Ranti menghela napas panjang. Ia masih sedikit khawatir dengan keadaan Bu Ine. Tapi, untuk tetap bertahan di sana dan berada dalam satu ruangan dengan Irwan ia sudah tak nyaman. Pokoknya sebisa mungkin ia akan menghindar. Pria dengan kelakuan busuk itu kini telah membuatnya muak. Pengorbanan dan kepatuhannya selama ini sebagai istri rupanya sama sekali tak dihargai. Balasan yang ia terima justru adalah pengkhianatan yang begitu menyakitkan.
Sesampai di rumah, Bu Hana masih menahan HP sang putri. Wanita keibuan itu tahu betul Ranti pasti masih kepikiran aka kondisi mertuanya. Dan ia hanya berjaga agar tak sampai Ranti terbujuk untuk mengasihani Irwan si brengsek itu. Ia sudah tak mau lagi putrinya akan luluh dimanfaatkan lagi oleh lelaki kurang ajar yang sayangnya adalah menantunya itu. Lebih baik Ranti bercerai dengan tenang dan menjalani kembali kehidupannya. Toh putrinya masih muda. Sementara Irwan kebingungan membujuk ibunya agar mau hanya diurus oleh dirinya saja. Mau bagaimana, tampaknya Ranti ingin membalas dendam terhadapnya. Ponselnya tidak aktif dan kalaupun aktif, ia hanya berdering tanpa pernah diangkat oleh si empunya. Sialan betul! “Udahlah, Bu. Jangan panggil Ranti terus. Yang anak Ibu itu kan aku. Ini aku udah di sini, Bu. Aku yang akan merawat Ibu, jangan kuatir,” bujuknya untuk ke sekian kali. Namun, Bu Ine yang terlanjur nyaman oleh perhatian dan ketelatenan Ranti dalam mengurusnya selama ini merasa sangat kehilangan sosok sang menantu. “Kamu mana bisa diandalkan, Irwan! Besok pagi-pagi kamu pasti udah langsung pamit mau kerja. Lalu gimana sama Ibu di rumah sendirian aja, Irwan? Kamu pikir Ibu bisa mandiri ngapa-ngapain sendiri dalam kondisi begini?” Bu Ine memprotes. Irwan menelan ludah dengan susah payah. Ibunya memang menjadi manja bila sedang sakit begitu. Maunya rebahan saja di kamar dan minta semuanya diurusin. Seperti diambilkan makanan kesukaannya, dibuatkan minuman hangat yang sesuai seleranya dan bahkan seringnya minta terus-menerus dipijat kaki atau punggungnya. Itu semua biasa dilakukan oleh Ranti dengan senang hati. Ranti selalu berusaha memenuhi serta menuruti keinginan sang ibu mertua demi agar hubungan mereka tetap terjaga dengan baik. Yah, meskipun dirinya harus rela tak sempat mengurus diri sendiri hingga kemudian Irwan yang mengatainya buluk dan tak cantik lagi! Irwan tak bisa menjawab. Ia memang harus tetap bekerja sebab perusahaannya terhitung ketat mengenai izin absensi karyawan. Sebagai manager marketing di sebuah perusahaan produksi sepatu import di daerahnya itu, Irwan jarang sekali bisa mengambil cuti. Karena tanggung jawabnya yang besar menyangkut kelangsungan order perusahaan. “Nanti Irwan akan carikan pelayan saja untuk merawat dan melayani Ibu selama Irwan kerja,” jawab Irwan mengutarakan solusi termudah yang bisa ia pikirkan untuk saat itu. Bu Ine hanya mencebik. Wanita yang terbiasa cerewet dan hanya bisa cocok dengan pelayanan dari Ranti itu ragu apakah bisa nanti pelayan yang disewa oleh Irwan merawatnya sebaik Ranti? Bukankah kalau dilayani oleh menantunya sendiri mereka justru menghemat biaya sekaligus juga pasti cocok dengan kemauannya selama ini? “Susul saja Ranti ke rumah orangtuanya, Irwan. Gitu aja kok repot!” tegur Bu Ine kemudian. Tampaknya wanita itu belum juga paham bahwa Ranti sudah muak dan tak akan pernah mau lagi tinggal bersama mereka dengan alasan apa pun. Irwan menggeleng tegas. “Irwan akan bercerai dengan Ranti, Bu. Jadi Ibu sebaiknya udah nggak usah lagi ingat-ingat dia.” “Irwan! Kamu itu keterlaluan sekali, sih! Kamu jadi bener menceraikan Ranti? Nggak bisa kembali berdua lagi? Kamu benar selingkuh dari dia, iya?” Perlahan, Bu Ine mengingat satu demi satu kejadian semalam yang sempat terlupakan akibat sakitnya. “Memangnya Ibu pikir aku bercanda? Hal seperti itu bukan untuk bahan bercanda, Bu,” jawab Irwan semakin menegaskan sikap. Bu Ine menghela napas panjang. Ia sangat kesal tapi juga tak bisa melakukan apa pun untuk membantah keinginan sang putra. Dari dulu Irwan memang tak pernah bisa untuk dicegah apa pun kemauannya. Kepribadiannya yang keras seperti mendiang ayahnya itu telah lekat sejak kecil. Bila ingin apa pun, ia harus dituruti kalau tidak ingin merajuk atau bahkan mengamuk. “Siapa wanita selingkuhan kamu itu, Irwan? Apa dia jauh lebih baik dari Ranti sampai kamu tega menduakan dia?” tanya Bu Ine akhirnya. Bila memang rumah tangga putranya dengan Ranti tak bisa dipertahankan, setidaknya ia sebagai ibu harus memastikan rumah tangga kedua putranya kelak lebih baik dan bukannya lebih buruk dari yang pertama. “Jangan memanggilnya begitu, Bu. Dia punya nama. Namanya Mona. Irwan akan membawanya bertemu Ibu besok sepulang kerja. Irwan yakin Ibu juga akan langsung menyukainya,” jawab Irwan mulai mengulas senyum bangga. Dalam pikirannya, ibunya juga pasti akan menyukai Mona yang sikapnya manja dan tubuhnya wangi luar biasa serta wajahnya juga segar dengan riasan selalu sempurna. Berbeda sekali dengan Ranti istrinya. Bajunya saja nggak pernah ganti. Wangi parfum apa lagi. Pasti sepulang kerja yang diciumnya adalah bau bumbu dapur atau malah sabun cuci. Astaga! Bu Ine sendiri akhirnya hanya pasrah menunggu esok hari kala putranya hendak membawakan dirinya calon menantu baru ke rumah itu. Entah, tapi feelingnya sebagai ibu merasakan hal berbeda. Ia merasa calon menantu barunya tidak sebaik yang Irwan katakan. Keesokan harinya, Irwan pagi-pagi langsung berbicara mengenai permintaan Bu Ine untuk bertemu Mona. “Hah? Bener, Mas? Aku udah boleh ketemu sama Ibu kamu? Beliau udah setuju sama hubungan kita?” Wanita bertubuh gemoy dengan kulit seputih susu khas perawatan mahal itu tampak semringah. “Ya Ibu baru mau ketemu kamu aja, sih. Makanya kamu harus pandai ambil hati Ibu biar hubungan kita direstui.” Irwan menjawab sambil tangannya mengelus lengan halus sang kekasih haram. Haram karena sudah dilakukan sejak ia masih berstatus sebagai suami Ranti. “Duh, kok aku jadi deg-degan ya, Mas? Apa Ibu kamu akan suka sam aku, ya?” tanya Mona sambil bergelayut manja di lengan Irwan dnegan tak tahu malunya. Oke, mereka memang sekedar partner kerja di hadapan seisi kantor, tetapi bila seruangan hanya ada mereka berdua, maka sikapnya langsung berubah manja dan tanpa batasan. Sungguh memalukan wanita single bisa bersikap begitu murahan dengan suami wanita lain! “Tenang aja, sepertinya Ibu akan suka sama kamu, kok. Asalkan kamu bisa merawat Ibu seperti Ranti biasa melakukannya—“ “Ap-apa, Mas? Merawat ibu kamu seperti mantan istrimu yang nggak berguna itu?” Tanpa diduga, Mona langsung tampak terperanjat. “Mana bisa, Mas! Aku ini kan wanita karier. Ya nggak sama lah dengan istri bulukmu itu! Kerjaanku itu urusin berkas-berkas dan presentasi!” lanjut Mona sambil berkacak pinggang kini. Rambutnya yang hitam panjang itu dikibaskan dengan sikap angkuhnya, seolah menunjukkan bahwa dirinya sama sekali tak pantas untuk diberi tugas merawat sang ibu mertua nanti. ---------Nah loh??? bersambung ….Irwan lalu mengalah dan berpikir ibunya nanti juga pasti tak akan meminta hal-hal aneh di hadapan Mona. Toh, ibunya pasti paham kalau Mona bukan seperti Ranti. Penampilan mereka berdua saja sudah jauh berbeda. Ranti yang sederhana dan apa adanya sebab hanya di rumah saja. Sementara Mona yang selalu cetar dengan riasan lengkap dan wangi menguar ke mana-mana. Sungguh tidak pantas memang kalau Mona yang merawat ibunya.Sepeninggal Mona dari ruangan kerjanya, Irwan akhirnya langsung mengambil inisiatif untuk menghubungi agency penyalur asisten rumah tangga yang ia ketahui. Ada beberapa kawannya yang sudah sering merekomendasikan kontak agency itu setiap kali Irwan datang ke kondangan tidak membawa istri.“Kamu itu seharusnya punya pelayan di rumah, Irwan. Biar istri kamu nggak kerepotan dan jadi bisa ikut kamu kalau acara di luar perusahaan. Lihatlah, semua membawa istrinya masing-masing tapi kamu selalu aja sendirian, seperti pria single nggak laku aja kamu!” sindir Herman, salah seorang
Sementara itu, Ranti yang berada di rumah orangtuanya mulai menata hati. Ia tak mau menyibukkan diri dengan mencemaskan Bu Ine karena toh mantan ibu mertuanya itu pasti telah dirawat dengan baik oleh putranya sendiri. Biar Irwan tahu bagaimana cerewetnya Bu Ine selama ini. Biar Irwan akhirnya akan bisa menyadari dan menghargai usaha keras Ranti di rumah itu untuk mengambil hati Bu Ine. Dikiranya mungkin gampang untuk berperan sebagai istri sekaligus menantu yang baik di rumah itu?Kesehariannya kini dihabiskan dengan semakin tekun menulis novel online. Setidaknya karena penghasilan dari novel online itu ia tak perlu cemas meskipun kini akan menjadi janda. Bahkan sejak masih menjadi istri Irwan saja pendapatannya sudah sangat berguna untuk menutupi segala kebutuhan yang kurang. Untung sekali dirinya punya pekerjaan yang bisa dilakukan dari rumah saja tanpa meninggalkan tanggung jawabnya sebagai istru pun menantu elama ini. Yah, meskipun ternyata menurut Irwan masih kurang pengorbanan
Sekitar dua minggu kemudian, surat cerai datang ke rumah orangtua Ranti dibawakan oleh pengacara Irwan. Ranti yang sudah berancang-ancang pun tak mau gegabah. Dihubunginya dulu pengacaranya sendiri yang tak lain adalah Dewi, sahabatnya.Dewi lantas mengambil alih urusan tersebut sebab ada beberapa hal yang Ranti ingin pastikan tercantum dalam surat gugatan cerai tersebut. Dia tidak bodoh seperti wanita v6 yang setelah diselingkuhi tak mendapat apa pun dari mantan suami. Minimal ia harus mencantumkan klausal perihal bukti Irwan telah berselingkuh agar semua biaya perceraian dan juga pembagian gono-gini didapatnya dengan mulus.Bukan matre, tapi Ranti hanya ingtin membuat Irwan kapok dan mendapatkan balasan yang setimpal karena telah mengkhianati dirinya dengan wanita lain. Jelas ia tak rela kalau harta gono-gininya akan jatuh ke tangan si pelakor meskipun ia sendiri juga tak akan sudi memakai harta tersebut. Ia sudah berniat akan menyumbangkan semuanya ke panti asuhan saja. Lumayan be
"Dasar pelakor kamu!”“Wanita tak tahu malu! Tukang rebut suami orang!”“Cantik-cantik cuma buat gaet suami orang! Rugi banget jadi wanita!”“Semoga wajahmu berubah buruk dan nggak ada lagi yang mau kenal sama kamu! Karma itu ada! Camkan itu!”Serentetan cercaan muncul di notifikasi akun sosial media milik Mona. Ia histeris pagi itu kala mengecek ponselnya dan mengetahui berbagai hujatan tengah dilemparkan oleh netizen terhadapnya.“Sial! Ini pasti kerjaan si mantan istri kamu, nih!” Mona mendengkus marah seraya menatap tajam pada Irwan yang masih mengeringkan rambut dengan handuk.Ia dan Mona memang sudah semakin bebas bermalam di satu atap karena toh mereka merasa proes perceraian antara Irwan dengan Ranti sedang berlangsung. Mereka semakin tak tahu malu dalam menuntaskan hubungan haram entah itu di hotel atau di rumah Mona yang ternyata selama ini cicilannya dibayar oleh Irwan. Pantas saja uang gajinya selalu musnah entah ke mana. Rupanya Mona yang menikmati semuanya.“Ada apa sih,
Melihat Irwan yang kemudian menutup ponselnya dengan raut wajah kalah pun membuat Mona murka. Ia berkacak pinggang di hadapan kekasih haramnya itu sambil mulai mengomel khas wanita."Apa-apaan itu tadi, Irwan? Kamu nggak berani sama si buluk istrimu itu, ha? Pria macam apa sih kamu?”“Mona, jangan memperkeruh suasana. Aku udah cukup pusing dengan masalahku—““Apa? Masalahmu? Ini juga masalahku, Irwan. Jelas-jelas netizen udah bertindak menyerang akunku gila-gilaan! Sekarang mau ditaruh di mana mukaku, coba? Semua orang kini akan mengataiku pelakor dan kamu bilang cuma kamu yang punya masalah? Iya?” Mona menggamit lengan Irwan dan dengan gemas memuntirnya lalu menghujaninya dengan cubitan keras.“Tapi aku juga mengalami hal yang sama, Mona. Bukan kamu aja. Ya udah, kita harus terima ini sebagai salah satu konsekwensi dari perbuatan kita di belakang Ranti—““Hah? Kamu kok jadi kayaknya ngebelain istri kamu itu, sih? Kamu udah simpati sama dia dan mau kembali sama dia?” tuding Mona yang
“Sial! Ini gila! Gimana mungkin kita bisa sama-sama dipecat gini, coba?” Mona mencak-mencak setelah mereka sudah keluar dari ruangan Pak Jodi.“Pak Jodi keterlaluan sih. Harusnya dia nggak sekeras itu. Paling tidak kasih SP dulu lah. Bukan langsung main pecat gini!” Irwan sama emosinya dengan Mona.Pikiran mereka semakin kalut mengingat berbagai tagihan yang harus mereka bayar setiap bulan. Apa jadinya kalau mereka sudah tak lagi punya sumber penghasilan berupa gaji seperti biasanya? Siapa lagi yang bisa diandalkan? Sial!“Ini semua gara-gara istri buluk kamu itu! Kamu pokoknya harus kasih pelajaran ke dia, Irwan! Bikin dia kapok dan minta dia bilang ke Pak Jodi untuk menganulir pemecatan kita! Aku yakin kalau dia mau menjadi penengah, mungkin Pak Jodi akan mau mempertimbangkan—“ Mona kembali mengumpati Ranti soal tersebarnya skandal penyebab dipecatnya mereka itu.“Huuuft ... Pak Jodi pasti tidak akan menggubris Ranti, Mona. Siapa dia sampai bisa membuat Pak Jodi membatalkan keputusa
Ranti mendengarkan dengan tenang cerita dari Dewi. Ada sedikit rasa tak nyaman dalam hatinya karena sesungguhnya ia tak mengharapkan kejadian buruk yang menimpanya itu disebarluaskan. Bukan hanya Mona dan Irwan, dirinya sendiri pun menanggung malu meskipun tentu saja bukan sebagai pesakitan.Tapi, jadi korban dalam sebuah perselingkuhan sama sekali bukan hal yang pantas untuk dibanggakan juga, kan? Baginya sebenarnya itu adalah aib yang layak ditutupi. Tapi kalau menurut Dewi hal itu akan bisa menjadikan efek jerqa bagi para pelaku perselingkuhan dan sebagai bagian dari sanksi sosial yang pantas didapat oleh Irwan dan pelakornya, maka biarlah terjadi.Ia sendiri juga mendapati akun sosial medianya diserbu dengan berbagai dukungan, simpati dan bahkan motivasi dari mereka yang tampaknya juga pernah mengalami hal sama. Oke, itu cukup menghibur meskipun sesungguhnya yang ia perlukan saat itu hanyalah sebuah privasi dan waktu bersama dirinya sendiri. Waktu untuk menyembuhkan sakit hati dan
“Jangan sebut dia buluk dengan mulutmu yang busuk itu! Kamu bisa aja akan langsung insecure kalau temanku ini sudah berdandan, tahu! Bahkan semua mata juga tahu di sini siapa yang lebih cantik antara kamu atau Ranti!” Dewi menyergah gusar.Mendengar hal itu, Mona kini menyipitkan mata dan memandang lebih teliti ke arah Ranti. Ia beberapa kali bertemu dan melihat foto Ranti sebelumnya meskipun tidak pernah berhadapan secara langsung. Tapi ya, benar kata Dewi barusan, sepertinya Ranti kini sudah banyak berubah dari yang terakhir ia ingat. Wajah dan kulitnya tampak jauh lebih bersinar dan terawat ... apa mungkin .... Ah, persetan, gegas ia menghalau pikirannya lalu kembali mengutarakan apa maksud kedatangannya.“Dih, memangnya aku peduli apa pendapat orang lain? Yang jelas Irwan jauh lebih memilihku ketimbang dia, kan? Huh, itu aja udah cukup membuktikan!” ujarnya tegas yang langsung membuat Ranti bangkit dari duduknya.“Irwan milih kamu karena kamu emang semurah itu! Kamu mau-maunya aja
Hukuman terberat bukan dipenjara atau membayar sejumlah besar denda yang diajukan oleh perusahaan milik Jodi. Bukan!Irwan sama sekali tak keberatan kalau ia harus dipenjara selama beberapa saat atau menumpuk utang hanya untuk membayar denda asalkan setelah itu ia masih bisa memiliki Ranti!Ya, kini Irwan benar-benar sadar dan menyesal setengah mati mengapa dulu ia sampai terpikir untuk mengkhianati istri tercintanya itu. Sungguh, ia mengutuk hari di mana Mona berhasil meruntuhkan kesetiaannya. Hari di mana ia terpesona oleh bujuk rayu wanita sial*n itu. Astaga! Andai bisa ia mengulang waktu!Pengacara dari perusahaan barunya sudah membereskan semua urusan jaminan hingga ia tak perlu sampai menginap di balik tahanan. Tapi meskipun pulang ke rumah, pikirannya hanya terpusat pada satu hal. Bagaimana ia bisa mendapatkan kembali simpati dan cinta dari Ranti, mantan istri yang masih sangat dicintai serta diharapkannya itu.Tapi nyatanya kuasa hukum Jodi justru memberikannya dua pilihan, be
"Ada apa ini?"Sambil berusaha bersikap setenang mungkin, Irwan menghampiri tiga petugas tesebut dan mempersilakan mereka duduk kembali di sofa ruang tamu."Ini surat penahanan Anda, Pak Irwan. Harap bersikap kooperatif karena sudah berkali-kali surat panggilan interogasi datang, tetapi Anda sama sekali tidak memberikan respon." Seorang petugas yang sepertinya adalah senior di antara dua lainnya itu berkata sambil menyodorkan sebuah amplop putih panjang.Irwan mengambil dan membuka lalu membacanya dalam hati. Betul yang petugas itu katakan. Ia benar-benar harus ditahan saat itu juga. Astaga!"Tapi, Pak. Bukankah seharusnya saya berhak mendapatkan bantuan pengacara? Perusahaan baru saya sudah pasti akan bersedia menyediakan pengacara mahal untuk saya--""Silakan, Pak. Di pengadilan nanti Bapak bebas didampingi pengacara. Tapi saat ini yang penting Anda harus ikut kami," jawab sang petugas senior lagi.Irwan tak punya pilihan lain. Ia izin untuk berganti pakaian dulu ke kamar sambil mel
"Apa? Berani nyamperin kamu ke rumah? Mau apa katanya?" Jodi yang mendapat laporan dari Ranti segera terpantik emosi."Tau tuh, katanya mau bicara empat mata. Pake bilang minta ampun dan sumpah nggak akan ngulangin kesalahan lah, apa lah, ish." Ranti menjelaskan sambil bibirnya mengerucut kesal sendiri atas sikap Irwan tadi.Mereka berdua tengah makan siang di cafe dekat MP Distro milik Ranti. Biasanya mereka juga sekalian membahas hal-hal penting mengenai distro yang berhubungan dengan Jodi dan tentu saja juga diselipi urusan pribadi."Lalu, kamu kasih dia kesempatan lagi?" tanya Jodi sambil hatinya ketar-ketir. Bagaimana pun, Irwan adalah cinta pertama Ranti. Dan banyak sekali orang yang bilang bahwa namanya cinta pertama itu pasti susah hilang sama sekali meski sudah berpisah sekalipun. Siapa yang tidak khawatir?"Ya nggak, lah. Langsung kutinggalin dia di sana. Biarin deh ngomong sama pagar sana sekalian! Enak amat minta dimaafin setelah apa yang dia perbuat!" Ranti masih menggebu
Malam-malam dingin terus menyelimuti Irwan. Dalam kesepian, ia terus merindui sosok Ranti, sang mantan istri. Di ranjang, di sudut-sudut kamar, di depan meja rias, bahkan di dalam kamar mandi, seringkali ia dapati bekas-bekas aroma Ranti yang masih tertinggal.Ah, kenapa ia begitu gegabah? Kenapa sampai sebodoh itu menggugat cerai istri sebaik Ranti cuma demi seorang Mona yang nyatanya sama sekali tak sepadan?vLihat sekarang, Ranti bisa kembali jadi bahkan jauh lebih cantik dari dulu semasa perawan. Dan pekerjaan? Kini wanita itu sudah jauh melampaui pencapaian Irwan sendiri, apalagi Mona! Tidak ada apa-apanya!Ranti pandai memasak, menu yang ia sediakan tak pernah gagal memanjakan lidah Irwan maupun ibunya. Ranti juga pandai mengambil hati sang mertua dengan bersikap penurut serta tanpa banyak protes dan bersedia melayani apa pun pinta Bu Ine. Berbanding terbalik sekali dengan Mona yang sebagai wanita taunya hanya bersolek, belanja dan menghabiskan duit! Selain itu nol!"Kembalilah
“Kamu kok jadi jarang banget pulang ke rumahku, sih?” protes Mona di kantor hari itu.“Ya aku kan harus nemenin Ibuku, Mon. Lagipula kan kita udah selalu ketemu di kantor." Irwan menjawab santai karena ia tak begitu tertarik lagi dengan Mona. Baginya, mengejar Ranti kembali merupakan sebuah misi yang jauh lebih penting ketimbang menuruti kemauan wanita di depannya itu.“Ya beda dong, Sayang ….” Mona merapatkan tubuhnya dan menyentuhkan jemari ke rahang Irwan.Biasanya Irwan akan meleleh lalu turut mencumbu wanita itu, tapi tidak kali ini. Irwan justru menepis tubuh Mona dan bangkit dari kursi putarnya untuk keluar dari ruangan.“Dengar, Mona. Kita masih baru di perusahaan ini, jadi jaga sikapmu sebelum kita bisa dapat peringatan atau parahnya dipecat lagi seperti dulu!”Mona memelototi Irwan yang meninggalkannya begitu saja di ruangan.“Sial! Kenapa sih dia? Kayaknya udah ada yang lain lagi ini!” gerutu Mona menyipitkan mata sambil bertekad akan menyelidiki.Tidak mungkin Irwan cuek p
"Aku pulang langsung atau boleh mampir dulu?" tanya Jodi saat sudah sampai di depan pagar rumah Ranti.Ranti menengok jam tangan yang menunjuk angka 9 dan kemudian menggelengkan kepalanya pelan. "Udah kemalaman banget, Jod. Kapan-kapan aja ya mampirnya.""Bukain gih gerbangnya," pinta Jodi kemudian seraya bersiap memutar mobil untuk masuk rumah."Loh, kubilang pulang aja, ini udah kemaleman," ulang Ranti yang sejenak mengira Jodi salah mengartikan ucapannya tadi."Iya aku langsung pulang. Ini cuma mau masukin mobil dulu kok," sergah Jodi yang tak sabar lalu keluar sendiri dan dengan cepat mendorong pintu besi berwarna hitam itu menggeser ke samping hingga terbuka semua.Ranti masih terperangah. Gimana sih, kan disuruh pulang, kok malah mobilnya dimasukin? Pikirannya tak sampai menerka maksud Jodi.Sementara Jodi memilih melanjutkan tindakan. Memasukkan mobil sedan maticnya ke teras, bersebelahan dengan mobil ayah Ranti. Kemudian ia keluar dari kursi kemudi dan menyerahkan kunci pada R
"Would you be mine?"Hening. Hembusan angin pantai meniup lembut jilbab Ranti hingga berkibar menutup hampir separuh wajahnya. Melihat itu, jemari Irwan tak kuasa untuk tak menyentuh helai jilbab yang dikenakan oleh wanita di hadapan."Cantik ...." Sebuah kata meluncur lancar dari bibir Jodi. Tak ayal membuat wajah Ranti yang sudah merona semakin tampak matang sempurna.Astaga! Kalau ada tempat kabur dan sembunyi, rasanya Ranti akan melompat ke sana secepatnya. Tak ada yang bisa dilakukannya kini selain menundukkan kepala. Memandangi ujung sepatunya sambil dengan susah payah menjaga agar debaran jantung tak sampai terdengar oleh pria di hadapan."Ran ...? Tidur ya kamu?" Mendadak Jodi mengangkat lembut dagu Ranti dan menengadahkan wajah ayu itu hingga menghadap langsung ke matanya.Dan saat dua pasang mata bertemu, kembali tak ada sepatah pun terucap. Hanya desau angin yang terasa semakin kencang saja hingga Jodi memutuskan mengambilkan jas yang tadi ia letakkan di mobil untuk dikenak
"Udah beres semua urusan Distro?" tanya Jodi kala Ranti sudah masuk ke dalam mobilnya."Udah, kok. Nanti kalau ada apa-apa Imel akan hubungin aku. Tapi nggak ada jadwal khusus hari ini, sepertinya aman," jawab Ranti meyakinkan.Biasanya ia memang akan menolak diajak keluar kalau ada jadwal kedatangan stok bahan atau produk jadi yang datang. Juga bila ada janji temu dengan supplier atau buyer partai besar. Tapi hari ini bebas, ia bisa keluar dengan Jodi entah ke mana pria itu akan membawanya."Oke, berarti kalau kita perginya agak jauhan bisa kan?" tanya Jodi lagi.Seketika Ranti menoleh ke arah pria di belakang kemudi itu."Agak jauh ke mana maksud kamu?""Ya ada deh, nggak jauh-jauh banget. Palingan dua jam perjalanan," jawab Jodi penuh misteri.Mobil sudah melaju membelah jalanan kota Bandung di jam pulang kerja. Bisa dibayangkan macetnya, tetapi rupanya hanya sebentar mereka berjibaku dalam padatnya kendaraan karena Jodi kemudian berbelok ke areal yang lumayan sepi, menuju ke Indra
Jodi lumayan terkejut kala siang itu mendapati sosok Irwan ada di kantornya. Sejujurnya ia tak menyangka Irwan akan berani menginjakkan kaki lagi di Giant Textile. Rupanya nyalinya besar juga, pikir Jodi sambil kemudian bersikap waspada.“Kau kemari, Irwan? Untuk apa?” tanya Jodi akhirnya.“Untuk berbincang secara lelaki!” tukas Irwan pendek. Tampak dadanya naik turun menahan emosi. Hal mana membuat Jodi terheran karena seharusnya yang emosi kala melihat Irwan adalah dirinya. Jelas-jelas Jodi yang dirugikan dan dikhianati sedemikian rupa hingga Giant Textile kehilangan tender potensialnya.“Perbincangan antar lelaki? Wow!” komentar Jodi sedikit mencibir.“Saya kemari karena Bapak rupanya begitu takut dengan aksi saya sampai-sampai mulai mengintimidasi Ibu dan Ranti untuk ikut membujuk saya. Di mana nyali Anda sebagai lelaki, Pak? Bukankah ini urusan pribadi kita berdua?” Irwan langsung melabrak Jodi.“Tunggu, siapa yang mengintimidasi Ibu kamu dan Ranti?” Jodi menaikkan alis tanda tak