Pukul 8 pagi.Edward, Jesica dan Gracia akhirnya tiba di parkiran kampus, mereka bertiga akan mengikuti kuliah pagi ini.Setelah melewati permainan panas subuh tadi, hubungan ketiga orang itu pun menjadi lebih dekat seakan masalah sebelumnya tidak berarti apa-apa. Entah apa yang terjadi pada Jesica dan Gracia, mereka tiba-tiba melupakan masalah Helena begitu saja, bahkan terkesan tidak peduli sama sekali. Hal tersebut jelas sangat membantu bagi Edward, karena setidaknya dia tidak perlu repot-repot menjelaskan lebih banyak kepada kedua wanita itu.Oleh karena itu, Edward memutuskan pergi bersama Jesica dan Gracia dengan perasaan tenang dan nyaman. Ada juga banyak keceriaan yang terjadi di antara mereka selama mobil melaju dari kamar kost menuju gedung kampus Roxane.“Aku ada kuliah bu Lisa di gedung B. Kalian di gedung mana?” Tanya Edward sebelum turun dari mobil.“Aku akan ikut kuliah Manajemen Bisnis di gedung A, tapi nanti sih, sekitar jam sembilan,” jawab Jesica.“Kalau aku mau lan
Waktu berlalu.Kini sudah pukul 11.45.Seperti yang sudah Edward bilang tadi pagi, bahwa dia akan menunggu Jesica dan Gracia di kantin belakang. Pria itu tampak sedang duduk di salah satu kursi sambil memaikan ponselnya.[Misi Utama : Anda harus menghentikan perbuatan bunga kampus nakal. Kemudian dapatkan perasaannya dengan benar, dan ambil keperawanannya.]Edward seketika merasa bingung usai membaca misi tersebut, ‘Bunga kampus nakal? Memang ada hal semacam itu di kampus ini?’ Pikirnya. Setelah itu, dia membaca detail misi utama dengan cermat. Betapa terkejutnya perasaan pemuda itu begitu melihat nama keluarga Yoshiko yang tertulis di sana. “Bunga kampus nakal itu, Nona Muda Yosiko?!!!” pekiknya, seketika membayangkan sosok Akira dalam benaknya.‘Sial, kenapa harus dari kelurga Yoshiko sih? Macam sudah tak ada wanita lain di kota ini?’ batin Edward protes, sadar jika misi utama tersebut tidaklah mudah.Pasalnya, sosok Akira saja sudah sangat menyebalkan, tetapi sekarang Edward harus
Pada saat yang sama di dalam ruangan Dekan.BRAKKK!Devan menggebrak meja dengan keras, lalu melempar beberapa kertas yang berisi cetakan foto ciuman antara Edward dan Lisa.“Memalukan! Sungguh memalukan! Bisa-bisanya skandal macam ini tersebar di sosial media?!” teriak Devan dalam kemarahannya, membuat Lisa yang sedang duduk di depannya ketakutan.“Jelaskan padaku, Lisa. Kenapa kamu berani melakukan hal tidak senonoh di ruangan dosen? Apa kamu sengaja ingin mencoreng nama baik para dosen dan kampus ini?” Tuding Devan, sorot matanya sangat tajam seolah bisa menusuk Lisa.“I-Ini ….” Lisa mandek dan tidak tahu harus menjelaskan dengan cara apa, lagian siapa sangka akan ada seseorang yang mengambil foto-foto tersebut. Mana sudah terebar luas di beragam sosial media hingga menjadi viral."Cepat jawab! Kamu jangan menguji kesabaranku, Lisa!" bentak Devan kala melihat Lisa ragu-ragu.Lisa mencoba tenang meski batinnya sangat ketakutan, baru kali ini melihat Devan semarah itu. Trauma di masa
“Kau … siapa kau?!” tanya Devan, matanya terbelalak usai dikejutkan oleh perbuatan Edward yang sudah mendobrak pintu dengan cara luar biasa. “Siapa aku? Bukan urusanmu,” balas Edward seraya masuk ke dalam ruangan. Dia memakai celana dalam wanita di kepalanya guna menyamarkan identitas.“Sialan! Beraninya kau! Dasar orang gila!” geram Devan penuh amarah, tangan kanannya buru-buru mengambil sesuatu dari dalam laci meja. Ceklik! Siapa sangka, pria paruh baya itu ternyata menyembunyikan pistol di dalam sana. Dia pun segera menodongkan senjata api itu ke kepala Edward usai mengkokangnya. “Pergilah! Atau aku akan membunuhmu,” ancam Devan serius. Edward sendiri tampak sangat tenang meski situasinya sudah seperti ini, lanjut saja melangkah dengan santai seolah keberadaan pistol itu tidak berarti. “Kau ….” Devan tersentak, dari mana asal keberanian orang aneh itu? Apa mungkin dia sudah gila? “Sialan! Sudah ‘kubilang jangan mendekat!” Devan mau tak mau menekan pelatuk pistol secara perl
Selang beberapa menit kemudian.Edward dan Lisa akhirnya menemukan tempat sepi usai berlarian tanpa arah di sekitar kampus. Mereka kini sedang duduk di sebuah kursi panjang dengan nafas masih terengah-engah.“Fiuh … sungguh memalukan sekali pakai celana dalam ini. Aku tidak mau pakai lagi,” ucap Edward sambil melepas celana dalam itu dari kepalanya, kemudian melemparnya ke sembarang arah.Lisa tidak banyak berkomentar akan hal tersebut, tetapi segera menanyakan kondisi Edward. “Kamu baik-baik saja, Ed? Tubuhmu tidak terluka, kan?” “Aku baik-baik saja kok, kamu jangan khawatir,” jawab Edward sambil mengambil sebotol air mineral dari sistem harem secara diam-diam.“Minum dulu biar perasaanmu tenang.” Edward lalu memberikannya kepada Lisa.“Terima kasih,” tanggap Lisa sambil mengambil botol itu. Ia tidak banyak bertanya dari mana asalnya dan langsung meminumnya hingga habis setengah.Edward celingak celinguk ke sekitar, memastikan situasinya sudah benar-benar aman. Setelah itu, dia dudu
Di sebuah taman hiburan.Kana putuskan membawa Edward kemari untuk kencan pertamanya. Dia ingin bersenang-senang dengan pemuda tampan itu sekaligus pamer di depan banyak orang, terutama di depan teman-teman satu Circle-nya.Faktanya, gadis dari keluarga Yoshiko itu suka bergaul di tempat penuh permainan seperti ini, juga selalu menikmatinya dengan senang hati. Secara khusus, untuk permainan tradisional buatan manusia.Meskipun kebanyakan permainan itu berupa permaian judi, tetapi Kana gemar sekali memainkannya sepanjang waktu. Hanya saja gadis itu selalu kalah dalam setiap permainan, sehingga ia sering dimanfaatkan oleh bandar atau orang yang punya lapak.Sama seperti hari ini, Kana dengan percaya diri membawa Edward ke lapak permainan pertama. Di sana, terlihat beberapa orang sedang melempar ring ke benda-benda yang ada lapak itu, mereka melakukannya dari jarak sekitar dua meter.Pemain pun akan mendapatkan hadiah begitu ring yang dilemparnya berhasil masuk atau diam di atas benda ya
“Wow! Pasangan itu berani sekali! Bisa-bisanya mereka ciuman di tempat terbuka seperti ini!” “Tapi, ciuman mereka terlihat aneh. Gimana jelasinnya, ya? Hmm ... pokoknya aneh ....” “Mungkin gadis tepos itu baru pertama kali ciuman, makanya dia terlihat malu-malu dan kaku.” “Hahaha, kau benar. Kana pasti baru pertama kali melakukannya.” Orang-orang di sekitar mengeluarkan komentar untuk perbuatan Edward dan Kana. Mereka juga tertawa karena tingkah Kana benar-benar lucu dan terlalu polos. Sebagai gadis yang sudah dewasa, Kana terlihat belum punya banyak pengalaman dalam urusan percintaan. “A-Aku sudah melakukannya, cepatlah lempar ring punya kamu,” ucap Kana usai menjauhkan bibirnya dari bibir Edward. “Ok, tapi apa kamu siap memberikan tubuhmu nanti? Soalnya, lemparanku pasti akan mengenai kotak gelang Amura,” ujar Edward percaya diri. Sambil menyiapkan satu ring, matanya mulai membidik gelang itu. Kana spontan melihat buah dadanya yang tepos, seketika merasa tidak percaya diri. J
Selang beberapa menit kemudian.Di pusat taman hiburan.“Kamu tunggu di sini dan jangan pernah pergi kemana-mana,” ujar Edward sambil menunjuk kursi kosong di depannya.Kana segera menurutinya, tapi masih penasaran akan gelagat Edward. “Ada apa sih, Ed? Kok kamu gelisah begitu?” tanyanya.Edward tidak langsung menjawab, malah melihat-lihat ke sekitar dengan waspada, seolah sedang dikejar musuh sangat kuat.“Ed?” Panggil Kana ketika Edward tidak memberikan respon apa pun.“Ya?” Edward menoleh pada Kana. “Kamu tenang saja, aku pasti akan membereskan masalah ini,” ujarnya sambil tersenyum.Kana kian kebingungan, 'Memangnya ada masalah apa? Perasaan aku tidak membuat masalah serius yang bisa menarik marahabaya. Mungkinkah Edward ini tipe pria yang terlalu protektif? Makanya dia ingin menjaga keamanan aku sebaik mungkin?' terkanya di dalam hati.“Itu mereka,” gumam Edward saat menemukan beberapa orang yang sedang berjalan ke tempatnya.“Aku pergi dulu, Kana. Ingat, kamu jangan pernah menin
Edward menatap dengan cermat sosok pria yang baru saja bangkit dengan tenaga luar biasa. Meskipun dia mengaku telah sembuh berkat obat Edward, ekspresi wajah pria itu menunjukkan kekhawatiran mendalam. “Ayah, kamu benar-benar baik-baik saja?” tanya Aluna, penuh rasa syukur dan cemas bersamaan. “Tenang, Nak. Aku baik-baik saja sekarang,” jawab pria itu sambil mengamati tim medis yang sudah berusaha menolongnya. Edward merasa lega, tetapi rasa ingin tahunya semakin membara. Dia berusaha menyusun strategi untuk menghadapi ancaman di balik serangan bom tersebut. “Aluna, ayo kita bicara sebentar,” ajak Edward, menarik Aluna ke samping, jauh dari kerumunan. “Ada apa, Ed? Kenapa serangan ini bisa terjadi?” tanya Aluna dengan suara bergetar. Edward mencoba menganalisis situasi. “Ada kemungkinan bahwa serangan ini bukan hanya sekadar aksi teroris. Menurut informasi yang aku dapat, keluarga Everdeen mungkin sudah menjadi target lama. Ada beberapa kelompok yang bisa melakukan hal ini,
Edward merasa gelisah dan khawatir usai mendengar kabar buruk dari Aluna. Dia segera kembali ke meja Clara dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Ada apa, Ed?" tanya Clara, tampak penasaran.Edward menjelaskan situasi yang sedang terjadi kepada Clara, tentang pengeboman di perusahaan ayah Aluna. Clara terkejut mendengarnya dan merasa prihatin dengan keadaan Aluna dan keluarganya."Kita harus segera pergi ke tempat Aluna. Dia butuh dukungan kita di saat-saat seperti ini," ujar Clara tegas.“Tidak, kamu tak perlu pergi kesana. Kamu masih punya masalah yang harus diselesaikan,” tukas Edward, diam-diam mengeluarkan sebotol air dari sistem harem.“Minumkan ini pada ibumu, lalu kabari aku reaksinya. Cukup satu gelas saja, jangan berlebihan,” jelasnya sambil memberikan botol air itu pada Clara.“Air mineral? Untuk apa air mineral, Ed?” Clara bingung sendiri, menatap air itu dan tidak mengerti.Edward tersenyum tipis, “Percayalah, air itu bisa mengatasi masalahmu. Aku yakin ibumu aka
Edward menatap Aluna dengan ekspresi serius, mengangguk pelan. "Dua triliun, ya? Baiklah, aku akan membantu kamu," ujarnya, mengambil ponsel Aluna dan mulai melakukan transfer.Aluna menatap Edward dengan mata berkaca-kaca, terharu dengan kesediaan Edward yang membantu keluarganya. "Terima kasih, Edward," ucapnya, suaranya bergetar.Edward hanya tersenyum, menepuk bahu Aluna dengan lembut. "Tidak perlu berterima kasih, Aluna. Kita adalah pasangan, dan pasangan harus selalu membantu satu sama lain," ujarnya, menenangkan Aluna.Setelah selesai transfer, Edward mengembalikan ponsel Aluna. "Ok, masalahnya beres. Aset keluarga Everdeen sudah aman sekarang," ujarnya, tersenyum tulus.Aluna menatap Edward dengan mata berbinar, penuh rasa terima kasih. "Kamu benar-benar menyelamatkan kami, Edward. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas budi baikmu," ucapnya, suaranya penuh rasa haru.Edward hanya tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Tak perlu membalas apa-apa, aku hanya melakukan apa yang seh
Edward termenung cukup lama usai membaca pesan Irene, benar-benar bingung dan tak tahu harus mengambil keputusan apa."Sarapannya sudah siap, Ed. Ayo kesini," teriak Aluna dari arah dapur, sontak membuyarkan lamunan Edward."Oke, sebentar ...." Edward menanggapi sambil mengenakan pakaiannya. Mencoba melupakan Helena sejenak dan berusaha fokus pada Aluna.Tak lama berselang, Edward tiba di ruang makan, tampak beragam makanan yang sudah tersaji di atas meja."Wah, kamu jago masak ternyata. Kelihatannya makananmu enak-enak," ujar Edward, memuji usaha Aluna.Wajah Aluna pun memerah, jelas senang dengan pujian Edward."Silakan dicoba, Ed. Semoga kamu tidak kecewa," ujarnya.Edward tersenyum kecil mendengarnya, "Kenapa aku harus kecewa? Aku pikir makananmu terasa lezat.", kemudian dia menyantap makanan itu. Mulai dari daging hingga sayur sop bening.Namun, yang paling menggugah selera Edward adalah sambal buatan Aluna. Siapa sangka, wanita secantik dia sangat pandai membuat sambal."Ini ena
Pagi berikutnya.Edward dan Aluna terbangung dalam keadaan telanjang, mereka tampak masih lelah usai melakukan persetubuhan panas tadi malam.Aluna sendiri sangat menikmati hal tabu tersebut meski sudah pernah merasakannya. Dia pikir Edward terlalu perkasa sehingga berhasil membuatnya melalang buana berulang kali. Ini juga merupakan pengalaman baru bagi wanita dewasa itu.Entah berapa kali Aluna mendapatkan pelepasan tadi malam, pastinya sangat sering sampai dia tak bisa menghitungnya pakai jari lagi.“Uh ... aku sepertinya akan kesulitan berjalan,” ujar Aluna masih dengan mata mengantuk.Dia lalu menyentuh ranah kewanitaannya, dan ternyata masih ada sisa-sisa cairan di sana.“Aduh, aku langsung tidur semalam, aku tak sempat membersihkannya. Kira-kira Edward benci wanita kurang teliti seperti aku tidak ya?” Aluna tampak cemas, jelas takut akan hal tersebut.“Mana mungkin aku membencimu, jusru aku menyukai wanita seperti kamu,” sahut Edward, langsung membawa Aluna ke dalam pelukannya.
“Edward, apa kamu baik-baik saja?” tegur Aluna kala Edward semakin larut dalam lamunannya.Edward tidak langsung menanggapi, hanya mentapa wajah cantik Aluna dengan sayu. Dia tiba-tiba ragu untuk menuntaskan misi utama sistem harem dengan wanita itu.Aluna seketika menyadari sesuatu dari ekspresi Edward, namun dia tidak ingin berhenti di sini setelah memantapkan hatinya untuk Edward. Dengan berani, dia pun mendekati Edward sambil melepas pakaiannya secara perlahan.“Ini mungkin bukan yang pertama bagiku, tapi aku percaya kemampuanku bisa mengilangkan semua keraguanmu. Aku harap kamu tidak keberatan, supaya kita bisa lanjut ke tahap yang lebih serius,” ujar Aluna, kini sudah telanjang bulat di depan Edward. Dia sangat berharap Edward akan langsung menyerangnya setelah disuguhkan pemandangan indah semacam itu.Glup!Edward menelan salivanya, bersamaan dengan naiknya gairah yang secara perlaan. Tidak mau jadi orang munafi, dia memang sudah terangsang oleh Aluna saat ini.“Tolong lihat ak
Malam semakin larut, bahkan hampir mendekati pagi.“Maaf, urusan kakekku benar-benar merepotkan. Kamu jadi terlibat dalam hal-hal aneh yang selalu dirasakan kakekku selama ini,” ujar Aluna begitu tiba di depan pintu apartemennya, kemudian dia membuka pintu itu dan membiarkan Edward masuk.“Silakan masuk, Edward. Anggap saja tempat tinggal sendiri,” ujarnya.“Terima kasih, Aluna,” balas Edward, tersenyum tulus. Kakinya lalu melangkah ke dalam kamar apartemen itu.Wusssh!Aroma sangat wangi langsung menyambut Edward di sana, apalagi kamar ini terasa sangat feminim karena hampir seluruhnya didekorasi warna merah muda.“Apa kamu sangat menyukai warna pink?” tanya Edward, cukup penasran jadinya, tanpa sadar menoleh ke arah selangkangan Aluna, mengira di dalam sana juga isinya berwarna merah muda. “Tentu saja, bukankah warna ini penuh dengan romansa?” Aluna tersenyum cerah, sepertinya paham maksud tatapan Edward.“Begitu ya?” Edward lanjut berjalan memasuki kamar, melihat-lihat ke sekitar.
Edward melihat Peter dengan penuh kekhawatiran. "Kakek, apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana kita bisa melawan vampir?" tanyanya.Peter mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Pertama-tama, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang vampir, terutama kelemahan dan cara melawan mereka,” ujarnya.Edward mengangguk, ia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Tapi dari mana kita bisa menemukan informasi itu? Apa ada di buku yang aku bawa?" tanyanya lagi.Peter mengingat-ingat sambil merenung sejenak. "Ada satu tempat di kota ini yang mungkin memiliki jawabannya. Perpustakaan kuno. Mereka memiliki koleksi buku langka dan mungkin ada yang berkaitan dengan vampir," jawabnya.“Perputakaan itu lagi?” Edward terkejut mendengarnya.“Ya, hanya di sana satu-satunya tempat yang bisa digunakan untuk melawan vampir.” Peter tampak yakin dan tegas.“Ayo bergerak sekarang, kita tak boleh membuang waktu,” ajaknya.Kemudian, kedua pria beda usia i
Edward dan Aluna tiba di rumah sakit jiwa setelah beberapa saat berkendara. Aluna tampak gugup dan khawatir, sedangkan Edward mencoba untuk tetap tenang dan bijaksana.Mereka lalu berjalan menuju ke ruangan tempat kakek Aluna dirawat, letaknya di lantai atas gedung tersebut.Setelah menunggu beberapa saat, kakek Aluna akhirnya muncul di depan mereka. Dia tampak lemah dan pucat, namun masih bisa tersenyum lembut pada cucunya.“Aluna, kamu pasti cucuku, Aluna, ‘kan?” Sapa kakek itu, sepertinya masih bisa mengenali Aluna.“Ya, kakek.” Aluna langsung memeluk kakeknya dengan erat.“Salam kenal, kakek. Aku Edward Lewis,” ucap Edward segera memperkenalkan dirinya dan memberikan salam hormat pada kakek Aluna.Kakek Aluna pun memperkenalkan dirinya sebagai Peter Everdeen, seorang ahli dalam dunia ilmu hitam dari keluarga Everdeen.‘Ahli ilmu hitam?’ Ulang Edward dalam benaknya, rasanya agak akrab dengan hal-hal semacam ini.“Hahaha! Aku suka ekspresimu, Edward. Kau sepertinya sudah pernah beru