Di ruang makan keluarga Rose.“Begitu ya? Ternyata kamu masih kuliah, pantas saja kamu terlihat masih muda,” ucap ayah Helena bernama George Heart.“Meski masih kuliah, Edward sudah memiliki jiwa kepemimpinan seperti seorang bos besar. Aku pikir tak akan jadi masalah,” timpa ibu Helena, Liana Rose.“Ibu setuju sama kamu, Liana. Selama kita bisa melatih Edward dengan benar, ibu yakin Edward akan menjadi pendamping luar biasa bagi Helena. Selain itu, ibu merasa Edward lebih pintar dari pria seusianya,” ujar Nyonya Rose.“Hmm … kamu memang pandai memilih pria, sangat layak menjadi pewaris keluarga kita.” Kemudian melontarkan senyum puas kepada Helena.Ketika acara makan malam barusan, Edward menceritakan asal usulnya kepada keluarga Helena dengan jujur. Dia tidak menutupi apa pun termasuk statusnya yang berasal dari keluarga biasa-biasa dan masih duduk di bangku kuliah.Meskipun Edward sempat khawatir pada awalnya, tapi sekarang dia bisa merasa lega karena respon keluarga Helena teramat
Pukul 04.00 waktu setempat. Edward tiba-tiba terbangun karena suara bising alarm dari poselnya, pria itu memang selalu memasang alarm dini hari agar bisa mengerjakan misi harian. Sama seperti kebiasaan pada hari-hari sebelumnya, Edward reflek beranjak dari tempat tidur dan hendak pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil. Namun, dia langsung menghentikan langkah begitu melewati cermin rias yang ada di dalam kamar itu. "Tunggu sebentar, kayaknya ada yang aneh," ucap Edward sambil memfokuskan indera pengelihatannya pada cermin. "ASTAGA! APA YANG TERJADI PADAKU? KENAPA AKU TELANJANG?!!!" Dia lalu berseru sangat keras karena terkejut. Tanpa sengaja, suara Edward langsung membangunkan Helena yang masih tertidur di atas ranjang. Wanita itu sontak mengalihkan pandangan kepada Edward di depan cermin. "Kamu kenapa sih, Ed? Kok berisik sekali?" tanya Helena. "Aku telanjang," jawab Edward begitu saja. Helena seketika sadar jika Edward tidak mengingat kejadian tadi malam. Karena efek mab
Dap! Dap! Dap!Langkah kaki Edward terdengar di koridor, pria itu muncul di sana selang 10 menit setelah Jesica dan Gracia menyiapkan alat-alat untuk hukuman. Dia masih belum sadar jika kedua itu akan memberikan hukuman atas perbuatannya.Ceklik!Edward pun membuka pintu kamar kost setelah memutar kunci, lalu masuk begitu saja tanpa rasa curiga sama sekali. Dia pikir tidak ada siapa-siapa di dalam kamarnya karena semua lampu masih mati.“Fiuh ... untung aku bisa pulang tepat waktu,” gumam Edward seraya menekan saklar lampu.Klik!Lampu menyala dengan cepat, menampilkan pemandangan di dalam kamar.Set!Akan tetapi, Edward tidak sempat melihat situasi di dalam kamar dengan jelas, matanya keburu ditutup kain hitam oleh Jesica.“Jangan melawan, atau kami akan marah,” ancam Jesica sambil mengikat kencang kain itu di belakang kepala Edward.“Itu benar! Kami akan marah jika kamu berani melawan,” sambung Gracia, buru-buru menarik Edward hingga pantatnya mendarat di kursi yang sudah disiapkan.
Pukul 8 pagi.Edward, Jesica dan Gracia akhirnya tiba di parkiran kampus, mereka bertiga akan mengikuti kuliah pagi ini.Setelah melewati permainan panas subuh tadi, hubungan ketiga orang itu pun menjadi lebih dekat seakan masalah sebelumnya tidak berarti apa-apa. Entah apa yang terjadi pada Jesica dan Gracia, mereka tiba-tiba melupakan masalah Helena begitu saja, bahkan terkesan tidak peduli sama sekali. Hal tersebut jelas sangat membantu bagi Edward, karena setidaknya dia tidak perlu repot-repot menjelaskan lebih banyak kepada kedua wanita itu.Oleh karena itu, Edward memutuskan pergi bersama Jesica dan Gracia dengan perasaan tenang dan nyaman. Ada juga banyak keceriaan yang terjadi di antara mereka selama mobil melaju dari kamar kost menuju gedung kampus Roxane.“Aku ada kuliah bu Lisa di gedung B. Kalian di gedung mana?” Tanya Edward sebelum turun dari mobil.“Aku akan ikut kuliah Manajemen Bisnis di gedung A, tapi nanti sih, sekitar jam sembilan,” jawab Jesica.“Kalau aku mau lan
Waktu berlalu.Kini sudah pukul 11.45.Seperti yang sudah Edward bilang tadi pagi, bahwa dia akan menunggu Jesica dan Gracia di kantin belakang. Pria itu tampak sedang duduk di salah satu kursi sambil memaikan ponselnya.[Misi Utama : Anda harus menghentikan perbuatan bunga kampus nakal. Kemudian dapatkan perasaannya dengan benar, dan ambil keperawanannya.]Edward seketika merasa bingung usai membaca misi tersebut, ‘Bunga kampus nakal? Memang ada hal semacam itu di kampus ini?’ Pikirnya. Setelah itu, dia membaca detail misi utama dengan cermat. Betapa terkejutnya perasaan pemuda itu begitu melihat nama keluarga Yoshiko yang tertulis di sana. “Bunga kampus nakal itu, Nona Muda Yosiko?!!!” pekiknya, seketika membayangkan sosok Akira dalam benaknya.‘Sial, kenapa harus dari kelurga Yoshiko sih? Macam sudah tak ada wanita lain di kota ini?’ batin Edward protes, sadar jika misi utama tersebut tidaklah mudah.Pasalnya, sosok Akira saja sudah sangat menyebalkan, tetapi sekarang Edward harus
Pada saat yang sama di dalam ruangan Dekan.BRAKKK!Devan menggebrak meja dengan keras, lalu melempar beberapa kertas yang berisi cetakan foto ciuman antara Edward dan Lisa.“Memalukan! Sungguh memalukan! Bisa-bisanya skandal macam ini tersebar di sosial media?!” teriak Devan dalam kemarahannya, membuat Lisa yang sedang duduk di depannya ketakutan.“Jelaskan padaku, Lisa. Kenapa kamu berani melakukan hal tidak senonoh di ruangan dosen? Apa kamu sengaja ingin mencoreng nama baik para dosen dan kampus ini?” Tuding Devan, sorot matanya sangat tajam seolah bisa menusuk Lisa.“I-Ini ….” Lisa mandek dan tidak tahu harus menjelaskan dengan cara apa, lagian siapa sangka akan ada seseorang yang mengambil foto-foto tersebut. Mana sudah terebar luas di beragam sosial media hingga menjadi viral."Cepat jawab! Kamu jangan menguji kesabaranku, Lisa!" bentak Devan kala melihat Lisa ragu-ragu.Lisa mencoba tenang meski batinnya sangat ketakutan, baru kali ini melihat Devan semarah itu. Trauma di masa
“Kau … siapa kau?!” tanya Devan, matanya terbelalak usai dikejutkan oleh perbuatan Edward yang sudah mendobrak pintu dengan cara luar biasa. “Siapa aku? Bukan urusanmu,” balas Edward seraya masuk ke dalam ruangan. Dia memakai celana dalam wanita di kepalanya guna menyamarkan identitas.“Sialan! Beraninya kau! Dasar orang gila!” geram Devan penuh amarah, tangan kanannya buru-buru mengambil sesuatu dari dalam laci meja. Ceklik! Siapa sangka, pria paruh baya itu ternyata menyembunyikan pistol di dalam sana. Dia pun segera menodongkan senjata api itu ke kepala Edward usai mengkokangnya. “Pergilah! Atau aku akan membunuhmu,” ancam Devan serius. Edward sendiri tampak sangat tenang meski situasinya sudah seperti ini, lanjut saja melangkah dengan santai seolah keberadaan pistol itu tidak berarti. “Kau ….” Devan tersentak, dari mana asal keberanian orang aneh itu? Apa mungkin dia sudah gila? “Sialan! Sudah ‘kubilang jangan mendekat!” Devan mau tak mau menekan pelatuk pistol secara perl
Selang beberapa menit kemudian.Edward dan Lisa akhirnya menemukan tempat sepi usai berlarian tanpa arah di sekitar kampus. Mereka kini sedang duduk di sebuah kursi panjang dengan nafas masih terengah-engah.“Fiuh … sungguh memalukan sekali pakai celana dalam ini. Aku tidak mau pakai lagi,” ucap Edward sambil melepas celana dalam itu dari kepalanya, kemudian melemparnya ke sembarang arah.Lisa tidak banyak berkomentar akan hal tersebut, tetapi segera menanyakan kondisi Edward. “Kamu baik-baik saja, Ed? Tubuhmu tidak terluka, kan?” “Aku baik-baik saja kok, kamu jangan khawatir,” jawab Edward sambil mengambil sebotol air mineral dari sistem harem secara diam-diam.“Minum dulu biar perasaanmu tenang.” Edward lalu memberikannya kepada Lisa.“Terima kasih,” tanggap Lisa sambil mengambil botol itu. Ia tidak banyak bertanya dari mana asalnya dan langsung meminumnya hingga habis setengah.Edward celingak celinguk ke sekitar, memastikan situasinya sudah benar-benar aman. Setelah itu, dia dudu