Ada Give Away buat para pembaca setia nih. Silakan mampi ke IG Author untuk melihat Syarat dan ketentuannya. Terima kasih.
Kini pukul 23.00. Semua orang merasa sangat gembira setelah merayakan pesta ulang tahun Gracia di dalam restoran tersebut, terutama Gracia dan Edward yang menjadi pusat perhatian malam ini. Wanita itu sangat bahagia karena memiliki kekasih yang tampan, romantis, dan baik hati. Dia tidak henti-henti mengungkapkan rasa cintanya yang semakin dalam kepada Edward dan berjanji untuk selalu bersama dengannya tanpa ada perpisahan di antara mereka.Setelah itu, Gracia dan Edward pergi menuju ke salah satu kamar hotel mewah di Hotel Royal Hildegard. Kamar tersebut telah dipesan oleh Lili sebagai tanda terima kasih atas obat ajaib yang diberikan oleh Edward. Sementara, anggota keluarga Xander bergegas pulang ke rumah masing-masing, hanya Tomy yang masih tinggal karena dia punya sesuatu yang harus dibicarakan dengan Edward secara pribadi.Edward, yang sedari tadi duduk di sofa kamarnya, menoleh begitu mendengar pintu terbuka. "Ada apa, Tom?" tanyanya dengan nada bingung. Ia tahu Tomy bukan tip
Tiga hari kemudian. Di dalam rumah mewah milik keluarga Alexandria, telah terjadi sesuatu yang tak kalah mengejutkan di sana. Di salah satu kamar yang terletak di lantai atas, seorang wanita tampak terkejut ketika melihat dirinya sendiri di depan cermin. Dia adalah Lili Alexandria, putri bungsu keluarga Alexandria, yang selama ini dikenal dengan bentuk tubuhnya yang gemuk dan berwajah kurang baik. Namun, sekarang dia tampak sangat langsing dan cantik layaknya seorang model profesional.“Astaga! Ya Tuhan! Apa yang sudah terjadi padaku?!” Pekik Lili terpaku di depan cermin, tak percaya dengan apa yang telah dilihatnya. Dia mengangkat tangannya, memegang lengan yang kini tampak lebih kecil. Juga meraba perutnya, yang tampak lebih rata. Rasanya seperti dia sedang berada di dalam mimpi. “Papa! Aku harus memberitahu Papa!” Seru Lili, kemudian berlari keluar kamar, berjalan di koridor dengan cepat. Dia ingin menemui orang tuanya untuk menunjukkan perubahan yang telah terjadi padanya.
Dengan senyuman sinis, Edward berdiri di tengah taman tersebut. Di sekelilingnya, ada lebih dari sepuluh orang berbadan kekar, yang berdiri dengan tampang menyeramkan. Dipimpin oleh Gerry, semuanya memberikan tatapan penuh kebencian kepada Edward. Namun, Edward tidak gentar sama sekali. Ia tahu betul kekuatannya jauh melampaui mereka berkat adanya status sistem Harem, yang sudah lumayan tinggi saat ini.Tiba-tiba, Edward melompat tinggi ke udara dengan gerakan cepat dan tajam. Cahaya berkilauan dari tubuhnya, membutakan mereka semua terdiam sejenak. Dan ketika cahaya meredup, orang-orang Gerry roboh satu per satu akibat terkena tinju Edward yang teramat kuat. Mereka langsung terkapar di tanah tanpa memberikan perlawanan berarti.Edward kembali mendarat di tanah dengan ringan, ada debu berterbangan di sekelilingnya."Kau pikir kau bisa menang dariku?" ujarnya sambil tertawa. "Hahaha! Perlu kau tahu, aku ini bukan manusia biasa. Jadi, hentikan usaha bodohmu, Gerry."Gerry, terkejut da
"Edward, apa kau yakin dengan permintaanmu? Memiliki saham bank Alexandria bukan hal yang mudah soalnya. Tidka sembarang orang bisa memilikinya." Tuan Alexandria memastikan.Edward menatap Tuan Alexandria dengan wajah tenang. "Saya tahu, Tuan. Tapi itulah yang saya inginkan sekarang," ucapnya tegas.Lili, yang diam sedari tadi, akhirnya angkat bicara. "Tapi, kamu harus punya uang satu triliun untuk memiliki saham Bank Alexandria. Dan itu bukan jumlah yang kecil," ujarnya."Saya juga sudah tahu itu, Nona Lili. Tapi saya punya alasan sendiri." Edward masih bersikeras pada keingingannya.Tuan Alexandria menghela napas, mencoba meredakan kejutan di hatinya. "Bisakah aku tahu alasanmu? Kau seharusnya tidak asal meminta, ‘kan?" tanyanya, berharap tidak akan menyinggung perasaan pemuda itu.Edward menghembuskan napas, lalu menjawab pertanyaan Tuan Alexandria. "Saya sebenarnya ingin mendirikan sebuah perusahaan bersakala global. Makanya saya membutuhkan dana sangat banyak untuk mewujudkan it
“Apa yang terjadi?!” Tuan Alexandria dan Lili buru-buru masuk ke dalam ruangan begitu teriakan walikota terdengar.“Kenapa putraku sampai histeris begitu?!” Tanya Tuan Alexandria.Edward menoleh pada Tuan Alexandria dan Lili. “Cepat hubungi istri dan anaknya. Aku butuh bantuan mereka,” ujarnya.“Ini ….” Tuan Alexandria dan Lili malah mandek, saling tatap dalam keraguan.“Apa ada masalah?” tanya Edward, seharusnya memang begitu.Lili menghampiri Edward, menjelaskan dengan hati-hati, “Begini, Ed. Kakak ipar dan putrinya sudah tidak tinggal bersama kita sejak kakak menikahi Yuko. Mereka juga sudah memutuskan hubungan karena sakit hati. Kini mereka tinggal di sebuah desa yang teretak jauh di perbatasan kota Noxus. Jadi, agak sulit menghubungi mereka sekarang.”Edward sedikit mengerutkan kening, baru sadar jika tidak ada orang yang menemani walikota di sini. Padahal dia masih punya istri dan anak, tapi mereka tidak nampak batang hidungnya sedari tadi.Pria itu langsung memikirkan sesuatu d
“Ka-Kau ….” Gerry tersentak begitu melihat Edward di dalam rumah tersebut, luka pada wajahnya seketika terasa lagi.“Kenapa kau ada di sini, Edward? Sedang apa kau?!” tanya Gerry, perlahan mundur.Tidak peduli apa, pria itu sudah kalah telak dari Edward waktu bertarung di taman kampus. Kini dia datang lagi bersama orang-orang yang sama, artinya percuma saja jika harus bertarung melawan Edward di sini.“Sedang apa aku? Tentu sedang bertemu calon mertuaku. Lagi pula, aku sudah lama pacaran dengan Anna, tapi aku baru pertama kali menemui ibunya. Jadi, wajar jika aku ada di sini sekarang,” jelas Edward sambil melingkarkan lengannya di pinggang Anna, kebetulan gadis itu berdiri di sebelahnya.“Kamu ….” Anna langsung memberi tatapan tajam kepada Edward, tapi percuma saja karena Edward sudah teranjur berucap seperti itu kepda Gerry.“Apa, sayang? Jangan galak-galak gitu dong, nanti wajahmu jelek,” ujar Edward, menyentuh wajah Anna dengan lembut, sontak membuatnya memerah akibat malu.Gerry b
Tak lama kemudian, Edward, Clara, dan Anna tiba di rumah sakit pertama. Mereka langsung pergi ke ruangan tempat walikota dirawat.“Apa kalian siap?” tanya Edward, memastikan sebelum membuka pintu.Clara dan Anna sebenarnya bisa mendengar teriakan-teriakan pilu di dalam sana, tetapi mereka tidak ingin berkomentar dan berusaha tenang.“Tolong buka pintunya, Ed,” ucap Clara, menatap Edward dengan tegas.“Baiklah.” Edward membuka pintu tersebut, secara perlahan nampak pemandangan di dalam ruangan. Sudah kacau balau karena walikota mengamuk.“Ed ….” Kana buru-buru berlari menghampiri Edward dan langsung berlindung di balik punggungnya.Begitu pun dengan Tuan Alexandria dan Lili, mereka tak malu ketika menjadikan Edward sebagai tameng pelindung.“YUKO! DI MANA KAU, YUKO?! BIARKAN AKU MENGHABISIMU SEKARANG!” walikota berteriak kencang sambil berlari ke segala arah layaknya orang kesurupan.“Ini ....” Clara dan Anna tersentak, benar-benar kaget saat melihat penampilan walikota.“Apa yang terj
Waktu berlalu.Malam pun tiba di kota Noxus. Di salah satu kamar hotel Royal Hildegard, tampak Edward sedang duduk di atas ranjang hanya dengan celana dalam saja. Pria dewasa itu menantikan kejutan yang akan diberikan oleh salah satu wanitanya.“Ehem … kamu boleh buka mata sekarang,” ucap Kana, berdiri tepat di depan Edward.“Ok.” Edward langsung membuka kedua matanya, benar-benar tak sabar dengan kejutan tersebut.Deg! Deg! Deg!Detak jantungnya meningkat dratis, terkagum akan pemandangan indah di depannya. Kana terlihat cantik sekali dengan kostum wanita rubah,m. Dia juga punya rambut dan ekor berwarna putih.“Gimana, cantik tidak?” tanya Kana penuh harap.“Sangat cantik,” jawab Edward, pandangannya tak luput dari sekujur tubuh Kana.“Hehehe.” Gadis itu tersenyum puas, memang ini yang ingin dia dengar dari Edward.Edward sendiri harus mengakui bahwa kostum yang dipakai Kana sangat cocok dengan ukuran tubuhnya, terutama dadanya yang tepos. Dia bahkan bisa melihat benjolan kecil di b
Edward menatap dengan cermat sosok pria yang baru saja bangkit dengan tenaga luar biasa. Meskipun dia mengaku telah sembuh berkat obat Edward, ekspresi wajah pria itu menunjukkan kekhawatiran mendalam. “Ayah, kamu benar-benar baik-baik saja?” tanya Aluna, penuh rasa syukur dan cemas bersamaan. “Tenang, Nak. Aku baik-baik saja sekarang,” jawab pria itu sambil mengamati tim medis yang sudah berusaha menolongnya. Edward merasa lega, tetapi rasa ingin tahunya semakin membara. Dia berusaha menyusun strategi untuk menghadapi ancaman di balik serangan bom tersebut. “Aluna, ayo kita bicara sebentar,” ajak Edward, menarik Aluna ke samping, jauh dari kerumunan. “Ada apa, Ed? Kenapa serangan ini bisa terjadi?” tanya Aluna dengan suara bergetar. Edward mencoba menganalisis situasi. “Ada kemungkinan bahwa serangan ini bukan hanya sekadar aksi teroris. Menurut informasi yang aku dapat, keluarga Everdeen mungkin sudah menjadi target lama. Ada beberapa kelompok yang bisa melakukan hal ini,
Edward merasa gelisah dan khawatir usai mendengar kabar buruk dari Aluna. Dia segera kembali ke meja Clara dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Ada apa, Ed?" tanya Clara, tampak penasaran.Edward menjelaskan situasi yang sedang terjadi kepada Clara, tentang pengeboman di perusahaan ayah Aluna. Clara terkejut mendengarnya dan merasa prihatin dengan keadaan Aluna dan keluarganya."Kita harus segera pergi ke tempat Aluna. Dia butuh dukungan kita di saat-saat seperti ini," ujar Clara tegas.“Tidak, kamu tak perlu pergi kesana. Kamu masih punya masalah yang harus diselesaikan,” tukas Edward, diam-diam mengeluarkan sebotol air dari sistem harem.“Minumkan ini pada ibumu, lalu kabari aku reaksinya. Cukup satu gelas saja, jangan berlebihan,” jelasnya sambil memberikan botol air itu pada Clara.“Air mineral? Untuk apa air mineral, Ed?” Clara bingung sendiri, menatap air itu dan tidak mengerti.Edward tersenyum tipis, “Percayalah, air itu bisa mengatasi masalahmu. Aku yakin ibumu aka
Edward menatap Aluna dengan ekspresi serius, mengangguk pelan. "Dua triliun, ya? Baiklah, aku akan membantu kamu," ujarnya, mengambil ponsel Aluna dan mulai melakukan transfer.Aluna menatap Edward dengan mata berkaca-kaca, terharu dengan kesediaan Edward yang membantu keluarganya. "Terima kasih, Edward," ucapnya, suaranya bergetar.Edward hanya tersenyum, menepuk bahu Aluna dengan lembut. "Tidak perlu berterima kasih, Aluna. Kita adalah pasangan, dan pasangan harus selalu membantu satu sama lain," ujarnya, menenangkan Aluna.Setelah selesai transfer, Edward mengembalikan ponsel Aluna. "Ok, masalahnya beres. Aset keluarga Everdeen sudah aman sekarang," ujarnya, tersenyum tulus.Aluna menatap Edward dengan mata berbinar, penuh rasa terima kasih. "Kamu benar-benar menyelamatkan kami, Edward. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas budi baikmu," ucapnya, suaranya penuh rasa haru.Edward hanya tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Tak perlu membalas apa-apa, aku hanya melakukan apa yang seh
Edward termenung cukup lama usai membaca pesan Irene, benar-benar bingung dan tak tahu harus mengambil keputusan apa."Sarapannya sudah siap, Ed. Ayo kesini," teriak Aluna dari arah dapur, sontak membuyarkan lamunan Edward."Oke, sebentar ...." Edward menanggapi sambil mengenakan pakaiannya. Mencoba melupakan Helena sejenak dan berusaha fokus pada Aluna.Tak lama berselang, Edward tiba di ruang makan, tampak beragam makanan yang sudah tersaji di atas meja."Wah, kamu jago masak ternyata. Kelihatannya makananmu enak-enak," ujar Edward, memuji usaha Aluna.Wajah Aluna pun memerah, jelas senang dengan pujian Edward."Silakan dicoba, Ed. Semoga kamu tidak kecewa," ujarnya.Edward tersenyum kecil mendengarnya, "Kenapa aku harus kecewa? Aku pikir makananmu terasa lezat.", kemudian dia menyantap makanan itu. Mulai dari daging hingga sayur sop bening.Namun, yang paling menggugah selera Edward adalah sambal buatan Aluna. Siapa sangka, wanita secantik dia sangat pandai membuat sambal."Ini ena
Pagi berikutnya.Edward dan Aluna terbangung dalam keadaan telanjang, mereka tampak masih lelah usai melakukan persetubuhan panas tadi malam.Aluna sendiri sangat menikmati hal tabu tersebut meski sudah pernah merasakannya. Dia pikir Edward terlalu perkasa sehingga berhasil membuatnya melalang buana berulang kali. Ini juga merupakan pengalaman baru bagi wanita dewasa itu.Entah berapa kali Aluna mendapatkan pelepasan tadi malam, pastinya sangat sering sampai dia tak bisa menghitungnya pakai jari lagi.“Uh ... aku sepertinya akan kesulitan berjalan,” ujar Aluna masih dengan mata mengantuk.Dia lalu menyentuh ranah kewanitaannya, dan ternyata masih ada sisa-sisa cairan di sana.“Aduh, aku langsung tidur semalam, aku tak sempat membersihkannya. Kira-kira Edward benci wanita kurang teliti seperti aku tidak ya?” Aluna tampak cemas, jelas takut akan hal tersebut.“Mana mungkin aku membencimu, jusru aku menyukai wanita seperti kamu,” sahut Edward, langsung membawa Aluna ke dalam pelukannya.
“Edward, apa kamu baik-baik saja?” tegur Aluna kala Edward semakin larut dalam lamunannya.Edward tidak langsung menanggapi, hanya mentapa wajah cantik Aluna dengan sayu. Dia tiba-tiba ragu untuk menuntaskan misi utama sistem harem dengan wanita itu.Aluna seketika menyadari sesuatu dari ekspresi Edward, namun dia tidak ingin berhenti di sini setelah memantapkan hatinya untuk Edward. Dengan berani, dia pun mendekati Edward sambil melepas pakaiannya secara perlahan.“Ini mungkin bukan yang pertama bagiku, tapi aku percaya kemampuanku bisa mengilangkan semua keraguanmu. Aku harap kamu tidak keberatan, supaya kita bisa lanjut ke tahap yang lebih serius,” ujar Aluna, kini sudah telanjang bulat di depan Edward. Dia sangat berharap Edward akan langsung menyerangnya setelah disuguhkan pemandangan indah semacam itu.Glup!Edward menelan salivanya, bersamaan dengan naiknya gairah yang secara perlaan. Tidak mau jadi orang munafi, dia memang sudah terangsang oleh Aluna saat ini.“Tolong lihat ak
Malam semakin larut, bahkan hampir mendekati pagi.“Maaf, urusan kakekku benar-benar merepotkan. Kamu jadi terlibat dalam hal-hal aneh yang selalu dirasakan kakekku selama ini,” ujar Aluna begitu tiba di depan pintu apartemennya, kemudian dia membuka pintu itu dan membiarkan Edward masuk.“Silakan masuk, Edward. Anggap saja tempat tinggal sendiri,” ujarnya.“Terima kasih, Aluna,” balas Edward, tersenyum tulus. Kakinya lalu melangkah ke dalam kamar apartemen itu.Wusssh!Aroma sangat wangi langsung menyambut Edward di sana, apalagi kamar ini terasa sangat feminim karena hampir seluruhnya didekorasi warna merah muda.“Apa kamu sangat menyukai warna pink?” tanya Edward, cukup penasran jadinya, tanpa sadar menoleh ke arah selangkangan Aluna, mengira di dalam sana juga isinya berwarna merah muda. “Tentu saja, bukankah warna ini penuh dengan romansa?” Aluna tersenyum cerah, sepertinya paham maksud tatapan Edward.“Begitu ya?” Edward lanjut berjalan memasuki kamar, melihat-lihat ke sekitar.
Edward melihat Peter dengan penuh kekhawatiran. "Kakek, apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana kita bisa melawan vampir?" tanyanya.Peter mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Pertama-tama, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang vampir, terutama kelemahan dan cara melawan mereka,” ujarnya.Edward mengangguk, ia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Tapi dari mana kita bisa menemukan informasi itu? Apa ada di buku yang aku bawa?" tanyanya lagi.Peter mengingat-ingat sambil merenung sejenak. "Ada satu tempat di kota ini yang mungkin memiliki jawabannya. Perpustakaan kuno. Mereka memiliki koleksi buku langka dan mungkin ada yang berkaitan dengan vampir," jawabnya.“Perputakaan itu lagi?” Edward terkejut mendengarnya.“Ya, hanya di sana satu-satunya tempat yang bisa digunakan untuk melawan vampir.” Peter tampak yakin dan tegas.“Ayo bergerak sekarang, kita tak boleh membuang waktu,” ajaknya.Kemudian, kedua pria beda usia i
Edward dan Aluna tiba di rumah sakit jiwa setelah beberapa saat berkendara. Aluna tampak gugup dan khawatir, sedangkan Edward mencoba untuk tetap tenang dan bijaksana.Mereka lalu berjalan menuju ke ruangan tempat kakek Aluna dirawat, letaknya di lantai atas gedung tersebut.Setelah menunggu beberapa saat, kakek Aluna akhirnya muncul di depan mereka. Dia tampak lemah dan pucat, namun masih bisa tersenyum lembut pada cucunya.“Aluna, kamu pasti cucuku, Aluna, ‘kan?” Sapa kakek itu, sepertinya masih bisa mengenali Aluna.“Ya, kakek.” Aluna langsung memeluk kakeknya dengan erat.“Salam kenal, kakek. Aku Edward Lewis,” ucap Edward segera memperkenalkan dirinya dan memberikan salam hormat pada kakek Aluna.Kakek Aluna pun memperkenalkan dirinya sebagai Peter Everdeen, seorang ahli dalam dunia ilmu hitam dari keluarga Everdeen.‘Ahli ilmu hitam?’ Ulang Edward dalam benaknya, rasanya agak akrab dengan hal-hal semacam ini.“Hahaha! Aku suka ekspresimu, Edward. Kau sepertinya sudah pernah beru