kalau kamu terus menyiram mereka segitu telatnya, nanti bisa tumbuh akar hati di situ,” goda Adrian dari pintu depan, membawa dua cangkir teh hangat.Keira tertawa pelan. “Kalau bisa, kenapa nggak? Setidaknya rumah ini jadi hidup.”Mereka duduk berdua di bangku panjang yang terbuat dari kayu daur ulang. Tak ada suara selain cicit burung dan desir angin. Dunia tak lagi berisik seperti dulu. Tanpa ancaman, tanpa kejaran. Hanya hidup... dan harapan.Di dalam rumah, tembok-temboknya dipenuhi foto—bukan foto kemenangan atau upacara penghargaan, tapi foto-foto kecil: senyum mereka di dapur, jejak kaki di taman saat hujan,

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Ba 226

    Pagi yang lembut menyambut markas perjuangan dengan sinar matahari keemasan yang mengintip malu-malu di antara dedaunan. Aroma embun masih menggantung di udara, dan suasana yang sebelumnya penuh riuh sorak kemenangan kini berubah menjadi ketenangan yang syahdu. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, tidak ada rapat darurat, tidak ada rencana pengamanan, dan tidak ada ketegangan yang menanti di ujung malam.Keira membuka jendela besar ruang tengah. Angin pagi menyapa wajahnya dengan lembut, membawa harum bunga liar yang bermekaran di taman depan. Ia menghela napas pelan, seolah ingin menyerap seluruh keheningan damai itu ke dalam dada. Di belakangnya, Adrian berjalan mendekat, memeluknya dari belakang tanpa kata.“Seperti mimpi, ya?” bisik Keira.Adrian mengangguk, dagunya bertumpu di bahu Keira. “Tapi ini nyata. Kita di sini, setelah semua luka dan perjuangan.”Mereka berdiri dalam diam beberapa saat, menikmati pagi yang berbeda. Bukan pagi yang diburu oleh ketakutan, tapi pag

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 225

    Malam itu, langit di atas kota tampak seperti kanvas hitam yang dihiasi oleh ribuan bintang, seolah-olah alam pun turut serta dalam perayaan perubahan yang telah diraih oleh generasi baru. Di markas reformasi yang telah lama menjadi saksi perjuangan, seluruh anggota tim—Adrian, Keira, Samantha, Dylan, dan para relawan—berkumpul untuk merayakan bab terakhir dari perjalanan panjang mereka. bukan hanya penutup dari kisah perlawanan melawan ketidakadilan, melainkan juga sebuah janji abadi bahwa kebenaran, keadilan, dan cinta akan terus hidup di hati setiap orang.Di ruang utama markas, dinding-dinding yang dulu suram kini dipenuhi dengan foto-foto momen krusial, potret-potret perlawanan, dan kutipan-kutipan inspiratif yang mengisahkan perjalanan dari kegelapan menuju cahaya. Layar digital besar menampilkan peta nasional yang kini menandai keberadaan program-program pemberdayaan, pusat-pusat pendidikan, dan jaringan relawan yang tersebar dari kota besar hingga pelosok desa. Semuanya ad

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 224

    Malam itu, langit dipenuhi ratusan bintang berkelip, seolah-olah alam pun merayakan puncak perjalanan yang telah ditempuh. Di markas reformasi yang kini telah menjadi simbol keabadian perjuangan, seluruh tim—Adrian, Keira, Samantha, Dylan, dan semua relawan—duduk bersama dalam keheningan penuh makna. Malam itu bukan lagi tentang pertempuran, melainkan tentang refleksi, rasa syukur, dan pengharapan yang tak terpadamkan.Di ruang utama, di tengah dinding yang dihiasi foto-foto perjuangan dan kutipan inspiratif dari perjalanan panjang mereka, Adrian berdiri di depan seluruh hadirin. Suaranya tenang namun tegas, “Kita telah menyalakan obor kebenaran yang menerangi jalan bagi seluruh negeri. Perjuangan kita telah membuka mata dunia, dan hari ini, kita berdiri di ambang masa depan yang lebih adil. "Tapi lebih dari itu, kita telah menuliskan warisan—warisan tentang keberanian, tentang cinta, dan tentang keadilan yang akan hidup selamanya.”Sorakan memenuhi ruangan, namun di balik itu, k

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status