“Jangan sebut dia buluk dengan mulutmu yang busuk itu! Kamu bisa aja akan langsung insecure kalau temanku ini sudah berdandan, tahu! Bahkan semua mata juga tahu di sini siapa yang lebih cantik antara kamu atau Ranti!” Dewi menyergah gusar.Mendengar hal itu, Mona kini menyipitkan mata dan memandang lebih teliti ke arah Ranti. Ia beberapa kali bertemu dan melihat foto Ranti sebelumnya meskipun tidak pernah berhadapan secara langsung. Tapi ya, benar kata Dewi barusan, sepertinya Ranti kini sudah banyak berubah dari yang terakhir ia ingat. Wajah dan kulitnya tampak jauh lebih bersinar dan terawat ... apa mungkin .... Ah, persetan, gegas ia menghalau pikirannya lalu kembali mengutarakan apa maksud kedatangannya.“Dih, memangnya aku peduli apa pendapat orang lain? Yang jelas Irwan jauh lebih memilihku ketimbang dia, kan? Huh, itu aja udah cukup membuktikan!” ujarnya tegas yang langsung membuat Ranti bangkit dari duduknya.“Irwan milih kamu karena kamu emang semurah itu! Kamu mau-maunya aja
Heran melihat Irwan yang tak tampak bersiap untuk ke kantor hari itu membuat Bu Ine bertanya, “Kamu lagi libur kerja, Irwan?”Irwan menyuapkan sesendok nasi goreng buatan pelayan baru di rumah mereka sambil membayangkan bulan depan mau menggajinya dengan uang apa kalau ia benar jadi dipecat.“Irwan!” sentak Bu Ine yang pertanyaannya barusan benar-benar tak mendapatkan respon dari sang putra.“Eh, Bu. Iya, ada apa?” Geragapan karena baru sadar dari lamunan suramnya, Irwan menatap rikuh pada ibunya.“Kamu ngelamun, ya? Ibu dari tadi tanya kenapa kamu nggak pakai baju ngantor?” ulang Bu Ine akhirnya.“Ehm, anu, Bu. Irwan lagi ambil cuti, capek ....” jawab Irwan sedikit terbata.Tentu ia tak mau tergesa mengadukan musibah besar yang menimpanya. Ia rasa ibunya mungkin bisa saja akan kembali terguncang dan bisa-bisa pingsan lagi. Toh, hari ini Ranti akan menemui Pak Jodi dan kemungkinan besar atasannya itu akan berbelas kasihan lalu tak jadi memecatnya dan Mona. Harapannya kembali melambung
“Jangan panggil aku Miranti Pradibta kalau sampai tidak bisa membuat kalian kapok melawanku,” ucap Ranti seorang diri sambil meneliti penampilannya di depan cermin lebar di kamar. Ia sedang akan berangkat menemui Jodi Mahendra bersama Dewi dengan disaksikan juga oleh Irwan dan Mona.Mata pandanya yang biasa menghiasi kini sudah hilang berkat tak pernah lagi begadang malam. Ia yang kini menjadi seperti single dan tak punya pekerjaan lain selain menulis novel sepanjang hari tentu saja sudah punya waktu istirahat yang sangat cukup. Pun juga ia memang bertekad kembali merawat diri. Menyisihkan waktu untuk jogging di pagi hari, ikut yoga beberapa kali atas ajakan Dewi, serta juga membeli skincare dengan bebas dengan uang hasil novelnya sendiri. Sesekali ia juga pergi ke salon untuk memaksimalkan perawatan.Dan penampilannya juga sudah bisa dibilang berkelas lagi. Karena ia kembali mengenakan pakaian lamanya yang branded yang masih tersimpan rapi di lemari rumah orangtuanya ini. Berbeda den
“Dan kemarin, si pelakor tidak tahu malu ini memaksa Miranti untuk menemui Bapak demi meminta kelonggaran atas pemecatan mereka dari perusahaan ini,” lanjut Dewi dengan ekspresi ingin muntah saking muaknya. Pak Jodi yang menyimak kini semakin dibuat heran oleh penjelasan dari Dewi.“Lalu, apa maksudnya sekarang Miranti datang untuk itu?” tanyanya langsung menatap mata wanita yang sedari tadi membuatnya tak bisa berkedip saat memandangnya itu.Ranti menegakkan posisi duduknya dan dengan sangat tegas menjawab pendek, “Tentu tidak, Pak. Saya sebagai pihak yang tersakiti di sini. Saya tidak punya kepentingan lagi dengan mereka berdua. Karena itu, kalau memang saya diminta kemari, maka saya sudah penuhi untuk datang, tapi semua keputusan saya serahkan kepada Bapak sebagai pemegang tertinggi kebijakan di perusahaan ini. Apakah seorang karyawan dengan status menikah boleh secara bebas melakukan tindakan asusila semacam perselingkuhan dengan sesama karyawan di sini? Itu s
“Dewi! Untuk apa kamu menjual cerita sedihku pada atasan mantan suamiku? Jangan-jangan kamu mau dia kasih pesangon jatah Irwan dan selingkuhannya itu ke aku lagi?” seloroh Ranti yang kini memang sudah kembali kepada tabiatnya yang sering bergurau.Mau tak mau Jodi ikut terkekeh mendengar selorohan itu. “Jatah pesangon larinya ke kantong Direktur, bukan ke mantan istri yang tersakitai, wkwkwk.” “Iiiih ... korupsi itu namanya! Apa kumasukin aja lah ke list tuntutan persidangan ya, jatah pesangon adalah hak milik istri karena itu termasuk harta gono-gini,” sergah Dewi turut pula melucu membuat ketiganya kemudian terbahak bersama.Terjeda oleh datangnya OB yang mengantar minuman dingin mereka, ketiganya pun melanjutkan obrolan. Kebanyakan mengenai pertanyaan Jodi kepada kabar Ranti selain soal perceraiannya. Ia bertanya kerja di mana, sekarang tinggal di mana dan apakah sempat bekerja sebelumnya.“Kalau mau, kamu bisa melamar ke sini. Bisa aja menggantikan posisi Mona tadi, dia sekretari
Sementara itu, di rumah Mona sedang terjadi pertengkaran hebat. Ia bersitegang dengan Irwan karena merasa telah dibodohi oleh Ranti dan itu semua adalah salah Irwan juga. “Bukankah kamu sendiri yang begitu yakin kalau istri kamu itu pasti akan menolong kita? Tapi kenapa ternyata dia malah jadiin itu sebagai senjata buat ngelawan kita? Hih, kamu juga bisa-bisanya nggak berbuat apa-apa pas di sana. Kamu itu laki-laki, kan?” omel Mona sangat sakit hati karena merasa dijebak oleh Ranti dan juga Dewi. “Kamu yang kieterlaluan, Mona. Masa’ iya kamu suruh Ranti untuk belain kita di saat kamu tahu dia itu korbannya! Keterlaluan!” Irwan mau tak mau juga menyalahkan kebodohan mereka berdua yang begitu saja yakin bahwa Ranti pasti akan membantu. Jelas-jelas Ranti pasti sakit hati kepada mereka, tapi mereka malah berharap terlalu banyak. “Kok jadi nyalahin aku? Salahin diri kamu sendiri dong yang nggak bisa cariin solusi lain sampai aku harus berjuang sendiri kayak kemarin!” sentak Mona kesal
“Bu, ada apa, Bu?” Mbak Marni, sang pelayan segera menghampiri dan memapah Bu Ine untuk duduk di sofa yang lebih panjang. Gegas ia mengurut pundak sang Nyonya karena memang biasanya Bu Ine seringkali minta dipijat di bagian itu bila sedang pusing atau kelelahan.“Marni ... panggil Irwan sekarang juga di kamarnya, Marni. Cepat,” titah Bu Ine dengan suara terpatah-patah seperti sedang terserang sesak nafas.Serta-merta Mbak Marni melaksanakan perintah Bu Ine dan setengah berlari ke kamar Irwan dan mengetuk lalu memanggili sang tuan. Ia begitu tergopoh karena takut kalau-kalau Bu Ine kena serangan, sebab ia sudah berkali-kali diperingatkan oleh Irwan untuk menjaga kondisi sang nyonya. Ia takut akan dipersalahkan.Setelah beberapa kali ketukan, baru Irwan terbangun dan membukakan pintunya. Ia baru saja tidur sebentar dan kepalanya juga masih belum sempurna hilang pusingnya. Tapi kini masalah lain sedang menghadang.“Ada apa, Mbak Marni? Kenapa teriak-teriak gitu?” tanyanya sambil menguap
“Astaghfirullah, Bu. Masuk dan duduk dulu sini, Bu. Hati-hati lho nanti Ibu kena serangan lagi kalau marah-marah begitu. Ingat tensinya, Bu.” Bu Hana malah fokus pada kondisi Bu Ine karena melihat kondisi sang besan yang mukanya memerah dnegan mata membeliak penuh amarah. Bahkan dada sang tamu tampak naik turun pertanda kesulitan napas. Ia juga memperhatikan wanita yang menemaninya tampak tergopoh menghalangi Bu Ine untuk mengamuk tapi tak punya daya untuk itu.“Bu Hana juga apa nggak bisa nasihatin Ranti? Jangan semena-mena dengan Irwan! Irwan menanggung kehidupanku dan bagaimana nasib kami kalau dia sampai dipecat dari pekerjaannya selama ini, Ranti? Kamu mau tanggung jawab atas kami?” lanjut Bu Ine tak peduli pada kekhawatiran sang mantan besan.“Ya Allah, ini ada apa, Ranti? Kamu melakukan apa sama Irwan? Astaga Ibu nggak ngerti, ayo sini masuk dulu, Bu. Biar kubikinin minum.” Bu Hana tetap membujuk sang besan karena bagaimanapun, naluri kemanusiaannya kasihan kepada tamu yang kea
Hari itu juga sepulang kerja Jodi mendatangi distro milik Ranti. Ia memutuskan Ranti harus tahu soal kelakuan mantan suaminya itu. Sesampai di sana, ia langsung bercerita dengan gamblang soal kekalahan perusahaannya saat berebut tender dengan Ekomoda. Dan tentu saja fakta bahwa Irwan lah dalang di balik kekalahan itu.“Apa? Kamu yakin, Jod? Irwan kayaknya nggak mungkin senekat itu, deh—“ Ranti terkejut dan tak percaya mendengar berita tersebut.“Aku udah selidikin dan bahkan tadi aku langsung hubungin dia, Ran. Dia nggak ngelak, loh! Malah dia bilang itu baru awal dari pemabalasan dendamnya karena udah kupermalukan,” jawab Jodi meyakinkan.“Astaga! Keterlaluan banget sih Irwan! Dia nggak tahu apa kalau sabotase seperti itu termasuk tindak kriminal? Bener-bener ceroboh!” Serta-merta Ranti mengambil ponselnya dan langsung menghubungi Irwan.Jodi melihat kelakuan Ranti tersebut dengan wajah heran.“Tunggu ... kamu mau apa? Mau hubungin dia? Serius?” sergah Jodi sambil menyentuh lengan Ra
Giant Textile yang selama ini selalu mendominasi pasar harus menghadapi kerugian besar dan kehilangan klien-klien penting, yang seharusnya menjadi bagian dari portofolio mereka. Namun, di balik semua kemenangan Ekomoda, ada perasaan tidak nyaman yang menghantui Irwan. Walaupun ia berhasil menyabotase perusahaan tempatnya bekerja sebelumnya, ia juga merasa bahwa ia sedang merusak reputasinya sendiri dalam dunia bisnis. Namun, ia menekan perasaan itu, berpikir bahwa ini adalah langkah terbaik untuk membalaskan dendam dan mendapatkan tempat yang layak bagi dirinya di Ekomoda.Kemenangan Ekomoda dalam tender itu membuka peluang besar bagi Irwan untuk melangkah lebih jauh dalam kariernya. Ia tak hanya berhasil menjatuhkan Giant Textile, tetapi juga membuktikan bahwa ia adalah orang yang sangat berguna bagi perusahaan ini. Posisi yang tadinya hanya sebagai asisten manajer kini bisa segera menjadi manajer marketing yang diinginkannya.Namun, di balik kesuksesan ini, Irwan semakin terperangka
Seiring berjalannya waktu, Irwan mulai mempelajari rutinitas dan struktur Ekomoda. Ia tidak hanya harus beradaptasi dengan posisi barunya sebagai asisten manager marketing, tetapi juga mempersiapkan langkah-langkah untuk melaksanakan sabotase yang telah direncanakannya. Setiap hari, ia menyusup lebih dalam ke dalam data dan sistem, mencari celah yang merupakan kekurangan perusahaan itu dibandingkan dengan kinerja Giant Textile. Tujuan utamanya adalah untuk membuat Ekomoda jauh lebih maju sekaligus menghancurkan Giant Textile setelah itu. Irwan tahu persis bagaimana cara mereka bekerja—Giant Textile adalah pesaing besar yang tak pernah gagal dalam memenangkan tender-tender besar selama ini. Namun, ia juga tahu kelemahan mereka. Selama bertahun-tahun bekerja di sana, ia mempelajari betul bagaimana mereka mengelola data klien, strategi penawaran, dan mekanisme internal mereka. Semua informasi itu kini ia pegang erat, dan ia tahu Ecomoda harus bisa memanfaatkannya
Di sebuah kafe yang terletak tidak jauh dari pusat kota, Ranti sedang duduk santai menikmati secangkir kopi sambil memeriksa beberapa pesanan online yang masuk untuk distro miliknya. Pagi itu, suasana kafe cukup ramai, beberapa orang duduk di sudut berbincang santai, sementara yang lain sibuk bekerja dengan laptop terbuka di hadapan mereka. Ranti merasa tenang di tengah keramaian itu, menikmati momen kesendirian yang bisa memberinya sedikit ketenangan di tengah kesibukan usahanya.Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Tiba-tiba, dua orang yang familiar muncul di pintu kafe. Ranti mengenali sosok itu dengan sangat jelas. Irwan dan Mona, selingkuhannya, melangkah masuk dengan senyum lebar yang terlihat sedikit sinis. Mereka berjalan menuju meja yang terletak tidak jauh dari tempat Ranti duduk. Tampak sekali Irwan sebenarnya ingin mengajak Mona keluar, mungkin berganti cafe lain, tapi Mona tentu saja tak peduli.Ranti berusaha menahan diri agar tidak terlihat terlalu memperhatikan m
Ranti memutuskan untuk lebih fokus pada usaha yang sedang dirintis. Usaha distro yang ia mulai dengan bantuan Jodi memang memerlukan perhatian ekstra, namun ia menikmatinya. Setiap pagi, ia berangkat ke tempat usaha tersebut untuk memantau segala sesuatunya, memastikan stok baju selalu tersedia dan tata letak di toko terlihat menarik. Tidak hanya itu, Ranti juga aktif mengelola penjualan online, memasarkan produk melalui marketplace, serta membuat strategi promosi untuk mengundang lebih banyak pelanggan datang ke outlet offline.Di sisi lain, proses perceraian dengan Irwan memang tinggal menunggu beberapa keputusan administratif, tetapi hari-hari menjelang sidang itu tetap mempengaruhi perasaannya. Ada rasa lega tentu saja, setidaknya setelah ini ia akan sepenuhnya lepas urusan sama sekali dari Irwan. Ia merasa seolah semuanya sudah usai, kenangan baik maupun buruknya selama menikah dengan Irwan hendak ditenggelamkannya dalam palung ingatan. Ia bertekad bahwa hari-hari yang ia jalani
Disclaimer: bab ini bukan untuk mendukung para single untuk tetap bertahan sendiri, ya. Menikah adalah penyempurna ibadah, jadi tetap harus kita usahakan untuk mencari jalan pernikahan dengan pria yang baik akhlak serta bertanggung jawab. Author doain semoga pembaca semua yang sudah menikah rumah tangganya bahagia dan sejahtera, samawa till jannah, serta yang masih single segera bertemu jodoh terbaik dunia akhiratnya, tentunya yang bukan seperti Irwan, aamiin Ya Robbal alamiin_________________________________________ Pagi itu Ranti berniat jogging di Minggu pagi. Meskipun bukan karyawan kantoran, tapi dia suka jogging di hari Minggu saja sebab banyak juga tetangga sejawat yang melakukannya. Ia suka berlari kecil dengan para tetangga yang meskipun jarang mengobrol sebelumnya ternyata juga ramah dan suka bertegur sapa. Meski hanya sekeliling kompleks perumahan dan berakhir di area taman, yang penting sudah memenuhi jatah wajib olahraga mengeluarkan keringat untuk menjaga bentuk tu
“Ke mana aja sih kamu, Irwan? Kenapa susah sekali dihubungi sekarang? Kamu menghindari aku, ya?” Mona langsung melabrak Irwan begitu ia melihat pria itu turun dari mobilnya bersama Bu Ine. Ia bahkan mengabaikan keberadaan sang ibu dari Irwan tanpa menyapanya terlebih dulu.Berhari-hari belakangan teleponnya diabaikan oleh Irwan hingga akhirnya ia nekat mendatangi rumah Bu Ine. Rasa kesalnya karena seoah dirinya dibuang begitu saja setelah semua keributan dan musibah yang mereka alami berdua membuatnya kehilangan rasa takut pada Bu Ine.“Aku sibuk, Mona. Aku akan menghubungimu kalau sudah beres semua urusan. Jangan menggangguku dulu untuk sementara waktu,” jawab Irwan dengan nada satar seolah tanpa rasa bersalah sama sekali. Sejujurnya ia memang butuh menjauh dulu dari Mona sebab setiap kali bertemu, ia hanya semakin dibuat kesal dan kusut pikiran dengan segala omelan dan tuntutan absurd dari kekasih haramnya itu.“Heh, pelakor! Cukup sudah kamu bikin hancur kehidupan anak saya, ya. Ja
Tiga hari setelahnya, sebuah mediasi dijadwalkan untuk mencari solusi damai atas perceraian Ranti dan Irwan. Sebuah upaya yang diharapkan bisa meredakan ketegangan dan membawa mereka menuju jalan yang lebih baik, meskipun semua pihak tahu bahwa proses ini kemungkinan tidak akan berjalan mulus. Ranti dan Dewi tiba di ruang mediasi dengan suasana hati yang jauh dari lega. Ranti terlihat tenang, meski jelas ada bekas luka emosional yang masih mengganggu. Dewi, di sisi lain, tampak serius, siap menghadapi setiap tantangan yang mungkin muncul.Irwan dan Bu Ine datang bersama pengacara mereka. Irwan terlihat lebih lemah daripada sebelumnya. Langkahnya masih terhuyung, seakan tidak percaya bahwa segala sesuatunya bisa berubah secepat ini. Di sampingnya, Bu Ine tampak lebih garang dari sebelumnya, penuh kemarahan yang tampaknya belum juga reda. Mereka duduk berhadapan dengan Ranti dan Dewi, memulai sesi mediasi dengan setertib mungkin.Mediator membuka sesi dengan suara tenang, mencoba menena
Setelah persidangan yang memanas, ruang sidang terasa seperti ruang hening setelah ledakan. Debat, bukti-bukti, dan argumen yang diajukan Dewi berhasil memberikan pukulan telak kepada Irwan, namun keputusan mediasi dari hakim membuat semuanya masih abu-abu. Saat sidang berakhir, suasana di luar ruang sidang berubah menjadi tegang. Bu Ine tampaknya sudah siap dengan segala bentuk makian untuk diluapkan. Sementara itu, Ranti dan Dewi berjalan dengan tenang, meskipun masih ada banyak hal yang harus mereka hadapi.Irwan dan Bu Ine segera berjalan cepat, seperti orang yang ingin segera mencapai Ranti. Dengan wajah masam, ia tampak dikuasai amarah. Hatinya kesal setengah mati bukan hanya karena kekalahan yang tak bisa mereka elakkan, tetapi juga karena dirinya merasa dipermalukan di hadapan orang banyak. Ia tidak peduli dengan seberapa kuat bukti-bukti yang dimiliki oleh Dewi. Yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana inginnya ia memaki Dewi dan juga Ranti untuk memulihkan harga diri.Irwa