Selang beberapa menit kemudian.“Ya Tuhan! Ini terlalu gila! Kenapa Nyonya Yuko bisa melakukan hal menjijikan semacam ini dengan pria-pira itu?!” seru Helena sambil menutup mulutnya, sontak memalingkan wajah karena tidak sanggup melihat pemandangan tabu di dalam ruangan itu. Helena kini sedang mengintip bersama Edward dari celah pintu yang sedikit terbuka.“Kamu tunggu saja di belakang, Helena. Tak baik jika mata indahmu terus melihat perbuatan mereka,” ujar Edward, memegang ponselnya untuk merekam semua aktivitas Yuko bersama beberapa pria berbadan kekar. Dia juga dibuat jijik oleh perbuatan mereka.Pasalnya, semua lubang yang ada di tubuh Yuko benar-benar terisi oleh alat kelamin dari tiga orang pria. Dan wanita itu tampak sangat menikmatinya alih-alih merasa kesakitan. Ekspresinya seolah berkata, terus serang dengan gaya seperti ini, rasanya sungguh nikmat sekali. Edward tidak tahu harus merasa senang atau sedih untuk menghadapi situasi saat ini. Sebab, dia baru pertama kali meli
Tepat seperti itu.“Ayah?!” Suara seorang wanita tiba-tiba terdengar dari belakang Shin. Sontak, membuat Shin harus menghentikan langkah dan membalikan tubuh ke sumber suara.“Airi … kenapa kamu datang kesini, Airi?” Tanya Shin penasaran.Airi tidak langsung menjawab, hanya melihat ke sekitar dengan penuh selidik. “Ayah sedang apa di sini? Kenapa tidak masuk ke ruang pesta bersama Yui?”“Ah … itu ….” Shin mandek, kepalanya langsung memikirkan sesuatu. Dia tidak ingin Airi mengetahui perbuatannya.Faktanya, Shin punya alasan kuat ketika merahasiakan segala macam kejahatannya dari Airi. Alasan itu, tak lain karena Airi memiliki rupa sama persis dengan mendiang istrinya. Terlebih, setiap sikap Airi juga sangat mirip dengan sikap istrinya ketika masih muda.Jadi, Shin tidak pernah menunjukan kebusukannya di depan Airi selama ini. Dia tidak mau dibenci oleh putri keduanya itu.“Begini, Airi. Ayah sebenarnya sedang menangkap penjahat. Dia sudah berani merekam perbuatan kakakmu,” ujar Shin
Satu jam kemudian. Masih di dalam mobil Edward, yang kini sudah terparkir jauh dari hotel, tempat digelar acara pesta ulang tahun Yuko.***"Maafkan aku, Helena. Kamu sampai terluka gara-gara perbuatan ayahku. Jika tahu seperti ini, aku tidak pernah mengundangmu datang ke pesta Kak Yuko," ucap Airi penuh sesal. "Jangan terlalu dipikirkan, Airi. Kamu tidak salah kok. Lagian, siapa sangka situasinya akan berubah?" balas Helena dengan senyum santai. Wanita itu sudah pulih sepenuhnya setelah Edward memberikan obat penyembuh. Luka pada kepalanya juga sudah tertutup lagi. Airi merasa lega usai mendengarnya, sifat Helena sepertinya masih belum berubah meski usianya sudah bertambah. Dia selalu baik hati di balik ekspresinya yang dingin dan angkuh. "Terima kasih, Helena. Kamu memang sahabat baikku," ucap Airi sambil memeluk Helena. "Aduh ... kamu ini," protes Helena, tapi masih membalas pelukan Airi. Sedangkan Edward hanya bisa senyum-senyum sendiri di kursi kemudi, hatinya senang ketika
Tak lama kemudian.Di dalam ruangan khusus tamu VIP, salah satu hotel bintang lima.Tampak Edward, Helena dan Airi sedang asik berpesta di sana. Ketiganya sudah memakan banyak hidangan dan minum wine. Mungkin sudah lebih dari dua jam mereka berpesta seperti itu.“Ayo tambah lagi! Aku masih belum mabuk!” Seru Helena sambil menyodorkan gelasnya pada Edward.“Tidak! Kamu sudah mabuk parah, Helena. Tak baik jika kamu minum lebih banyak,” tukas Edward, menolak dengan tegas.Helena segera bergelayut manja di leher Edward, menatap sayu pemuda tampan itu. “Jangan begitu dong, sayang. Aku masih belum mabuk, tahu? Hiks … tuh aku cuma cegukan saja.”Edward spontan menyentuh dahi Helena, sebab wanita itu sangat menyebalkan ketika mabuk. Dia tidak hanya berisik, bahkan tingkahnya bisa membuat pria mana saja salah tingkah. Terlebih, pakaiannya sudah acak-acakan, sehingga belahan dadanya yang mulus terlihat dengan jelas.“Kita lebih baik pindah ke kamar, tak nyaman jika terus di sini,” ujar Edward,
“Eh?” Edward tampak bodoh seketika, tak habis pikir dengan pengakuan Airi barusan.Lagi pula, apa maksudnya jadi wanita kedua? Bahkan rela menjadi wanita simpanan? Masa wanita secantik Airi mau melakukan semua itu demi mendapatkan hati pria yang baru ditemuinya belum lama ini? Tidakkah terkesan sangat konyol? “Aku serius, Ed. Tolong pertimbangkan perasaanku,” ujar Airi sambil meraih tangan Edward. Dia menggenggam tangan pria itu kuat-kuat seakan takut kehilangan.“Aku tahu, tapi ....” Edward kehabisan kata, benar-benar bingung membalas Airi.Pasalnya, Airi tidak mungkin bisa menjadi wanita yang kedua, apa lagi wanita simpanan. Masih ada Jesica, Gracia dan Lisa yang harus diperhitungkan. Status ketiga wanita itu juga sudah terikat pasti berkat adanya Sistem Harem.Ada pun Helena? Edward tidak mau menghitungnya sama sekali. Sebab hubungannya dengan wanita itu tak lebih dari sekedar teman yang saling membutuhkan. Edward belum kepikiran untuk melangkah lebih jauh lagi.“Tapi apa, Ed? Bis
Edward jelas tidak takut kepada orang-orang bertopeng itu. Selain karena levelnya sudah lebih dari cukup untuk bertarung dua lawan satu, ada juga efek spesial yang diperolehnya setelah bercinta.Efek itu bisa menambah kekuatan serangan, pertahanan dan kelincahan Edward hingga sepuluh menit ke depan. Karena itu, Edward tidak ragu saat memprovokasi mereka. Lagi pula, mereka tidak terlihat kuat sama sekali, hanya terlihat seperti orang aneh dengan topeng hewannya.“Kurang ajar! Beraninya kamu menantang kami! Kamu benar-benar cari mati!” Teriak gadis bertopeng rubah seraya melempar belati pada Edward.Seeet!Dengan cepat, Edward bergerak ke samping guna mengindari serangan tersebut. Kemudian membalas dengan dildo bergerigi.Wusssh!Benda pemuas nafsu itu melesat cepat, mengarah langsung ke wajah gadis bertopeng rubah.Trang!Namun, gadis bertopeng rubah berhasil menangkisnya dengan belati lain. Dildo bergerigi tampak tidak berguna di depan gadis itu.“Kok bisa?!” Pekik Edward, baru perta
Pagi berikutnya.Di dalam kamar hotel.“Uhhh … aku tak bisa menahannnya lagi. Ini pasti keluar … uhhh ….”“Ayolah, kamu jangan cuma berkedut-kedut. Cepat semburkan cairan cintamu … uhhh ….”“Keluar … akhirnya keluar … kamu memang yang terbaik, Joni.”Helena tampak senang ketika rahimnya mendapatkan semburan cairan cinta dari si Joni alias Benda Pusaka Edward. Namun, dia tidak bisa senang terlalu lama karena harus melepas si Joni dari sarangnya dengan cepat.Omong-omong, Helena begituan tanpa sepengatahuan Edward. Dia melakukannya secara diam-diam selagi Edward masih terlelap. Lagi pula, siapa suruh Benda Pusaka itu tegang sendiri. Jadinya, Helena terangsang dan langsung memasukan benda itu ke dalam sarangnya.Untung saja, Edward tidak terbangun selama persetubuhan berlangsung. Sehingga Helena bisa leluasa bergerak di atas tubuhnya, yang kemudian berakhir dengan pelepasan penuh nikmat.Yah, tak berlebihan jika perbuatan Helena disebut sebagai pemerkosaan. Namun, bukan dia yang menjadi
Ding Dong! Ding Dong! Ding Dong!Suara bel terus berbunyi di salah satu rumah mewah di Distrik Selatan. Edward menekan bel rumah itu berkali-kali karena Kana tak kunjung keluar.“Permisi, apa Kana ada di rumah?” Edward berteriak cukup keras, berharap ada seseorang yang menanggapi suaranya.Sebelumnya, Edward tidak sempat masuk ke rumah Kana ketika mengantarnya pulang. Hanya sampai depan pintu pagar karena Kana sudah merasa cukup diantar sampai sana.Kini pintu pagar terbuka lebar, tetapi tidak ada satu pun satpam yang berjaga. Makanya Edward bisa langsung masuk ke halaman rumah dan menekan bel.“Ayolah, kamu jangan membuatku khawatir,” gumam Edward kehabisan kesabaran, terpaksa menerobos masuk ke rumah Kana.Pasalnya, pembaharuan misi utama sudah membuat pria tampan itu dibanjiri keringat dingin. Dia pun merasa semakin yakin bahwa wanita bertopeng rubah itu adalah salah satu wanitanya di sistem Harem, Kana.Namun, Edward masih tidak mengerti dengan maksud misi utama, yang di mana di
Edward menatap dengan cermat sosok pria yang baru saja bangkit dengan tenaga luar biasa. Meskipun dia mengaku telah sembuh berkat obat Edward, ekspresi wajah pria itu menunjukkan kekhawatiran mendalam. “Ayah, kamu benar-benar baik-baik saja?” tanya Aluna, penuh rasa syukur dan cemas bersamaan. “Tenang, Nak. Aku baik-baik saja sekarang,” jawab pria itu sambil mengamati tim medis yang sudah berusaha menolongnya. Edward merasa lega, tetapi rasa ingin tahunya semakin membara. Dia berusaha menyusun strategi untuk menghadapi ancaman di balik serangan bom tersebut. “Aluna, ayo kita bicara sebentar,” ajak Edward, menarik Aluna ke samping, jauh dari kerumunan. “Ada apa, Ed? Kenapa serangan ini bisa terjadi?” tanya Aluna dengan suara bergetar. Edward mencoba menganalisis situasi. “Ada kemungkinan bahwa serangan ini bukan hanya sekadar aksi teroris. Menurut informasi yang aku dapat, keluarga Everdeen mungkin sudah menjadi target lama. Ada beberapa kelompok yang bisa melakukan hal ini,
Edward merasa gelisah dan khawatir usai mendengar kabar buruk dari Aluna. Dia segera kembali ke meja Clara dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Ada apa, Ed?" tanya Clara, tampak penasaran.Edward menjelaskan situasi yang sedang terjadi kepada Clara, tentang pengeboman di perusahaan ayah Aluna. Clara terkejut mendengarnya dan merasa prihatin dengan keadaan Aluna dan keluarganya."Kita harus segera pergi ke tempat Aluna. Dia butuh dukungan kita di saat-saat seperti ini," ujar Clara tegas.“Tidak, kamu tak perlu pergi kesana. Kamu masih punya masalah yang harus diselesaikan,” tukas Edward, diam-diam mengeluarkan sebotol air dari sistem harem.“Minumkan ini pada ibumu, lalu kabari aku reaksinya. Cukup satu gelas saja, jangan berlebihan,” jelasnya sambil memberikan botol air itu pada Clara.“Air mineral? Untuk apa air mineral, Ed?” Clara bingung sendiri, menatap air itu dan tidak mengerti.Edward tersenyum tipis, “Percayalah, air itu bisa mengatasi masalahmu. Aku yakin ibumu aka
Edward menatap Aluna dengan ekspresi serius, mengangguk pelan. "Dua triliun, ya? Baiklah, aku akan membantu kamu," ujarnya, mengambil ponsel Aluna dan mulai melakukan transfer.Aluna menatap Edward dengan mata berkaca-kaca, terharu dengan kesediaan Edward yang membantu keluarganya. "Terima kasih, Edward," ucapnya, suaranya bergetar.Edward hanya tersenyum, menepuk bahu Aluna dengan lembut. "Tidak perlu berterima kasih, Aluna. Kita adalah pasangan, dan pasangan harus selalu membantu satu sama lain," ujarnya, menenangkan Aluna.Setelah selesai transfer, Edward mengembalikan ponsel Aluna. "Ok, masalahnya beres. Aset keluarga Everdeen sudah aman sekarang," ujarnya, tersenyum tulus.Aluna menatap Edward dengan mata berbinar, penuh rasa terima kasih. "Kamu benar-benar menyelamatkan kami, Edward. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas budi baikmu," ucapnya, suaranya penuh rasa haru.Edward hanya tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Tak perlu membalas apa-apa, aku hanya melakukan apa yang seh
Edward termenung cukup lama usai membaca pesan Irene, benar-benar bingung dan tak tahu harus mengambil keputusan apa."Sarapannya sudah siap, Ed. Ayo kesini," teriak Aluna dari arah dapur, sontak membuyarkan lamunan Edward."Oke, sebentar ...." Edward menanggapi sambil mengenakan pakaiannya. Mencoba melupakan Helena sejenak dan berusaha fokus pada Aluna.Tak lama berselang, Edward tiba di ruang makan, tampak beragam makanan yang sudah tersaji di atas meja."Wah, kamu jago masak ternyata. Kelihatannya makananmu enak-enak," ujar Edward, memuji usaha Aluna.Wajah Aluna pun memerah, jelas senang dengan pujian Edward."Silakan dicoba, Ed. Semoga kamu tidak kecewa," ujarnya.Edward tersenyum kecil mendengarnya, "Kenapa aku harus kecewa? Aku pikir makananmu terasa lezat.", kemudian dia menyantap makanan itu. Mulai dari daging hingga sayur sop bening.Namun, yang paling menggugah selera Edward adalah sambal buatan Aluna. Siapa sangka, wanita secantik dia sangat pandai membuat sambal."Ini ena
Pagi berikutnya.Edward dan Aluna terbangung dalam keadaan telanjang, mereka tampak masih lelah usai melakukan persetubuhan panas tadi malam.Aluna sendiri sangat menikmati hal tabu tersebut meski sudah pernah merasakannya. Dia pikir Edward terlalu perkasa sehingga berhasil membuatnya melalang buana berulang kali. Ini juga merupakan pengalaman baru bagi wanita dewasa itu.Entah berapa kali Aluna mendapatkan pelepasan tadi malam, pastinya sangat sering sampai dia tak bisa menghitungnya pakai jari lagi.“Uh ... aku sepertinya akan kesulitan berjalan,” ujar Aluna masih dengan mata mengantuk.Dia lalu menyentuh ranah kewanitaannya, dan ternyata masih ada sisa-sisa cairan di sana.“Aduh, aku langsung tidur semalam, aku tak sempat membersihkannya. Kira-kira Edward benci wanita kurang teliti seperti aku tidak ya?” Aluna tampak cemas, jelas takut akan hal tersebut.“Mana mungkin aku membencimu, jusru aku menyukai wanita seperti kamu,” sahut Edward, langsung membawa Aluna ke dalam pelukannya.
“Edward, apa kamu baik-baik saja?” tegur Aluna kala Edward semakin larut dalam lamunannya.Edward tidak langsung menanggapi, hanya mentapa wajah cantik Aluna dengan sayu. Dia tiba-tiba ragu untuk menuntaskan misi utama sistem harem dengan wanita itu.Aluna seketika menyadari sesuatu dari ekspresi Edward, namun dia tidak ingin berhenti di sini setelah memantapkan hatinya untuk Edward. Dengan berani, dia pun mendekati Edward sambil melepas pakaiannya secara perlahan.“Ini mungkin bukan yang pertama bagiku, tapi aku percaya kemampuanku bisa mengilangkan semua keraguanmu. Aku harap kamu tidak keberatan, supaya kita bisa lanjut ke tahap yang lebih serius,” ujar Aluna, kini sudah telanjang bulat di depan Edward. Dia sangat berharap Edward akan langsung menyerangnya setelah disuguhkan pemandangan indah semacam itu.Glup!Edward menelan salivanya, bersamaan dengan naiknya gairah yang secara perlaan. Tidak mau jadi orang munafi, dia memang sudah terangsang oleh Aluna saat ini.“Tolong lihat ak
Malam semakin larut, bahkan hampir mendekati pagi.“Maaf, urusan kakekku benar-benar merepotkan. Kamu jadi terlibat dalam hal-hal aneh yang selalu dirasakan kakekku selama ini,” ujar Aluna begitu tiba di depan pintu apartemennya, kemudian dia membuka pintu itu dan membiarkan Edward masuk.“Silakan masuk, Edward. Anggap saja tempat tinggal sendiri,” ujarnya.“Terima kasih, Aluna,” balas Edward, tersenyum tulus. Kakinya lalu melangkah ke dalam kamar apartemen itu.Wusssh!Aroma sangat wangi langsung menyambut Edward di sana, apalagi kamar ini terasa sangat feminim karena hampir seluruhnya didekorasi warna merah muda.“Apa kamu sangat menyukai warna pink?” tanya Edward, cukup penasran jadinya, tanpa sadar menoleh ke arah selangkangan Aluna, mengira di dalam sana juga isinya berwarna merah muda. “Tentu saja, bukankah warna ini penuh dengan romansa?” Aluna tersenyum cerah, sepertinya paham maksud tatapan Edward.“Begitu ya?” Edward lanjut berjalan memasuki kamar, melihat-lihat ke sekitar.
Edward melihat Peter dengan penuh kekhawatiran. "Kakek, apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana kita bisa melawan vampir?" tanyanya.Peter mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Pertama-tama, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang vampir, terutama kelemahan dan cara melawan mereka,” ujarnya.Edward mengangguk, ia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Tapi dari mana kita bisa menemukan informasi itu? Apa ada di buku yang aku bawa?" tanyanya lagi.Peter mengingat-ingat sambil merenung sejenak. "Ada satu tempat di kota ini yang mungkin memiliki jawabannya. Perpustakaan kuno. Mereka memiliki koleksi buku langka dan mungkin ada yang berkaitan dengan vampir," jawabnya.“Perputakaan itu lagi?” Edward terkejut mendengarnya.“Ya, hanya di sana satu-satunya tempat yang bisa digunakan untuk melawan vampir.” Peter tampak yakin dan tegas.“Ayo bergerak sekarang, kita tak boleh membuang waktu,” ajaknya.Kemudian, kedua pria beda usia i
Edward dan Aluna tiba di rumah sakit jiwa setelah beberapa saat berkendara. Aluna tampak gugup dan khawatir, sedangkan Edward mencoba untuk tetap tenang dan bijaksana.Mereka lalu berjalan menuju ke ruangan tempat kakek Aluna dirawat, letaknya di lantai atas gedung tersebut.Setelah menunggu beberapa saat, kakek Aluna akhirnya muncul di depan mereka. Dia tampak lemah dan pucat, namun masih bisa tersenyum lembut pada cucunya.“Aluna, kamu pasti cucuku, Aluna, ‘kan?” Sapa kakek itu, sepertinya masih bisa mengenali Aluna.“Ya, kakek.” Aluna langsung memeluk kakeknya dengan erat.“Salam kenal, kakek. Aku Edward Lewis,” ucap Edward segera memperkenalkan dirinya dan memberikan salam hormat pada kakek Aluna.Kakek Aluna pun memperkenalkan dirinya sebagai Peter Everdeen, seorang ahli dalam dunia ilmu hitam dari keluarga Everdeen.‘Ahli ilmu hitam?’ Ulang Edward dalam benaknya, rasanya agak akrab dengan hal-hal semacam ini.“Hahaha! Aku suka ekspresimu, Edward. Kau sepertinya sudah pernah beru