“Uhhh … ini dia yang aku tunggu dari tadi,” ujar Airi meleguh panjang, merasakan kembali kenikmatan yang selalu didambakan.Edward tidak menanggapi, hanya fokus menggerakan pinggulnya untuk memperlancar pergerakan benda pusaka di dalam sarang penuh kenikmatan itu.Yah, walau Edward melakukannya secara terpaksa, tetapi dia harus mengakui bahwa kepunyaan Airi memang terasa nikmat.Terlebih, Airi sudah mendapatkan pelepasan berkali-kai sebelumnya, sehingga himpitan dari ranah kewanitaannya semakin kentara.Jika begini, Edward takut menikmati permainan dan terbawa nafsu, rencana pun bisa gagal. Berantakan pada akhirnya.Karena itu, Edward diam-diam berkomunikasi dengan Irene lewat earphone kasat mata. Ingin meminta pendapat untuk mengatasi masalah ini.“Irene, baiknya aku harus melakukan apa? Lanjut begini, atau gunakan kekerasan?” tanya Edward.Irene segera menjawab. “Hmm, baiknya Master gunakan lubang satunya lagi. Tidak perlu pakai kepunyaan Master, cukup pakai dildo atau alat getar.”
Airi serasa disambar petir di siang bolong usai mendengarnya. Sebab, instan karma semacam ini datang terlalu cepat untuknya. Padahal belum lama dia melontarkan pertanyaan yang sama kepada Edward, tetapi sekarang pertanyaan itu menimpa kepada dirinya sendiri.“Cepat jawab, Jalang Sialan! Apa kamu setuju dengan syaratku?!” tanya Edward, dengan kasar menjambak rambut Airi.Wanita itu hanya mampu menggertakan gigi kala menghadapi perlakukan Edward yang terlalu mendominasi. Mau melawan juga percuma saja karena sekujur tubuhnya masih terikat tali. Belum lagi, kekuatan sihirnya benar-benar sudah habis, sehingga dia tidak bisa mengeluarkan jurus andalannya.Berdasarkan kondisi tersebut, Airi terpaksa menyetujui syarat Edward, setidaknya sampai dia terbebas dari kondisi saat ini. Setelah itu, barulah pikirkan cara terbaik untuk balas dendam.“A-Aku setuju,” ucap Airi pelan.“HAH?!” Edward semakin kuat menjambak rambutnya. “Kamu bicara apa barusan? Aku tidak bisa mendengarnya.”Kali ini, Airi t
“HENTIKAN KANA!!!”Edward berteriak lagi setibanya di depan Kana, kedua tangannya reflek menahan tangan Kana yang hendak menusukan belati ke perut seorang bocah kecil, adiknya.“Minggir! Aku harus menuntaskan ritual suci ini!” balas Kana sambil meronta-ronta, berusaha terbebas dari jerat Edward.“Ritual?” Ulang Edward sambil melirik kepada Airi, yang kini masih berdiri di dekat pintu masuk. “Apa maksudnya, Airi?”Mendapatkan pertanyaan tersebut, Airi tidak menjawab apa pun, malah malingkan wajahnya seakan tidak peduli, padahal aslinya sedang menutupi sesuatu.“Cih!” Edward mendecak kesal, mau tak mau mengeluarkan seluruh tenaga untuk menghentikan pergerakan Kana. Tenaga gadis ini benar-benar kuat.“Apa yang kau lakukan? Cepat lepaskan muridku!” Pria bertopeng singa bergegas menghampiri Edward, tampak tidak senang ketika Edward mengganggu Kana.“DIAM! AKU AKAN MENGURUSMU SETELAH INI!” bentak Edward, suaranya menggema keras sehingga pria bertopeng singa itu terpaksa mundur beberapa lang
“K-Kenapa kamu menyerangku, Ed? Ini sakit banget, tahu?! Mana sampai berdarah lagi.”Kana langsung melontarkan protes setelah puas menangis. Dia pun berdiri dan menghadap Edward dengan mata berkaca-kaca. Edward balas menatap Kana sambil menyentuh luka akibat cambukan sebelumnya. “Maaf, Kana. Aku tidak sengaja melakukannya. Janji deh, aku akan menebusnya nanti.” Kemudian, Edward mengalihkan pandangan kepada orang tua dan adik Kana. “Ayo bantu mereka dulu. Setelahnya, kita akan pergi dari tempat ini,” ajaknya. Pandangan Kana otomatis mengikuti pergerakan Edward. Tersentaklah dia begitu melihat kondisi anggota keluarganya. “Astaga! Ya Tuhan! Apa yang sudah terjadi?!” Bergegas Kana menghampiri mereka, tangisnya pun pecah dan ketakutan langsung melanda hatinya. “Ayah, Ibu, Ken … kalian baik-baik saja, ‘kan? Tolong jawab aku ….” Sambil terus menyentuh tubuh kedua orang tuanya, Kana tak henti-henti mengeluarkan suara. Tampak panik sekali gadis itu, karena benar-benar tidak mengerti deng
Sekitar lima menit sebelumnya.Di dalam ruangan tempat Helena disekap.Tubuh wanita itu terikat pada sebuh kursi dan matanya ditutup oleh kain hitam pekat. Membuatnya kesulitan bergerak dan melihat situasi di sekitarnya.“A-Aku di mana? Kenapa gelap sekali di sini?” Tanya Helena, langsung kebingungan begitu mendapatkan kembali kesadarannya. Sebelumnya, Helena dibawa dalam keadaan pingsan dari hotel tempatnya menginap tadi malam ke markas ini, sehingga dia tidak tahu menahu tentang masalah yang sedang dihadapi Edward ssaat ini.Masalahnya, Helena merasa bersalah setelah menyetubuhi Edward secara diam-diam. Takut Edward akan membencinya jika perbuatannya diketahui suatu hari nanti.Karena itu, Helena tidak menahan Edward kala pria tampan itu pergi meninggalkan hotel. Lebih baik biarkan saja situasinya seperti ini untuk sementara waktu.“Kamu berisik sekali, Nona Cantik. Tidakkah kamu sadar dengan kondisimu sekarang?” Seorang pria berotot menanggapi suara Helena, wajahnya tampk penuh m
“Ka-Kamu serius, Ed?” Helena memastikan dengan gugup.“Apa aku terlihat sedang berbohong?” Edward balik bertanya, benda pusakanya memang membutuhkan pelepasan secepat mungkin. “Sekarang? Di sini?” Helena memastikan lagi sambil melihat ke belakang van, takut Kana dan yang lainnya akan terbangun, sehingga mereka bisa melihat perbuatan tidak senonohnya dengan Edward. “Iya, cepatlah, Helena!” Edward tampak tidak sabaran, segera membuka kancing celana agar benda pusaka keluar semakin bebas. Glup! Helena menelan salivanya, agak ragu jika harus memasukan benda yang besar, panjang dan berurat itu pada mulutnya. Memang dia pernah merasakan keperkasaan dari benda tersebut, tapi ketika kondisi Edward sedang tidak sadarkan diri. Dan waktunya pun sangat singkat, sehingga tidak terasa begitu nkmat. Namun, kini situasinya berbeda, karena Edward memintanya secara langsung dan dalam keadaan sadar. Terlebih dia ingin melakukannya di dalam mobil, yang jelas-jelas sangat berbahaya karena bisa ketahu
Waktu berlalu.Kini sudah pukul 19.00 waktu setempat.Di dalam kamar kost Edward.“Astaga! Kamu tampan sekali, Ed! Aku sampai tidak bisa mengenalimu!” seru Gracia begitu keluar dari kamar mandi. Dia barusan numpang mandi di tempat tinggal Edward.“Perasaan sama saja,” tukas Edward merendah. Lagi pula, penampilannya tidak ada yang berubah kecuali jas mahal warna hitam yang dikenakan pada tubuhnya saat ini.Gracia buru-buru mendekati Edward masih dengan handuk yang melilit tubuhnya. Gadis cantik berdada besar dan montok itu benar-benar wangi sehabis mandi. “Sama dari mana?! Aku rasa kamu jauh lebih tampan dengan jas hitam ini. Uhh … aku meleleh, Ed. Tolong tangkap aku.” Dia pura-puta lemas dan terjatuh ke pelukan Edward.Secara alami, Edward bisa merasakan kelembutan dari buah dada yang teramat besar itu. Apa lagi, tidak ada bra yang menghalangi, sehingga bisa langsung dinikmati jika Edward menginginkannya.“Tumben kamu manja banget? Ah, jangan bilang kamu sudah kebelet mau begituan, ya
Di sebuah hotel bintang lima bernama Royal Hildegard.Tempat ini merupakan satu-satunya hotel yang memiliki fasilitas paling lengkap dan sempurna di antara semua hotel yang ada di kota Noxus.Pelayanan sangat baik pun menjadi alasan kuat hotel tersebut terkenal di kalangan masyarakat, khususnya kalangan orang kaya.Selain itu, hotel Royal Hildegard juga memiliki restoran dengan penghargaan Michelin Star. Konon, salah satu koki terkenal di dunia adalah pemilik restoran tersebut.Sesuai dengan reputasinya, tidak sembarang orang bisa memesan tempat di restoran tersebut. Apalagi memesan secara keseluruhan.Namun, keluarga Xander masih bisa memesan tempat untuk mengadakan acara makan malam. Memang tidak secara keseluruhan, hanya beberapa meja saja.Hal tersebut setidaknya bisa dijadikan bukti bahwa reputasi keluarga Xander sangat terpandang di kota Noxus, terutama Tuan Xander yang bisa memesan tempat dalam waktu singkat.Naas, rencana mereka harus kandas ketika Gerry Alexander datang ke h