Dengan senyuman sinis, Edward berdiri di tengah taman tersebut. Di sekelilingnya, ada lebih dari sepuluh orang berbadan kekar, yang berdiri dengan tampang menyeramkan. Dipimpin oleh Gerry, semuanya memberikan tatapan penuh kebencian kepada Edward. Namun, Edward tidak gentar sama sekali. Ia tahu betul kekuatannya jauh melampaui mereka berkat adanya status sistem Harem, yang sudah lumayan tinggi saat ini.Tiba-tiba, Edward melompat tinggi ke udara dengan gerakan cepat dan tajam. Cahaya berkilauan dari tubuhnya, membutakan mereka semua terdiam sejenak. Dan ketika cahaya meredup, orang-orang Gerry roboh satu per satu akibat terkena tinju Edward yang teramat kuat. Mereka langsung terkapar di tanah tanpa memberikan perlawanan berarti.Edward kembali mendarat di tanah dengan ringan, ada debu berterbangan di sekelilingnya."Kau pikir kau bisa menang dariku?" ujarnya sambil tertawa. "Hahaha! Perlu kau tahu, aku ini bukan manusia biasa. Jadi, hentikan usaha bodohmu, Gerry."Gerry, terkejut da
"Edward, apa kau yakin dengan permintaanmu? Memiliki saham bank Alexandria bukan hal yang mudah soalnya. Tidka sembarang orang bisa memilikinya." Tuan Alexandria memastikan.Edward menatap Tuan Alexandria dengan wajah tenang. "Saya tahu, Tuan. Tapi itulah yang saya inginkan sekarang," ucapnya tegas.Lili, yang diam sedari tadi, akhirnya angkat bicara. "Tapi, kamu harus punya uang satu triliun untuk memiliki saham Bank Alexandria. Dan itu bukan jumlah yang kecil," ujarnya."Saya juga sudah tahu itu, Nona Lili. Tapi saya punya alasan sendiri." Edward masih bersikeras pada keingingannya.Tuan Alexandria menghela napas, mencoba meredakan kejutan di hatinya. "Bisakah aku tahu alasanmu? Kau seharusnya tidak asal meminta, ‘kan?" tanyanya, berharap tidak akan menyinggung perasaan pemuda itu.Edward menghembuskan napas, lalu menjawab pertanyaan Tuan Alexandria. "Saya sebenarnya ingin mendirikan sebuah perusahaan bersakala global. Makanya saya membutuhkan dana sangat banyak untuk mewujudkan it
“Apa yang terjadi?!” Tuan Alexandria dan Lili buru-buru masuk ke dalam ruangan begitu teriakan walikota terdengar.“Kenapa putraku sampai histeris begitu?!” Tanya Tuan Alexandria.Edward menoleh pada Tuan Alexandria dan Lili. “Cepat hubungi istri dan anaknya. Aku butuh bantuan mereka,” ujarnya.“Ini ….” Tuan Alexandria dan Lili malah mandek, saling tatap dalam keraguan.“Apa ada masalah?” tanya Edward, seharusnya memang begitu.Lili menghampiri Edward, menjelaskan dengan hati-hati, “Begini, Ed. Kakak ipar dan putrinya sudah tidak tinggal bersama kita sejak kakak menikahi Yuko. Mereka juga sudah memutuskan hubungan karena sakit hati. Kini mereka tinggal di sebuah desa yang teretak jauh di perbatasan kota Noxus. Jadi, agak sulit menghubungi mereka sekarang.”Edward sedikit mengerutkan kening, baru sadar jika tidak ada orang yang menemani walikota di sini. Padahal dia masih punya istri dan anak, tapi mereka tidak nampak batang hidungnya sedari tadi.Pria itu langsung memikirkan sesuatu d
“Ka-Kau ….” Gerry tersentak begitu melihat Edward di dalam rumah tersebut, luka pada wajahnya seketika terasa lagi.“Kenapa kau ada di sini, Edward? Sedang apa kau?!” tanya Gerry, perlahan mundur.Tidak peduli apa, pria itu sudah kalah telak dari Edward waktu bertarung di taman kampus. Kini dia datang lagi bersama orang-orang yang sama, artinya percuma saja jika harus bertarung melawan Edward di sini.“Sedang apa aku? Tentu sedang bertemu calon mertuaku. Lagi pula, aku sudah lama pacaran dengan Anna, tapi aku baru pertama kali menemui ibunya. Jadi, wajar jika aku ada di sini sekarang,” jelas Edward sambil melingkarkan lengannya di pinggang Anna, kebetulan gadis itu berdiri di sebelahnya.“Kamu ….” Anna langsung memberi tatapan tajam kepada Edward, tapi percuma saja karena Edward sudah teranjur berucap seperti itu kepda Gerry.“Apa, sayang? Jangan galak-galak gitu dong, nanti wajahmu jelek,” ujar Edward, menyentuh wajah Anna dengan lembut, sontak membuatnya memerah akibat malu.Gerry b
Tak lama kemudian, Edward, Clara, dan Anna tiba di rumah sakit pertama. Mereka langsung pergi ke ruangan tempat walikota dirawat.“Apa kalian siap?” tanya Edward, memastikan sebelum membuka pintu.Clara dan Anna sebenarnya bisa mendengar teriakan-teriakan pilu di dalam sana, tetapi mereka tidak ingin berkomentar dan berusaha tenang.“Tolong buka pintunya, Ed,” ucap Clara, menatap Edward dengan tegas.“Baiklah.” Edward membuka pintu tersebut, secara perlahan nampak pemandangan di dalam ruangan. Sudah kacau balau karena walikota mengamuk.“Ed ….” Kana buru-buru berlari menghampiri Edward dan langsung berlindung di balik punggungnya.Begitu pun dengan Tuan Alexandria dan Lili, mereka tak malu ketika menjadikan Edward sebagai tameng pelindung.“YUKO! DI MANA KAU, YUKO?! BIARKAN AKU MENGHABISIMU SEKARANG!” walikota berteriak kencang sambil berlari ke segala arah layaknya orang kesurupan.“Ini ....” Clara dan Anna tersentak, benar-benar kaget saat melihat penampilan walikota.“Apa yang terj
Waktu berlalu.Malam pun tiba di kota Noxus. Di salah satu kamar hotel Royal Hildegard, tampak Edward sedang duduk di atas ranjang hanya dengan celana dalam saja. Pria dewasa itu menantikan kejutan yang akan diberikan oleh salah satu wanitanya.“Ehem … kamu boleh buka mata sekarang,” ucap Kana, berdiri tepat di depan Edward.“Ok.” Edward langsung membuka kedua matanya, benar-benar tak sabar dengan kejutan tersebut.Deg! Deg! Deg!Detak jantungnya meningkat dratis, terkagum akan pemandangan indah di depannya. Kana terlihat cantik sekali dengan kostum wanita rubah,m. Dia juga punya rambut dan ekor berwarna putih.“Gimana, cantik tidak?” tanya Kana penuh harap.“Sangat cantik,” jawab Edward, pandangannya tak luput dari sekujur tubuh Kana.“Hehehe.” Gadis itu tersenyum puas, memang ini yang ingin dia dengar dari Edward.Edward sendiri harus mengakui bahwa kostum yang dipakai Kana sangat cocok dengan ukuran tubuhnya, terutama dadanya yang tepos. Dia bahkan bisa melihat benjolan kecil di b
Seminggu kemudian.Di depan halaman rumah susun, yang padat penduduk dan sedikit kumuh.Edward datang pagi-pagi sekali ke tempat ini untuk menjemput mantan kekasihnya, Lena. Dia ingin membawanya pergi ke kampung halaman untuk menjenguk ayahnya yang sedang sakit.Kemarin malam, Ibu Edward memberi kabar buruk tersebut. Katanya, ayah Edward tiba-tiba terkena serangan jantung setelah pulang kerja dari ladang. Dia pun meminta Edward pulang secepatnya ke rumah, takut kondisi ayahnya semakin memburuk.Namun, Ibu Edward berpesan agar Edward datang bersama Lena. Ia mengira Edward masih belum putus dengan Lena, makanya sangat berharap bisa bertemu wanita itu.Edward sendiri memang lupa mengabari hal tersebut kepada ibunya. Membuat ibunya jadi salah paham hingga sekarang. Selain itu, ayahnya juga sangat ingin bertemu Lena, yang katanya memiliki sikap baik dan penampilannya cantik.Karena asalan itu, Edward mau tak mau pergi bersama Lena hari ini. Padahal dia sudah sangat enggan melihat wanita it
Sepuluh jam perjalan berlal. Mobil sport yang membawa Edward dan Lena kini tiba jalanan kecil di sebuah pedesaan. Itu satu-satunya akses menuju rumah Edward di bawah kaki gunung.“Wah! Pemandangan di sini indah sekali! Beda banget sama pemandangan di kota Noxus yang padat penduduk dan penuh polusi!” ujar Lena, mengeluarkan kepalanya lewat kaca jendela mobil. Dia merasakan segarnya angin sore yang menerpa langsung ke wajahnya.“Hei, Ed. Kamu beneran lahir di sini? Kok aku ngerasa kamu tidak seperti orang desa ya?” tanya Lena, berusaha mengajak Edward bercanda, karena sedari tadi pria itu selalu memansang wajah jutek seakan tidak saling kenal.Edward melirik Lena sekilas, “Apa kamu ingin mengejekku?” tudingnya.“Hahaha! Mana ada hal semacam itu, Ed,” tukas Lena, terbahak-bahak. Benar-benar tak tahan lagi dengan sikap Edward yang sok pura-pura jutek begitu.Lena tahu betul karakter Edward, yang biasanya sangat baik dan enak diajak bercanda. Makanya dia agak heran dengan sikap Edward yang