Malam telah berlalu, dan hari selanjutnya pun tiba. Hayden terlihat sangat sibuk memakai pakaian bekerjanya dengan benar dan rapi. Setelah selesai, barulah Hayden keluar dan memasuki kamar Kanaya untuk mengajak perempuan itu sarapan bersama.
Kanaya yang memang sedang sibuk memakai beberapa perawatan wajah sedikit terkejut ketika Hayden datang tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Penampilan pria itu benar-benar rapi, dasi serta jas yang terpakai dengan sempurna membuat kapasitas ketampanan seorang Hayden semakin tinggi."Kau akan pergi bekerja?" tanya Kanaya dengan aktivitasnya yang terhenti sebentar. Pria itu mengangguk, dan itu artinya kini ia akan sendiri tanpa ada yang menemani.Hayden yang menyadari jika raut wajah Kanaya berubah pun bertanya, "ada masalah jika aku bekerja?" Kanaya menggeleng namun dengan raut wajah yang masih kentara jika gadis itu sedang sedih."Bisakah kau temani aku saja dan jangan bekerja? Aku bosan jika sendiri," ujar Kanaya membuat Hayden bingung sekarang. Perusahaan benar-benar membutuhkannya sekarang. Namun, melihat Kanaya seperti ini membuatnya tidak tega. Gadis itu juga sedang membutuhkannya."Aku akan pulang lebih cepat dari biasanya," ujar Hayden sungguh-sungguh. Kanaya menggeleng, bangkit dari kursinya dan memegang pergelangan tangan Hayden menggunakan telapak tangan mungilnya dengan maksud agar pria itu tidak pergi.Hayden membawa Kanaya sampai memasuki area dapur dan mengajak gadis itu sarapan bersama. Tentu pikiran Hayden sedang tidak tenang sekarang. Bingung antara mengikuti keinginan Kanaya atau tetap memaksakan diri untuk bekerja."Kau harus sarapan dengan benar, aku tidak mau jika pulang bekerja nanti melihatmu kelaparan," ujar Hayden tanpa dibalas apapun oleh Kanaya. Mendengar kata bekerja yang akan dilakukan oleh Hayden benar-benar membuat Kanaya kesal. Tidak bisakah pria itu memilih libur satu hari saja untuk menemaninya? Dasar Hayden menyebalkan!Setelah selesai, pria itu memandang bingung pada Kanaya yang beranjak pergi kembali memasuki kamar. Gadis itu pasti sedang merajuk sekarang. Hayden sangat hafal dengan sikapnya yang gampang merajuk jika memiliki keinginan namun tidak ia turuti."Naya, aku harus bekerja sekarang. Jika aku mengambil libur, otomatis perusahaanku kurang terurus nanti. Kau memangnya mau tidur dengan alas tikar saja? Yakin kuat menahan lapar jika aku tidak mampu membeli makananmu?" tanya Hayden pada Kanaya yang berada di dalam kamar tanpa membukakan sedikit pun celah baginya untuk masuk.Satu menit berlalu, Kanaya masih belum menunjukan batang hidungnya. Namun menit berikutnya gadis itu keluar dengan wajah bad mood yang sangat kentara."Pergi saja, kau bahkan tidak peduli padaku," ucap Kanaya. Spontan Hayden semakin menarik gadis itu agar mendekat padanya. Hayden tersenyum menenangkan guna meyakinkan pada Kanaya jika dirinya akan pulang lebih cepat."Aku tidak akan bohong, Kanaya. Aku akan pulang lebih cepat, percayalah. Kau boleh meminta apapun jika aku pulang nanti," ujar Hayden berharap Kanaya bisa menerima bujuk rayunya. Memang sedikit sulit membujuk gadis keras kepala."Aku tidak akan meminta sesuatu padamu jika pulang nanti. Aku hanya meminta kau sekarang jangan bekerja dan tetap temani aku. Aku yakin perusahaanmu tidak akan hancur jika pemimpinnya mengambil libur di hari kerja walau hanya satu hari. Aku mohon," Kanaya menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada guna memohon pada Hayden agar menuruti keinginannya.Pria itu menggeleng, mencium sekilas dahi Kanaya dan tetap melenggang pergi dengan salah satu tangan menjinjing tas kerja. Bibir Kanaya spontan melengkung ke bawah, gadis itu memandang kepergian Hayden dengan hati sedihnya. Tak ayal ia merasa berbunga karena pria itu mengecup dahinya.Melirik sekilas pada laptop yang sepertinya menganggur, Kanaya kini mulai menemukan ide baik untuk mengisi waktunya agar tidak terlalu terbuang sia-sia. Mungkin dengan menonton film serta ditemani beberapa camilan akan membuat hatinya senang.Dengan secepat kilat Kanaya menyiapkan tempat yang nyaman dengan beberapa bahan guna dirinya bersandar. Juga camilan serta minuman dengan jumlah cukup banyak agar perutnya tidak akan kelaparan.Gadis itu memilih film bergenre horor, entah akan sanggup menontonnya sampai akhir atau tidak, Kanaya sangat merindukan film berbau setan sekarang.20 menit berlalu, film itu belum terlalu menunjukkan sisi horornya. Namun menit selanjutnya Kanaya reflek menutup wajah menggunakan bantal kecil khusus untuk menutup mata jika setan telah bermunculan.Kanaya sudah tidak sanggup, gadis itu masuk ke dalam kamarnya secepat kilat dan mengunci pintunya rapat-rapat. Bayangan tentang horornya film itu membuat Kanaya tidak mau bergerak sedikit pun, ia hanya bisa bersembunyi seaman mungkin dibawah selimutnya.Ketukan pintu kamar terdengar, Kanaya semakin berkeringat dingin dibuatnya. Kanaya merapalkan doa-doa dalam hati agar dirinya tetap aman. Ketukan semakin terdengar dengan jelas, hal itu tentu membuat Kanaya ingin menangis saja rasanya."Kanaya, kau sedang apa?" Kanaya membulatkan matanya ketika mendengar suara yang sangat familiar di telinga. Dengan cepat ia bangkit, turun dari kasur dan berlari guna membuka pintu.Terpampanglah sosok Hayden dengan gagahnya, tanpa sadar Kanaya menubruk tubuh itu dan memeluknya erat-erat."Akhirnya kau datang, aku kira makhluk halus," celetuk Kanaya membuat Hayden heran dibuatnya. Selama belasan tahun tinggal sendiri belum pernah sekalipun ia ketakutan dengan alasan makhluk halus."Menonton film horor?" tanya Hayden, anggukan dari Kanaya membuatnya menarik nafas lelah. "Kau penakut, pilihan yang buruk jika tetap memaksakan diri untuk menonton film horor." Kanaya menatap kesal Hayden, jika bukan karena pria itu dirinya tidak akan mau menonton film horor!"Sudah kubilang, kau sebaiknya tidak usah bekerja dan temani aku saja. Dengan begitu, aku tidak akan menonton film horor karena ada kau sebagai teman. Setuju?" Hayden menggeleng, gadis itu kembali murung dan menatap kesal ada Hayden."Lain kali aku akan menemanimu lebih lama lagi. Untuk sekarang, kau harus bisa mengerti terlebih dahulu. Aku pergi," ujar Hayden setelah memastikan urusannya selesai. Pria itu kembali hanya sebatas mengambil satu map yang tertinggal, dan kembali pergi setelah mendapatkannya.Sepeninggalan Hayden, Kanaya tidak bisa berhenti mengumpat dan menyumpah serapahi pria menyebalkan itu. Kini dirinya bingung harus berbuat seperti apa dan harus melakukan apa. Ingin kembali menonton film rasanya Kanaya tidak sanggup.Tak sengaja matanya menemukan sebuah piano lengkap dengan tempat duduknya. Mata Kanaya berbinar ketika mendapatkan ide baru untuk mengisi waktu luang. Semenjak memasuki sekolah dasar, ia memang sudah sangat menyukai bermain piano. Hal itu membuat kedua orang tuanya membelikan benda itu agar ia bisa puas bermain. Dan sampai sekarang Kanaya masih menyukainya. Bahkan bisa dikatakan jika ia cukup ahli dalam bermain piano.Alunan demi alunan telah Kanaya mainkan. Mulai dari alunan sedih sampai gembira, semuanya telah mengisi waktu luang Kanaya. Sampai pada akhirnya siang hari tiba, asisten datang dan bersiap untuk membuat makan siang. Kini pekerjaan Kanaya beralih menjadi teman asisten itu saja.Ponsel rumah berbunyi, Kanaya bangkit untuk mengangkatnya yang ternyata Haydenlah yang menelpon. "Apa?" tanya Kanaya ketika sambungan itu mulai terhubung. Mengingat Hayden yang tidak menuruti keinginannya pagi tadi membuat Kanaya kembali kesal."Bibi sudah tiba? Jika dia selesai memasak, kau harus cepat makan dan minum obat dengan benar. Aku sedang tidak ada di sana dan tidak bisa mencubitmu jika kau melanggar peraturan," ujar Hayden dari seberang sana membuat Kanaya semakin kesal. Bisa dikatakan jika ia adalah pembenci obat."Aku libur minum obat sekarang. Jika kau ingin aku minum obat dengan benar, pulanglah dan bantu aku. Jika tidak—" Tut. Panggilan itu terputus, beberapa kali Kanaya memanggil Hayden namun tidak ada jawaban dari seberang sana.Gadis itu semakin kesal saja. Demi apapun Hayden sangat-sangat menyebalkan, pria itu belum tahu cubitan mematikan darinya.Ketika sedang asik menggerutu dan menyumpahi Hayden, pintu apartemen terbuka dan menampilkan seseorang yang sedari tadi membuat Kanaya kesal. Pria itu terlihat sibuk mengambil kotak obat, sepiring nasi serta lauknya dan tak lupa segelas air minum."Kau harus makan dan minum obat," Kanaya terperangah mendengarnya. Hayden terburu-buru karena ingin dirinya meminum obat? Oh God ..."Mm ... sebaiknya kau kembali bekerja saja, obat ini bisa aku minum sendiri. Kau tidak perlu membantunya," ujar Kanaya dengan senyum meyakinkan. Pria itu menggeleng dan tetap kekeuh membantu Kanaya makan serta minum obat.Setelah selesai, Hayden tak lupa untuk makan siang sebelum kembali bekerja. Dan sayangnya, Kanaya kembali merajuk tidak ingin ditinggal pergi."Aku tidak akan lama lagi, kau bisa menunggunya seperti tadi dan makan sepuasnya untuk menungguku pulang. Aku pergi," ujar Hayden sambil mengacak pelan rambut gadis yang sedang merajuk.***Aduh, gimana ga gemas kalau yang merajuk Kanaya?Sore hari pun tiba, Kanaya membersihkan dirinya secepat mungkin untuk menunggu kedatangan Hayden. Pria itu sudah berjanji padanya akan pulang cepat. Dan sesuai perjanjian, Hayden tiba sebelum jam pulang kantor pada umumnya tiba. Pria itu tak lupa membawa beberapa buah tangan untuk Kanaya."Sepatu?!" pekik Kanaya penuh senang ketika membuka paper bag yang dibawakan oleh Hayden untuknya. Sepatu bermerk itu terlihat sangat cantik digunakan oleh Kanaya. Kaki jenjangnya sangat mendukung!"Tidak berterimakasih?" tanya Hayden membuat kanaya yang sedang asik mencoba-coba sepatu menepuk dahinya pelan. "Astaga, aku lupa. Terimakasih sebelumnya, aku sangat suka! Kau seharusnya seperti ini setiap hari, aku akan ikhlas membiarkan kau pergi bekerja," ujar Kanaya membuat Hayden yang mendengarnya menggeleng pelan. Tanpa bekerja pun apa yang Kanaya inginkan akan Hayden cukupi, hanya saja, Hayden tidak bisa jika meninggalkan perusahaannya begitu saja. Perusahaan itu telah ia bangun dengan susah payah."
Satu Minggu berlalu, Kanaya benar-benar kesal pada Hayden lantaran pria itu sangat sibuk. Memang Hayden selalu pulang dengan waktu yang teratur, namun, malam harinya pria itu akan kembali bekerja dan tidak menemaninya."Kau ini terus meninggalkanku, apakah ini caramu mengurus seorang gadis sakit?" tanya Kanaya dengan tatapan mata tertuju pada figura besar Hayden yang tertempel di dinding. Ingin rasanya Kanaya merusak figura itu untuk menyalurkan rasa kesalnya pada Hayden.Gadis itu kembali masuk kamar, memainkan ponsel yang dibelikan oleh Hayden 3 hari yang lalu. Dengan begitu ia tidak perlu menggunakan telepon rumah untuk menghubungi Hayden.Beberapa menit lagi jam makan siang Hayden tiba, Kanaya sudah siap dengan ponsel genggamnya untuk menghubungi pria itu. Ketika waktunya tiba, dengan cepat Kanaya menelpon Hayden sampai sambungan itu benar-benar tersambung."Hi, Hayden tampanku. Kau sudah bersiap hendak makan siang bukan?" tanya Kanaya, terdengar suara grasak-grusuk dari seberang s
Esok harinya, Kanaya kembali masuk ke dalam kamar Hayden untuk mengecek tubuh pria itu. Malam tadi suhunya tinggi dan bersyukur jika pagi ini sudah kembali normal."Cepatlah bersiap-siap, hari ini kau ada jadwal dengan dokter Han," ujar Hayden membuat Kanaya memutar bola mata malas. Dokter itu sangat banyak bicara, dan tentunya Kanaya tidak suka. "Bisakah kita tidak pergi untuk hari ini? Kau sedang sakit," ujar Kanaya yang tentunya dibantah oleh Hayden karena pria itu sendiri merasakan jika tubuhnya sudah terasa lebih baik."Jangan banyak alasan lagi, cepat siap-siap dan sarapan bersama. Kita tidak boleh telat jika tidak mau mengantri lama," ujar Hayden yang masih kekeuh tidak bisa menerima keinginan Kanaya. Gadis itu mengangguk lesu, kembali pada kamarnya untuk bersiap-siap dan menikmati sarapannya bersama Hayden tentu dengan hati yang sedih.Dirinya tidak mau bertemu dokter itu. Dokter sangat menyebalkan baginya."Aku seharusnya sedang mengurusmu—""Kau tetap harus menjalani terapi,
Pulang dari luar, wajah Kanaya masih terlihat sangat masam karena Hayden belum memberinya izin untuk memelihara kucing. Entah harus dengan cara apa Kanaya membujuk pria itu agar bisa memberinya izin memelihara hewan lucu itu.Kanaya membantingkan tubuhnya pada kasur empuk, sedangkan Hayden sendiri sedang bersiap-siap untuk mengerjakan sesuatu di laptopnya. Pria itu tampak sibuk, namun kedatangan Kanaya berhasil membuat niat yang sudah disusun dengan rapi olehnya hilang begitu saja."Aku mempunyai kabar yang sangat penting!" ujar Kanaya secara tiba-tiba membuat Hayden hampir saja terserang penyakit jantung. Pria itu menaikkan sebelah alisnya agar Kanaya cepat memberi tahu kabar penting itu. "Aku tahu nama asliku. Apa kau ingin mendengarnya?" tanya Kanaya, dengan cepat Hayden mengangguk, menanti nama itu disebutkan dengan hati yang sudah tidak sabar."Celine. Lebih tepatnya Celine Nathalie," jawab Kanaya. Hayden terdiam sejenak, nama itu terdengar sangat indah dibanding nama yang ia beri
Tak terasa, kini rumah yang Hayden bangun telah berdiri kokoh dengan sempurna. Segala perlengkapan telah mengisi rumah itu dengan penataan sedemikian rupa sampai Kanaya tidak merasa bosan sedikit pun.Satu hari setelah acara pindah, Kanaya disibukkan oleh bagaimana cara memberi kejutan pada Hayden karena pria itu akan berulang tahun Minggu depan. Kanaya mencari hadiah paling cocok untuk seorang pria dan ingin memastikan jika pria itu akan memakai setiap hari benda yang dihadiahkan olehnya. Dan pilihan Kanaya terjatuh pada kalung. Membayangkan betapa tampannya Hayden memakai kalung yang menggantung sempurna di leher indahnya.Selagi Hayden bekerja, Kanaya meminta pada supir pribadinya agar pergi bersama. Gadis itu mulai mendatangi gedung tempat pemesanan aksesoris berada. Ia memesan dua buah kalung sekaligus karena ia pun mau. Pesanan pertama adalah berupa kalung dengan bandul berbentuk tabung memanjang yang terukir nama HM.Lucano, dan pesanan kedua hanya berbeda pada ukiran namanya saj
Sesuai dengan yang Hayden janjikan beberapa hari yang lalu, pria itu sudah mempersiapkan diri untuk mengajak Kanaya menikmati matahari sore di atas roof top gedung perusahaannya. Gadis itu tampak bersemangat, Hayden yang sedikit lelah sehabis pulang bekerja pun kembali bersemangat karena melihat Kanaya yang bersemangat pula."Kau tidak akan mendorongku dari ketinggian bukan?" tanya Kanaya yang kini tengah berada di dalam mobil yang sama dengan Hayden. "Kau gila?" tanya Hayden membuat tawa Kanaya pecah. Gadis itu sangat suka melihat raut wajah Hayden yang panik, khawatir ataupun takut. Pria itu memiliki sisi menggemaskan juga menurutnya. Entah menurut orang lain."Mendorongmu saja aku tidak pernah," ujar Hayden dengan raut wajah kesalnya. Kanaya terkikik geli dan meminta maaf pada pria itu karena telah mengatakan hal yang tidak-tidak.Sesampainya di kantor, suasana di sana lumayan sepi dengan beberapa karyawan kantor yang memilih lembur. Hayden segera membawa Kanaya ke atas sana, tak lu
Genap satu minggu Hayden dibuat kesal oleh Kanaya karena gadis itu seperti benar-benar melupakan hari ulang tahunnya. Padahal, ia berharap di hari ulang tahunnya yang ke 28 nanti Kanaya memberikan kejutan untuknya. Dan saat ini, gadis itu tengah bersiap bersama Hayden untuk pergi menuju bandara sebelum melakukan penerbangan menggunakan pesawat jet pribadi milik Hayden, sesuai dengan janji pria itu satu minggu yang lalu."Ayolah, tolong jalan sedikit lebih cepat, nanti kita terlambat dan gagal terbang," ujar Kanaya sedikit menggerutu pada Hayden yang berjalan lesu.Melihat keantusiasan gadis itu ternyata berhasil membuat rasa kesal dan sedih di hati Hayden sedikit berkurang. Pria itu pun kini berjalan lebih cepat dari sebelumnya untuk menyusul Kanaya yang sudah duduk tak sabar di dalam mobil."Tidak bisa terbang hari ini pun tidak masalah, masih bisa hari esok dan seterusnya," balas Hayden enteng. Gadis itu sontak mendelik tajam pada pria yang ada di sampingnya.Sopir segera melanjuka
"Kenapa? Kau sepertinya sangat terkejut setelah mendengar siapa nama orang tuaku," ujar Hayden dengan tatapan penasaran. Pasalnya, Kanaya terlihat sangat terkejut dengan nama kedua orang tuanya."2 bulan sebelum orang tuaku meninggal, mereka bercerita padaku jika mereka memiliki teman baik semasa berada di panti. Mereka berencana akan mengajakku mengunjungi makan kedua teman dekatnya yang bernama ... Melly dan John," jelas Kanaya membuat tubuh Hayden menegang."Apa nama panti kedua orang tuamu?" tanya Hayden memastikan jika tebakannya tidaklah salah."Yayasan Permata Indah."DegKali ini jantung Hayden yang terasa lebih cepat berdetak, ia bahkan sampai memegangi dadanya yang bergemuruh membuat Kanaya reflek mengangkat tangan dan ikut merasakan betapa riuhnya detak jantung Hayden."Jadi ... selama ini kau yang kucari," ujar Hayden dengan suara lirih."Maksudmu?""Dulu sebelum meninggal, mereka mengatakan padaku jika mereka memiliki teman dekat yang sudah menjadi pasangan suami istri. Me
Kini, kehidupan Kanaya dan Hayden berjalan dengan begitu indah. Mereka menikmati waktu demi waktu sambil membesarkan Reynald yang terus tumbuh. Mereka rasa, kemarin agaknya Reynald masih bayi dan membutuhkan ASI. Saat ini, anak itu sudah memasuki sekolah dasar seraya terus berdoa pada Tuhan agar memberinya adik.Pulang sekolah, Reynald di jemput oleh Kanaya beserta sopir pribadi ibunya. Hayden belum pulang, pria itu semakin sibuk karena perusahaannya semakin berkembang pesat."Rey, Ibu punya sesuatu untuk Rey. Apakah Rey tahu apa itu?" tanya Kanaya pada sang anak yang duduk di sampingnya. Rey menoleh di sela-sela kesibukannya yang sedang membuka sepatu."Apa itu, Ibu? Apa ada mainan baru?" tebak Reynald dengan wajah yang begitu sumringah. Biasanya, seminggu atau dua minggu sekali Kanaya ataupun Hayden selalu membelikan mainan baru untuk Reynald.Kanaya menggeleng, wanita itu semakin membuat Reynald bertanya-tanya."Ibu ... Reynald tidak tahu. Bisakah beritahu Rey sekarang saja?" pinta
Pergulatan panas mereka selesai bertepatan dengan Reynald yang terbangun. Memang anak itu sesekali bangun untuk memberitahukan pada ayah dan ibunya jika ia lapar. Belum lagi popok yang digunakan sudah penuh meminta diganti.Untuk saat ini Kanaya memasrahkan Reynald pada Hayden sepenuhnya, wanita itu sudah tak sanggup membuka mata apalagi bangun dari tempat tidurnya. Alhasil, Hayden-lah yang menenangkan Reynald serta mengganti popok anaknya. Beruntung Kanaya selalu menyediakan ASI di dalam botol dan hanya perlu dipanaskan sebentar. "Cup cup cup, cepat tidur kembali ya anak Ayah. Ayah lelah sekali, Sayang. Lihat ibumu, ada gempa pun sepertinya dia tidak akan bangun," ujar Hayden pada sang anak. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, Hayden terus menimang dan menyenandungkan nada lagu kecil agar mempercepat kantuk sang anak datang. Reynald yang sangat nyaman dipeluk ayahnya pun perlahan-lahan kembali tertidur. Bayi itu juga tampaknya tahu jika sang ayah sangat mengantuk.Hayden terse
Saat ini, Hayden maupun Kanaya masih dalam masa pemulihan. Mungkin sekitar dua hari lagi mereka berdua bisa dipulangkan.Saat ini, Hayden tengah diperiksa untuk kesekian kalinya. Pria itu sebenarnya sudah muak berhadapan dengan dokter, namun apa boleh buat? Ia hanya bisa pasrah dan menerima semuanya.Kanaya sendiri saat ini tengah menimang Reynald setelah bayi itu diberi susu. Mata Reynald yang sesekali terbuka membuat Kanaya sangat gemas dan ingin menggigit anaknya sendiri. Beruntung Kanaya masih waras dan tidak melakukan hal itu pada buah hatinya."Dokter, apakah ayah sudah sembuh?" tanya Kanaya menirukan suara anak-anak seolah Reynald-lah yang bertanya. Dokter maupun Hayden yang sedang diperiksa sontak terkekeh geli mendengar suara Kanaya. "Ayahmu sudah sehat, anak tampan. Hanya saja, masih butuh perawatan selama beberapa hari sebelum diizinkan pulang. Reynald pasti bosan ya di rumah sakit?" tanya dokter pada bayi itu. Yang menjawab tentu bukan Reynald, melainkan ibunya."Sangat
Beberapa hari kemudian, tanpa diduga dan disangka Kanaya mengalami kontraksi hebat ketika sedang menjenguk Hayden yang belum sadarkan diri. Dokter memperkirakan beberapa jam lagi Hayden akan membuka matanya setelah melihat kondisi pria itu yang semakin membaik. Namun, Kanaya tak sempat melihat sang suami membuka mata karena rasa sakit yang dialaminya. Padahal, hari perkiraan lahir masih tersisa satu minggu, namun Tuhan berkehendak lain.Alhasil, Kanaya segera dimasukkan ke dalam ruang bersalin dan langsung ditangani oleh dokter yang biasa memantaunya. Proses melahirkan secara normal Kanaya tempuh sendirian tanpa dukungan sang suami. Wanita itu sempat merasa sedih, namun setelah mendengar kata-kata penyemangat dari dokter, Kanaya menjadi lebih semangat lagi untuk melahirkan anaknya.'Semoga setelah anak kita lahir, kau secepatnya membuka mata, Suamiku.' Kanaya terus berdoa di dalam hati untuk suaminya, rasa sakit yang begitu dahsyat tak bisa dielakkan selain dihadapi."Nyonya, tolong m
Hayden ditangani sebaik mungkin oleh dokter yang ada di rumah sakit. Pria itu mengalami kecelakaan cukup parah sewaktu mencari kedai bakso yang istrinya inginkan. Sungguh, kejadian itu terasa begitu cepat seolah hanya kilatan cahaya. Kanaya sendiri masih tak sadarkan diri setelah ditangani oleh dokter, wanita itu benar-benar tidak terima dengan kabar yang didengarnya. Para orang kepercayaan Hayden yang selalu menjaga keluarga itu pun segera berdatangan dan mengambil alih kendali semuanya. Beberapa saat kemudian, Kanaya telah sadar dari pingsan dan langsung mencari suaminya. Tepat saat itu pula Hayden sudah dipindahkan ke ruangan yang lebih intensif lagi agar cepat pulih. Kanaya segera dibantu oleh suster serta orang kepercayaannya untuk melihat Hayden. Air mata wanita itu tak henti bercucuran melihat kondisi sang suami yang begitu memprihatinkan. Kanaya menyesal meminta pria itu keluar untuk mengabulkan keinginannya."Aku mohon ... bangun, Sayang. Maafkan aku, maafkan aku," racau K
Perut Kanaya tampak semakin membesar seiring berjalannya waktu. Saat ini usia kandungan wanita sudah menginjak bulan ke sembilan, mereka semakin dibuat tak sabar menanti kelahiran sang buah hati. Segala persiapan untuk kelahiran sang anak sudah Hayden dan Kanaya siapkan sebaik mungkin. Meskipun saat anak mereka lahir tidak langsung di tempatkan pada kamar terpisah, namun kamar bayi itu sendiri sudah siap pakai dengan segala fasilitas yang lengkap di dalamnya. Kanaya sebenarnya tidak meminta Hayden untuk menyiapkan kamar anak secepat itu. Namun, Hayden sendiri yang sudah tidak sabar ingin mendekor kamar sang anak. "Kau sangat yakin mendekor kamar dengan warna biru seolah anak kita laki-laki," celetuk Kanaya pada sang suami yang baru selesai menata ulang letak kamar tidur sang anak bersama orang-orang suruhannya."Tentu saja warna biru karena aku yakin anak kita akan laki-laki. Meskipun perempuan, warna biru juga tidak terlalu buruk. Kita bisa mengganti dekorasi kapan saja," balas Ha
Pesawat pribadi milik Hayden dan Kanaya kembali mengudara untuk mengantarkan pemiliknya ke tanah air. Tak banyak yang mereka lakukan selama berada di pesawat selain makan dan tidur. Kadang juga pergi ke kamar mandi sesekali. "Huh, nyawaku seperti masih tertinggal di Bora Bora," gumam Kanaya lesu. Wanita itu tengah bermalas-malasan di dalam kamar bersama suaminya. Mereka sempat menonton film, namun tidak sampai selesai karena Kanaya mendadak tidak suka dengan aktornya. Alhasil, Hayden segera mematikan televisi. "Setelah anak kita bisa diajak bepergian, kita akan kembali berlibur ke tempat yang kau inginkan itu," ujar Hayden agar Kanaya tidak terlalu sedih memikirkan Bora Bora. Wanita hamil satu ini sangat sensitif dan cengeng."Itu masih lama," cicit Kanaya sambil menenggelamkan wajahnya di tumpukan selimut yang tampak kusut.Hayden menghela napas cukup panjang untuk mencari stok kesabaran. Setelah mendapatkannya, Hayden kembali mendekati wanita itu dan menghiburnya. "Apakah ingin
Setelah aktivitas meninggalkan jejak telah terlaksana dengan baik, keduanya kini tengah menikmati waktu romantis di emperan resort yang langsung menghadap ke arah matahari tenggelam.Kanaya duduk di antara dua kaki Hayden dan tubuh bersandar nyaman pada dada kokoh suaminya. Kedua tangan Hayden pun tak bisa diam dan terus mengusap permukaan perut sang istri. Perut buncit ini selalu menjadi favorit tempat kedua tangannya."Ah iya, aku ingin meminta bantuan pada pengawalmu untuk memotret kita di sini," ujar Kanaya seraya menengadah untuk bisa menatap suaminya.Pria itu tersenyum kecil, tak tahan untuk tidak mengecup dahi Kanaya ketika melihat tatapan penuh binar di kedua mata istrinya itu."Mereka sudah melakukannya, Sayang." Hayden menunjuk salah satu anak buahnya yang sedang memegang kamera beresolusi tinggi untuk bisa menghasilkan gambar terbaik. Kanaya cukup terkejut sebenarnya karena menyadari ada seseorang yang memotretnya sedari tadi."Sejak kapan dia ada di sini?""Sejak kita men
Demi istri tercinta, apapun akan Hayden lakukan bahkan menggali batu sekalipun. Kurang lebih satu jam Hayden meminta pada salah satu warga lokal dan seorang nelayan untuk membantunya menangkap cumi-cumi. Kanaya menunggu dengan hati berbunga di tepi pantai sambil sesekali melihat ke arah tengah laut di mana Hayden sedang menangkap cumi-cumi.Pria itu berhasil membawa 5 buah cumi-cumi berukuran sedang, Hayden segera menunjukkan pada sang istri penuh percaya diri.Kanaya sontak berjingkrak-jingkrak bahagia mendapatkan apa yang dirinya mau. Wanita itu bahkan sampai memfoto cumi-cumi lucu hasil kerja keras Hayden."Terima kasih, Suamiku! Terima kasih, Paman!" ujar Kanaya pada seorang nelayan yang telah membantu Hayden.Kanaya juga memberikan beberapa lembar uang untuk nelayan tadi, meskipun pada akhirnya ditolak karena paman nelayan membantu dengan tulus tanpa mengharap imbalan apapun. Terlebih lagi ketika mengetahui Kanaya tengah hamil besar, nelayan itu dengan senang hati membantu mengab