Mertua dan menantu itu beberapa lama saling pandang. Isi pikiran mereka sepertinya serupa, tetapi keduanya sama-sama tak percaya dan ingin membantah. Terdiam tanpa kata, tetapi air muka dan tatapan mereka telah saling mengungkapkan segalanya.
“Kita nggak boleh gegabah menuduh dulu, Ranti. Nggak mungkin Irwan itu ....” Ucapan Bu Ine terhenti. Pikirannya berkecamuk akan tetap mencurigai putranya sendiri atau mencoba mencarikan alasan yang lain lagi demi menjawab tanda tanya besar dalam hati. Sebagai ibu, ia tentu berkeinginan membela Irwan dengan segenap hati. Tapi fakta-fakta yang barusan terungkap membuat naluri sebagai wanitanya juga terlukai. Ia jadi sedikit merasa kasihan pada nasib Ranti selama ini. Kuat sekali wanita itu hanya dijatah tiga juta dengan kebutuhan yang sedemikian banyaknya. Dan menantunya itu sama sekali tak pernah terdengar mengeluh atau protes selama ini. Mau tak mau hatinya jadi ikut terenyuh. Hatinya seluas apa si Ranti ini, pikirnya sambil merasa bersalah telah sering ikut mencaci dan mengatai menantu satu-satunya ini. Sementara Ranti tak mau berasumsi apa-apa. Kecurigaan yang selama ini selalu ditepisnya dengan terus berusaha berprasangka baik terhadap suami sendiri kini terasa semakin nyata. Dihelanya napas panjang dan kemudian mendudukkan diri di ranjang. Koper penuh bajunya tergeletak begitu saja di lantai. Sambil melirik kembali ke arah koper menantunya, Bu Ine mencoba membujuk Ranti. “Kamu tinggal dulu aja di sini, Ranti. Setidaknya temani Ibu sampai Irwan kembali ke rumah ini. Ibu yakin dia cuma marah sebentar aja, nanti juga kembali—“ Ranti segera memotong perkataan mertuanya, “Mas Irwan pergi ke mana sekarang, Bu? Biar Ranti cari aja sampai ketemu!” Ranti bangkit dengan tekad yang membulat. Setidaknya ia harus tahu di mana Irwan sekarang. Pergi ke mana pria yang telah melempar talak kepadanya itu. “Mana Ibu tahu, Ranti. Mungkin ... mungkin ke rumah temannya, atau—“ “Atau ke rumah selingkuhannya!” tukas Ranti dengan nada pasti. Kecurigaannya selama ini semakin terlukis nyata di pikiran. Kalau tidak selingkuh, tidak mungkin uang sisa gaji Irwan tak pernah ada. Pasti semua diberikan untuk wanita simpanannya! Ya, hanya itu kemungkinan paling logis yang bisa disimpulkan. “Ranti! Sudah Ibu bilang kan jangan gegabah menuduh sembarangan! Irwan itu nggak mungkin punya wanita lain—“ “Tapi kalau begitu ke mana perginya sisa uang gaji yang banyak itu, Bu? Dipakai untuk apa kalau bukan untuk wanita lain? Pantas saja Mas Irwan itu selalu mengataiku buluk dan nggak cantik lagi. Rupanya sudah kepincut sama wanita lain. Wanita lain dibiayai begitu banyak ya pastilah bisa perawatan diri!” Ranti mencerocos lepas kendali. Permasalahan ekonomi mungkin masih sanggup dia atasi dan maklumi. Tapi kalau sudah perkara perselingkuhan, itu hal yang lain lagi. Demi apa pun ia tak akan mau mengampuni pengkhianatan seperti itu! “Jangan ngawur, Ranti. Bisa aja mungkin Irwan pakai uangnya untuk investasi atau disimpan untuk anak-anak kalian nanti, atau ....” Bu Ine mengajukan berbagai kemungkinan yang bisa untuk membela putranya. Ia sendiri tak percaya kalau Irwan sampai tega berbuat seperti itu kepada istrinya sendiri. Padahal dulu Irwan dan Ranti serasi dan saling mencintai. Wanita itu kembali mencoba menghubungi Irwan. Namun tetap saja, hanya dering panggilan tanpa jawaban yang terdengar dari telepon genggam. Tiba-tiba Ranti teringat kalau beberapa kali Irwan pernah menyebutkan nama seorang wanita rekan kerjanya. Mona, ya, itu nama yang beberapa kali disebut Irwan kala pria itu dengan teganya mencerca penampilan Ranti saat akan diajak kondangan. Saat itu bahkan Irwan batal mengajak Ranti ikut karena katanya malu kalau sampai Ranti jadi bahan gunjingan. “Kamu itu harusnya belajar gimana caranya berpenampilan! Masa’ mau ke kondangan bos aku kamu kayak gitu dandannya? Bisa malu aku! Biar aku pergi sendiri aja! Atau sama Mona sekalian!” “Mona? Mona siapa, Mas?” Kala itu batin Ranti sebenarnya sudah terusik. Tapi Irwan tak menggubris dan langsung pergi begitu saja dengan alasan sudah sangat terlambat menghadiri undangan jamuan. Ranti yang malang. Bahkan untuk kondangan ia sudah tak lagi punya gamis yang pantas. Apa daya, bukan ia tak bisa berdandan atau menjaga penampilan, tetapi gamis mewah semasa single-nya sudah tak lagi muat ukuran di badan. Dan dua tahun menikah Irwan belum pernah melebihkan uang untuk Ranti bisa beli gamis apalagi peralatan make up atau skin care. Tapi dia menuntut Ranti bisa tampil cetar saat akan diajak kondangan? Gimana bisa? Sementara uang hasil novelnya saja banyak yang terpakai untuk menutup kebutuhan bulanan. Biaya kontrol Bu Ine yang tak sedikit juga dengan sukarela ia tanggung demi mengabdi pada mertua dan suami. Dianggapnya membantu suami adalah juga kewajibannya sebagai istri. Sampai ia lupa dengan keperluan dirinya sendiri. Tapi apa balasan Irwan kini? Bukannya berterima kasih dan menjaga kesetiaan diri pada janji suci rumah tangga mereka, tetapi malah bermain api seenaknya sendiri! “Aku tahu ke mana Mas Irwan, Bu!” Spontan Ranti berdiri dan beranjak pergi. Ia hanya mengambil tas tangan berisi HP dan dompet untuk kemudian memesan ojek online. “Ranti! Ke mana kamu? Ibu ikut!” seru Bu Ine yang mencoba mengikuti langkah sang menantu. Ranti sudah tak mau menanggapi rengekan mertuanya itu. Pikirannya dipenuhi oleh kemungkinan terburuk yang tampaknya segera akan ia hadapi. Sambil menunggu sang ojek datang, jemarinya berselancar membuka akun sosial media Irwan. Di-scroll-nya untuk memeriksa beberapa unggahan foto terbaru Irwan bersama para rekan kerjanya. Ia yakin akan mendapati Mona di salah satu tag foto-foto bersama tersebut. Dan ya, beberapa saat meneliti, ditemuinya nama Mona di sana. Sebuah profil lengkap dengan tag alamat serta foto-foto di depan rumahnya membuat Ranti yakin ke mana ia akan pergi mencari sang suami. Bu Ine yang tertinggal hanya bisa mondar-mandir di ruang tamu sendiri. Ia terus mencoba menghubungi nomor Irwan kembali. Meski sedari tadi tak pernah ada niatan Irwan untuk menjawab panggilannya sama sekali. Pria yang sedang menuju ke rumah wanita lain dambaannya itu sedang dipenuhi emosi. Dalam kondisi seperti itu, mana mau ia menjawab panggilan ibunya? Sudah pasti hanya akan mendapat omelan lagi dan lagi. Sudah cukup! Ia pria dewasa yang punya kebutuhan dan kesenangan diri pribadi. Bukan hanya untuk melayani dua wanita merepotkan yang ada di rumah tadi, pikirnya berkeras hati. Dengan kesal dilemparnya ponsel ke jok belakang mobil agar dering berisiknya tak terdengar lagi. “Cuma Mona yang bisa menghiburku malam ini! Penat banget di rumah cuma disuguhi wajah buluk istri!” pungkasnya berbicara sendiri sambil mempercepat laju mobilnya ke arah rumah wanita yang ia sebut Mona tadi. bersambung ….Sementara itu, ojek online yang telah tiba langsung mengantar Ranti ke rumah Mona juga. Sepanjang perjalanan, hati Ranti kebat-kebit, antara berharap kecurigaannya akan perselingkuhan Irwan tidak terbukti tapi juga naluri yang merasa hal itu sangat besar kemungkinan memang terjadi."Mbak, sudah sampai. Di sini kan alamatnya?" Terkejut, Ranti geragapan karena sedari tadi rupanya ia melamun saja. Ya Tuhan, bahaya sekali melamun semalam ini dengan ojek tak dikenal pula.Usai turun dan meminta untuk ditunggu sebentar oleh si Abang ojek, Ranti mendekati sebuah rumah di hadapannya yang memang persis seperti rumah yang ada di foto Mona. Ada nomor 65 di pagar hitam kayu tertutupnya.Jam yang sudah menunjuk angka delapan malam membuat Ranti ragu dan beberapa kali menoleh ke belakang. Takut-takut kalau ada orang lingkungan situ yang akan mencurigainya. Tapi tujuannya sudah bulat. Ia harus memeriksa apa benar suaminya ke situ atau tidak. Apa benar suaminya ada main dengan Mona atau tidak.Jantun
Di malam itu, Bu Ine pingsan sebab serangan jantung. Wanita separuh baya yang memang telah memiliki riwayat tensi tinggi dan risiko serangan jantung itu terlalu terguncang hingga tubuhnya tak kuat lagi bertahan. Tubuh tua itu terbaring di lantai sebelah meja telepon dengan tanpa ada seorang pun di rumahnya. Tentu saja kondisi itu sudah terbayang kini di benak Ranti.Dan ia yang masih menyayangi sang ibu mertua meski bagaimanapun amarahnya pada Irwan, langsung menelepon ambulance rumah sakit langganan Bu Ine untuk menjemput beliau. Dan ia juga bergegas minta diantar oleh ayahnya untuk kembali ke rumah Bu Ine. Dalam perjalanan, ia sibuk menelepon Irwan meskipun tahu ponselnya sedang dimatikan. Astaga! Pria itu tak sadarkah bahwa ibunya tengah dalam bahaya? Berasyik masyuk dengan wanita lain membuatnya lupa daratan dan hilang akal! Akhirnya ia berkirim pesan yang mengabarkan agar segera menyusul mereka ke rumah sakit yang dituju. Rasa bersalah kini menyelimuti benak Ranti.
Ranti menghela napas panjang. Ia masih sedikit khawatir dengan keadaan Bu Ine. Tapi, untuk tetap bertahan di sana dan berada dalam satu ruangan dengan Irwan ia sudah tak nyaman. Pokoknya sebisa mungkin ia akan menghindar. Pria dengan kelakuan busuk itu kini telah membuatnya muak. Pengorbanan dan kepatuhannya selama ini sebagai istri rupanya sama sekali tak dihargai. Balasan yang ia terima justru adalah pengkhianatan yang begitu menyakitkan. Sesampai di rumah, Bu Hana masih menahan HP sang putri. Wanita keibuan itu tahu betul Ranti pasti masih kepikiran aka kondisi mertuanya. Dan ia hanya berjaga agar tak sampai Ranti terbujuk untuk mengasihani Irwan si brengsek itu. Ia sudah tak mau lagi putrinya akan luluh dimanfaatkan lagi oleh lelaki kurang ajar yang sayangnya adalah menantunya itu. Lebih baik Ranti bercerai dengan tenang dan menjalani kembali kehidupannya. Toh putrinya masih muda. Sementara Irwan kebingungan membujuk ibunya agar mau hanya diurus oleh dirinya saja. Mau bagaimana
Irwan lalu mengalah dan berpikir ibunya nanti juga pasti tak akan meminta hal-hal aneh di hadapan Mona. Toh, ibunya pasti paham kalau Mona bukan seperti Ranti. Penampilan mereka berdua saja sudah jauh berbeda. Ranti yang sederhana dan apa adanya sebab hanya di rumah saja. Sementara Mona yang selalu cetar dengan riasan lengkap dan wangi menguar ke mana-mana. Sungguh tidak pantas memang kalau Mona yang merawat ibunya.Sepeninggal Mona dari ruangan kerjanya, Irwan akhirnya langsung mengambil inisiatif untuk menghubungi agency penyalur asisten rumah tangga yang ia ketahui. Ada beberapa kawannya yang sudah sering merekomendasikan kontak agency itu setiap kali Irwan datang ke kondangan tidak membawa istri.“Kamu itu seharusnya punya pelayan di rumah, Irwan. Biar istri kamu nggak kerepotan dan jadi bisa ikut kamu kalau acara di luar perusahaan. Lihatlah, semua membawa istrinya masing-masing tapi kamu selalu aja sendirian, seperti pria single nggak laku aja kamu!” sindir Herman, salah seorang
Sementara itu, Ranti yang berada di rumah orangtuanya mulai menata hati. Ia tak mau menyibukkan diri dengan mencemaskan Bu Ine karena toh mantan ibu mertuanya itu pasti telah dirawat dengan baik oleh putranya sendiri. Biar Irwan tahu bagaimana cerewetnya Bu Ine selama ini. Biar Irwan akhirnya akan bisa menyadari dan menghargai usaha keras Ranti di rumah itu untuk mengambil hati Bu Ine. Dikiranya mungkin gampang untuk berperan sebagai istri sekaligus menantu yang baik di rumah itu?Kesehariannya kini dihabiskan dengan semakin tekun menulis novel online. Setidaknya karena penghasilan dari novel online itu ia tak perlu cemas meskipun kini akan menjadi janda. Bahkan sejak masih menjadi istri Irwan saja pendapatannya sudah sangat berguna untuk menutupi segala kebutuhan yang kurang. Untung sekali dirinya punya pekerjaan yang bisa dilakukan dari rumah saja tanpa meninggalkan tanggung jawabnya sebagai istru pun menantu elama ini. Yah, meskipun ternyata menurut Irwan masih kurang pengorbanan
Sekitar dua minggu kemudian, surat cerai datang ke rumah orangtua Ranti dibawakan oleh pengacara Irwan. Ranti yang sudah berancang-ancang pun tak mau gegabah. Dihubunginya dulu pengacaranya sendiri yang tak lain adalah Dewi, sahabatnya.Dewi lantas mengambil alih urusan tersebut sebab ada beberapa hal yang Ranti ingin pastikan tercantum dalam surat gugatan cerai tersebut. Dia tidak bodoh seperti wanita v6 yang setelah diselingkuhi tak mendapat apa pun dari mantan suami. Minimal ia harus mencantumkan klausal perihal bukti Irwan telah berselingkuh agar semua biaya perceraian dan juga pembagian gono-gini didapatnya dengan mulus.Bukan matre, tapi Ranti hanya ingtin membuat Irwan kapok dan mendapatkan balasan yang setimpal karena telah mengkhianati dirinya dengan wanita lain. Jelas ia tak rela kalau harta gono-gininya akan jatuh ke tangan si pelakor meskipun ia sendiri juga tak akan sudi memakai harta tersebut. Ia sudah berniat akan menyumbangkan semuanya ke panti asuhan saja. Lumayan be
"Dasar pelakor kamu!”“Wanita tak tahu malu! Tukang rebut suami orang!”“Cantik-cantik cuma buat gaet suami orang! Rugi banget jadi wanita!”“Semoga wajahmu berubah buruk dan nggak ada lagi yang mau kenal sama kamu! Karma itu ada! Camkan itu!”Serentetan cercaan muncul di notifikasi akun sosial media milik Mona. Ia histeris pagi itu kala mengecek ponselnya dan mengetahui berbagai hujatan tengah dilemparkan oleh netizen terhadapnya.“Sial! Ini pasti kerjaan si mantan istri kamu, nih!” Mona mendengkus marah seraya menatap tajam pada Irwan yang masih mengeringkan rambut dengan handuk.Ia dan Mona memang sudah semakin bebas bermalam di satu atap karena toh mereka merasa proes perceraian antara Irwan dengan Ranti sedang berlangsung. Mereka semakin tak tahu malu dalam menuntaskan hubungan haram entah itu di hotel atau di rumah Mona yang ternyata selama ini cicilannya dibayar oleh Irwan. Pantas saja uang gajinya selalu musnah entah ke mana. Rupanya Mona yang menikmati semuanya.“Ada apa sih,
Melihat Irwan yang kemudian menutup ponselnya dengan raut wajah kalah pun membuat Mona murka. Ia berkacak pinggang di hadapan kekasih haramnya itu sambil mulai mengomel khas wanita."Apa-apaan itu tadi, Irwan? Kamu nggak berani sama si buluk istrimu itu, ha? Pria macam apa sih kamu?”“Mona, jangan memperkeruh suasana. Aku udah cukup pusing dengan masalahku—““Apa? Masalahmu? Ini juga masalahku, Irwan. Jelas-jelas netizen udah bertindak menyerang akunku gila-gilaan! Sekarang mau ditaruh di mana mukaku, coba? Semua orang kini akan mengataiku pelakor dan kamu bilang cuma kamu yang punya masalah? Iya?” Mona menggamit lengan Irwan dan dengan gemas memuntirnya lalu menghujaninya dengan cubitan keras.“Tapi aku juga mengalami hal yang sama, Mona. Bukan kamu aja. Ya udah, kita harus terima ini sebagai salah satu konsekwensi dari perbuatan kita di belakang Ranti—““Hah? Kamu kok jadi kayaknya ngebelain istri kamu itu, sih? Kamu udah simpati sama dia dan mau kembali sama dia?” tuding Mona yang
Hari itu juga sepulang kerja Jodi mendatangi distro milik Ranti. Ia memutuskan Ranti harus tahu soal kelakuan mantan suaminya itu. Sesampai di sana, ia langsung bercerita dengan gamblang soal kekalahan perusahaannya saat berebut tender dengan Ekomoda. Dan tentu saja fakta bahwa Irwan lah dalang di balik kekalahan itu.“Apa? Kamu yakin, Jod? Irwan kayaknya nggak mungkin senekat itu, deh—“ Ranti terkejut dan tak percaya mendengar berita tersebut.“Aku udah selidikin dan bahkan tadi aku langsung hubungin dia, Ran. Dia nggak ngelak, loh! Malah dia bilang itu baru awal dari pemabalasan dendamnya karena udah kupermalukan,” jawab Jodi meyakinkan.“Astaga! Keterlaluan banget sih Irwan! Dia nggak tahu apa kalau sabotase seperti itu termasuk tindak kriminal? Bener-bener ceroboh!” Serta-merta Ranti mengambil ponselnya dan langsung menghubungi Irwan.Jodi melihat kelakuan Ranti tersebut dengan wajah heran.“Tunggu ... kamu mau apa? Mau hubungin dia? Serius?” sergah Jodi sambil menyentuh lengan Ra
Giant Textile yang selama ini selalu mendominasi pasar harus menghadapi kerugian besar dan kehilangan klien-klien penting, yang seharusnya menjadi bagian dari portofolio mereka. Namun, di balik semua kemenangan Ekomoda, ada perasaan tidak nyaman yang menghantui Irwan. Walaupun ia berhasil menyabotase perusahaan tempatnya bekerja sebelumnya, ia juga merasa bahwa ia sedang merusak reputasinya sendiri dalam dunia bisnis. Namun, ia menekan perasaan itu, berpikir bahwa ini adalah langkah terbaik untuk membalaskan dendam dan mendapatkan tempat yang layak bagi dirinya di Ekomoda.Kemenangan Ekomoda dalam tender itu membuka peluang besar bagi Irwan untuk melangkah lebih jauh dalam kariernya. Ia tak hanya berhasil menjatuhkan Giant Textile, tetapi juga membuktikan bahwa ia adalah orang yang sangat berguna bagi perusahaan ini. Posisi yang tadinya hanya sebagai asisten manajer kini bisa segera menjadi manajer marketing yang diinginkannya.Namun, di balik kesuksesan ini, Irwan semakin terperangka
Seiring berjalannya waktu, Irwan mulai mempelajari rutinitas dan struktur Ekomoda. Ia tidak hanya harus beradaptasi dengan posisi barunya sebagai asisten manager marketing, tetapi juga mempersiapkan langkah-langkah untuk melaksanakan sabotase yang telah direncanakannya. Setiap hari, ia menyusup lebih dalam ke dalam data dan sistem, mencari celah yang merupakan kekurangan perusahaan itu dibandingkan dengan kinerja Giant Textile. Tujuan utamanya adalah untuk membuat Ekomoda jauh lebih maju sekaligus menghancurkan Giant Textile setelah itu. Irwan tahu persis bagaimana cara mereka bekerja—Giant Textile adalah pesaing besar yang tak pernah gagal dalam memenangkan tender-tender besar selama ini. Namun, ia juga tahu kelemahan mereka. Selama bertahun-tahun bekerja di sana, ia mempelajari betul bagaimana mereka mengelola data klien, strategi penawaran, dan mekanisme internal mereka. Semua informasi itu kini ia pegang erat, dan ia tahu Ecomoda harus bisa memanfaatkannya
Di sebuah kafe yang terletak tidak jauh dari pusat kota, Ranti sedang duduk santai menikmati secangkir kopi sambil memeriksa beberapa pesanan online yang masuk untuk distro miliknya. Pagi itu, suasana kafe cukup ramai, beberapa orang duduk di sudut berbincang santai, sementara yang lain sibuk bekerja dengan laptop terbuka di hadapan mereka. Ranti merasa tenang di tengah keramaian itu, menikmati momen kesendirian yang bisa memberinya sedikit ketenangan di tengah kesibukan usahanya.Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Tiba-tiba, dua orang yang familiar muncul di pintu kafe. Ranti mengenali sosok itu dengan sangat jelas. Irwan dan Mona, selingkuhannya, melangkah masuk dengan senyum lebar yang terlihat sedikit sinis. Mereka berjalan menuju meja yang terletak tidak jauh dari tempat Ranti duduk. Tampak sekali Irwan sebenarnya ingin mengajak Mona keluar, mungkin berganti cafe lain, tapi Mona tentu saja tak peduli.Ranti berusaha menahan diri agar tidak terlihat terlalu memperhatikan m
Ranti memutuskan untuk lebih fokus pada usaha yang sedang dirintis. Usaha distro yang ia mulai dengan bantuan Jodi memang memerlukan perhatian ekstra, namun ia menikmatinya. Setiap pagi, ia berangkat ke tempat usaha tersebut untuk memantau segala sesuatunya, memastikan stok baju selalu tersedia dan tata letak di toko terlihat menarik. Tidak hanya itu, Ranti juga aktif mengelola penjualan online, memasarkan produk melalui marketplace, serta membuat strategi promosi untuk mengundang lebih banyak pelanggan datang ke outlet offline.Di sisi lain, proses perceraian dengan Irwan memang tinggal menunggu beberapa keputusan administratif, tetapi hari-hari menjelang sidang itu tetap mempengaruhi perasaannya. Ada rasa lega tentu saja, setidaknya setelah ini ia akan sepenuhnya lepas urusan sama sekali dari Irwan. Ia merasa seolah semuanya sudah usai, kenangan baik maupun buruknya selama menikah dengan Irwan hendak ditenggelamkannya dalam palung ingatan. Ia bertekad bahwa hari-hari yang ia jalani
Disclaimer: bab ini bukan untuk mendukung para single untuk tetap bertahan sendiri, ya. Menikah adalah penyempurna ibadah, jadi tetap harus kita usahakan untuk mencari jalan pernikahan dengan pria yang baik akhlak serta bertanggung jawab. Author doain semoga pembaca semua yang sudah menikah rumah tangganya bahagia dan sejahtera, samawa till jannah, serta yang masih single segera bertemu jodoh terbaik dunia akhiratnya, tentunya yang bukan seperti Irwan, aamiin Ya Robbal alamiin_________________________________________ Pagi itu Ranti berniat jogging di Minggu pagi. Meskipun bukan karyawan kantoran, tapi dia suka jogging di hari Minggu saja sebab banyak juga tetangga sejawat yang melakukannya. Ia suka berlari kecil dengan para tetangga yang meskipun jarang mengobrol sebelumnya ternyata juga ramah dan suka bertegur sapa. Meski hanya sekeliling kompleks perumahan dan berakhir di area taman, yang penting sudah memenuhi jatah wajib olahraga mengeluarkan keringat untuk menjaga bentuk tu
“Ke mana aja sih kamu, Irwan? Kenapa susah sekali dihubungi sekarang? Kamu menghindari aku, ya?” Mona langsung melabrak Irwan begitu ia melihat pria itu turun dari mobilnya bersama Bu Ine. Ia bahkan mengabaikan keberadaan sang ibu dari Irwan tanpa menyapanya terlebih dulu.Berhari-hari belakangan teleponnya diabaikan oleh Irwan hingga akhirnya ia nekat mendatangi rumah Bu Ine. Rasa kesalnya karena seoah dirinya dibuang begitu saja setelah semua keributan dan musibah yang mereka alami berdua membuatnya kehilangan rasa takut pada Bu Ine.“Aku sibuk, Mona. Aku akan menghubungimu kalau sudah beres semua urusan. Jangan menggangguku dulu untuk sementara waktu,” jawab Irwan dengan nada satar seolah tanpa rasa bersalah sama sekali. Sejujurnya ia memang butuh menjauh dulu dari Mona sebab setiap kali bertemu, ia hanya semakin dibuat kesal dan kusut pikiran dengan segala omelan dan tuntutan absurd dari kekasih haramnya itu.“Heh, pelakor! Cukup sudah kamu bikin hancur kehidupan anak saya, ya. Ja
Tiga hari setelahnya, sebuah mediasi dijadwalkan untuk mencari solusi damai atas perceraian Ranti dan Irwan. Sebuah upaya yang diharapkan bisa meredakan ketegangan dan membawa mereka menuju jalan yang lebih baik, meskipun semua pihak tahu bahwa proses ini kemungkinan tidak akan berjalan mulus. Ranti dan Dewi tiba di ruang mediasi dengan suasana hati yang jauh dari lega. Ranti terlihat tenang, meski jelas ada bekas luka emosional yang masih mengganggu. Dewi, di sisi lain, tampak serius, siap menghadapi setiap tantangan yang mungkin muncul.Irwan dan Bu Ine datang bersama pengacara mereka. Irwan terlihat lebih lemah daripada sebelumnya. Langkahnya masih terhuyung, seakan tidak percaya bahwa segala sesuatunya bisa berubah secepat ini. Di sampingnya, Bu Ine tampak lebih garang dari sebelumnya, penuh kemarahan yang tampaknya belum juga reda. Mereka duduk berhadapan dengan Ranti dan Dewi, memulai sesi mediasi dengan setertib mungkin.Mediator membuka sesi dengan suara tenang, mencoba menena
Setelah persidangan yang memanas, ruang sidang terasa seperti ruang hening setelah ledakan. Debat, bukti-bukti, dan argumen yang diajukan Dewi berhasil memberikan pukulan telak kepada Irwan, namun keputusan mediasi dari hakim membuat semuanya masih abu-abu. Saat sidang berakhir, suasana di luar ruang sidang berubah menjadi tegang. Bu Ine tampaknya sudah siap dengan segala bentuk makian untuk diluapkan. Sementara itu, Ranti dan Dewi berjalan dengan tenang, meskipun masih ada banyak hal yang harus mereka hadapi.Irwan dan Bu Ine segera berjalan cepat, seperti orang yang ingin segera mencapai Ranti. Dengan wajah masam, ia tampak dikuasai amarah. Hatinya kesal setengah mati bukan hanya karena kekalahan yang tak bisa mereka elakkan, tetapi juga karena dirinya merasa dipermalukan di hadapan orang banyak. Ia tidak peduli dengan seberapa kuat bukti-bukti yang dimiliki oleh Dewi. Yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana inginnya ia memaki Dewi dan juga Ranti untuk memulihkan harga diri.Irwa