Sekitar lima menit sebelumnya.Di dalam ruangan tempat Helena disekap.Tubuh wanita itu terikat pada sebuh kursi dan matanya ditutup oleh kain hitam pekat. Membuatnya kesulitan bergerak dan melihat situasi di sekitarnya.“A-Aku di mana? Kenapa gelap sekali di sini?” Tanya Helena, langsung kebingungan begitu mendapatkan kembali kesadarannya. Sebelumnya, Helena dibawa dalam keadaan pingsan dari hotel tempatnya menginap tadi malam ke markas ini, sehingga dia tidak tahu menahu tentang masalah yang sedang dihadapi Edward ssaat ini.Masalahnya, Helena merasa bersalah setelah menyetubuhi Edward secara diam-diam. Takut Edward akan membencinya jika perbuatannya diketahui suatu hari nanti.Karena itu, Helena tidak menahan Edward kala pria tampan itu pergi meninggalkan hotel. Lebih baik biarkan saja situasinya seperti ini untuk sementara waktu.“Kamu berisik sekali, Nona Cantik. Tidakkah kamu sadar dengan kondisimu sekarang?” Seorang pria berotot menanggapi suara Helena, wajahnya tampk penuh m
“Ka-Kamu serius, Ed?” Helena memastikan dengan gugup.“Apa aku terlihat sedang berbohong?” Edward balik bertanya, benda pusakanya memang membutuhkan pelepasan secepat mungkin. “Sekarang? Di sini?” Helena memastikan lagi sambil melihat ke belakang van, takut Kana dan yang lainnya akan terbangun, sehingga mereka bisa melihat perbuatan tidak senonohnya dengan Edward. “Iya, cepatlah, Helena!” Edward tampak tidak sabaran, segera membuka kancing celana agar benda pusaka keluar semakin bebas. Glup! Helena menelan salivanya, agak ragu jika harus memasukan benda yang besar, panjang dan berurat itu pada mulutnya. Memang dia pernah merasakan keperkasaan dari benda tersebut, tapi ketika kondisi Edward sedang tidak sadarkan diri. Dan waktunya pun sangat singkat, sehingga tidak terasa begitu nkmat. Namun, kini situasinya berbeda, karena Edward memintanya secara langsung dan dalam keadaan sadar. Terlebih dia ingin melakukannya di dalam mobil, yang jelas-jelas sangat berbahaya karena bisa ketahu
Waktu berlalu.Kini sudah pukul 19.00 waktu setempat.Di dalam kamar kost Edward.“Astaga! Kamu tampan sekali, Ed! Aku sampai tidak bisa mengenalimu!” seru Gracia begitu keluar dari kamar mandi. Dia barusan numpang mandi di tempat tinggal Edward.“Perasaan sama saja,” tukas Edward merendah. Lagi pula, penampilannya tidak ada yang berubah kecuali jas mahal warna hitam yang dikenakan pada tubuhnya saat ini.Gracia buru-buru mendekati Edward masih dengan handuk yang melilit tubuhnya. Gadis cantik berdada besar dan montok itu benar-benar wangi sehabis mandi. “Sama dari mana?! Aku rasa kamu jauh lebih tampan dengan jas hitam ini. Uhh … aku meleleh, Ed. Tolong tangkap aku.” Dia pura-puta lemas dan terjatuh ke pelukan Edward.Secara alami, Edward bisa merasakan kelembutan dari buah dada yang teramat besar itu. Apa lagi, tidak ada bra yang menghalangi, sehingga bisa langsung dinikmati jika Edward menginginkannya.“Tumben kamu manja banget? Ah, jangan bilang kamu sudah kebelet mau begituan, ya
Di sebuah hotel bintang lima bernama Royal Hildegard.Tempat ini merupakan satu-satunya hotel yang memiliki fasilitas paling lengkap dan sempurna di antara semua hotel yang ada di kota Noxus.Pelayanan sangat baik pun menjadi alasan kuat hotel tersebut terkenal di kalangan masyarakat, khususnya kalangan orang kaya.Selain itu, hotel Royal Hildegard juga memiliki restoran dengan penghargaan Michelin Star. Konon, salah satu koki terkenal di dunia adalah pemilik restoran tersebut.Sesuai dengan reputasinya, tidak sembarang orang bisa memesan tempat di restoran tersebut. Apalagi memesan secara keseluruhan.Namun, keluarga Xander masih bisa memesan tempat untuk mengadakan acara makan malam. Memang tidak secara keseluruhan, hanya beberapa meja saja.Hal tersebut setidaknya bisa dijadikan bukti bahwa reputasi keluarga Xander sangat terpandang di kota Noxus, terutama Tuan Xander yang bisa memesan tempat dalam waktu singkat.Naas, rencana mereka harus kandas ketika Gerry Alexander datang ke h
“APA?! Kamu bilang aku harus menjemput si gendut bau itu?!” pekik Kevin usai mendengar rencana Tomy. Pria itu sangat terkejut.“Tolonglah Kevin, hanya ini satu-satunya cara.” Tomy memelas karena sudah gagal melobi manajer restoran.“Tidak-tidak … aku tidak mau melakukannya. Coba pikirkan rencana lain,” ujar Kevin keras kepala, mimik wajahnya tampak jelek sekali.Ayah Tomy, Thomas, ikut buka suara untuk menudukung anaknya. “Tolong lakukan saja, Kevin. Bukankah kita semua sudah sepakat untuk mengadakan acara ulang tahun Gracia d restoran ni? Jika tidak sekarang, kapan lagi kita bisa melakukannya?”“Itu benar, Kevin. Untuk malam ini saja tolong buang semua egomu. Kita tidak boleh membiarkan penyelamat keluarga kita merasa kecewa,” ujar sang ayah, Jose.“Padahal Nona Lili juga berasal dari keluarga Alexandria yang kaya raya. Tapi, kenapa Kak Kevin tidak mau berhubungan dengannya? Apalagi Nona Lili punya tubuh bongsor, yang jelas-jelas sangat cocok untuk Kak Kevin,” ujar Bella ikut-ikutan.
“Ka-Kamu ....” Gerry tersentak, tak pernah mengira pujaan hatinya akan berani berbuat cabul seperti itu depan banyak orang.“A-Apa kamu ingin mempermalukan aku di sini?” tudingnya sambil menunjuk-nunjuk Gracia dengan tangan gemetar.Gracia segera melepas ciumannya dari Edward, melirik Gerry dengan tatapan dingin. “Pikir saja sendiri. Apa aku terlihat ingin mempermalukanmu?”Wajah Gery kian memerah, jelas-jelas Gracia sedang mempermalukannya. Jika tidak, untuk apa Gracia melakukannya hingga sejauh itu. Dia sudah pasti ingin menjatuhkan harga diri Tuan Muda dari keluarga Alexandria, ‘kan?Tidak terima diperlakukan seperti ini, Gerry langsung mengeluarkan amarahnya pada Gracia. Seketika lupa dengan tujuannya datang kemari, yakni untuk merayakan hari ulang tahun Gracia dan berharap bisa mendapatkan perasaan Gracia seutuhnya.Namun, situasinya sudah berubah saat ini. Gerry sudah tidak perlu menunjukan perhatiannya lagi untuk Gracia. Karena itu, dia tidak ragu mengeluarkan ejekan yang teram
Semua orang langsung terpana pada wanita gemuk itu, termasuk Edward, Gracia, dan Gerry yang tengah terjerat konflik. Ketegangan di udara terasa begitu nyata, namun seketika sirna akibat kemunculan wanita itu. Gerry, yang seakan menemukan oasis di tengah padang gurun, merasa bersemangat kembali. Dengan langkah cepat dan wajah memelas, ia menghampiri wanita itu. "Tolong aku, Tante. Bajingan itu hampir saja membunuhku!" keluh Gerry pada wanita yang tak lain adalah bibinya, Lili Alexandria. PLAK! Sayang, Gerry malah mendapat tamparan keras dari Lili. Sudah terjatuh, tertimpa tangga pula. "Aww! Sakit sekali, Tante!" jerit Gerry, mengusap pipinya yang perih. "Sakit? Baru segitu saja sudah sakit?!" Lili menatap tajam pada Gerry. "Dasar anak manja! Apa kamu tak sadar akan dampak perbuatanmu? Bagaimana bisa kamu menyabotase tempat yang sudah dipesan kekasihku? Kamu berani melawanku, HAH?!" Gerry terpana, kekasih mana yang Lili maksud? Bukan, maksudnya pria mana yang mau bersama wanita s
Kini pukul 23.00. Semua orang merasa sangat gembira setelah merayakan pesta ulang tahun Gracia di dalam restoran tersebut, terutama Gracia dan Edward yang menjadi pusat perhatian malam ini. Wanita itu sangat bahagia karena memiliki kekasih yang tampan, romantis, dan baik hati. Dia tidak henti-henti mengungkapkan rasa cintanya yang semakin dalam kepada Edward dan berjanji untuk selalu bersama dengannya tanpa ada perpisahan di antara mereka.Setelah itu, Gracia dan Edward pergi menuju ke salah satu kamar hotel mewah di Hotel Royal Hildegard. Kamar tersebut telah dipesan oleh Lili sebagai tanda terima kasih atas obat ajaib yang diberikan oleh Edward. Sementara, anggota keluarga Xander bergegas pulang ke rumah masing-masing, hanya Tomy yang masih tinggal karena dia punya sesuatu yang harus dibicarakan dengan Edward secara pribadi.Edward, yang sedari tadi duduk di sofa kamarnya, menoleh begitu mendengar pintu terbuka. "Ada apa, Tom?" tanyanya dengan nada bingung. Ia tahu Tomy bukan tip
Edward menatap dengan cermat sosok pria yang baru saja bangkit dengan tenaga luar biasa. Meskipun dia mengaku telah sembuh berkat obat Edward, ekspresi wajah pria itu menunjukkan kekhawatiran mendalam. “Ayah, kamu benar-benar baik-baik saja?” tanya Aluna, penuh rasa syukur dan cemas bersamaan. “Tenang, Nak. Aku baik-baik saja sekarang,” jawab pria itu sambil mengamati tim medis yang sudah berusaha menolongnya. Edward merasa lega, tetapi rasa ingin tahunya semakin membara. Dia berusaha menyusun strategi untuk menghadapi ancaman di balik serangan bom tersebut. “Aluna, ayo kita bicara sebentar,” ajak Edward, menarik Aluna ke samping, jauh dari kerumunan. “Ada apa, Ed? Kenapa serangan ini bisa terjadi?” tanya Aluna dengan suara bergetar. Edward mencoba menganalisis situasi. “Ada kemungkinan bahwa serangan ini bukan hanya sekadar aksi teroris. Menurut informasi yang aku dapat, keluarga Everdeen mungkin sudah menjadi target lama. Ada beberapa kelompok yang bisa melakukan hal ini,
Edward merasa gelisah dan khawatir usai mendengar kabar buruk dari Aluna. Dia segera kembali ke meja Clara dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Ada apa, Ed?" tanya Clara, tampak penasaran.Edward menjelaskan situasi yang sedang terjadi kepada Clara, tentang pengeboman di perusahaan ayah Aluna. Clara terkejut mendengarnya dan merasa prihatin dengan keadaan Aluna dan keluarganya."Kita harus segera pergi ke tempat Aluna. Dia butuh dukungan kita di saat-saat seperti ini," ujar Clara tegas.“Tidak, kamu tak perlu pergi kesana. Kamu masih punya masalah yang harus diselesaikan,” tukas Edward, diam-diam mengeluarkan sebotol air dari sistem harem.“Minumkan ini pada ibumu, lalu kabari aku reaksinya. Cukup satu gelas saja, jangan berlebihan,” jelasnya sambil memberikan botol air itu pada Clara.“Air mineral? Untuk apa air mineral, Ed?” Clara bingung sendiri, menatap air itu dan tidak mengerti.Edward tersenyum tipis, “Percayalah, air itu bisa mengatasi masalahmu. Aku yakin ibumu aka
Edward menatap Aluna dengan ekspresi serius, mengangguk pelan. "Dua triliun, ya? Baiklah, aku akan membantu kamu," ujarnya, mengambil ponsel Aluna dan mulai melakukan transfer.Aluna menatap Edward dengan mata berkaca-kaca, terharu dengan kesediaan Edward yang membantu keluarganya. "Terima kasih, Edward," ucapnya, suaranya bergetar.Edward hanya tersenyum, menepuk bahu Aluna dengan lembut. "Tidak perlu berterima kasih, Aluna. Kita adalah pasangan, dan pasangan harus selalu membantu satu sama lain," ujarnya, menenangkan Aluna.Setelah selesai transfer, Edward mengembalikan ponsel Aluna. "Ok, masalahnya beres. Aset keluarga Everdeen sudah aman sekarang," ujarnya, tersenyum tulus.Aluna menatap Edward dengan mata berbinar, penuh rasa terima kasih. "Kamu benar-benar menyelamatkan kami, Edward. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas budi baikmu," ucapnya, suaranya penuh rasa haru.Edward hanya tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Tak perlu membalas apa-apa, aku hanya melakukan apa yang seh
Edward termenung cukup lama usai membaca pesan Irene, benar-benar bingung dan tak tahu harus mengambil keputusan apa."Sarapannya sudah siap, Ed. Ayo kesini," teriak Aluna dari arah dapur, sontak membuyarkan lamunan Edward."Oke, sebentar ...." Edward menanggapi sambil mengenakan pakaiannya. Mencoba melupakan Helena sejenak dan berusaha fokus pada Aluna.Tak lama berselang, Edward tiba di ruang makan, tampak beragam makanan yang sudah tersaji di atas meja."Wah, kamu jago masak ternyata. Kelihatannya makananmu enak-enak," ujar Edward, memuji usaha Aluna.Wajah Aluna pun memerah, jelas senang dengan pujian Edward."Silakan dicoba, Ed. Semoga kamu tidak kecewa," ujarnya.Edward tersenyum kecil mendengarnya, "Kenapa aku harus kecewa? Aku pikir makananmu terasa lezat.", kemudian dia menyantap makanan itu. Mulai dari daging hingga sayur sop bening.Namun, yang paling menggugah selera Edward adalah sambal buatan Aluna. Siapa sangka, wanita secantik dia sangat pandai membuat sambal."Ini ena
Pagi berikutnya.Edward dan Aluna terbangung dalam keadaan telanjang, mereka tampak masih lelah usai melakukan persetubuhan panas tadi malam.Aluna sendiri sangat menikmati hal tabu tersebut meski sudah pernah merasakannya. Dia pikir Edward terlalu perkasa sehingga berhasil membuatnya melalang buana berulang kali. Ini juga merupakan pengalaman baru bagi wanita dewasa itu.Entah berapa kali Aluna mendapatkan pelepasan tadi malam, pastinya sangat sering sampai dia tak bisa menghitungnya pakai jari lagi.“Uh ... aku sepertinya akan kesulitan berjalan,” ujar Aluna masih dengan mata mengantuk.Dia lalu menyentuh ranah kewanitaannya, dan ternyata masih ada sisa-sisa cairan di sana.“Aduh, aku langsung tidur semalam, aku tak sempat membersihkannya. Kira-kira Edward benci wanita kurang teliti seperti aku tidak ya?” Aluna tampak cemas, jelas takut akan hal tersebut.“Mana mungkin aku membencimu, jusru aku menyukai wanita seperti kamu,” sahut Edward, langsung membawa Aluna ke dalam pelukannya.
“Edward, apa kamu baik-baik saja?” tegur Aluna kala Edward semakin larut dalam lamunannya.Edward tidak langsung menanggapi, hanya mentapa wajah cantik Aluna dengan sayu. Dia tiba-tiba ragu untuk menuntaskan misi utama sistem harem dengan wanita itu.Aluna seketika menyadari sesuatu dari ekspresi Edward, namun dia tidak ingin berhenti di sini setelah memantapkan hatinya untuk Edward. Dengan berani, dia pun mendekati Edward sambil melepas pakaiannya secara perlahan.“Ini mungkin bukan yang pertama bagiku, tapi aku percaya kemampuanku bisa mengilangkan semua keraguanmu. Aku harap kamu tidak keberatan, supaya kita bisa lanjut ke tahap yang lebih serius,” ujar Aluna, kini sudah telanjang bulat di depan Edward. Dia sangat berharap Edward akan langsung menyerangnya setelah disuguhkan pemandangan indah semacam itu.Glup!Edward menelan salivanya, bersamaan dengan naiknya gairah yang secara perlaan. Tidak mau jadi orang munafi, dia memang sudah terangsang oleh Aluna saat ini.“Tolong lihat ak
Malam semakin larut, bahkan hampir mendekati pagi.“Maaf, urusan kakekku benar-benar merepotkan. Kamu jadi terlibat dalam hal-hal aneh yang selalu dirasakan kakekku selama ini,” ujar Aluna begitu tiba di depan pintu apartemennya, kemudian dia membuka pintu itu dan membiarkan Edward masuk.“Silakan masuk, Edward. Anggap saja tempat tinggal sendiri,” ujarnya.“Terima kasih, Aluna,” balas Edward, tersenyum tulus. Kakinya lalu melangkah ke dalam kamar apartemen itu.Wusssh!Aroma sangat wangi langsung menyambut Edward di sana, apalagi kamar ini terasa sangat feminim karena hampir seluruhnya didekorasi warna merah muda.“Apa kamu sangat menyukai warna pink?” tanya Edward, cukup penasran jadinya, tanpa sadar menoleh ke arah selangkangan Aluna, mengira di dalam sana juga isinya berwarna merah muda. “Tentu saja, bukankah warna ini penuh dengan romansa?” Aluna tersenyum cerah, sepertinya paham maksud tatapan Edward.“Begitu ya?” Edward lanjut berjalan memasuki kamar, melihat-lihat ke sekitar.
Edward melihat Peter dengan penuh kekhawatiran. "Kakek, apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana kita bisa melawan vampir?" tanyanya.Peter mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Pertama-tama, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang vampir, terutama kelemahan dan cara melawan mereka,” ujarnya.Edward mengangguk, ia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Tapi dari mana kita bisa menemukan informasi itu? Apa ada di buku yang aku bawa?" tanyanya lagi.Peter mengingat-ingat sambil merenung sejenak. "Ada satu tempat di kota ini yang mungkin memiliki jawabannya. Perpustakaan kuno. Mereka memiliki koleksi buku langka dan mungkin ada yang berkaitan dengan vampir," jawabnya.“Perputakaan itu lagi?” Edward terkejut mendengarnya.“Ya, hanya di sana satu-satunya tempat yang bisa digunakan untuk melawan vampir.” Peter tampak yakin dan tegas.“Ayo bergerak sekarang, kita tak boleh membuang waktu,” ajaknya.Kemudian, kedua pria beda usia i
Edward dan Aluna tiba di rumah sakit jiwa setelah beberapa saat berkendara. Aluna tampak gugup dan khawatir, sedangkan Edward mencoba untuk tetap tenang dan bijaksana.Mereka lalu berjalan menuju ke ruangan tempat kakek Aluna dirawat, letaknya di lantai atas gedung tersebut.Setelah menunggu beberapa saat, kakek Aluna akhirnya muncul di depan mereka. Dia tampak lemah dan pucat, namun masih bisa tersenyum lembut pada cucunya.“Aluna, kamu pasti cucuku, Aluna, ‘kan?” Sapa kakek itu, sepertinya masih bisa mengenali Aluna.“Ya, kakek.” Aluna langsung memeluk kakeknya dengan erat.“Salam kenal, kakek. Aku Edward Lewis,” ucap Edward segera memperkenalkan dirinya dan memberikan salam hormat pada kakek Aluna.Kakek Aluna pun memperkenalkan dirinya sebagai Peter Everdeen, seorang ahli dalam dunia ilmu hitam dari keluarga Everdeen.‘Ahli ilmu hitam?’ Ulang Edward dalam benaknya, rasanya agak akrab dengan hal-hal semacam ini.“Hahaha! Aku suka ekspresimu, Edward. Kau sepertinya sudah pernah beru