“Wow! Pasangan itu berani sekali! Bisa-bisanya mereka ciuman di tempat terbuka seperti ini!” “Tapi, ciuman mereka terlihat aneh. Gimana jelasinnya, ya? Hmm ... pokoknya aneh ....” “Mungkin gadis tepos itu baru pertama kali ciuman, makanya dia terlihat malu-malu dan kaku.” “Hahaha, kau benar. Kana pasti baru pertama kali melakukannya.” Orang-orang di sekitar mengeluarkan komentar untuk perbuatan Edward dan Kana. Mereka juga tertawa karena tingkah Kana benar-benar lucu dan terlalu polos. Sebagai gadis yang sudah dewasa, Kana terlihat belum punya banyak pengalaman dalam urusan percintaan. “A-Aku sudah melakukannya, cepatlah lempar ring punya kamu,” ucap Kana usai menjauhkan bibirnya dari bibir Edward. “Ok, tapi apa kamu siap memberikan tubuhmu nanti? Soalnya, lemparanku pasti akan mengenai kotak gelang Amura,” ujar Edward percaya diri. Sambil menyiapkan satu ring, matanya mulai membidik gelang itu. Kana spontan melihat buah dadanya yang tepos, seketika merasa tidak percaya diri. J
Selang beberapa menit kemudian.Di pusat taman hiburan.“Kamu tunggu di sini dan jangan pernah pergi kemana-mana,” ujar Edward sambil menunjuk kursi kosong di depannya.Kana segera menurutinya, tapi masih penasaran akan gelagat Edward. “Ada apa sih, Ed? Kok kamu gelisah begitu?” tanyanya.Edward tidak langsung menjawab, malah melihat-lihat ke sekitar dengan waspada, seolah sedang dikejar musuh sangat kuat.“Ed?” Panggil Kana ketika Edward tidak memberikan respon apa pun.“Ya?” Edward menoleh pada Kana. “Kamu tenang saja, aku pasti akan membereskan masalah ini,” ujarnya sambil tersenyum.Kana kian kebingungan, 'Memangnya ada masalah apa? Perasaan aku tidak membuat masalah serius yang bisa menarik marahabaya. Mungkinkah Edward ini tipe pria yang terlalu protektif? Makanya dia ingin menjaga keamanan aku sebaik mungkin?' terkanya di dalam hati.“Itu mereka,” gumam Edward saat menemukan beberapa orang yang sedang berjalan ke tempatnya.“Aku pergi dulu, Kana. Ingat, kamu jangan pernah menin
“Apa kamu baik-baik saja sekarang?” Tanya Edward setelah membawa Kana duduk kembali di kursi. Dia sebelumnya sudah memberikan obat penyembuh kepada Kana, sehingga bisa mengobati rasa sakitnya.“Dasar wanita kurang ajar, bisa-bisanya dia memukulku. Aku harus balas dendam.” Kana malah membalas seperti itu, membuat Edward harus mengerutkan kening.“Tenang dulu, Kana. Kita bicarakan masalah ini baik-baik,” ujar Edward sambil mengusap-usap punggung Kana, menghiburnya.“Bagaimana aku bisa tenang? Dia sudah mengambil gelang Amura dariku!” Seru Kana, kemarah itu terpancar lagi di kedua bola matanya. Gadis tepos itu jelas tidak rela untuk semua perbuatan Yui. Jika bisa, dia ingin membalas secepat mungkin. Tapi, apalah daya, dia terlalu lemah dan tidak berani melawan balik. Selain karena takut kepada Yui, dia tidak mungkin melawan ketiga pengawalnya sekaligus.“Kana?” Panggil Edward, menatap wajah Kana, yang ternyata sudah berkaca-kaca dan hampir menangis.“Lupakan saja, Ed. Tolong antar aku pu
Malam pun tiba. Di hotel bintang lima, hotel Alexandria.Sama seperti namanya, hotel ini adalah salah satu aset terpenting keluarga Axendria, keluarga nomor satu di kota Noxus. Ada pun aset lainnya, jelas itu bank Alexandria.Dengan jumlah total kekayaan yang hampir menginjak angka seratus triliun dallant, membuat posisi keluarga Alexandria tidak tergoyahkan selama bertahun-tahun. Mereka selalu bercokol di peringkat satu dari generasi ke generasi. Hanya sedikit keluarga yang mampu menandingi mereka.Namun, ada satu cacat yang dimiliki keluarga nomor satu itu. Kecacatan tersebut adalah aib terbesar di sepanjang sejarah keluarga Alexandria.Yah, putra ketiga dari Tuan Alexandria, yang kini menjabat sebagai walikota Noxus, memiliki aib paling buruk di antara semua anggota keluarga. Kesalahan terbesarnya, karena dia sudah berselingkuh dengan wanita asal negeri Sakura, yaitu ibu Yui, Kinoshita Yuko. Tidak hanya itu, dia juga menikahinya tanpa sepengetahuan istri pertama dan tanpa restu kel
Di dalam ruang pesta.Ada banyak pita-pita, musik yang keras, serta bergam gelak tawa. Selain itu, ada juga beberapa orang yang sudah berdansa agar suasana pesta semakin meriah. Semua orang benar-benar terlarut dalam acara tersebut.Namun, bintang utama malam ini masih belum menampakan diri meski pesta sudah dimulai sejak sepuluh menit yang lalu. Sepertinya sudah terjadi sesuatu kepada Kinoshita Yuko, sehingga wanita itu datang terlambat.“Kak Yuko di mana sih? Kok dia masih belum datang juga?” tanya seorang wanita kepada wanita lain yang sedang berdiri di sampingnya, tampak resah sendiri.Wanita itu adalah adik kedua Yuko bernama Airi. Sementara wanita di sebelahnya adalah anak bungsu bernama Nana.“Haruskah kamu bertanya seperti itu? Kak Yuko sudah pasti sedang ....” Nana tidak melanjutkan ucapannya, mengganti dengan sebuah gestur tangan layaknya orang sedang begituan.“Serius? Kak Yuko melakukannya di saat acara sangat penting seperti ini?” Airi memastikan dengan mata terbelalak,
Selang beberapa menit kemudian.“Ya Tuhan! Ini terlalu gila! Kenapa Nyonya Yuko bisa melakukan hal menjijikan semacam ini dengan pria-pira itu?!” seru Helena sambil menutup mulutnya, sontak memalingkan wajah karena tidak sanggup melihat pemandangan tabu di dalam ruangan itu. Helena kini sedang mengintip bersama Edward dari celah pintu yang sedikit terbuka.“Kamu tunggu saja di belakang, Helena. Tak baik jika mata indahmu terus melihat perbuatan mereka,” ujar Edward, memegang ponselnya untuk merekam semua aktivitas Yuko bersama beberapa pria berbadan kekar. Dia juga dibuat jijik oleh perbuatan mereka.Pasalnya, semua lubang yang ada di tubuh Yuko benar-benar terisi oleh alat kelamin dari tiga orang pria. Dan wanita itu tampak sangat menikmatinya alih-alih merasa kesakitan. Ekspresinya seolah berkata, terus serang dengan gaya seperti ini, rasanya sungguh nikmat sekali. Edward tidak tahu harus merasa senang atau sedih untuk menghadapi situasi saat ini. Sebab, dia baru pertama kali meli
Tepat seperti itu.“Ayah?!” Suara seorang wanita tiba-tiba terdengar dari belakang Shin. Sontak, membuat Shin harus menghentikan langkah dan membalikan tubuh ke sumber suara.“Airi … kenapa kamu datang kesini, Airi?” Tanya Shin penasaran.Airi tidak langsung menjawab, hanya melihat ke sekitar dengan penuh selidik. “Ayah sedang apa di sini? Kenapa tidak masuk ke ruang pesta bersama Yui?”“Ah … itu ….” Shin mandek, kepalanya langsung memikirkan sesuatu. Dia tidak ingin Airi mengetahui perbuatannya.Faktanya, Shin punya alasan kuat ketika merahasiakan segala macam kejahatannya dari Airi. Alasan itu, tak lain karena Airi memiliki rupa sama persis dengan mendiang istrinya. Terlebih, setiap sikap Airi juga sangat mirip dengan sikap istrinya ketika masih muda.Jadi, Shin tidak pernah menunjukan kebusukannya di depan Airi selama ini. Dia tidak mau dibenci oleh putri keduanya itu.“Begini, Airi. Ayah sebenarnya sedang menangkap penjahat. Dia sudah berani merekam perbuatan kakakmu,” ujar Shin
Satu jam kemudian. Masih di dalam mobil Edward, yang kini sudah terparkir jauh dari hotel, tempat digelar acara pesta ulang tahun Yuko.***"Maafkan aku, Helena. Kamu sampai terluka gara-gara perbuatan ayahku. Jika tahu seperti ini, aku tidak pernah mengundangmu datang ke pesta Kak Yuko," ucap Airi penuh sesal. "Jangan terlalu dipikirkan, Airi. Kamu tidak salah kok. Lagian, siapa sangka situasinya akan berubah?" balas Helena dengan senyum santai. Wanita itu sudah pulih sepenuhnya setelah Edward memberikan obat penyembuh. Luka pada kepalanya juga sudah tertutup lagi. Airi merasa lega usai mendengarnya, sifat Helena sepertinya masih belum berubah meski usianya sudah bertambah. Dia selalu baik hati di balik ekspresinya yang dingin dan angkuh. "Terima kasih, Helena. Kamu memang sahabat baikku," ucap Airi sambil memeluk Helena. "Aduh ... kamu ini," protes Helena, tapi masih membalas pelukan Airi. Sedangkan Edward hanya bisa senyum-senyum sendiri di kursi kemudi, hatinya senang ketika
Edward menatap dengan cermat sosok pria yang baru saja bangkit dengan tenaga luar biasa. Meskipun dia mengaku telah sembuh berkat obat Edward, ekspresi wajah pria itu menunjukkan kekhawatiran mendalam. “Ayah, kamu benar-benar baik-baik saja?” tanya Aluna, penuh rasa syukur dan cemas bersamaan. “Tenang, Nak. Aku baik-baik saja sekarang,” jawab pria itu sambil mengamati tim medis yang sudah berusaha menolongnya. Edward merasa lega, tetapi rasa ingin tahunya semakin membara. Dia berusaha menyusun strategi untuk menghadapi ancaman di balik serangan bom tersebut. “Aluna, ayo kita bicara sebentar,” ajak Edward, menarik Aluna ke samping, jauh dari kerumunan. “Ada apa, Ed? Kenapa serangan ini bisa terjadi?” tanya Aluna dengan suara bergetar. Edward mencoba menganalisis situasi. “Ada kemungkinan bahwa serangan ini bukan hanya sekadar aksi teroris. Menurut informasi yang aku dapat, keluarga Everdeen mungkin sudah menjadi target lama. Ada beberapa kelompok yang bisa melakukan hal ini,
Edward merasa gelisah dan khawatir usai mendengar kabar buruk dari Aluna. Dia segera kembali ke meja Clara dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Ada apa, Ed?" tanya Clara, tampak penasaran.Edward menjelaskan situasi yang sedang terjadi kepada Clara, tentang pengeboman di perusahaan ayah Aluna. Clara terkejut mendengarnya dan merasa prihatin dengan keadaan Aluna dan keluarganya."Kita harus segera pergi ke tempat Aluna. Dia butuh dukungan kita di saat-saat seperti ini," ujar Clara tegas.“Tidak, kamu tak perlu pergi kesana. Kamu masih punya masalah yang harus diselesaikan,” tukas Edward, diam-diam mengeluarkan sebotol air dari sistem harem.“Minumkan ini pada ibumu, lalu kabari aku reaksinya. Cukup satu gelas saja, jangan berlebihan,” jelasnya sambil memberikan botol air itu pada Clara.“Air mineral? Untuk apa air mineral, Ed?” Clara bingung sendiri, menatap air itu dan tidak mengerti.Edward tersenyum tipis, “Percayalah, air itu bisa mengatasi masalahmu. Aku yakin ibumu aka
Edward menatap Aluna dengan ekspresi serius, mengangguk pelan. "Dua triliun, ya? Baiklah, aku akan membantu kamu," ujarnya, mengambil ponsel Aluna dan mulai melakukan transfer.Aluna menatap Edward dengan mata berkaca-kaca, terharu dengan kesediaan Edward yang membantu keluarganya. "Terima kasih, Edward," ucapnya, suaranya bergetar.Edward hanya tersenyum, menepuk bahu Aluna dengan lembut. "Tidak perlu berterima kasih, Aluna. Kita adalah pasangan, dan pasangan harus selalu membantu satu sama lain," ujarnya, menenangkan Aluna.Setelah selesai transfer, Edward mengembalikan ponsel Aluna. "Ok, masalahnya beres. Aset keluarga Everdeen sudah aman sekarang," ujarnya, tersenyum tulus.Aluna menatap Edward dengan mata berbinar, penuh rasa terima kasih. "Kamu benar-benar menyelamatkan kami, Edward. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas budi baikmu," ucapnya, suaranya penuh rasa haru.Edward hanya tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Tak perlu membalas apa-apa, aku hanya melakukan apa yang seh
Edward termenung cukup lama usai membaca pesan Irene, benar-benar bingung dan tak tahu harus mengambil keputusan apa."Sarapannya sudah siap, Ed. Ayo kesini," teriak Aluna dari arah dapur, sontak membuyarkan lamunan Edward."Oke, sebentar ...." Edward menanggapi sambil mengenakan pakaiannya. Mencoba melupakan Helena sejenak dan berusaha fokus pada Aluna.Tak lama berselang, Edward tiba di ruang makan, tampak beragam makanan yang sudah tersaji di atas meja."Wah, kamu jago masak ternyata. Kelihatannya makananmu enak-enak," ujar Edward, memuji usaha Aluna.Wajah Aluna pun memerah, jelas senang dengan pujian Edward."Silakan dicoba, Ed. Semoga kamu tidak kecewa," ujarnya.Edward tersenyum kecil mendengarnya, "Kenapa aku harus kecewa? Aku pikir makananmu terasa lezat.", kemudian dia menyantap makanan itu. Mulai dari daging hingga sayur sop bening.Namun, yang paling menggugah selera Edward adalah sambal buatan Aluna. Siapa sangka, wanita secantik dia sangat pandai membuat sambal."Ini ena
Pagi berikutnya.Edward dan Aluna terbangung dalam keadaan telanjang, mereka tampak masih lelah usai melakukan persetubuhan panas tadi malam.Aluna sendiri sangat menikmati hal tabu tersebut meski sudah pernah merasakannya. Dia pikir Edward terlalu perkasa sehingga berhasil membuatnya melalang buana berulang kali. Ini juga merupakan pengalaman baru bagi wanita dewasa itu.Entah berapa kali Aluna mendapatkan pelepasan tadi malam, pastinya sangat sering sampai dia tak bisa menghitungnya pakai jari lagi.“Uh ... aku sepertinya akan kesulitan berjalan,” ujar Aluna masih dengan mata mengantuk.Dia lalu menyentuh ranah kewanitaannya, dan ternyata masih ada sisa-sisa cairan di sana.“Aduh, aku langsung tidur semalam, aku tak sempat membersihkannya. Kira-kira Edward benci wanita kurang teliti seperti aku tidak ya?” Aluna tampak cemas, jelas takut akan hal tersebut.“Mana mungkin aku membencimu, jusru aku menyukai wanita seperti kamu,” sahut Edward, langsung membawa Aluna ke dalam pelukannya.
“Edward, apa kamu baik-baik saja?” tegur Aluna kala Edward semakin larut dalam lamunannya.Edward tidak langsung menanggapi, hanya mentapa wajah cantik Aluna dengan sayu. Dia tiba-tiba ragu untuk menuntaskan misi utama sistem harem dengan wanita itu.Aluna seketika menyadari sesuatu dari ekspresi Edward, namun dia tidak ingin berhenti di sini setelah memantapkan hatinya untuk Edward. Dengan berani, dia pun mendekati Edward sambil melepas pakaiannya secara perlahan.“Ini mungkin bukan yang pertama bagiku, tapi aku percaya kemampuanku bisa mengilangkan semua keraguanmu. Aku harap kamu tidak keberatan, supaya kita bisa lanjut ke tahap yang lebih serius,” ujar Aluna, kini sudah telanjang bulat di depan Edward. Dia sangat berharap Edward akan langsung menyerangnya setelah disuguhkan pemandangan indah semacam itu.Glup!Edward menelan salivanya, bersamaan dengan naiknya gairah yang secara perlaan. Tidak mau jadi orang munafi, dia memang sudah terangsang oleh Aluna saat ini.“Tolong lihat ak
Malam semakin larut, bahkan hampir mendekati pagi.“Maaf, urusan kakekku benar-benar merepotkan. Kamu jadi terlibat dalam hal-hal aneh yang selalu dirasakan kakekku selama ini,” ujar Aluna begitu tiba di depan pintu apartemennya, kemudian dia membuka pintu itu dan membiarkan Edward masuk.“Silakan masuk, Edward. Anggap saja tempat tinggal sendiri,” ujarnya.“Terima kasih, Aluna,” balas Edward, tersenyum tulus. Kakinya lalu melangkah ke dalam kamar apartemen itu.Wusssh!Aroma sangat wangi langsung menyambut Edward di sana, apalagi kamar ini terasa sangat feminim karena hampir seluruhnya didekorasi warna merah muda.“Apa kamu sangat menyukai warna pink?” tanya Edward, cukup penasran jadinya, tanpa sadar menoleh ke arah selangkangan Aluna, mengira di dalam sana juga isinya berwarna merah muda. “Tentu saja, bukankah warna ini penuh dengan romansa?” Aluna tersenyum cerah, sepertinya paham maksud tatapan Edward.“Begitu ya?” Edward lanjut berjalan memasuki kamar, melihat-lihat ke sekitar.
Edward melihat Peter dengan penuh kekhawatiran. "Kakek, apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana kita bisa melawan vampir?" tanyanya.Peter mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Pertama-tama, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang vampir, terutama kelemahan dan cara melawan mereka,” ujarnya.Edward mengangguk, ia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Tapi dari mana kita bisa menemukan informasi itu? Apa ada di buku yang aku bawa?" tanyanya lagi.Peter mengingat-ingat sambil merenung sejenak. "Ada satu tempat di kota ini yang mungkin memiliki jawabannya. Perpustakaan kuno. Mereka memiliki koleksi buku langka dan mungkin ada yang berkaitan dengan vampir," jawabnya.“Perputakaan itu lagi?” Edward terkejut mendengarnya.“Ya, hanya di sana satu-satunya tempat yang bisa digunakan untuk melawan vampir.” Peter tampak yakin dan tegas.“Ayo bergerak sekarang, kita tak boleh membuang waktu,” ajaknya.Kemudian, kedua pria beda usia i
Edward dan Aluna tiba di rumah sakit jiwa setelah beberapa saat berkendara. Aluna tampak gugup dan khawatir, sedangkan Edward mencoba untuk tetap tenang dan bijaksana.Mereka lalu berjalan menuju ke ruangan tempat kakek Aluna dirawat, letaknya di lantai atas gedung tersebut.Setelah menunggu beberapa saat, kakek Aluna akhirnya muncul di depan mereka. Dia tampak lemah dan pucat, namun masih bisa tersenyum lembut pada cucunya.“Aluna, kamu pasti cucuku, Aluna, ‘kan?” Sapa kakek itu, sepertinya masih bisa mengenali Aluna.“Ya, kakek.” Aluna langsung memeluk kakeknya dengan erat.“Salam kenal, kakek. Aku Edward Lewis,” ucap Edward segera memperkenalkan dirinya dan memberikan salam hormat pada kakek Aluna.Kakek Aluna pun memperkenalkan dirinya sebagai Peter Everdeen, seorang ahli dalam dunia ilmu hitam dari keluarga Everdeen.‘Ahli ilmu hitam?’ Ulang Edward dalam benaknya, rasanya agak akrab dengan hal-hal semacam ini.“Hahaha! Aku suka ekspresimu, Edward. Kau sepertinya sudah pernah beru