Sepuluh jam perjalan berlal. Mobil sport yang membawa Edward dan Lena kini tiba jalanan kecil di sebuah pedesaan. Itu satu-satunya akses menuju rumah Edward di bawah kaki gunung.“Wah! Pemandangan di sini indah sekali! Beda banget sama pemandangan di kota Noxus yang padat penduduk dan penuh polusi!” ujar Lena, mengeluarkan kepalanya lewat kaca jendela mobil. Dia merasakan segarnya angin sore yang menerpa langsung ke wajahnya.“Hei, Ed. Kamu beneran lahir di sini? Kok aku ngerasa kamu tidak seperti orang desa ya?” tanya Lena, berusaha mengajak Edward bercanda, karena sedari tadi pria itu selalu memansang wajah jutek seakan tidak saling kenal.Edward melirik Lena sekilas, “Apa kamu ingin mengejekku?” tudingnya.“Hahaha! Mana ada hal semacam itu, Ed,” tukas Lena, terbahak-bahak. Benar-benar tak tahan lagi dengan sikap Edward yang sok pura-pura jutek begitu.Lena tahu betul karakter Edward, yang biasanya sangat baik dan enak diajak bercanda. Makanya dia agak heran dengan sikap Edward yang
Sekarang pukul delapan malam, di ruang makan keluarga Lewis.Edward, Lena, Eliza, dan kedua orang tua Edward tampak duduk bersama di kursi meja makan bundar, mereka siap menikmati hidangan lezat yang telah tersaji di atas meja."Maaf, Lena. Tante hanya bisa memasak makanan khas pedesaan," ujar Ibu Edward yang bernama asli Hilda Nevertari."Meski makanan ini berasal dari desa, rasanya bisa bersaing dengan makanan hotel bintang lima. Percayalah, lidahmu pasti akan langsung jatuh cinta," sambung Ayah Edward, Gerald Lewis.Lena tersenyum hangat pada orang tua Edward secara bergantian, hatinya terasa hangat oleh kebaikan mereka. Ini adalah pertama kalinya dia merasakan hal seperti ini dalam hidupnya."Terima kasih, Om, Tante," ucap Lena, spontan hendak mengambil lauk dari salah satu piring."Tunggu," cegah Eliza."Ya?" Lena mengalihkan pandangannya ke adik Edward itu, khawatir dia telah berbuat tidak sopan.Namun, Eliza malah memberikan tatapan tajam kepada Edward, yang sedang asik bermain
“Lapor, Master. Ada pesan masuk dari Administrator. Apakah Master ingin saya membacakannya?” suara Irene tiba-tiba terdengar, memaksa Edward membuka matanya kembali. Dia baru saja beristirahat selama sepuluh menit di kamarnya.“Administrator?” ulangi Edward, masih merasa sangat mengantuk.“Iya, Administrator. Beliau adalah malaikat yang selalu mengawasi Master dari alam Nirwana,” jelas Irene.Edward berusaha keras mengingat, “Astaga! Apakah dia malaikat yang sudah menawarkan Sistem Harem?!” Dia berteriak setelah berhasil mengingatnya.Edward segera duduk dan meraih ponselnya dari nakas. Dia ingin membaca sendiri pesan dari Administrator. Sebab, administrator biasanya seorang individu yang bertanggung jawab atas pengelolaan suatu sistem atau proyek. Mereka mengatur dan mengawasi operasi sehari-hari, memastikan semua proses berjalan lancar.Dalam konteks ini, administrator berperan penting sebagai tangan kanan Dewi Lexia. Mereka akan melaporkan setiap tindakan Edward dan bahkan dapat me
Edward tersentak akan permintaan Lena, tapi tidak segera menarik tangannya dari ranah kewanitaannya. Dia malah merasakakan kehangatan yang cukup nikmat di bawah sana, bahkan sudah basah akibat cairan cinta. Edward pun tahu bahwa Lena sudah terangsang pada saat ini.“Sekali saja, tolong lakukan bersamaku, Ed. Setelah itu, aku janji tidak akan mengganggu hidupmu lagi,” pinta Lena, semakin kuat menekan tangan Edward di ranah kewanitaannya. Dia merasakan telapak tangan Edward yang begitu kuat dan kasar.“Kenapa kamu ingin melakukannya denganku? Apa tujuanmu?” tanya Edward penuh selidik, Lena seharusnya punya maksud tertentu ketika meminta hal tersebut.Lena dengan tenang menjawab, “Aku sadar tidak akan pernah bisa hidup bersamamu lagi, aku sangat tidak layak akan itu. Tapi, aku masih berharap bisa memiliki sesuatu darimu untuk aku kenang dalam hidupku. Setidaknya, kehadiran anakmu bisa mengobati luka dan penderitaanku selama ini,” jelasnya jujur.Edward sontak berpikir, karena ucapan Len
Pagi berikutnya. Di ruang makan. “KALIAN SUNGGUH KETERLALUAN! AKU SAMPAI SUSAH TIDUR SEPANJANG MALAM!” Eliza berseru dengan penuh kesal sambil menatap orang-orang yang sedang duduk bersamanya, tampak marah gadis yang satu ini. “Maaf, Eliza. Habisnya ayah tidak bisa menahan diri semalam. Jadinya ayah bermain terlalu keras berama ibumu,” ujar Gerald tenang, batinnya benar-benar terpuaskan ketika bertarung bersama istrinya sepanjang malam. Setelah Edward menyembuhkan penyakit jantungnya dengan obat sakti, Gerald juga mendapatkan keperkasaan yang tiada tara sebagai efek lain dari obat tersebut. Dia pun tidak ragu bercinta dengan Hilda hingga lebih dari tiga ronde. Pria paruh baya itu serasa diremajakan kembali tadi malam, makanya dia memiliki kemampuan dan stamina sangat banyak. Hal serupa juga dirasakan Hilda, yang merasa seperti gadis lagi usai menggunakan kosmetik pemberian Edward. Pesona wanita paruh baya itu kembali, membuat Gerald semakin berhasrat dan bersemangat. Alhasil, p
Di pinggir gerbang sekolah, tampak sekelompok pemuda sedang berkumpul.Namun, mereka bukan siswa biasa yang sedang asyik bercanda, situasinya terlihat serius dan tegang. Salah satunya, pemuda yang mengenakan seragam sekolah, terkesan sangat marah."Bajingan ini telah merebut Eliza dariku," ucapnya dengan nada penuh kemarahan, menunjuk ke arah seorang pemuda yang berdiri tepat di depannya. "Dia bahkan berani memacarinya. Tolong hajar dia untukku, Kak Jhon," lanjutnya, memohon pada pemuda yang menjadi pemimpin kelompok itu.Pemuda yang dituduh, Steve Mcgory, tampak tenang. Meski ia dikelilingi oleh sekelompok pemuda yang siap menyerangnya, sorot mata Steve masih tampak tegas dan siap bertarung."Benar kau sudah merebut pacar Tuan Muda Alvin?" tanya Jhon, dengan nada serius."Tidak! Eliza memang pacarku sejak awal," tukas Steve, menatap Jhon dan Alvin dengan tegas."Kurang ajar! Beraninya kau!" seru Alvin, marah dengan pengakuan Steve. Tanpa membuang waktu, dia mendaratkan pukulan keras
"Apa yang terjadi? Kenapa Steve luka-luka begini?" tanya seorang wanita perawat begitu Eliza dan Steve memasuki UKS. Dia bergegas menghampiri dan membantu Steve. Eliza melepas Steve, membiarkan urusan berikutnya pada wanita perawat itu. Dia lalu duduk di kursi dekat ranjang."Eliza, bisakah kamu menceritakan kejadiannya? Steve tidak seharusnya terluka seperti ini, 'kan?" tanya wanita perawat lagi, sambil mengobati Steve.Eliza menatap wanita itu, "Semua ini gara-gara Alvin," jawabnya. "Dia menggunakan John dan kelompoknya untuk menyakiti Steve."Wanita perawat menghentikan aktivitasnya sejenak, tampak terkejut. "Alvin lagi? Astaga! Dia benar-benar …."Eliza menghembuskan nafas berat, rasanya cukup lelah berurusan dengan Alvin. Sebab kejadian semacam ini bukan pertama kalinya. Dalam sebulan ini, Alvin sering merundung Steve dengan berbagai cara, mulai dari hal biasa hingga paling ekstrem. Dan kejadian barusan bisa dibilang sangat parah, karena Steve sampai terluka serius."Kak Chelse
Edward melihat adegan yang terjadi di depannya dengan mata terbelalak. Tak percaya, mobil sport barunya telah berubah menjadi puing-puing pada saat ini. Sekelompok preman itu benar-benar tidak ragu menjadikan mobil mewah dan mahal itu sebagai rongsokan.“Hentikan!” teriak Edward, berlari menuju mobilnya. Namun, preman-preman itu hanya tertawa sambil terus menghantamkan benda tumpul pada mobil Edward.Chelsea, yang mengikuti Edward dari belakang, bisa melihat adegan tersebut dengan jelas, seketika merasa takjub di dalam hatinya. Dia tahu Edward sudah sangat marah sekarang, dan tak mungkin bisa ditahan lagi.“Jangan gegabah, Ed. Lebih baik panggil polisi saja,” saran Chelsea, mencoba menenangkan Edward. Tapi, pria tampan itu tampak tidak mendengar. Dia terus berusaha dan berusaha menghentikan preman itu.“Kami akan membantumu, Kakak Eliza!”Tiba-tiba, sekelompok siswa berlarian dari arah sekolah. Mereka sangat cepat hingga bisa menyusul Edward dalam sekejap. Semua siswa itu adalah teman