Pagi berikutnya.Di dalam kamar hotel.“Uhhh … aku tak bisa menahannnya lagi. Ini pasti keluar … uhhh ….”“Ayolah, kamu jangan cuma berkedut-kedut. Cepat semburkan cairan cintamu … uhhh ….”“Keluar … akhirnya keluar … kamu memang yang terbaik, Joni.”Helena tampak senang ketika rahimnya mendapatkan semburan cairan cinta dari si Joni alias Benda Pusaka Edward. Namun, dia tidak bisa senang terlalu lama karena harus melepas si Joni dari sarangnya dengan cepat.Omong-omong, Helena begituan tanpa sepengatahuan Edward. Dia melakukannya secara diam-diam selagi Edward masih terlelap. Lagi pula, siapa suruh Benda Pusaka itu tegang sendiri. Jadinya, Helena terangsang dan langsung memasukan benda itu ke dalam sarangnya.Untung saja, Edward tidak terbangun selama persetubuhan berlangsung. Sehingga Helena bisa leluasa bergerak di atas tubuhnya, yang kemudian berakhir dengan pelepasan penuh nikmat.Yah, tak berlebihan jika perbuatan Helena disebut sebagai pemerkosaan. Namun, bukan dia yang menjadi
Ding Dong! Ding Dong! Ding Dong!Suara bel terus berbunyi di salah satu rumah mewah di Distrik Selatan. Edward menekan bel rumah itu berkali-kali karena Kana tak kunjung keluar.“Permisi, apa Kana ada di rumah?” Edward berteriak cukup keras, berharap ada seseorang yang menanggapi suaranya.Sebelumnya, Edward tidak sempat masuk ke rumah Kana ketika mengantarnya pulang. Hanya sampai depan pintu pagar karena Kana sudah merasa cukup diantar sampai sana.Kini pintu pagar terbuka lebar, tetapi tidak ada satu pun satpam yang berjaga. Makanya Edward bisa langsung masuk ke halaman rumah dan menekan bel.“Ayolah, kamu jangan membuatku khawatir,” gumam Edward kehabisan kesabaran, terpaksa menerobos masuk ke rumah Kana.Pasalnya, pembaharuan misi utama sudah membuat pria tampan itu dibanjiri keringat dingin. Dia pun merasa semakin yakin bahwa wanita bertopeng rubah itu adalah salah satu wanitanya di sistem Harem, Kana.Namun, Edward masih tidak mengerti dengan maksud misi utama, yang di mana di
Masih di dalam mobi van hitam. Entah sudah berapa lama Edward berada di sana, pastinya sudah lebih dari satu jam. Sementara perjalanan masih belum berakhir karena mobil van tak kunjung berhenti. Mungkin markas sekte penyihir hitam itu sangat jauh sehingga membutuhkan waktu lama untuk mencapainya. 'Bosan! Sampai kapan perjalanan ini berakhir? Mana aku kebelet mau pipis lagi. Aduh ....' Batin Edward mengeluh, rasanya memang sangat membosankan berada di dalam mboil itu. Meski demikian, Edward sebenarnya sudah melonggarkan ikatan pada tangannya secara diam-diam. Dia bisa kabur kapan saja selama menginginkannya. Namun, Edward belum mau kabur karena penasaran dengan identitas asli pemimpin sekte penyihir hitam. Belum lagi, dia masih harus menyelamatkan Kana dari jerat mereka. Jadi, pilihan terbaik saat ini adalah mengikuti alur cerita yang ingin dimainkan pimpinan sekte penyihir hitam. Setelah itu, cari kesempatan untuk mengalahkannya sekaligus menyelamatkan Kana dan keluarganya. Den
“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan denganku, Airi?” Tanya Edward, ingin mendapatkan informasi lebih dulu.Airi tidak langsung menjawab, malah melambai pada Edward agar duduk di sampingnya. “Kemarilah! Tak nyaman jika kita bicara seperti ini.”Edward menatap singgasana tempat Airi duduk. Memastikan tidak ada bahaya atau jebakan di sana.“Baiklah.” Dia pun berjalan perlahan hingga akhirnya duduk di samping Airi.“Mau teh?” Tanya Airi, tangannya terulur ke depan dan hendak menuangkan teh untuk Edward.“Boleh,” tanggap Edward begitu saja, tak khawatir jika ada racun di sana karena daya tahan tubuhnya bisa mengatasi racun.Airi tersenyum sekilas, kemudian menuangkan teh pada Edward. “Ini adalah teh hitam asli dar Negeri Sakura. Salah satu teh favoritku,” jelasnya.“Silakan diminum, Ed.” Lanjut menyodorkan gelas berisi teh pada Edward.“Jika begitu, aku akan menikmatinya dengan senang hati,” ujar Edward, meminum sedikit teh itu.Airi tersenyum lagi, tampak senang ketika melihat Edward mem
“Bagaimana, Ed? Setujukah dengan syaratku?” Tanya Airi, berjalan ke depan Edward sambil mengerlingkan matanya.Edward bisa menangkap maksud kedipan mata Airi, jelas wanita itu sudah memberikan kode dan mengajak untuk melakukan sesuatu yang tabu di dalam ruangan ini.“Aku ingin melakukannya sebelum memberikan jawaban. Jadi, bisakah aku merasakan kenikmatan tubuhmu lagi seperi tadi malam?” pinta Edward langsung ke intinya.Airi segera merapatkan tubuhnya pada Edward. Dia juga sebenarnya ingin merasakan hal serupa, tetapi dia berusaha menahan hasratnya hingga Edward memberikan keputusan.Kini Edward tampak setuju ketika meminta hal tersebut, artinya dia sudah siap mengakhiri hubungan dengan Helena dan memilihnya, ‘kan?Tanpa banyak bicara, Airi segera mendekatkan bibirnya ke bibir Edward. Berniat melakukan pemanasan lewat ciuman mesra, yang bisa mengundang hasrat.“Sebentar, aku punya sesuatu sebelum kita memulainya. Aku harap kamu tidak keberatan,” ujar Edward sambil menunjukan tali dan
“Uhhh … ini dia yang aku tunggu dari tadi,” ujar Airi meleguh panjang, merasakan kembali kenikmatan yang selalu didambakan.Edward tidak menanggapi, hanya fokus menggerakan pinggulnya untuk memperlancar pergerakan benda pusaka di dalam sarang penuh kenikmatan itu.Yah, walau Edward melakukannya secara terpaksa, tetapi dia harus mengakui bahwa kepunyaan Airi memang terasa nikmat.Terlebih, Airi sudah mendapatkan pelepasan berkali-kai sebelumnya, sehingga himpitan dari ranah kewanitaannya semakin kentara.Jika begini, Edward takut menikmati permainan dan terbawa nafsu, rencana pun bisa gagal. Berantakan pada akhirnya.Karena itu, Edward diam-diam berkomunikasi dengan Irene lewat earphone kasat mata. Ingin meminta pendapat untuk mengatasi masalah ini.“Irene, baiknya aku harus melakukan apa? Lanjut begini, atau gunakan kekerasan?” tanya Edward.Irene segera menjawab. “Hmm, baiknya Master gunakan lubang satunya lagi. Tidak perlu pakai kepunyaan Master, cukup pakai dildo atau alat getar.”
Airi serasa disambar petir di siang bolong usai mendengarnya. Sebab, instan karma semacam ini datang terlalu cepat untuknya. Padahal belum lama dia melontarkan pertanyaan yang sama kepada Edward, tetapi sekarang pertanyaan itu menimpa kepada dirinya sendiri.“Cepat jawab, Jalang Sialan! Apa kamu setuju dengan syaratku?!” tanya Edward, dengan kasar menjambak rambut Airi.Wanita itu hanya mampu menggertakan gigi kala menghadapi perlakukan Edward yang terlalu mendominasi. Mau melawan juga percuma saja karena sekujur tubuhnya masih terikat tali. Belum lagi, kekuatan sihirnya benar-benar sudah habis, sehingga dia tidak bisa mengeluarkan jurus andalannya.Berdasarkan kondisi tersebut, Airi terpaksa menyetujui syarat Edward, setidaknya sampai dia terbebas dari kondisi saat ini. Setelah itu, barulah pikirkan cara terbaik untuk balas dendam.“A-Aku setuju,” ucap Airi pelan.“HAH?!” Edward semakin kuat menjambak rambutnya. “Kamu bicara apa barusan? Aku tidak bisa mendengarnya.”Kali ini, Airi t
“HENTIKAN KANA!!!”Edward berteriak lagi setibanya di depan Kana, kedua tangannya reflek menahan tangan Kana yang hendak menusukan belati ke perut seorang bocah kecil, adiknya.“Minggir! Aku harus menuntaskan ritual suci ini!” balas Kana sambil meronta-ronta, berusaha terbebas dari jerat Edward.“Ritual?” Ulang Edward sambil melirik kepada Airi, yang kini masih berdiri di dekat pintu masuk. “Apa maksudnya, Airi?”Mendapatkan pertanyaan tersebut, Airi tidak menjawab apa pun, malah malingkan wajahnya seakan tidak peduli, padahal aslinya sedang menutupi sesuatu.“Cih!” Edward mendecak kesal, mau tak mau mengeluarkan seluruh tenaga untuk menghentikan pergerakan Kana. Tenaga gadis ini benar-benar kuat.“Apa yang kau lakukan? Cepat lepaskan muridku!” Pria bertopeng singa bergegas menghampiri Edward, tampak tidak senang ketika Edward mengganggu Kana.“DIAM! AKU AKAN MENGURUSMU SETELAH INI!” bentak Edward, suaranya menggema keras sehingga pria bertopeng singa itu terpaksa mundur beberapa lang
Edward menatap dengan cermat sosok pria yang baru saja bangkit dengan tenaga luar biasa. Meskipun dia mengaku telah sembuh berkat obat Edward, ekspresi wajah pria itu menunjukkan kekhawatiran mendalam. “Ayah, kamu benar-benar baik-baik saja?” tanya Aluna, penuh rasa syukur dan cemas bersamaan. “Tenang, Nak. Aku baik-baik saja sekarang,” jawab pria itu sambil mengamati tim medis yang sudah berusaha menolongnya. Edward merasa lega, tetapi rasa ingin tahunya semakin membara. Dia berusaha menyusun strategi untuk menghadapi ancaman di balik serangan bom tersebut. “Aluna, ayo kita bicara sebentar,” ajak Edward, menarik Aluna ke samping, jauh dari kerumunan. “Ada apa, Ed? Kenapa serangan ini bisa terjadi?” tanya Aluna dengan suara bergetar. Edward mencoba menganalisis situasi. “Ada kemungkinan bahwa serangan ini bukan hanya sekadar aksi teroris. Menurut informasi yang aku dapat, keluarga Everdeen mungkin sudah menjadi target lama. Ada beberapa kelompok yang bisa melakukan hal ini,
Edward merasa gelisah dan khawatir usai mendengar kabar buruk dari Aluna. Dia segera kembali ke meja Clara dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Ada apa, Ed?" tanya Clara, tampak penasaran.Edward menjelaskan situasi yang sedang terjadi kepada Clara, tentang pengeboman di perusahaan ayah Aluna. Clara terkejut mendengarnya dan merasa prihatin dengan keadaan Aluna dan keluarganya."Kita harus segera pergi ke tempat Aluna. Dia butuh dukungan kita di saat-saat seperti ini," ujar Clara tegas.“Tidak, kamu tak perlu pergi kesana. Kamu masih punya masalah yang harus diselesaikan,” tukas Edward, diam-diam mengeluarkan sebotol air dari sistem harem.“Minumkan ini pada ibumu, lalu kabari aku reaksinya. Cukup satu gelas saja, jangan berlebihan,” jelasnya sambil memberikan botol air itu pada Clara.“Air mineral? Untuk apa air mineral, Ed?” Clara bingung sendiri, menatap air itu dan tidak mengerti.Edward tersenyum tipis, “Percayalah, air itu bisa mengatasi masalahmu. Aku yakin ibumu aka
Edward menatap Aluna dengan ekspresi serius, mengangguk pelan. "Dua triliun, ya? Baiklah, aku akan membantu kamu," ujarnya, mengambil ponsel Aluna dan mulai melakukan transfer.Aluna menatap Edward dengan mata berkaca-kaca, terharu dengan kesediaan Edward yang membantu keluarganya. "Terima kasih, Edward," ucapnya, suaranya bergetar.Edward hanya tersenyum, menepuk bahu Aluna dengan lembut. "Tidak perlu berterima kasih, Aluna. Kita adalah pasangan, dan pasangan harus selalu membantu satu sama lain," ujarnya, menenangkan Aluna.Setelah selesai transfer, Edward mengembalikan ponsel Aluna. "Ok, masalahnya beres. Aset keluarga Everdeen sudah aman sekarang," ujarnya, tersenyum tulus.Aluna menatap Edward dengan mata berbinar, penuh rasa terima kasih. "Kamu benar-benar menyelamatkan kami, Edward. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas budi baikmu," ucapnya, suaranya penuh rasa haru.Edward hanya tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Tak perlu membalas apa-apa, aku hanya melakukan apa yang seh
Edward termenung cukup lama usai membaca pesan Irene, benar-benar bingung dan tak tahu harus mengambil keputusan apa."Sarapannya sudah siap, Ed. Ayo kesini," teriak Aluna dari arah dapur, sontak membuyarkan lamunan Edward."Oke, sebentar ...." Edward menanggapi sambil mengenakan pakaiannya. Mencoba melupakan Helena sejenak dan berusaha fokus pada Aluna.Tak lama berselang, Edward tiba di ruang makan, tampak beragam makanan yang sudah tersaji di atas meja."Wah, kamu jago masak ternyata. Kelihatannya makananmu enak-enak," ujar Edward, memuji usaha Aluna.Wajah Aluna pun memerah, jelas senang dengan pujian Edward."Silakan dicoba, Ed. Semoga kamu tidak kecewa," ujarnya.Edward tersenyum kecil mendengarnya, "Kenapa aku harus kecewa? Aku pikir makananmu terasa lezat.", kemudian dia menyantap makanan itu. Mulai dari daging hingga sayur sop bening.Namun, yang paling menggugah selera Edward adalah sambal buatan Aluna. Siapa sangka, wanita secantik dia sangat pandai membuat sambal."Ini ena
Pagi berikutnya.Edward dan Aluna terbangung dalam keadaan telanjang, mereka tampak masih lelah usai melakukan persetubuhan panas tadi malam.Aluna sendiri sangat menikmati hal tabu tersebut meski sudah pernah merasakannya. Dia pikir Edward terlalu perkasa sehingga berhasil membuatnya melalang buana berulang kali. Ini juga merupakan pengalaman baru bagi wanita dewasa itu.Entah berapa kali Aluna mendapatkan pelepasan tadi malam, pastinya sangat sering sampai dia tak bisa menghitungnya pakai jari lagi.“Uh ... aku sepertinya akan kesulitan berjalan,” ujar Aluna masih dengan mata mengantuk.Dia lalu menyentuh ranah kewanitaannya, dan ternyata masih ada sisa-sisa cairan di sana.“Aduh, aku langsung tidur semalam, aku tak sempat membersihkannya. Kira-kira Edward benci wanita kurang teliti seperti aku tidak ya?” Aluna tampak cemas, jelas takut akan hal tersebut.“Mana mungkin aku membencimu, jusru aku menyukai wanita seperti kamu,” sahut Edward, langsung membawa Aluna ke dalam pelukannya.
“Edward, apa kamu baik-baik saja?” tegur Aluna kala Edward semakin larut dalam lamunannya.Edward tidak langsung menanggapi, hanya mentapa wajah cantik Aluna dengan sayu. Dia tiba-tiba ragu untuk menuntaskan misi utama sistem harem dengan wanita itu.Aluna seketika menyadari sesuatu dari ekspresi Edward, namun dia tidak ingin berhenti di sini setelah memantapkan hatinya untuk Edward. Dengan berani, dia pun mendekati Edward sambil melepas pakaiannya secara perlahan.“Ini mungkin bukan yang pertama bagiku, tapi aku percaya kemampuanku bisa mengilangkan semua keraguanmu. Aku harap kamu tidak keberatan, supaya kita bisa lanjut ke tahap yang lebih serius,” ujar Aluna, kini sudah telanjang bulat di depan Edward. Dia sangat berharap Edward akan langsung menyerangnya setelah disuguhkan pemandangan indah semacam itu.Glup!Edward menelan salivanya, bersamaan dengan naiknya gairah yang secara perlaan. Tidak mau jadi orang munafi, dia memang sudah terangsang oleh Aluna saat ini.“Tolong lihat ak
Malam semakin larut, bahkan hampir mendekati pagi.“Maaf, urusan kakekku benar-benar merepotkan. Kamu jadi terlibat dalam hal-hal aneh yang selalu dirasakan kakekku selama ini,” ujar Aluna begitu tiba di depan pintu apartemennya, kemudian dia membuka pintu itu dan membiarkan Edward masuk.“Silakan masuk, Edward. Anggap saja tempat tinggal sendiri,” ujarnya.“Terima kasih, Aluna,” balas Edward, tersenyum tulus. Kakinya lalu melangkah ke dalam kamar apartemen itu.Wusssh!Aroma sangat wangi langsung menyambut Edward di sana, apalagi kamar ini terasa sangat feminim karena hampir seluruhnya didekorasi warna merah muda.“Apa kamu sangat menyukai warna pink?” tanya Edward, cukup penasran jadinya, tanpa sadar menoleh ke arah selangkangan Aluna, mengira di dalam sana juga isinya berwarna merah muda. “Tentu saja, bukankah warna ini penuh dengan romansa?” Aluna tersenyum cerah, sepertinya paham maksud tatapan Edward.“Begitu ya?” Edward lanjut berjalan memasuki kamar, melihat-lihat ke sekitar.
Edward melihat Peter dengan penuh kekhawatiran. "Kakek, apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana kita bisa melawan vampir?" tanyanya.Peter mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Pertama-tama, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang vampir, terutama kelemahan dan cara melawan mereka,” ujarnya.Edward mengangguk, ia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Tapi dari mana kita bisa menemukan informasi itu? Apa ada di buku yang aku bawa?" tanyanya lagi.Peter mengingat-ingat sambil merenung sejenak. "Ada satu tempat di kota ini yang mungkin memiliki jawabannya. Perpustakaan kuno. Mereka memiliki koleksi buku langka dan mungkin ada yang berkaitan dengan vampir," jawabnya.“Perputakaan itu lagi?” Edward terkejut mendengarnya.“Ya, hanya di sana satu-satunya tempat yang bisa digunakan untuk melawan vampir.” Peter tampak yakin dan tegas.“Ayo bergerak sekarang, kita tak boleh membuang waktu,” ajaknya.Kemudian, kedua pria beda usia i
Edward dan Aluna tiba di rumah sakit jiwa setelah beberapa saat berkendara. Aluna tampak gugup dan khawatir, sedangkan Edward mencoba untuk tetap tenang dan bijaksana.Mereka lalu berjalan menuju ke ruangan tempat kakek Aluna dirawat, letaknya di lantai atas gedung tersebut.Setelah menunggu beberapa saat, kakek Aluna akhirnya muncul di depan mereka. Dia tampak lemah dan pucat, namun masih bisa tersenyum lembut pada cucunya.“Aluna, kamu pasti cucuku, Aluna, ‘kan?” Sapa kakek itu, sepertinya masih bisa mengenali Aluna.“Ya, kakek.” Aluna langsung memeluk kakeknya dengan erat.“Salam kenal, kakek. Aku Edward Lewis,” ucap Edward segera memperkenalkan dirinya dan memberikan salam hormat pada kakek Aluna.Kakek Aluna pun memperkenalkan dirinya sebagai Peter Everdeen, seorang ahli dalam dunia ilmu hitam dari keluarga Everdeen.‘Ahli ilmu hitam?’ Ulang Edward dalam benaknya, rasanya agak akrab dengan hal-hal semacam ini.“Hahaha! Aku suka ekspresimu, Edward. Kau sepertinya sudah pernah beru