Esok harinya, Kanaya kembali masuk ke dalam kamar Hayden untuk mengecek tubuh pria itu. Malam tadi suhunya tinggi dan bersyukur jika pagi ini sudah kembali normal.
"Cepatlah bersiap-siap, hari ini kau ada jadwal dengan dokter Han," ujar Hayden membuat Kanaya memutar bola mata malas. Dokter itu sangat banyak bicara, dan tentunya Kanaya tidak suka."Bisakah kita tidak pergi untuk hari ini? Kau sedang sakit," ujar Kanaya yang tentunya dibantah oleh Hayden karena pria itu sendiri merasakan jika tubuhnya sudah terasa lebih baik."Jangan banyak alasan lagi, cepat siap-siap dan sarapan bersama. Kita tidak boleh telat jika tidak mau mengantri lama," ujar Hayden yang masih kekeuh tidak bisa menerima keinginan Kanaya. Gadis itu mengangguk lesu, kembali pada kamarnya untuk bersiap-siap dan menikmati sarapannya bersama Hayden tentu dengan hati yang sedih.Dirinya tidak mau bertemu dokter itu. Dokter sangat menyebalkan baginya."Aku seharusnya sedang mengurusmu—""Kau tetap harus menjalani terapi," ujar Hayden. Kanaya membuang nafas pasrah, toh perintah Hayden tidak bisa dibantah. Pria itu bisa saja mengangkat tubuhnya dan dimasukkan ke dalam mobil demi bisa bertemu dengan dokter itu.Selesai sarapan, Hayden segera membawa Kanaya keluar dari apartemen dan mengemudikan mobilnya. Pria itu tampak tenang dengan kedua tangan yang memegang setir untuk mengendalikan mobil.Sampai di tempat yang dituju, Hayden kembali membujuk gadis itu agar keluar dan turun bersamanya guna menemui dokter yang mungkin saja sudah menunggu sedari tadi.Dokter itu sangat ramah, menyambut kedatangan Kanaya dengan Hayden secara tenang dan nyaman. Selanjutnya Hayden hanya bisa memerhatikan dokter yang sedang memeriksa keadaan Kanaya. Bisa Hayden lihat jika perkembangan Kanaya cukup pesat. Bahkan gadis itu sudah bisa mengontrol emosi ketika dokter mengetesnya."Wah, saya benar-benar bangga padamu, Kanaya. Dan kau, Hayden, kau benar-benar merawatnya dengan baik. Lihatlah ini, semua berkembang sesuai keinginan," ujar dokter Han sambil menunjukkan selembar kertas yang berisi perkembangan.Hayden tersenyum tipis untuk mengungkapkan isi hatinya yang tengah merasa senang sekarang. Kanaya sangat pandai, gadis itu bisa bangkit dalam kurun waktu kurang dari satu bulan. Setidaknya, pancingan Hayden untuk berdebat bisa membuat gadis itu sedikit demi sedikit bisa melupakan kejadian yang menyedihkan. Dan sebentar lagi, ia akan mengulik siapa Kanaya sebenarnya."Oh ya, sering-seringlah ajak Kanaya berjalan-jalan keluar dari apartemen. Meskipun saya yakin jika apartemenmu mewah serta tidak kekurangan fasilitas, tapi Kanaya perlu menghirup udara luar agar pikirannya lebih fresh," saran dokter Han yang segera disetujui oleh Kanaya.Hayden merenung sebentar, mungkin sehabis membawa Kanaya mengecek keadaan ia akan membawanya untuk berkeliling sebentar.20 menit berlalu setelah pengecekan dan obrolan-obrolan kecil menyangkut kesehatan Kanaya, kini gadis itu sudah diperizinkan untuk pulang yang tentunya bersama Hayden.Pria itu berhasil membuat Kanaya heran lantaran jalan yang dilewati saat ini tidak sama seperti sebelumnya. "Hey, kau salah jalan. Jalan apartemen bukan ini!" ujar Kanaya yang kini berubah panik karena dirinya sama sekali belum pernah melewati jalan yang sekarang tengah dilewati."Kau tenang saja, ada tempat bagus yang aku yakini kau akan menyukainya," ucap Hayden menenangkan. Gadis itu mencoba tenang dan tetap diam, menikmati perjalanan dengan jalan yang sedikit lebih sepi dari biasanya.Semakin jauh justru pemandangan yang terlihat semakin indah, bahkan Kanaya melewati jembatan yang dibawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih. Ingin rasanya Kanaya meminta Hayden untuk berhenti sebentar demi mengizinkan dirinya bermain air di sungai yang tidak terlalu besar itu.Ketika sedang sibuk memikirkan sungai, Kanaya serta Hayden tiba pada taman yang cukup luas dengan objek lain berupa danau yang indah.Kanaya yang sudah tidak sabar pun keluar dari mobil secepat mungkin dan berlari mendekati danau. Hayden panik, pria itu segera menyusul Kanaya karena takut jika gadis itu akan tercebur ke dalam danau."Kau harus meminta izin padaku jika hendak melakukan sesuatu atau hendak pergi ke manapun itu!" ujar Hayden terdengar seperti aturan baru. Gadis itu mengangguk patuh dan kembali memainkan air danau menggunakan jari jemari lentiknya. Benar-benar terasa menyenangkan dan nyaman.Hayden tidak bisa mengalihkan atensinya dari Kanaya, melihat raut senang pada wajah cantik itu benar-benar terlihat seperti bidadari yang baru saja dibebaskan."Bolehkah aku turun ke danau?" pinta Kanaya dengan tatapan pupy-eyesnya. Hayden menimang, membawa Kanaya untuk berkeliling membuat gadis itu merasa sedih karena Hayden terlihat tidak memberi izin."Turunlah, di sini lebih dangkal. Kau bisa melepas sepatu serta menggulung sedikit celanamu agar tidak terkena air," ujar Hayden yang berhasil mengembalikan wajah bahagia Kanaya.Tanpa menunggu waktu lama lagi Kanaya segera melepas sepatunya, menggulung sedikit lebih tinggi celana jeans yang sedang dikenakan agar tidak terkena air. Gadis itu menaruh sepatunya pada pinggir danau dengan kedua kaki yang kini tengah asik bermain air.Sedangkan Hayden sendiri sibukkan oleh katak-katak lucu yang hendak menggangu Kanaya, gadis itu akan mengamuk dan meminta pulang jika ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Salah satu dari itu adalah hewan-hewan yang ditakuti oleh Kanaya seperti katak dan ulat.Tak sengaja mata indah Kanaya melirik sebuah bunga teratai yang tengah mekar dengan indahnya."Cantik sekali," monolog Kanaya dengan salah satu tangan yang mengusap kelopak bunga itu penuh sayang.Hayden yang mendengarnya melirik Kanaya, pria itu mengerutkan dahi heran ketika melihat Kanaya sedang membungkuk dan menatap sesuatu. Hayden berjalan mendekati Kanaya, pria itu mengangguk kecil ketika Kanaya terus mengusap kelopak bunga teratai."Kau suka?" tanya Hayden. Kanaya mengangguk, gadis itu mulai memberi kode lewat tatapan serta kedipan matanya."Kita tidak mempunyai kolam, Kanaya. Apa kau hendak menanamnya di dalam bathtubmu itu?" tanya Hayden, gadis itu menggeleng lemah dan terlihat sangat menyedihkan. Kanaya merasa sudah tidak memiliki harapan untuk bisa memelihara tanaman teratai di tempat tinggalnya."Kau seharusnya menjual apartemen itu dan membeli rumah yang memiliki kolam. Aku benar-benar ingin berenang bersama teratai-teratai cantikku!" Hayden diam. Ucapan Kanaya ada benarnya juga, sudah saatnya ia mencari tempat tinggal baru yang lebih luas serta lebih lengkap lagi."Kau benar, lain kali aku akan memikirkan untuk membeli rumah dan membuatkan kolam khusus untuk teratai-terataimu itu," ujar Hayden yang berhasil membuat pelukan lembut Kanaya berikan. Gadis itu bertepuk tangan heboh dan kembali berbincang ria dengan bunga teratai yang tentunya tidak dapat diajak berbicara.Biarkan saja, Hayden tidak memedulikan Kanaya jika gadis itu masih berada dalam batas wajar. Toh Kanaya sedang tidak melakukan kegaduhan sekarang, gadis itu tampak senang dengan bunga teratai yang sudah diklaim menjadi miliknya itu.Setelah merasa cukup puas, Kanaya mengeluh lapar dan menginginkan makan di tempat yang bertema outdoor. Hayden segera menuruti permintaan gadis itu, mencari tempat yang diinginkan oleh Kanaya melalui ponsel pintarnya. Sampai di tempat yang dimaksud, Hayden lebih dulu keluar dari mobil dan membukakan pintu bagian Kanaya, gadis itu keluar sudah seperti ratu dengan bodyguard tampan."Kau sangat membuatku bahagia hari ini," ujar Kanaya tepat di samping telinga Hayden dengan kaki sedikit berjinjit guna menambah tinggi badannya.Pria itu mendengus geli, gadis mana yang tidak senang jika ada seorang pria tampan yang mau menuruti segala keinginannya.Tanpa menunggu waktu lama lagi Hayden segera membawa Kanaya untuk duduk pada tempat yang ada, memanggil salah satu pelayan dan mulai memesan makanan yang diinginkan. Selagi menunggu pesanan tiba, Kanaya dan Hayden memilih untuk sibuk pada ponsel saja. Kanaya membuka game, dan Hayden mencari arsitek dan melihat-lihat foto model rumah yang menurutnya menarik.Setelah pesanan tiba, ponsel itu terlepas dari tangan pemiliknya, Kanaya dan Hayden memilih untuk mengisi perutnya terlebih dahulu sebelum memulai perjalanan pulang. Untung sekali jadwalnya kali ini bertepatan dengan tanggal merah, Kanaya tidak perlu terburu-buru pulang dan berdiam diri sendiri menunggu Hayden pulang bekerja."Aku ingin mencoba makananmu," pinta Kanaya dengan mata menatap penuh nikmat pada makanan yang ada di depan Hayden. Pria itu segera menyendokkan makanan yang diinginkan Kanaya dan membiarkan gadis itu untuk mencobanya."Lagi?" tanya Hayden, anggukan dari Kanaya membuatnya semakin bersemangat untuk terus menyuapi Kanaya. Hayden yakin, hati Kanaya tengah berbunga sekarang. Dihadapkan dengan makanan lezat bisa membuat gadis itu merasa nyaman dan damai, hal itu juga berimbas pada Hayden karena tidak mendengar segala ocehan Kanaya yang bisa saja memecah konsentrasinya."Oh ya, aku tadi tak sengaja melihat kucing yang sangat lucu! Kau ... tidak masalah bukan jika aku memelihara kucing? Aku janji akan merawatnya dengan baik!" ujar Kanaya berhasil membuat Hayden hampir tersedak. Kucing? Yang benar saja! Sedari dulu ia sangat takut pada hewan berbulu itu."Cari hewan yang lebih baik dari kucing. Saya tidak menyukainya," balasan Hayden benar-benar membuat Kanaya kesal. Wajah yang sedari tadi berbinar senang kini tampak masam.***Kalian termasuk orang takut kucing bukan?Pulang dari luar, wajah Kanaya masih terlihat sangat masam karena Hayden belum memberinya izin untuk memelihara kucing. Entah harus dengan cara apa Kanaya membujuk pria itu agar bisa memberinya izin memelihara hewan lucu itu.Kanaya membantingkan tubuhnya pada kasur empuk, sedangkan Hayden sendiri sedang bersiap-siap untuk mengerjakan sesuatu di laptopnya. Pria itu tampak sibuk, namun kedatangan Kanaya berhasil membuat niat yang sudah disusun dengan rapi olehnya hilang begitu saja."Aku mempunyai kabar yang sangat penting!" ujar Kanaya secara tiba-tiba membuat Hayden hampir saja terserang penyakit jantung. Pria itu menaikkan sebelah alisnya agar Kanaya cepat memberi tahu kabar penting itu. "Aku tahu nama asliku. Apa kau ingin mendengarnya?" tanya Kanaya, dengan cepat Hayden mengangguk, menanti nama itu disebutkan dengan hati yang sudah tidak sabar."Celine. Lebih tepatnya Celine Nathalie," jawab Kanaya. Hayden terdiam sejenak, nama itu terdengar sangat indah dibanding nama yang ia beri
Tak terasa, kini rumah yang Hayden bangun telah berdiri kokoh dengan sempurna. Segala perlengkapan telah mengisi rumah itu dengan penataan sedemikian rupa sampai Kanaya tidak merasa bosan sedikit pun.Satu hari setelah acara pindah, Kanaya disibukkan oleh bagaimana cara memberi kejutan pada Hayden karena pria itu akan berulang tahun Minggu depan. Kanaya mencari hadiah paling cocok untuk seorang pria dan ingin memastikan jika pria itu akan memakai setiap hari benda yang dihadiahkan olehnya. Dan pilihan Kanaya terjatuh pada kalung. Membayangkan betapa tampannya Hayden memakai kalung yang menggantung sempurna di leher indahnya.Selagi Hayden bekerja, Kanaya meminta pada supir pribadinya agar pergi bersama. Gadis itu mulai mendatangi gedung tempat pemesanan aksesoris berada. Ia memesan dua buah kalung sekaligus karena ia pun mau. Pesanan pertama adalah berupa kalung dengan bandul berbentuk tabung memanjang yang terukir nama HM.Lucano, dan pesanan kedua hanya berbeda pada ukiran namanya saj
Sesuai dengan yang Hayden janjikan beberapa hari yang lalu, pria itu sudah mempersiapkan diri untuk mengajak Kanaya menikmati matahari sore di atas roof top gedung perusahaannya. Gadis itu tampak bersemangat, Hayden yang sedikit lelah sehabis pulang bekerja pun kembali bersemangat karena melihat Kanaya yang bersemangat pula."Kau tidak akan mendorongku dari ketinggian bukan?" tanya Kanaya yang kini tengah berada di dalam mobil yang sama dengan Hayden. "Kau gila?" tanya Hayden membuat tawa Kanaya pecah. Gadis itu sangat suka melihat raut wajah Hayden yang panik, khawatir ataupun takut. Pria itu memiliki sisi menggemaskan juga menurutnya. Entah menurut orang lain."Mendorongmu saja aku tidak pernah," ujar Hayden dengan raut wajah kesalnya. Kanaya terkikik geli dan meminta maaf pada pria itu karena telah mengatakan hal yang tidak-tidak.Sesampainya di kantor, suasana di sana lumayan sepi dengan beberapa karyawan kantor yang memilih lembur. Hayden segera membawa Kanaya ke atas sana, tak lu
Genap satu minggu Hayden dibuat kesal oleh Kanaya karena gadis itu seperti benar-benar melupakan hari ulang tahunnya. Padahal, ia berharap di hari ulang tahunnya yang ke 28 nanti Kanaya memberikan kejutan untuknya. Dan saat ini, gadis itu tengah bersiap bersama Hayden untuk pergi menuju bandara sebelum melakukan penerbangan menggunakan pesawat jet pribadi milik Hayden, sesuai dengan janji pria itu satu minggu yang lalu."Ayolah, tolong jalan sedikit lebih cepat, nanti kita terlambat dan gagal terbang," ujar Kanaya sedikit menggerutu pada Hayden yang berjalan lesu.Melihat keantusiasan gadis itu ternyata berhasil membuat rasa kesal dan sedih di hati Hayden sedikit berkurang. Pria itu pun kini berjalan lebih cepat dari sebelumnya untuk menyusul Kanaya yang sudah duduk tak sabar di dalam mobil."Tidak bisa terbang hari ini pun tidak masalah, masih bisa hari esok dan seterusnya," balas Hayden enteng. Gadis itu sontak mendelik tajam pada pria yang ada di sampingnya.Sopir segera melanjuka
"Kenapa? Kau sepertinya sangat terkejut setelah mendengar siapa nama orang tuaku," ujar Hayden dengan tatapan penasaran. Pasalnya, Kanaya terlihat sangat terkejut dengan nama kedua orang tuanya."2 bulan sebelum orang tuaku meninggal, mereka bercerita padaku jika mereka memiliki teman baik semasa berada di panti. Mereka berencana akan mengajakku mengunjungi makan kedua teman dekatnya yang bernama ... Melly dan John," jelas Kanaya membuat tubuh Hayden menegang."Apa nama panti kedua orang tuamu?" tanya Hayden memastikan jika tebakannya tidaklah salah."Yayasan Permata Indah."DegKali ini jantung Hayden yang terasa lebih cepat berdetak, ia bahkan sampai memegangi dadanya yang bergemuruh membuat Kanaya reflek mengangkat tangan dan ikut merasakan betapa riuhnya detak jantung Hayden."Jadi ... selama ini kau yang kucari," ujar Hayden dengan suara lirih."Maksudmu?""Dulu sebelum meninggal, mereka mengatakan padaku jika mereka memiliki teman dekat yang sudah menjadi pasangan suami istri. Me
Keesokan harinya, Kanaya dan Hayden benar-benar memuaskan diri menikmati liburan singkat mereka kali ini. Bagaimana tidak singkat jika mereka hanya memiliki waktu berlibur 3 hari? Itu pun Hayden masih sering mencuri waktu untuk bekerja dari jarak jauh."Aku lapar," adu Kanaya seraya mengusap perutnya yang berbunyi. Wajah gadis itu juga terlihat sangat memelas membuat Hayden tak tahan untuk tidak mencubit kedua pipi gadisnya."Ingin makan apa, sayangku?" tanya Hayden seraya merangkul mesra bahu kekasihnya. Keduanya saat ini masih berjalan di sekitar Bukchon Hanok Village yang menampilkan rumah-rumah tradisional. Tadi pagi setelah menjelajah Internet Kanaya kukuh ingin ke tempat ini."Apa saja asal makanan khas di sini, usahakan makanan yang tidak aku ketahui tetapi tidak beracun," jawab Kanaya membuat Hayden spontan mencubit hidung mungil gadis di sampingnya."Pria gila mana yang memberikan makanan beracun untuk kekasihnya?" tanya Hayden tanpa melepaskan rangkulannya. Nada bicara pria
Sesampainya di Jakarta pada pukul 3 dini hari, Hayden dan Kanaya pun segera pulang ke apartemen dengan jemputan mereka. Kanaya yang hanya tidur sebentar di pesawat pun tak tahan untuk tidak kembali tidur selama perjalanan menuju apartemen. Sesampainya di depan apartemen, Hayden segera menggendong tubuh mungil kekasihnya karena ia tidak tega jika harus dibangunkan.Sesampainya di penthouse yang ia miliki, ia segera membawa Kanaya ke kamar yang gadis itu miliki. Sengaja tidak ingin tidur sekamar karena ia takut jika terlalu sering maka benteng pertahanannya agar luruh. Mungkin hanya sesekali ia mengajak Kanaya tidur bersama, itupun tidak lebih dari sekedar pelukan."Tidurlah yang lelap sayangku," lirih Hayden pada Kanaya yang sedang asyik terpejam. Sebelum meninggalkan gadis itu, tak lupa Hayden meninggalkan sebuah kecupan lembut di seluruh permukaan wajah kekasihnya. Mungkin beberapa jam ke depan selagi menunggu matahari bersinar, ia akan fokus menyelesaikan beberapa pekerjaannya terl
Kanaya menyambut sang kekasih dengan suka cita, ia bahkan sudah berbenah diri untuk memberikan penampilan terbaiknnya agar Hayden merasa senang setelah seharian lelah bekerja. Dan ya ... sesuai harapan. Hayden begitu bahagia ketika sepulangnya dari tempat kerja, ada yang menyambutnya penuh ceria. Hilang sudah rasa lelahnya.Gadis mungil itu segera memeluk tubuh kokoh kekasihnya, ia menghirup dalam-dalam harumnya tubuh Hayden meskipun sudah seharian berada di luar dan bekerja. Kualitas parfum pria itu tidak main-main rupanya. Hayden yang gemas dengan Kanaya pun segera mencium pipi gadis itu yang seperti bakpau, ia pun segera membawa gadisnya untuk duduk bersama pada sofa ruang keluarga. Sesuatu yang ia bawa pun ia taruh pada meja di hadapan mereka."Wow, sepertinya kau membawa sesuatu yang lezat," ujar Kanaya dengan kedua tangan yang mulai sibuk membuka sesuatu yang Hayden bawa. Benar saja dugannya, pria itu membawa satu box donat beraneka rasa. Kedua mata indah Kanaya sontak berbinar
Kini, kehidupan Kanaya dan Hayden berjalan dengan begitu indah. Mereka menikmati waktu demi waktu sambil membesarkan Reynald yang terus tumbuh. Mereka rasa, kemarin agaknya Reynald masih bayi dan membutuhkan ASI. Saat ini, anak itu sudah memasuki sekolah dasar seraya terus berdoa pada Tuhan agar memberinya adik.Pulang sekolah, Reynald di jemput oleh Kanaya beserta sopir pribadi ibunya. Hayden belum pulang, pria itu semakin sibuk karena perusahaannya semakin berkembang pesat."Rey, Ibu punya sesuatu untuk Rey. Apakah Rey tahu apa itu?" tanya Kanaya pada sang anak yang duduk di sampingnya. Rey menoleh di sela-sela kesibukannya yang sedang membuka sepatu."Apa itu, Ibu? Apa ada mainan baru?" tebak Reynald dengan wajah yang begitu sumringah. Biasanya, seminggu atau dua minggu sekali Kanaya ataupun Hayden selalu membelikan mainan baru untuk Reynald.Kanaya menggeleng, wanita itu semakin membuat Reynald bertanya-tanya."Ibu ... Reynald tidak tahu. Bisakah beritahu Rey sekarang saja?" pinta
Pergulatan panas mereka selesai bertepatan dengan Reynald yang terbangun. Memang anak itu sesekali bangun untuk memberitahukan pada ayah dan ibunya jika ia lapar. Belum lagi popok yang digunakan sudah penuh meminta diganti.Untuk saat ini Kanaya memasrahkan Reynald pada Hayden sepenuhnya, wanita itu sudah tak sanggup membuka mata apalagi bangun dari tempat tidurnya. Alhasil, Hayden-lah yang menenangkan Reynald serta mengganti popok anaknya. Beruntung Kanaya selalu menyediakan ASI di dalam botol dan hanya perlu dipanaskan sebentar. "Cup cup cup, cepat tidur kembali ya anak Ayah. Ayah lelah sekali, Sayang. Lihat ibumu, ada gempa pun sepertinya dia tidak akan bangun," ujar Hayden pada sang anak. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, Hayden terus menimang dan menyenandungkan nada lagu kecil agar mempercepat kantuk sang anak datang. Reynald yang sangat nyaman dipeluk ayahnya pun perlahan-lahan kembali tertidur. Bayi itu juga tampaknya tahu jika sang ayah sangat mengantuk.Hayden terse
Saat ini, Hayden maupun Kanaya masih dalam masa pemulihan. Mungkin sekitar dua hari lagi mereka berdua bisa dipulangkan.Saat ini, Hayden tengah diperiksa untuk kesekian kalinya. Pria itu sebenarnya sudah muak berhadapan dengan dokter, namun apa boleh buat? Ia hanya bisa pasrah dan menerima semuanya.Kanaya sendiri saat ini tengah menimang Reynald setelah bayi itu diberi susu. Mata Reynald yang sesekali terbuka membuat Kanaya sangat gemas dan ingin menggigit anaknya sendiri. Beruntung Kanaya masih waras dan tidak melakukan hal itu pada buah hatinya."Dokter, apakah ayah sudah sembuh?" tanya Kanaya menirukan suara anak-anak seolah Reynald-lah yang bertanya. Dokter maupun Hayden yang sedang diperiksa sontak terkekeh geli mendengar suara Kanaya. "Ayahmu sudah sehat, anak tampan. Hanya saja, masih butuh perawatan selama beberapa hari sebelum diizinkan pulang. Reynald pasti bosan ya di rumah sakit?" tanya dokter pada bayi itu. Yang menjawab tentu bukan Reynald, melainkan ibunya."Sangat
Beberapa hari kemudian, tanpa diduga dan disangka Kanaya mengalami kontraksi hebat ketika sedang menjenguk Hayden yang belum sadarkan diri. Dokter memperkirakan beberapa jam lagi Hayden akan membuka matanya setelah melihat kondisi pria itu yang semakin membaik. Namun, Kanaya tak sempat melihat sang suami membuka mata karena rasa sakit yang dialaminya. Padahal, hari perkiraan lahir masih tersisa satu minggu, namun Tuhan berkehendak lain.Alhasil, Kanaya segera dimasukkan ke dalam ruang bersalin dan langsung ditangani oleh dokter yang biasa memantaunya. Proses melahirkan secara normal Kanaya tempuh sendirian tanpa dukungan sang suami. Wanita itu sempat merasa sedih, namun setelah mendengar kata-kata penyemangat dari dokter, Kanaya menjadi lebih semangat lagi untuk melahirkan anaknya.'Semoga setelah anak kita lahir, kau secepatnya membuka mata, Suamiku.' Kanaya terus berdoa di dalam hati untuk suaminya, rasa sakit yang begitu dahsyat tak bisa dielakkan selain dihadapi."Nyonya, tolong m
Hayden ditangani sebaik mungkin oleh dokter yang ada di rumah sakit. Pria itu mengalami kecelakaan cukup parah sewaktu mencari kedai bakso yang istrinya inginkan. Sungguh, kejadian itu terasa begitu cepat seolah hanya kilatan cahaya. Kanaya sendiri masih tak sadarkan diri setelah ditangani oleh dokter, wanita itu benar-benar tidak terima dengan kabar yang didengarnya. Para orang kepercayaan Hayden yang selalu menjaga keluarga itu pun segera berdatangan dan mengambil alih kendali semuanya. Beberapa saat kemudian, Kanaya telah sadar dari pingsan dan langsung mencari suaminya. Tepat saat itu pula Hayden sudah dipindahkan ke ruangan yang lebih intensif lagi agar cepat pulih. Kanaya segera dibantu oleh suster serta orang kepercayaannya untuk melihat Hayden. Air mata wanita itu tak henti bercucuran melihat kondisi sang suami yang begitu memprihatinkan. Kanaya menyesal meminta pria itu keluar untuk mengabulkan keinginannya."Aku mohon ... bangun, Sayang. Maafkan aku, maafkan aku," racau K
Perut Kanaya tampak semakin membesar seiring berjalannya waktu. Saat ini usia kandungan wanita sudah menginjak bulan ke sembilan, mereka semakin dibuat tak sabar menanti kelahiran sang buah hati. Segala persiapan untuk kelahiran sang anak sudah Hayden dan Kanaya siapkan sebaik mungkin. Meskipun saat anak mereka lahir tidak langsung di tempatkan pada kamar terpisah, namun kamar bayi itu sendiri sudah siap pakai dengan segala fasilitas yang lengkap di dalamnya. Kanaya sebenarnya tidak meminta Hayden untuk menyiapkan kamar anak secepat itu. Namun, Hayden sendiri yang sudah tidak sabar ingin mendekor kamar sang anak. "Kau sangat yakin mendekor kamar dengan warna biru seolah anak kita laki-laki," celetuk Kanaya pada sang suami yang baru selesai menata ulang letak kamar tidur sang anak bersama orang-orang suruhannya."Tentu saja warna biru karena aku yakin anak kita akan laki-laki. Meskipun perempuan, warna biru juga tidak terlalu buruk. Kita bisa mengganti dekorasi kapan saja," balas Ha
Pesawat pribadi milik Hayden dan Kanaya kembali mengudara untuk mengantarkan pemiliknya ke tanah air. Tak banyak yang mereka lakukan selama berada di pesawat selain makan dan tidur. Kadang juga pergi ke kamar mandi sesekali. "Huh, nyawaku seperti masih tertinggal di Bora Bora," gumam Kanaya lesu. Wanita itu tengah bermalas-malasan di dalam kamar bersama suaminya. Mereka sempat menonton film, namun tidak sampai selesai karena Kanaya mendadak tidak suka dengan aktornya. Alhasil, Hayden segera mematikan televisi. "Setelah anak kita bisa diajak bepergian, kita akan kembali berlibur ke tempat yang kau inginkan itu," ujar Hayden agar Kanaya tidak terlalu sedih memikirkan Bora Bora. Wanita hamil satu ini sangat sensitif dan cengeng."Itu masih lama," cicit Kanaya sambil menenggelamkan wajahnya di tumpukan selimut yang tampak kusut.Hayden menghela napas cukup panjang untuk mencari stok kesabaran. Setelah mendapatkannya, Hayden kembali mendekati wanita itu dan menghiburnya. "Apakah ingin
Setelah aktivitas meninggalkan jejak telah terlaksana dengan baik, keduanya kini tengah menikmati waktu romantis di emperan resort yang langsung menghadap ke arah matahari tenggelam.Kanaya duduk di antara dua kaki Hayden dan tubuh bersandar nyaman pada dada kokoh suaminya. Kedua tangan Hayden pun tak bisa diam dan terus mengusap permukaan perut sang istri. Perut buncit ini selalu menjadi favorit tempat kedua tangannya."Ah iya, aku ingin meminta bantuan pada pengawalmu untuk memotret kita di sini," ujar Kanaya seraya menengadah untuk bisa menatap suaminya.Pria itu tersenyum kecil, tak tahan untuk tidak mengecup dahi Kanaya ketika melihat tatapan penuh binar di kedua mata istrinya itu."Mereka sudah melakukannya, Sayang." Hayden menunjuk salah satu anak buahnya yang sedang memegang kamera beresolusi tinggi untuk bisa menghasilkan gambar terbaik. Kanaya cukup terkejut sebenarnya karena menyadari ada seseorang yang memotretnya sedari tadi."Sejak kapan dia ada di sini?""Sejak kita men
Demi istri tercinta, apapun akan Hayden lakukan bahkan menggali batu sekalipun. Kurang lebih satu jam Hayden meminta pada salah satu warga lokal dan seorang nelayan untuk membantunya menangkap cumi-cumi. Kanaya menunggu dengan hati berbunga di tepi pantai sambil sesekali melihat ke arah tengah laut di mana Hayden sedang menangkap cumi-cumi.Pria itu berhasil membawa 5 buah cumi-cumi berukuran sedang, Hayden segera menunjukkan pada sang istri penuh percaya diri.Kanaya sontak berjingkrak-jingkrak bahagia mendapatkan apa yang dirinya mau. Wanita itu bahkan sampai memfoto cumi-cumi lucu hasil kerja keras Hayden."Terima kasih, Suamiku! Terima kasih, Paman!" ujar Kanaya pada seorang nelayan yang telah membantu Hayden.Kanaya juga memberikan beberapa lembar uang untuk nelayan tadi, meskipun pada akhirnya ditolak karena paman nelayan membantu dengan tulus tanpa mengharap imbalan apapun. Terlebih lagi ketika mengetahui Kanaya tengah hamil besar, nelayan itu dengan senang hati membantu mengab