Share

Bab 9: Bayangan masa Lalu

Penulis: Zayba Almira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-01 15:44:59

Keira terbangun di tengah malam dengan tubuh basah oleh keringat dingin. Dalam mimpinya, ia terus mendengar suara tembakan dan melihat wajah pria yang hampir ia tembak di jalan tadi. Meski ia tahu itu tindakan untuk bertahan hidup, rasa bersalah terus menghantui dirinya.

Ia memeluk lutut di tempat tidur, menatap jendela kamar yang gelap. “Apa aku benar-benar berubah menjadi seseorang yang tidak aku kenal?” gumamnya pelan.

Ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya.

“Keira, ini saya, Adrian,” suara Adrian terdengar dari luar.

Keira mengusap air matanya dan mencoba menyembunyikan kegelisahan di wajahnya. "Masuk."

Adrian membuka pintu dan menatap Keira dengan ekspresi khawatir. "Saya mendengar sesuatu. Anda baik-baik saja?"

Keira berusaha tersenyum, tetapi gagal. "Aku hanya tidak bisa tidur. Semua yang terjadi hari ini... terlalu banyak untukku."

Adrian duduk di kursi dekat tempat tidur, menatapnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan. "Apa yang Anda rasakan itu normal. Anda dipaksa menghadapi situasi yang tidak pernah Anda bayangkan sebelumnya."

Keira memeluk dirinya sendiri. "Aku hampir membunuh seseorang, Adrian. Bagaimana itu bisa normal? Aku tidak pernah membayangkan diriku memegang pistol, apalagi menembakkannya."

Adrian terdiam sejenak, seperti sedang memilih kata-kata yang tepat. "Saya pernah berada di posisi Anda, Keira. Ketika pertama kali saya harus menarik pelatuk, saya juga merasa hancur. Tapi satu hal yang selalu saya pegang adalah, saya melakukannya untuk melindungi orang yang penting bagi saya."

Keira menatap Adrian, matanya penuh emosi. "Apakah aku benar-benar layak dilindungi, Adrian? Aku hanya membawa masalah untuk semua orang."

Adrian mendekat, menatapnya dengan intens. "Keira, Anda lebih dari layak. Dan bukan hanya karena Anda anak pemilik Hartono Group. Anda punya hati yang besar, keberanian yang jarang saya temui pada siapa pun. Itu sebabnya saya tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti Anda."

Air mata mengalir di pipi Keira. "Terima kasih, Adrian. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku tanpa kamu di sini."

Setelah Keira tertidur, Adrian keluar dari kamarnya. Ia berjalan ke ruang tamu, tetapi langkahnya terasa berat. Ia merasakan tekanan yang semakin besar di dadanya.

Kenangan masa lalu mulai menyeruak ke permukaan—kenangan tentang misinya yang gagal bertahun-tahun lalu. Ia melihat bayangan rekan-rekannya yang gugur, wajah mereka yang dipenuhi rasa sakit. Ia mendengar suara mereka memanggil namanya, menyalahkan dirinya karena tidak bisa melindungi mereka.

Adrian meninju dinding dengan keras, mencoba mengusir bayangan itu. Namun, rasa bersalah itu tetap ada, menghantuinya seperti duri di dalam hatinya.

"Adrian?" Suara Lina memecah keheningan.

Adrian menoleh dan melihat Lina berdiri di pintu, menatapnya dengan wajah prihatin. "Apa yang terjadi?"

Adrian menghela napas, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. "Hanya kenangan lama yang kembali. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Lina melangkah mendekat, tatapannya tajam. "Kau tidak bisa terus menyembunyikan ini, Adrian. Aku tahu kau masih merasa bersalah atas apa yang terjadi di misi itu. Tapi ini bukan tentang mereka lagi. Ini tentang Keira. Dia butuh kamu sekarang."

Adrian mengalihkan pandangannya, rahangnya mengeras. "Aku tahu. Tapi bagaimana jika aku gagal lagi? Bagaimana jika aku tidak bisa melindunginya seperti yang seharusnya?"

Lina menyentuh bahunya dengan lembut. "Kau bukan dewa, Adrian. Kau tidak bisa mengendalikan segalanya. Tapi satu hal yang aku tahu, kau akan melakukan segalanya untuk memastikan Keira aman. Itu yang membuatmu berbeda."

Adrian terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Aku hanya tidak ingin kehilangan orang lain."

Keesokan harinya, Keira memutuskan untuk menghadapi keluarganya. Ia merasa sudah terlalu lama hidup dalam bayang-bayang dan kebohongan.

Ketika ia memasuki ruang makan, ayahnya, Bapak Hartono, sedang duduk di sana, menikmati sarapan. Wajahnya tenang seperti biasa, tetapi Keira melihat sesuatu yang berbeda—keletihan yang tersembunyi di balik senyum ramahnya.

"Ayah, kita perlu bicara," kata Keira, duduk di seberang meja.

Bapak Hartono meletakkan cangkir kopinya. "Ada apa, nak?"

Keira mengambil napas dalam-dalam. "Aku tahu tentang Lama Hitam. Aku tahu tentang ancaman yang mereka bawa untuk perusahaan kita."

Wajah ayahnya berubah serius. "Keira, dari mana kamu tahu tentang itu?"

"Adrian memberitahuku. Dan aku juga melihat sendiri apa yang terjadi. Mereka mencoba menghancurkan kita, Ayah. Tapi kenapa kamu tidak pernah memberitahuku apa-apa?"

Bapak Hartono menghela napas panjang. "Aku tidak ingin kamu terlibat, Keira. Dunia ini terlalu berbahaya untukmu."

"Aku sudah terlibat, Ayah!" seru Keira dengan suara yang pecah. Air mata mulai membasahi pipinya, tapi ia tidak peduli. "Mereka mengancamku, mengejarku, dan aku hampir kehilangan nyawaku! Kenapa Ayah tidak pernah mempercayai aku untuk menghadapi kenyataan ini bersama?"

Bapak Hartono menundukkan kepalanya. Untuk pertama kalinya, Keira melihat ayahnya tampak rapuh—pria yang selama ini ia anggap kuat dan tak tergoyahkan.

"Ayah tidak ingin kamu merasakan beban ini, Keira. Dunia bisnis bukan hanya soal angka dan kesepakatan. Di baliknya ada permainan yang kotor, penuh pengkhianatan, dan darah. Ayah ingin melindungimu dari semua itu," jawabnya dengan suara pelan.

Keira menggenggam meja dengan erat, matanya membara. "Ayah tidak bisa melindungiku dengan cara menyembunyikan semuanya dariku. Aku bukan anak kecil lagi. Aku punya hak untuk tahu dan berjuang untuk keluarga kita."

Suasana hening. Ketegangan memenuhi udara di antara mereka.

Akhirnya, Bapak Hartono mengangguk perlahan. "Kamu benar, Keira. Ayah salah. Ayah terlalu meremehkan kekuatanmu. Jika ini pilihanmu, maka Ayah akan memberitahumu segalanya."

Bapak Hartono mengisahkan masa lalu yang selama ini disembunyikan rapat-rapat.

"Dua puluh tahun lalu, sebelum kamu lahir, Ayah membangun Hartono Group dari nol bersama beberapa teman dekat. Tapi tidak semua dari mereka setia. Salah satunya adalah Raymond Setiawan, orang yang kini menjadi pengkhianat."

Keira mendengarkan dengan seksama, wajahnya menegang saat mendengar nama itu lagi.

"Raymond dulu adalah sahabat Ayah. Kami berjuang bersama melalui banyak kesulitan. Tapi keserakahan mengubahnya. Dia mulai memanipulasi laporan keuangan perusahaan untuk keuntungan pribadi. Ketika Ayah mengetahuinya, Ayah tidak melaporkannya ke polisi. Sebagai gantinya, Ayah memberinya kesempatan untuk pergi dengan tenang. Ayah pikir itu akan menyelesaikan masalah."

Keira memandang ayahnya dengan ekspresi tak percaya. "Tapi itu tidak menyelesaikan apa pun. Dia kembali, dan sekarang dia mencoba menghancurkan kita."

Bapak Hartono mengangguk, matanya penuh penyesalan. "Ayah tahu. Itu kesalahan Ayah. Dan sekarang, Raymond telah bersekutu dengan kelompok kriminal seperti Lama Hitam. Mereka ingin mengambil semuanya dari kita."

Keira merasa dadanya sesak. Amarah, rasa kecewa, dan kesedihan bercampur menjadi satu. "Kenapa Ayah tidak melawan mereka sejak awal? Kenapa Ayah membiarkan mereka tumbuh sebesar ini?"

"Ayah pikir Ayah bisa menangani semuanya sendiri," jawab Bapak Hartono dengan suara berat. "Tapi sekarang Ayah sadar, Ayah butuh bantuan. Kamu, Adrian, dan Lina adalah harapan Ayah untuk memperbaiki ini."

Setelah percakapan itu, Keira berjalan keluar ke taman belakang rumah. Kepalanya penuh dengan pikiran yang berkecamuk. Ia merasa bingung, marah, dan sekaligus termotivasi.

Adrian menunggunya di sana, seperti tahu bahwa ia membutuhkan seseorang untuk diajak bicara.

"Jadi, bagaimana?" tanya Adrian pelan.

Keira menatapnya dengan mata yang berkilat. "Aku tidak akan lari, Adrian. Aku akan melawan mereka. Jika mereka berpikir bisa menghancurkan keluargaku, mereka salah besar."

Adrian mengangguk, tetapi ekspresinya tetap serius. "Keputusan ini tidak mudah, Keira. Semakin jauh kita melangkah, semakin berbahaya semuanya."

Keira melipat tangannya, mencoba menahan ketakutan yang masih ada di sudut hatinya. "Aku tahu. Tapi aku tidak bisa hanya duduk diam. Ini adalah keluargaku. Hidupku. Aku tidak akan membiarkan mereka merebutnya dariku."

Adrian menatapnya dengan penuh rasa hormat. "Baiklah. Kalau begitu, kita akan melawan mereka bersama."

Keira merasa sedikit lega mendengar kata-kata itu. Meski situasinya masih penuh ketidakpastian, ia tahu bahwa ia tidak sendirian.

Malam itu, Keira, Adrian, dan Lina berkumpul untuk menyusun strategi. Lina membawa dokumen-dokumen tambahan yang berhasil ia dapatkan dari jaringan informannya.

"Raymond punya rencana besar untuk mengambil alih Hartono Group," kata Lina sambil menunjukkan beberapa dokumen di atas meja. "Dia berencana membuat perusahaan ini bangkrut melalui manipulasi aset. Setelah itu, dia akan membelinya dengan harga murah menggunakan dana dari Lama Hitam."

Keira mengepalkan tangannya. "Dia benar-benar tidak punya hati. Kita harus menghentikannya."

Adrian menyela. "Kita tidak bisa hanya menghentikannya. Kita harus memastikan dia tidak punya jalan untuk kembali. Kita perlu bukti kuat untuk menjatuhkannya secara hukum, sekaligus memutus koneksinya dengan Lama Hitam."

Lina mengangguk. "Ada cara untuk itu. Tapi kita butuh akses ke kantor pribadi Raymond. Semua dokumen penting ada di sana."

Keira menatap mereka dengan tekad. "Kalau begitu, kita akan masuk ke kantornya. Aku akan melakukannya."

Adrian langsung memprotes. "Tunggu, Keira. Ini terlalu berbahaya untukmu. Biarkan saya dan Lina yang mengurusnya."

Keira menatap Adrian dengan tajam. "Ini adalah pertempuran keluargaku, Adrian. Aku tidak bisa hanya berdiri di pinggir dan menunggu. Aku harus menjadi bagian dari ini."

Adrian terdiam. Ia tahu ia tidak bisa menghentikan Keira jika gadis itu sudah mengambil keputusan.

Saat malam semakin larut, Adrian kembali ke kamarnya. Ia duduk sendirian di tepi tempat tidur, menatap ke luar jendela. Ada rasa cemas yang tidak bisa ia hilangkan.

Bayangan masa lalu terus menghantuinya. Ia teringat akan misi terakhirnya sebelum menjadi sopir Keira—misi yang berakhir dengan kehancuran timnya. Ia merasa déjà vu, seperti tragedi itu akan terulang lagi.

Adrian mengepalkan tinjunya. "Kali ini, aku tidak akan gagal. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti Keira."

Namun, di sudut hatinya, ia tidak bisa menghilangkan rasa takut. Bagaimana jika ia tidak cukup kuat? Bagaimana jika ia harus memilih antara menyelamatkan Keira atau dirinya sendiri?

Adrian memejamkan matanya, mencoba mengusir pikiran-pikiran itu. Tetapi ia tahu, pertempuran ini bukan hanya melawan musuh di luar sana. Ia juga harus melawan ketakutan dan bayangan dari dalam dirinya sendiri.

Di tengah kegelapan malam, Keira berdiri di balkon kamarnya, memandang kota yang gemerlap. Di balik keindahan itu, ia tahu ada banyak bahaya yang menanti.

Namun, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa bahwa ia siap menghadapi semuanya.

“Aku tidak akan lari. Ini adalah hidupku, dan aku akan berjuang untuk itu.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Ban 10: Keberanian dalan Kegelapan

    Keesokan harinya, suasana di rumah keluarga Hartono terasa semakin serius. Keira, Adrian, dan Lina berkumpul di ruang kerja untuk menyusun rencana besar: menyusup ke kantor pribadi Raymond Setiawan. Di atas meja besar, cetak biru gedung milik Raymond terbentang. Lina, dengan wajah serius, menjelaskan rencana mereka. “Raymond memiliki sistem keamanan sangat ketat,” katanya sambil menunjuk detail di peta. “Ada pengawasan ketat, akses biometrik, dan penjagaan penuh. Ini bukan sesuatu yang bisa dilakukan tanpa persiapan matang.” Keira menatap peta itu dengan rahang terkatup. “Apa pun yang diperlukan, kita harus melakukannya. Dia harus dihentikan.” Adrian, yang berdiri di sudut ruangan, menatap Keira dengan pandangan tajam. “Kamu tidak tahu seberapa berbahaya ini. Kalau kamu tidak siap mental, lebih baik jangan ikut.” Keira menatap Adrian, suaranya tegas meski sedikit bergetar. “Ini keluargaku. Aku tidak akan mundur.” Ketegangan di ruangan itu membuat Lina merasa tidak nyaman. I

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 11: Pilihan yang Menentukan

    Di ruang tamu yang gelap dan sunyi, Keira duduk di sofa dengan pandangan kosong. Di tangannya, sebuah dokumen penting yang berhasil mereka curi dari kantor Raymond. Namun, matanya tidak tertuju pada tulisan itu. Ia tenggelam dalam pikirannya, memutar ulang kejadian malam sebelumnya. “Aku benar-benar hampir kehilangan semuanya,” gumamnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar. Adrian, yang berdiri di dekat jendela, menatapnya dengan cemas. “Keira, kamu tidak bisa terus menyalahkan dirimu. Kamu sudah melakukan yang terbaik.” Keira mendongak, matanya yang basah bertemu dengan tatapan Adrian. “Benarkah? Aku hampir membuat semuanya berantakan. Kalau aku tidak terdiam tadi...” Suara Keira pecah di tengah kalimat. Ia memejamkan matanya, mencoba menahan tangis yang mulai menguasainya. Adrian mendekat, duduk di sampingnya. Ia berbicara dengan nada lembut, tapi tegas. “Kamu menghadapi situasi yang tidak pernah kamu bayangkan sebelumnya. Itu wajar. Kita semua punya kelemahan, Keira. Yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 12: Menghadapi Labirin Kebenaran

    Keira memandang layar komputer di depan mereka, tampak gelisah. Di balik tumpukan dokumen yang tersebar di meja, ada satu pesan yang mengganggu pikirannya. Raymond telah menggandakan upayanya untuk memindahkan aset-asetnya, dan mereka hampir tidak punya waktu lagi. Jika mereka gagal menyusup ke sistem yang aman, mereka akan kehilangan bukti penting yang bisa menggulingkan Raymond. Adrian berdiri di dekat jendela, matanya tajam memandang malam yang gelap. Suasana di ruang kerja mereka tegang. Keira tidak bisa menahan kegelisahannya, tapi Adrian tetap tenang, hampir seolah dia sudah mengetahui langkah berikutnya. "Keira," kata Adrian dengan suara yang penuh keyakinan, "Jika kita menyerang sekarang, kita akan kehabisan kesempatan. Kamu harus percaya padaku. Kita punya satu kesempatan lagi, dan kita harus memanfaatkan sepenuhnya." Keira menatapnya, tak bisa menutupi perasaan campur aduk di dalam hatinya. "Aku... aku sudah hampir tidak tahan, Adrian. Semua ini... membuatku takut." A

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 13: Harga Sebuah Pilihan

    Keira duduk di sudut ruang kerja kecil mereka. Suasana terasa mencekam setelah pertemuan dengan Raymond tadi malam. Tatapannya kosong, seperti sedang menatap ruang hampa. Dalam hatinya, pertanyaan-pertanyaan tak terjawab mulai menyeruak. Apakah aku bisa bertahan di tengah kekacauan ini? Mengapa semua terasa begitu rumit? Adrian berdiri di dekat jendela, tampak memeriksa rencana cadangan yang ia buat semalam. Wajahnya tenang seperti biasa, namun Keira tahu ada banyak hal yang bergemuruh di dalam pikirannya. Bagaimanapun, Adrian bukanlah tipe orang yang membiarkan dirinya terlihat rapuh, apalagi di depan orang lain. “Adrian,” Keira memanggilnya dengan suara pelan namun gemetar. Adrian menoleh, pandangannya tajam namun lembut. “Ya?” “Aku... aku tidak tahu apakah aku cukup kuat untuk melanjutkan ini,” kata Keira jujur. Air mata mulai menggenang di matanya. “Semua ini terasa seperti mimpi buruk. Kita dikelilingi bahaya, dan aku takut kalau aku akan menjadi beban untukmu.” Adrian m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 14: Benturan Takdir

    Pagi itu, udara dingin menyelimuti kota. Adrian dan Keira bergerak dengan langkah penuh kehati-hatian menuju lokasi target mereka: sebuah gudang tua yang menyimpan dokumen penting milik Raymond. Tangan Keira bergetar halus saat ia memegang jaketnya, berusaha menahan rasa gugup yang menyelimuti pikirannya. “Adrian,” bisiknya pelan, nyaris tak terdengar. “Kamu yakin kita bisa melakukannya?” Adrian meliriknya sekilas, matanya dingin namun sarat keyakinan. “Tidak ada pilihan lain,” katanya tegas. “Kita sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang.” Keira ingin memercayai kata-katanya, tetapi rasa takut terus menggeliat di dadanya. Ia tidak sekuat Adrian, dan ia tahu itu. Namun, ia menahan keraguannya, memilih untuk mengikuti jejak Adrian. Gudang itu gelap dan sepi, hanya dihiasi suara samar dari tetesan air di kejauhan. Adrian memimpin, gerakannya cepat namun senyap. Alat pemindai di tangannya memancarkan cahaya redup, mencari jejak dokumen yang mereka incar. “Di sana,” kata Adrian a

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 15: Perang dalam Bayangan

    Malam itu, Keira duduk di apartemen kecil yang kini menjadi tempat persembunyian mereka. Ia memeluk lututnya, pandangannya terpaku pada jendela yang memantulkan bayangan dirinya. Hujan turun deras di luar, seperti mencerminkan kekacauan yang baru saja terjadi. Adrian berdiri di dapur kecil, tangannya sibuk membersihkan luka kecil di lengannya. Meski tidak serius, luka itu cukup untuk mengingatkannya betapa tipis batas antara hidup dan mati dalam misi mereka tadi. Keira mengalihkan pandangannya ke arah Adrian. “Kamu baik-baik saja?” tanyanya, suaranya lirih. Adrian berhenti sejenak, lalu menatapnya dengan mata yang tajam namun lembut. “Aku baik,” jawabnya singkat. Namun, Keira tahu itu bohong. Ia bisa melihat kelelahan di wajah Adrian, sesuatu yang jarang ia tunjukkan. “Adrian,” katanya, suaranya sedikit lebih keras. “Kamu tidak harus pura-pura kuat di depanku. Aku tahu semua ini melelahkan untukmu.” Adrian tersenyum tipis, senyum yang tidak benar-benar menyentuh matanya. “Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 16: Perang Tanpa Batas

    Dua hari berlalu dengan ketegangan yang tak berkurang. Keira memandangi Adrian yang berdiri di dekat jendela apartemen mereka, memeriksa informasi yang baru saja dikirimkan Mia. Cahaya layar holografik memantul di wajahnya, memberikan kesan dingin yang semakin menegaskan betapa dalam pikirannya tenggelam dalam masalah ini. Keira mengambil napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian untuk bicara. “Adrian,” katanya, suaranya sedikit bergetar, “apa kita benar-benar bisa menang melawan Leon?” Adrian menoleh perlahan, matanya penuh dengan keyakinan, tetapi juga ada kilatan kelelahan di sana. “Keira, kita tidak punya pilihan selain menang. Jika dokumen itu jatuh ke tangan orang seperti Leon, kerusakan yang dia sebabkan akan jauh lebih besar daripada Raymond.” Keira mengangguk, meskipun rasa takut masih menguasainya. Ia tahu Adrian sudah terlalu jauh masuk ke dalam dunia ini untuk mundur, dan sekarang, ia juga terikat di dalamnya. Mia berhasil melacak keberadaan Leon di sebuah gedu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 17: Strategi di Balik Bayangan

    Di tempat persembunyian mereka, Keira duduk diam di sofa kecil dengan napas tersengal. Adrian berdiri di depan jendela, melihat keluar dengan mata tajam. Di tangannya, sebuah tablet holografik memproyeksikan peta gedung milik Leon Carter, yang kini menjadi pusat perhatian mereka. “Aku tidak mengerti,” kata Keira, suaranya bergetar. “Bagaimana kita bisa keluar dari sana tanpa tertangkap? Itu terlalu berisiko, Adrian.” Adrian berbalik, menatap Keira dengan tatapan yang sulit diartikan. “Keira, aku sudah terbiasa menghadapi risiko seperti ini. Tapi aku tidak bisa melindungimu jika kamu terus ragu.” Keira tertegun. Kata-kata Adrian terasa tajam, tetapi ada kejujuran di dalamnya. Ia tahu Adrian tidak bermaksud menyakitinya, melainkan mencoba membuatnya lebih kuat. “Tapi aku takut kehilanganmu,” ujar Keira pelan, hampir berbisik. Adrian terdiam sejenak. Ia berjalan mendekati Keira, lalu duduk di sebelahnya. “Aku juga takut kehilanganmu,” katanya dengan suara lembut. “Tapi kita tida

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05

Bab terbaru

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 174

    Malam yang awalnya sunyi berubah menjadi penuh ketegangan.Keira berdiri diam di tempatnya, jantungnya berdebar kencang. Di depannya, beberapa pria bersenjata menghalangi jalan mereka menuju kapal. Wajah mereka dingin, penuh ketegasan.Adrian bergerak cepat, melangkah ke depan dengan tubuh tegak. Matanya tajam menatap pria yang berdiri paling depan, seseorang dengan perawakan tinggi dan sorot mata penuh perhitungan.“Lama tidak bertemu, Adrian,” pria itu berkata, suaranya tenang namun mengandung ancaman.Keira melihat rahang Adrian mengeras. “Lucas,” gumamnya.Dylan yang berada di sebelah Adrian segera bersiaga. Ia melirik Keira dan Samantha, memberi isyarat agar tetap di tempat.Lucas tersenyum kecil. “Aku sudah menunggu kalian. Kudengar kalian ingin pergi jauh. Sayangnya, aku tidak bisa membiarkan itu terjadi.”Adrian tetap tenang. “Apa yang kau inginkan?”Lucas tertawa pelan. “Kau tahu apa yang kuinginkan. Samantha, bayi itu, dan tentu saja…” Matanya beralih ke Keira. “Wanita yan

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 173

    Angin malam berdesir melalui celah-celah rumah kayu yang mereka tempati sementara. Di luar, kegelapan membentang, hanya dipecah oleh sinar bulan yang menerobos di antara dedaunan.Adrian berdiri di dekat jendela, memperhatikan jalan setapak yang mereka lewati tadi. Matanya tajam, penuh kewaspadaan. Dylan duduk di lantai, punggungnya bersandar pada dinding kayu, tangannya sibuk membersihkan pistol yang ia bawa.Keira duduk di sofa tua di sudut ruangan, tubuhnya terasa lelah, tetapi pikirannya masih dipenuhi pertanyaan. Sementara itu, Samantha berdiri tak jauh darinya, memeluk dirinya sendiri seakan mencoba menenangkan kegelisahannya.Suasana di dalam rumah itu begitu sunyi, seolah semua orang tenggelam dalam pikirannya masing-masing.Rencana Pelarian yang Belum SelesaiDylan akhirnya memecah kesunyian. “Kita tidak bisa tinggal di sini terlalu lama. Aku yakin mereka masih memburu kita.”Adrian mengangguk. “Aku setuju. Kita harus segera bergerak ke pelabuhan sebelum fajar.”Samantha m

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 172

    Mobil mereka melaju melewati jalanan berbatu yang semakin jauh dari kota. Malam semakin larut, menyelimuti perjalanan mereka dengan kegelapan yang pekat. Keira bersandar di kursi, mencoba menenangkan debaran jantungnya yang masih belum stabil setelah kejadian di jembatan.Samantha duduk diam di sebelahnya, kedua tangannya masih menggenggam erat sabuk pengaman seolah takut melepaskannya. Sementara itu, Adrian dan Dylan tetap waspada, sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan mereka benar-benar telah lolos dari pengejaran."Tidak ada tanda-tanda mobil lain," kata Dylan akhirnya. "Setidaknya untuk sekarang, kita aman."Adrian mengangguk, tapi ekspresinya tetap dingin dan penuh kehati-hatian. "Jangan lengah dulu. Mereka pasti akan mencari kita lagi."Keira menelan ludah. "Ke mana tujuan kita sekarang?"Samantha yang sejak tadi diam akhirnya berbicara. "Kita harus keluar dari negara ini secepat mungkin."Dylan mengangkat alis. "Dan bagaimana caranya? Semua jalur utama pasti sudah mer

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 171

    Malam semakin pekat saat Keira, Adrian, Samantha, dan Dylan menyusuri jalanan gelap menuju titik pertemuan. Hanya suara angin dan derap langkah mereka yang terdengar.Keira merapatkan jaket yang diberikan Dylan, berusaha menghalau dingin sekaligus menutupi identitasnya. Mereka harus bergerak cepat sebelum orang-orang Victor menyadari keberadaan mereka.Adrian berjalan di sampingnya, sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan Samantha masih mengikuti. Gadis itu tampak pucat, tetapi tetap berusaha tegar."Kita hampir sampai," bisik Dylan, mempercepat langkahnya.Di depan, samar-samar terlihat sebuah mobil hitam terparkir di bawah jembatan kecil. Lampunya dimatikan, dan hanya suara mesin yang terdengar pelan."Siapa yang menunggu di sana?" tanya Adrian waspada."Orang kepercayaanku," jawab Dylan. "Dia bisa membawa kita keluar dari kota tanpa terdeteksi."Mereka terus melangkah hingga akhirnya mencapai mobil itu. Seorang pria berkacamata hitam turun dari kursi kemudi, meskipun mala

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 169

    Udara pagi masih dingin saat Keira, Adrian, dan Samantha melangkah keluar dari rumah persembunyian mereka. Langit berwarna abu-abu, seolah mencerminkan suasana hati mereka yang dipenuhi kewaspadaan. Adrian berjalan paling depan, matanya tajam menyapu lingkungan sekitar. Keira dan Samantha mengikutinya dengan hati-hati, tas kecil berisi barang-barang penting menggantung di punggung mereka. “Kita ke mana sekarang?” bisik Keira. Adrian melirik arlojinya sebelum menjawab. “Ada tempat yang aman di pinggiran kota. Aku punya kontak di sana yang bisa membantu kita keluar dari negara ini dengan aman.” Samantha mendesah pelan. “Keluar dari negara ini? Apa itu satu-satunya pilihan kita?” Adrian menatapnya serius. “Victor tidak akan berhenti sebelum dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Kita harus berada di luar jangkauannya.” Keira menelan ludah. Membayangkan meninggalkan semua yang ia kenal terasa berat, tetapi ia tahu ini bukan tentang dirinya saja. Ini tentang berta

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 170

    Malam mulai menyelimuti langit saat Keira, Adrian, dan Samantha akhirnya mencapai pinggiran hutan. Napas mereka masih terengah-engah setelah pelarian panjang yang hampir membuat mereka tertangkap.Keira menatap Adrian dengan khawatir. “Apa yang harus kita lakukan sekarang? Mereka masih mencari kita.”Adrian mengedarkan pandangannya ke sekitar. Hutan mulai beralih ke tanah lapang dengan beberapa gudang tua yang tampak terlantar. Ia menunjuk ke salah satu bangunan yang terlihat lebih kokoh. “Kita bersembunyi di sana dulu. Kita butuh tempat untuk menyusun rencana sebelum melanjutkan perjalanan.”Samantha tampak ragu. “Bagaimana kalau tempat itu tidak aman?”Adrian menatapnya tajam. “Saat ini, kita tidak punya pilihan lain.”Mereka bertiga bergerak dengan hati-hati, menyelinap ke dalam gudang tua yang pintunya setengah terbuka. Begitu masuk, mereka mendapati ruangan luas dengan beberapa tumpukan kayu dan alat-alat pertanian berkarat. Bau tanah lembap bercampur debu memenuhi udara.Ke

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 168

    Malam semakin larut, dan udara dingin mulai merayapi rumah kecil itu. Keira duduk di dekat perapian, tangannya memeluk lutut, mencoba mencari kehangatan. Samantha beristirahat di sofa, sementara Adrian sibuk memeriksa peta digital di ponselnya.Suasana hening, tetapi bukan ketenangan yang nyaman—melainkan ketegangan yang menggantung di udara.Keira mengangkat wajahnya. “Adrian, menurutmu Victor akan menemukan kita secepat itu?”Adrian menghela napas panjang. “Victor bukan orang yang mudah menyerah. Tapi sejauh ini, kita masih memiliki sedikit keunggulan.”Samantha menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa, matanya menatap langit-langit. “Masalahnya, kita tidak bisa bersembunyi selamanya. Kita harus berpikir bagaimana mengakhiri ini.”Keira menatap Samantha. Ia tahu perempuan itu benar. Mereka tidak bisa terus-menerus melarikan diri.“Lalu, apa rencanamu?” tanya Keira akhirnya.Adrian menatap Samantha sejenak sebelum menjawab. “Aku punya beberapa kontak yang bisa membantu kita. Tapi k

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 167

    Mobil melaju kencang di jalan berbatu, meninggalkan villa Victor yang kini sudah jauh di belakang mereka. Di dalam mobil, suasana terasa tegang.Keira duduk di kursi penumpang, sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan keadaan Samantha yang masih menekan lukanya."Kau yakin baik-baik saja?" tanya Keira dengan nada khawatir.Samantha mengangguk pelan, meskipun wajahnya sedikit pucat. "Ini hanya luka ringan. Aku pernah mengalami yang lebih buruk," jawabnya, berusaha tetap tenang.Adrian tetap fokus pada jalan di depan. Tangannya erat menggenggam setir, memastikan mereka tidak tersesat atau masuk ke dalam perangkap."Kita harus segera menemukan tempat aman untuk bersembunyi," kata Adrian. "Victor pasti sudah menyebar anak buahnya untuk mencari kita."Keira menelan ludah. "Kau ada ide ke mana kita harus pergi?"Adrian terdiam sejenak sebelum menjawab, "Aku punya tempat di luar kota. Rumah kecil yang jarang dipakai. Itu cukup jauh dari sini dan aman."Keira mengangguk, mempercayai pen

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 166

    Alarm terus berbunyi, memecah keheningan malam di villa Victor. Lampu merah berkedip-kedip di sepanjang koridor, menandakan bahwa mereka telah terdeteksi.Keira merasakan jantungnya berdetak begitu cepat saat ia, Adrian, dan Samantha berlari melewati lorong sempit, berusaha mencari jalan keluar."Ke arah sini!" bisik Samantha, menunjuk sebuah pintu kecil di ujung lorong.Adrian menarik Keira, memastikan ia tetap dekat dengannya. "Jangan lepas tanganku," katanya tegas.Keira mengangguk, meskipun ketakutan mulai menyelimutinya.Begitu mereka mencapai pintu itu, Samantha dengan cepat mengeluarkan alat kecil dari sakunya dan mengutak-atik panel kunci elektronik di sebelahnya."Ayo cepat, Sam," bisik Keira, merasa waktu mereka semakin menipis.Langkah kaki para penjaga semakin mendekat. Mereka bisa mendengar suara perintah tegas melalui radio yang dibawa para penjaga.Klik.Pintu terbuka tepat pada waktunya.Mereka bertiga segera masuk dan menutup pintunya kembali dengan cepat. Ruangan y

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status