Saat ini, Hayden maupun Kanaya masih dalam masa pemulihan. Mungkin sekitar dua hari lagi mereka berdua bisa dipulangkan.Saat ini, Hayden tengah diperiksa untuk kesekian kalinya. Pria itu sebenarnya sudah muak berhadapan dengan dokter, namun apa boleh buat? Ia hanya bisa pasrah dan menerima semuanya.Kanaya sendiri saat ini tengah menimang Reynald setelah bayi itu diberi susu. Mata Reynald yang sesekali terbuka membuat Kanaya sangat gemas dan ingin menggigit anaknya sendiri. Beruntung Kanaya masih waras dan tidak melakukan hal itu pada buah hatinya."Dokter, apakah ayah sudah sembuh?" tanya Kanaya menirukan suara anak-anak seolah Reynald-lah yang bertanya. Dokter maupun Hayden yang sedang diperiksa sontak terkekeh geli mendengar suara Kanaya. "Ayahmu sudah sehat, anak tampan. Hanya saja, masih butuh perawatan selama beberapa hari sebelum diizinkan pulang. Reynald pasti bosan ya di rumah sakit?" tanya dokter pada bayi itu. Yang menjawab tentu bukan Reynald, melainkan ibunya."Sangat
Pergulatan panas mereka selesai bertepatan dengan Reynald yang terbangun. Memang anak itu sesekali bangun untuk memberitahukan pada ayah dan ibunya jika ia lapar. Belum lagi popok yang digunakan sudah penuh meminta diganti.Untuk saat ini Kanaya memasrahkan Reynald pada Hayden sepenuhnya, wanita itu sudah tak sanggup membuka mata apalagi bangun dari tempat tidurnya. Alhasil, Hayden-lah yang menenangkan Reynald serta mengganti popok anaknya. Beruntung Kanaya selalu menyediakan ASI di dalam botol dan hanya perlu dipanaskan sebentar. "Cup cup cup, cepat tidur kembali ya anak Ayah. Ayah lelah sekali, Sayang. Lihat ibumu, ada gempa pun sepertinya dia tidak akan bangun," ujar Hayden pada sang anak. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, Hayden terus menimang dan menyenandungkan nada lagu kecil agar mempercepat kantuk sang anak datang. Reynald yang sangat nyaman dipeluk ayahnya pun perlahan-lahan kembali tertidur. Bayi itu juga tampaknya tahu jika sang ayah sangat mengantuk.Hayden terse
Kini, kehidupan Kanaya dan Hayden berjalan dengan begitu indah. Mereka menikmati waktu demi waktu sambil membesarkan Reynald yang terus tumbuh. Mereka rasa, kemarin agaknya Reynald masih bayi dan membutuhkan ASI. Saat ini, anak itu sudah memasuki sekolah dasar seraya terus berdoa pada Tuhan agar memberinya adik.Pulang sekolah, Reynald di jemput oleh Kanaya beserta sopir pribadi ibunya. Hayden belum pulang, pria itu semakin sibuk karena perusahaannya semakin berkembang pesat."Rey, Ibu punya sesuatu untuk Rey. Apakah Rey tahu apa itu?" tanya Kanaya pada sang anak yang duduk di sampingnya. Rey menoleh di sela-sela kesibukannya yang sedang membuka sepatu."Apa itu, Ibu? Apa ada mainan baru?" tebak Reynald dengan wajah yang begitu sumringah. Biasanya, seminggu atau dua minggu sekali Kanaya ataupun Hayden selalu membelikan mainan baru untuk Reynald.Kanaya menggeleng, wanita itu semakin membuat Reynald bertanya-tanya."Ibu ... Reynald tidak tahu. Bisakah beritahu Rey sekarang saja?" pinta
Kembali membaca proposal, dan setelah itu ditutup kembali lantaran waktu sudah habis. Hayden segera menandatangani proposal itu dan memberikannya pada sekretaris. Matanya yang lelah mulai melirik pada jam yang berada di pergelangan tangan, ternyata sudah waktunya jam pulang. Hayden segera bangkit dan tak lupa untuk memasukkan beberapa benda pada tas kerjanya untuk dibawa pulang ke apartemen mewah miliknya, berguling-guling di kasur empuk mungkin sangat menyenangkan.Sampai di pertengahan perjalanan, Hayden terjebak macet yang diinformasikan cukup panjang. Pria itu berpikir keras untuk bisa cepat pulang, dan pilihannya terjatuh pada jalan lain yang bisa dikatakan jarang dilewati oleh orang.Jalan itu memang sedikit jauh, namun akan memakan waktu lebih lama jika dirinya hanya mengikuti kemacetan saja. Jalanan yang cukup sepi berhasil membuat Hayden sedikit lebih tenang tanpa takut ada orang lain yang menghadang dan merampas harta bendanya. Toh jalanan ini aman, hanya tidak banyak orang
Dua hari setelah Kanaya dirawat, kini gadis itu mulai tinggal bersama dengan Hayden pada apartemen mewah pria itu. Hayden pun telah mengatur jadwal sebaik mungkin untuk perawatan Kanaya. Semua rencana sudah tersusun dengan rapi dan hanya mengerjakannya saja."Kau suka?" tanya Hayden pada Kanaya yang kini tengah melihat kondisi ruangan yang akan digunakan sebagai kamar. Warna dari ruangan itu lebih dominan warna putih daripada warna salem. Semua terlihat rapi serta nyaman. "Sangat suka," jawab Kanaya yang kini tengah menikmati empuknya kasur yang akan digunakan untuk tempat istirahatnya.Di ruangan itu pun Hayden tidak menaruh benda tajam atau benda-benda yang bisa melukai Kanaya, semua telah disulap sedemikian rupa agar Kanaya nyaman dan aman. Dan tentunya dengan bantuan Brian, pria itu memang sangat ahli mendesain dan menata letak benda-benda yang ada di dalam ruangan."Istirahatlah, aku ada urusan sebentar. Jangan lupa berdoa," titah Hayden yang segera diangguki oleh Kanaya. Gadis i
Keesokan harinya, Hayden masih belum terbangun dengan tubuh yang masih tertutup selimut tebal. Hari libur memang menjadi hari yang sangat menyenangkan baginya, karena satu hari itu ia bisa bermalas-malasan dengan puas.Sedangkan Kanaya yang lebih dulu terbangun atau bisa dikatakan sudah terbangun sejak satu jam yang lalu tengah bingung sekarang. Setelah mandi tadi Kanaya mulai bingung hendak melakukan apa, gadis itu hanya diam di kamar karena takutnya jika keluar akan mengacau. "Huh, apakah dia sedang mencoba menjadi kerbau?" tanya Kanaya pada dirinya sendiri ketika belum mendengar sesuatu yang disebabkan oleh Hayden. Yang pastinya pria itu masih tertidur pulas sekarang. Tiba-tiba saja Kanaya menyengir kuda ketika mengingat malam tadi Hayden terus menemani dirinya yang tidak bisa tertidur, sedangkan pria itu sampai meminum kopi 2 kali agar bisa menahan kantuk dan menemani Kanaya dengan tenang.Betapa baiknya pria itu meskipun ia sendiri merasa dirinya menyebalkan."Kau harus sabar, j
Malam telah berlalu, dan hari selanjutnya pun tiba. Hayden terlihat sangat sibuk memakai pakaian bekerjanya dengan benar dan rapi. Setelah selesai, barulah Hayden keluar dan memasuki kamar Kanaya untuk mengajak perempuan itu sarapan bersama.Kanaya yang memang sedang sibuk memakai beberapa perawatan wajah sedikit terkejut ketika Hayden datang tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Penampilan pria itu benar-benar rapi, dasi serta jas yang terpakai dengan sempurna membuat kapasitas ketampanan seorang Hayden semakin tinggi."Kau akan pergi bekerja?" tanya Kanaya dengan aktivitasnya yang terhenti sebentar. Pria itu mengangguk, dan itu artinya kini ia akan sendiri tanpa ada yang menemani. Hayden yang menyadari jika raut wajah Kanaya berubah pun bertanya, "ada masalah jika aku bekerja?" Kanaya menggeleng namun dengan raut wajah yang masih kentara jika gadis itu sedang sedih."Bisakah kau temani aku saja dan jangan bekerja? Aku bosan jika sendiri," ujar Kanaya membuat Hayden bingung sekara
Sore hari pun tiba, Kanaya membersihkan dirinya secepat mungkin untuk menunggu kedatangan Hayden. Pria itu sudah berjanji padanya akan pulang cepat. Dan sesuai perjanjian, Hayden tiba sebelum jam pulang kantor pada umumnya tiba. Pria itu tak lupa membawa beberapa buah tangan untuk Kanaya."Sepatu?!" pekik Kanaya penuh senang ketika membuka paper bag yang dibawakan oleh Hayden untuknya. Sepatu bermerk itu terlihat sangat cantik digunakan oleh Kanaya. Kaki jenjangnya sangat mendukung!"Tidak berterimakasih?" tanya Hayden membuat kanaya yang sedang asik mencoba-coba sepatu menepuk dahinya pelan. "Astaga, aku lupa. Terimakasih sebelumnya, aku sangat suka! Kau seharusnya seperti ini setiap hari, aku akan ikhlas membiarkan kau pergi bekerja," ujar Kanaya membuat Hayden yang mendengarnya menggeleng pelan. Tanpa bekerja pun apa yang Kanaya inginkan akan Hayden cukupi, hanya saja, Hayden tidak bisa jika meninggalkan perusahaannya begitu saja. Perusahaan itu telah ia bangun dengan susah payah."