Irwan lalu mengalah dan berpikir ibunya nanti juga pasti tak akan meminta hal-hal aneh di hadapan Mona. Toh, ibunya pasti paham kalau Mona bukan seperti Ranti. Penampilan mereka berdua saja sudah jauh berbeda. Ranti yang sederhana dan apa adanya sebab hanya di rumah saja. Sementara Mona yang selalu cetar dengan riasan lengkap dan wangi menguar ke mana-mana. Sungguh tidak pantas memang kalau Mona yang merawat ibunya.
Sepeninggal Mona dari ruangan kerjanya, Irwan akhirnya langsung mengambil inisiatif untuk menghubungi agency penyalur asisten rumah tangga yang ia ketahui. Ada beberapa kawannya yang sudah sering merekomendasikan kontak agency itu setiap kali Irwan datang ke kondangan tidak membawa istri. “Kamu itu seharusnya punya pelayan di rumah, Irwan. Biar istri kamu nggak kerepotan dan jadi bisa ikut kamu kalau acara di luar perusahaan. Lihatlah, semua membawa istrinya masing-masing tapi kamu selalu aja sendirian, seperti pria single nggak laku aja kamu!” sindir Herman, salah seorang rekannya yang sepertinya mulai gerah tiap kali Irwan ditanya soal istrinya tapi tak pernah mau mengajaknya di acara gathering perusahaan. Sebenarnya banyak juga rekan lainnya yang risih dengan sikap Irwan yang lagaknya jadi seperti pria single yang masih suka tebar pesona karena tak bersama istri. Kedekatannya dengan Mona juga mengundang cibiran tak suka di kalangan mereka. Selama itu Irwan hanya menanggapinya dengan datar dan tak menghiraukan mereka. Baginya saran dan kritikan mereka bak angin lalu. Asal dirinya nyaman dan ada Mona yang senantiasa menempel padanya, ia tak merasa kesepian meski yang lain mengajak istrinya masing-masing. Toh, kalau ia mengajak Ranti, justru istrinya itu hanya akan membuatnya rendah diri dan kurang gengsi. Sepulang kerja, sesuai janjinya, Irwan membawa Mona untuk menemui Bu Ine. Wanita separuh baya yang sedang bersantai di ruang tengah itu menanggapi kehadiran Mona dengan raut wajah menilai. Ia menatap Mona dari atas ke bawah hingga membuat wanita muda itu merasa canggung dan tak percaya diri. Tapi segera ditepisnya perasaan itu sebab ia sudah yakin betul penampilan serta riasannya tak ada yang kurang. Sudah sesempurna biasanya. “Jadi kamu pelakor yang merusak rumah tangga putraku?” JLEB! Satu kalimat yang langsung saja membuat Mona seolah dilempar ke jurang kenistaan. Rasa percaya diri serta keangkuhannya tadi lenyap seketika. Sungguh ia tak pernah menduga bahwa ibu Irwan akan setega itu berbicara kepadanya. Bibir berpoles lipstik merah menyala itu menganga saking kagetnya. “M-Mas—“ Sebelah tangannya mencengkeram lengan Irwan untuk mencari pembelaan. Tapi rupanya Irwan juga masih tercengang hingga tak mampu berkata apa pun. “Nggak usah sok kaget begitu. Memang kamu pelakor, kan? Nggak mau disebut gitu?” lanjut Bu Ine dengan telaknya. Oke, untuk perkara berbicara blak-blakan memang Bu Ine lah jagonya. Selama bersama Ranti pun wanita itu tak pernah berusaha sedikit saja menjaga lisan untuk menjaga perasaan menantunya. Padahal Ranti selalu berusaha untuk mengambil hati sang mertua. Apalagi terhadap Mona yang nyata-nyata membuat rumah tangga sang putra berantakan. Tentu saja Bu Ine merasa tak perlu sama sekali bersikap lembut atau pura-pura ramah terhadapnya. Pelakor untuk apa diramahin? Baiknya memang disumpahin! Emosi Mona yang sedari tadi ditahan akhirnya meluap juga mendengar Bu Ine terus-menerus menghina. Memangnya siapa dia sampai berani mengatai seburuk itu? “Bu! Ibu jangan sembarangan bicara, ya! Ibu itu nggak tahu apa-apa! Sudah tua bukannya jaga ucapan malah sembarangan ngatain orang!” sembur Mona sambil jemari berkutek beningnya menunjuk-nunjuk wajah Bu Ine. Bu Ine yang tak pernah sama sekali mendapati perlakuan sekasar itu dari siapa pun sebelumnya pun auto mengamuk. “Heh! Ini wanita yang kamu bilang mau jadi menantu baru Ibu, Irwan? Nggak sudi aku punya mantu kayak gitu! Pelakor nggak tahu sopan santun!” balas Bu Ine yang bangkit dan ikut menunjuk-nunjuk wajah Mona. “Sudah, Bu, Mona. Jangan bertengkar, dong—“ Irwan tergesa memisahkan dua wanita di hadapannya yang tengah bersitegang itu. “Pergi kamu dari sini, wanita sund*l! Jangan pernah menginjakkan kakimu di rumah ini! Haram hukumnya kamu masuk lagi ke sini! Dengar nggak kamu, ha?” Bu Ine yang ditarik Irwan untuk masuk ke kamarnya meronta marah dan terus mengomeli Mona dengan suara keras. “Mas Irwan! Kamu kok diem aja, sih? Kamu dengerin wanita tua ini ngehina aku dari tadi, kan?” Mona mengamuk pada Irwan. Ia menuntut pembelaan dari pria yang mengaku mencintainya tetapi ternyata bungkam saat ia dicerca begitu rupa. Apa daya Irwan, karena pelaku cercaan itu adalah tak lain ibu kandungnya sendiri! Ah, bagai memakan buah simalakama saja nasibnya! “Bu, tolong jangan bicara begitu pada Mona, Bu. Ibu salah paham. Mona tidak seburuk itu. Dia cuma—“ Irwan berusaha menengahi meskipun langsung disela oleh sang ibunda. “Oh, tidak seburuk apa maksud kamu, Irwan? Apa lagi sebutan untuk wanita yang menggoda pria lain yang jelas-jelas sudah beristri, ha? Memangnya dia sudah tidak laku lagi di mata pria single yang lain, ya? Kalau dia wanita terhormat, bahkan kalau di dunia ini sudah tak bersisa lagi satu un pria single, dia tidak akan pernah mau merebut suami dari wanita lain! Tapi nyatanya apa? Pria single masih banyak, tapi dia malah menggodamu dan membuatmu berpisah dari Ranti. Apa lagi sebutannya kalau bukan pelakor sund*l?” Sambil berkata begitu, Bu Ine maju dengan pose seakan gemas sekali ingin mencakar atau menampar wajah wanita di hadapannya. Sungguh, Mona memang cantik putih luar biasa. Tapi kelakuan bej*tnya membuat Bu Ine sebagai sesama wanita merasa murka dan tak terima! “Cantik rupa tapi busuk hatinya! Cih! Bermimpilah jadi menantuku! Sampai kamu tua pun aku tak akan memberi restu!” teriak Bu Ine lagi kala Irwan memilih menarik lengan Mona dan setengah menyeretnya untuk keluar rumah. Sepertinya Irwan akhirnya sadar bahwa yang teraman ialah memisahkan dua wanita yang tengah bertengkar hebat itu. Setidaknya ia harus mencari waktu yang lebih pas untuk mempertemukan mereka lagi kelak. Astaga, sungguh tak terbayangkan kalau ibunya akan bersikap sebegitu kerasnya pada Mona. “Ibu kamu bener-bener gila ya! Sumpah, mana ada wanita tua yang sekasar itu bicaranya! Dih, ogah banget aku serumah sama dia! Mendingan kita tinggal di rumahku aja setelah menikah nanti!” Mona mencerocos sambil melangkah menuju mobil Irwan. Tak pernah ia menerima hinaan seburuk itu, terlebih dari seorang wanita yang sedianya akan menjadi mertuanya. “Jangan katai ibuku gila, Mona. Aku anaknya! Emangnya kamu mau aku punya ibu gila, ya?” Irwan tersinggung juga mendengar Mona menghina Bu Ine. “Tapi tadi itu dia duluan loh yang ngatain aku buruk-buruk gitu. Mulutnya itu loh, ya ampuuun, kalau nggak inget dia ibu kamu, udah kurobek—“ “Diam, Mona! Kamu itu masih muda dan nggak pantas bicara kasar sama orang tua. Apalagi dia itu ibu aku! Kamu emang beda banget sama Ranti!” sergah Irwan lagi. “Hah? Sekarang kamu mulai banding-bandingin lagi aku sama mantan istri kamu itu, iya, Mas?” Mona semakin naik pitam yang akhirnya membuat Irwan memilih diam. Astaga! Seribet ini urusan dengan para wanita, pikirnya mengeluh. Kepalanya mulai pening karena hari-hari yang ia lalui sejak ditalaknya Ranti malam itu benar-benar berlalu dengan buruk! Esok entah peristiwa buruk apa lagi yang akan menimpanya .… bersambung ….Sementara itu, Ranti yang berada di rumah orangtuanya mulai menata hati. Ia tak mau menyibukkan diri dengan mencemaskan Bu Ine karena toh mantan ibu mertuanya itu pasti telah dirawat dengan baik oleh putranya sendiri. Biar Irwan tahu bagaimana cerewetnya Bu Ine selama ini. Biar Irwan akhirnya akan bisa menyadari dan menghargai usaha keras Ranti di rumah itu untuk mengambil hati Bu Ine. Dikiranya mungkin gampang untuk berperan sebagai istri sekaligus menantu yang baik di rumah itu?Kesehariannya kini dihabiskan dengan semakin tekun menulis novel online. Setidaknya karena penghasilan dari novel online itu ia tak perlu cemas meskipun kini akan menjadi janda. Bahkan sejak masih menjadi istri Irwan saja pendapatannya sudah sangat berguna untuk menutupi segala kebutuhan yang kurang. Untung sekali dirinya punya pekerjaan yang bisa dilakukan dari rumah saja tanpa meninggalkan tanggung jawabnya sebagai istru pun menantu elama ini. Yah, meskipun ternyata menurut Irwan masih kurang pengorbanan
Sekitar dua minggu kemudian, surat cerai datang ke rumah orangtua Ranti dibawakan oleh pengacara Irwan. Ranti yang sudah berancang-ancang pun tak mau gegabah. Dihubunginya dulu pengacaranya sendiri yang tak lain adalah Dewi, sahabatnya.Dewi lantas mengambil alih urusan tersebut sebab ada beberapa hal yang Ranti ingin pastikan tercantum dalam surat gugatan cerai tersebut. Dia tidak bodoh seperti wanita v6 yang setelah diselingkuhi tak mendapat apa pun dari mantan suami. Minimal ia harus mencantumkan klausal perihal bukti Irwan telah berselingkuh agar semua biaya perceraian dan juga pembagian gono-gini didapatnya dengan mulus.Bukan matre, tapi Ranti hanya ingtin membuat Irwan kapok dan mendapatkan balasan yang setimpal karena telah mengkhianati dirinya dengan wanita lain. Jelas ia tak rela kalau harta gono-gininya akan jatuh ke tangan si pelakor meskipun ia sendiri juga tak akan sudi memakai harta tersebut. Ia sudah berniat akan menyumbangkan semuanya ke panti asuhan saja. Lumayan be
"Dasar pelakor kamu!”“Wanita tak tahu malu! Tukang rebut suami orang!”“Cantik-cantik cuma buat gaet suami orang! Rugi banget jadi wanita!”“Semoga wajahmu berubah buruk dan nggak ada lagi yang mau kenal sama kamu! Karma itu ada! Camkan itu!”Serentetan cercaan muncul di notifikasi akun sosial media milik Mona. Ia histeris pagi itu kala mengecek ponselnya dan mengetahui berbagai hujatan tengah dilemparkan oleh netizen terhadapnya.“Sial! Ini pasti kerjaan si mantan istri kamu, nih!” Mona mendengkus marah seraya menatap tajam pada Irwan yang masih mengeringkan rambut dengan handuk.Ia dan Mona memang sudah semakin bebas bermalam di satu atap karena toh mereka merasa proes perceraian antara Irwan dengan Ranti sedang berlangsung. Mereka semakin tak tahu malu dalam menuntaskan hubungan haram entah itu di hotel atau di rumah Mona yang ternyata selama ini cicilannya dibayar oleh Irwan. Pantas saja uang gajinya selalu musnah entah ke mana. Rupanya Mona yang menikmati semuanya.“Ada apa sih,
Melihat Irwan yang kemudian menutup ponselnya dengan raut wajah kalah pun membuat Mona murka. Ia berkacak pinggang di hadapan kekasih haramnya itu sambil mulai mengomel khas wanita."Apa-apaan itu tadi, Irwan? Kamu nggak berani sama si buluk istrimu itu, ha? Pria macam apa sih kamu?”“Mona, jangan memperkeruh suasana. Aku udah cukup pusing dengan masalahku—““Apa? Masalahmu? Ini juga masalahku, Irwan. Jelas-jelas netizen udah bertindak menyerang akunku gila-gilaan! Sekarang mau ditaruh di mana mukaku, coba? Semua orang kini akan mengataiku pelakor dan kamu bilang cuma kamu yang punya masalah? Iya?” Mona menggamit lengan Irwan dan dengan gemas memuntirnya lalu menghujaninya dengan cubitan keras.“Tapi aku juga mengalami hal yang sama, Mona. Bukan kamu aja. Ya udah, kita harus terima ini sebagai salah satu konsekwensi dari perbuatan kita di belakang Ranti—““Hah? Kamu kok jadi kayaknya ngebelain istri kamu itu, sih? Kamu udah simpati sama dia dan mau kembali sama dia?” tuding Mona yang
“Sial! Ini gila! Gimana mungkin kita bisa sama-sama dipecat gini, coba?” Mona mencak-mencak setelah mereka sudah keluar dari ruangan Pak Jodi.“Pak Jodi keterlaluan sih. Harusnya dia nggak sekeras itu. Paling tidak kasih SP dulu lah. Bukan langsung main pecat gini!” Irwan sama emosinya dengan Mona.Pikiran mereka semakin kalut mengingat berbagai tagihan yang harus mereka bayar setiap bulan. Apa jadinya kalau mereka sudah tak lagi punya sumber penghasilan berupa gaji seperti biasanya? Siapa lagi yang bisa diandalkan? Sial!“Ini semua gara-gara istri buluk kamu itu! Kamu pokoknya harus kasih pelajaran ke dia, Irwan! Bikin dia kapok dan minta dia bilang ke Pak Jodi untuk menganulir pemecatan kita! Aku yakin kalau dia mau menjadi penengah, mungkin Pak Jodi akan mau mempertimbangkan—“ Mona kembali mengumpati Ranti soal tersebarnya skandal penyebab dipecatnya mereka itu.“Huuuft ... Pak Jodi pasti tidak akan menggubris Ranti, Mona. Siapa dia sampai bisa membuat Pak Jodi membatalkan keputusa
Ranti mendengarkan dengan tenang cerita dari Dewi. Ada sedikit rasa tak nyaman dalam hatinya karena sesungguhnya ia tak mengharapkan kejadian buruk yang menimpanya itu disebarluaskan. Bukan hanya Mona dan Irwan, dirinya sendiri pun menanggung malu meskipun tentu saja bukan sebagai pesakitan.Tapi, jadi korban dalam sebuah perselingkuhan sama sekali bukan hal yang pantas untuk dibanggakan juga, kan? Baginya sebenarnya itu adalah aib yang layak ditutupi. Tapi kalau menurut Dewi hal itu akan bisa menjadikan efek jerqa bagi para pelaku perselingkuhan dan sebagai bagian dari sanksi sosial yang pantas didapat oleh Irwan dan pelakornya, maka biarlah terjadi.Ia sendiri juga mendapati akun sosial medianya diserbu dengan berbagai dukungan, simpati dan bahkan motivasi dari mereka yang tampaknya juga pernah mengalami hal sama. Oke, itu cukup menghibur meskipun sesungguhnya yang ia perlukan saat itu hanyalah sebuah privasi dan waktu bersama dirinya sendiri. Waktu untuk menyembuhkan sakit hati dan
“Jangan sebut dia buluk dengan mulutmu yang busuk itu! Kamu bisa aja akan langsung insecure kalau temanku ini sudah berdandan, tahu! Bahkan semua mata juga tahu di sini siapa yang lebih cantik antara kamu atau Ranti!” Dewi menyergah gusar.Mendengar hal itu, Mona kini menyipitkan mata dan memandang lebih teliti ke arah Ranti. Ia beberapa kali bertemu dan melihat foto Ranti sebelumnya meskipun tidak pernah berhadapan secara langsung. Tapi ya, benar kata Dewi barusan, sepertinya Ranti kini sudah banyak berubah dari yang terakhir ia ingat. Wajah dan kulitnya tampak jauh lebih bersinar dan terawat ... apa mungkin .... Ah, persetan, gegas ia menghalau pikirannya lalu kembali mengutarakan apa maksud kedatangannya.“Dih, memangnya aku peduli apa pendapat orang lain? Yang jelas Irwan jauh lebih memilihku ketimbang dia, kan? Huh, itu aja udah cukup membuktikan!” ujarnya tegas yang langsung membuat Ranti bangkit dari duduknya.“Irwan milih kamu karena kamu emang semurah itu! Kamu mau-maunya aja
Heran melihat Irwan yang tak tampak bersiap untuk ke kantor hari itu membuat Bu Ine bertanya, “Kamu lagi libur kerja, Irwan?”Irwan menyuapkan sesendok nasi goreng buatan pelayan baru di rumah mereka sambil membayangkan bulan depan mau menggajinya dengan uang apa kalau ia benar jadi dipecat.“Irwan!” sentak Bu Ine yang pertanyaannya barusan benar-benar tak mendapatkan respon dari sang putra.“Eh, Bu. Iya, ada apa?” Geragapan karena baru sadar dari lamunan suramnya, Irwan menatap rikuh pada ibunya.“Kamu ngelamun, ya? Ibu dari tadi tanya kenapa kamu nggak pakai baju ngantor?” ulang Bu Ine akhirnya.“Ehm, anu, Bu. Irwan lagi ambil cuti, capek ....” jawab Irwan sedikit terbata.Tentu ia tak mau tergesa mengadukan musibah besar yang menimpanya. Ia rasa ibunya mungkin bisa saja akan kembali terguncang dan bisa-bisa pingsan lagi. Toh, hari ini Ranti akan menemui Pak Jodi dan kemungkinan besar atasannya itu akan berbelas kasihan lalu tak jadi memecatnya dan Mona. Harapannya kembali melambung
Hari itu juga sepulang kerja Jodi mendatangi distro milik Ranti. Ia memutuskan Ranti harus tahu soal kelakuan mantan suaminya itu. Sesampai di sana, ia langsung bercerita dengan gamblang soal kekalahan perusahaannya saat berebut tender dengan Ekomoda. Dan tentu saja fakta bahwa Irwan lah dalang di balik kekalahan itu.“Apa? Kamu yakin, Jod? Irwan kayaknya nggak mungkin senekat itu, deh—“ Ranti terkejut dan tak percaya mendengar berita tersebut.“Aku udah selidikin dan bahkan tadi aku langsung hubungin dia, Ran. Dia nggak ngelak, loh! Malah dia bilang itu baru awal dari pemabalasan dendamnya karena udah kupermalukan,” jawab Jodi meyakinkan.“Astaga! Keterlaluan banget sih Irwan! Dia nggak tahu apa kalau sabotase seperti itu termasuk tindak kriminal? Bener-bener ceroboh!” Serta-merta Ranti mengambil ponselnya dan langsung menghubungi Irwan.Jodi melihat kelakuan Ranti tersebut dengan wajah heran.“Tunggu ... kamu mau apa? Mau hubungin dia? Serius?” sergah Jodi sambil menyentuh lengan Ra
Giant Textile yang selama ini selalu mendominasi pasar harus menghadapi kerugian besar dan kehilangan klien-klien penting, yang seharusnya menjadi bagian dari portofolio mereka. Namun, di balik semua kemenangan Ekomoda, ada perasaan tidak nyaman yang menghantui Irwan. Walaupun ia berhasil menyabotase perusahaan tempatnya bekerja sebelumnya, ia juga merasa bahwa ia sedang merusak reputasinya sendiri dalam dunia bisnis. Namun, ia menekan perasaan itu, berpikir bahwa ini adalah langkah terbaik untuk membalaskan dendam dan mendapatkan tempat yang layak bagi dirinya di Ekomoda.Kemenangan Ekomoda dalam tender itu membuka peluang besar bagi Irwan untuk melangkah lebih jauh dalam kariernya. Ia tak hanya berhasil menjatuhkan Giant Textile, tetapi juga membuktikan bahwa ia adalah orang yang sangat berguna bagi perusahaan ini. Posisi yang tadinya hanya sebagai asisten manajer kini bisa segera menjadi manajer marketing yang diinginkannya.Namun, di balik kesuksesan ini, Irwan semakin terperangka
Seiring berjalannya waktu, Irwan mulai mempelajari rutinitas dan struktur Ekomoda. Ia tidak hanya harus beradaptasi dengan posisi barunya sebagai asisten manager marketing, tetapi juga mempersiapkan langkah-langkah untuk melaksanakan sabotase yang telah direncanakannya. Setiap hari, ia menyusup lebih dalam ke dalam data dan sistem, mencari celah yang merupakan kekurangan perusahaan itu dibandingkan dengan kinerja Giant Textile. Tujuan utamanya adalah untuk membuat Ekomoda jauh lebih maju sekaligus menghancurkan Giant Textile setelah itu. Irwan tahu persis bagaimana cara mereka bekerja—Giant Textile adalah pesaing besar yang tak pernah gagal dalam memenangkan tender-tender besar selama ini. Namun, ia juga tahu kelemahan mereka. Selama bertahun-tahun bekerja di sana, ia mempelajari betul bagaimana mereka mengelola data klien, strategi penawaran, dan mekanisme internal mereka. Semua informasi itu kini ia pegang erat, dan ia tahu Ecomoda harus bisa memanfaatkannya
Di sebuah kafe yang terletak tidak jauh dari pusat kota, Ranti sedang duduk santai menikmati secangkir kopi sambil memeriksa beberapa pesanan online yang masuk untuk distro miliknya. Pagi itu, suasana kafe cukup ramai, beberapa orang duduk di sudut berbincang santai, sementara yang lain sibuk bekerja dengan laptop terbuka di hadapan mereka. Ranti merasa tenang di tengah keramaian itu, menikmati momen kesendirian yang bisa memberinya sedikit ketenangan di tengah kesibukan usahanya.Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Tiba-tiba, dua orang yang familiar muncul di pintu kafe. Ranti mengenali sosok itu dengan sangat jelas. Irwan dan Mona, selingkuhannya, melangkah masuk dengan senyum lebar yang terlihat sedikit sinis. Mereka berjalan menuju meja yang terletak tidak jauh dari tempat Ranti duduk. Tampak sekali Irwan sebenarnya ingin mengajak Mona keluar, mungkin berganti cafe lain, tapi Mona tentu saja tak peduli.Ranti berusaha menahan diri agar tidak terlihat terlalu memperhatikan m
Ranti memutuskan untuk lebih fokus pada usaha yang sedang dirintis. Usaha distro yang ia mulai dengan bantuan Jodi memang memerlukan perhatian ekstra, namun ia menikmatinya. Setiap pagi, ia berangkat ke tempat usaha tersebut untuk memantau segala sesuatunya, memastikan stok baju selalu tersedia dan tata letak di toko terlihat menarik. Tidak hanya itu, Ranti juga aktif mengelola penjualan online, memasarkan produk melalui marketplace, serta membuat strategi promosi untuk mengundang lebih banyak pelanggan datang ke outlet offline.Di sisi lain, proses perceraian dengan Irwan memang tinggal menunggu beberapa keputusan administratif, tetapi hari-hari menjelang sidang itu tetap mempengaruhi perasaannya. Ada rasa lega tentu saja, setidaknya setelah ini ia akan sepenuhnya lepas urusan sama sekali dari Irwan. Ia merasa seolah semuanya sudah usai, kenangan baik maupun buruknya selama menikah dengan Irwan hendak ditenggelamkannya dalam palung ingatan. Ia bertekad bahwa hari-hari yang ia jalani
Disclaimer: bab ini bukan untuk mendukung para single untuk tetap bertahan sendiri, ya. Menikah adalah penyempurna ibadah, jadi tetap harus kita usahakan untuk mencari jalan pernikahan dengan pria yang baik akhlak serta bertanggung jawab. Author doain semoga pembaca semua yang sudah menikah rumah tangganya bahagia dan sejahtera, samawa till jannah, serta yang masih single segera bertemu jodoh terbaik dunia akhiratnya, tentunya yang bukan seperti Irwan, aamiin Ya Robbal alamiin_________________________________________ Pagi itu Ranti berniat jogging di Minggu pagi. Meskipun bukan karyawan kantoran, tapi dia suka jogging di hari Minggu saja sebab banyak juga tetangga sejawat yang melakukannya. Ia suka berlari kecil dengan para tetangga yang meskipun jarang mengobrol sebelumnya ternyata juga ramah dan suka bertegur sapa. Meski hanya sekeliling kompleks perumahan dan berakhir di area taman, yang penting sudah memenuhi jatah wajib olahraga mengeluarkan keringat untuk menjaga bentuk tu
“Ke mana aja sih kamu, Irwan? Kenapa susah sekali dihubungi sekarang? Kamu menghindari aku, ya?” Mona langsung melabrak Irwan begitu ia melihat pria itu turun dari mobilnya bersama Bu Ine. Ia bahkan mengabaikan keberadaan sang ibu dari Irwan tanpa menyapanya terlebih dulu.Berhari-hari belakangan teleponnya diabaikan oleh Irwan hingga akhirnya ia nekat mendatangi rumah Bu Ine. Rasa kesalnya karena seoah dirinya dibuang begitu saja setelah semua keributan dan musibah yang mereka alami berdua membuatnya kehilangan rasa takut pada Bu Ine.“Aku sibuk, Mona. Aku akan menghubungimu kalau sudah beres semua urusan. Jangan menggangguku dulu untuk sementara waktu,” jawab Irwan dengan nada satar seolah tanpa rasa bersalah sama sekali. Sejujurnya ia memang butuh menjauh dulu dari Mona sebab setiap kali bertemu, ia hanya semakin dibuat kesal dan kusut pikiran dengan segala omelan dan tuntutan absurd dari kekasih haramnya itu.“Heh, pelakor! Cukup sudah kamu bikin hancur kehidupan anak saya, ya. Ja
Tiga hari setelahnya, sebuah mediasi dijadwalkan untuk mencari solusi damai atas perceraian Ranti dan Irwan. Sebuah upaya yang diharapkan bisa meredakan ketegangan dan membawa mereka menuju jalan yang lebih baik, meskipun semua pihak tahu bahwa proses ini kemungkinan tidak akan berjalan mulus. Ranti dan Dewi tiba di ruang mediasi dengan suasana hati yang jauh dari lega. Ranti terlihat tenang, meski jelas ada bekas luka emosional yang masih mengganggu. Dewi, di sisi lain, tampak serius, siap menghadapi setiap tantangan yang mungkin muncul.Irwan dan Bu Ine datang bersama pengacara mereka. Irwan terlihat lebih lemah daripada sebelumnya. Langkahnya masih terhuyung, seakan tidak percaya bahwa segala sesuatunya bisa berubah secepat ini. Di sampingnya, Bu Ine tampak lebih garang dari sebelumnya, penuh kemarahan yang tampaknya belum juga reda. Mereka duduk berhadapan dengan Ranti dan Dewi, memulai sesi mediasi dengan setertib mungkin.Mediator membuka sesi dengan suara tenang, mencoba menena
Setelah persidangan yang memanas, ruang sidang terasa seperti ruang hening setelah ledakan. Debat, bukti-bukti, dan argumen yang diajukan Dewi berhasil memberikan pukulan telak kepada Irwan, namun keputusan mediasi dari hakim membuat semuanya masih abu-abu. Saat sidang berakhir, suasana di luar ruang sidang berubah menjadi tegang. Bu Ine tampaknya sudah siap dengan segala bentuk makian untuk diluapkan. Sementara itu, Ranti dan Dewi berjalan dengan tenang, meskipun masih ada banyak hal yang harus mereka hadapi.Irwan dan Bu Ine segera berjalan cepat, seperti orang yang ingin segera mencapai Ranti. Dengan wajah masam, ia tampak dikuasai amarah. Hatinya kesal setengah mati bukan hanya karena kekalahan yang tak bisa mereka elakkan, tetapi juga karena dirinya merasa dipermalukan di hadapan orang banyak. Ia tidak peduli dengan seberapa kuat bukti-bukti yang dimiliki oleh Dewi. Yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana inginnya ia memaki Dewi dan juga Ranti untuk memulihkan harga diri.Irwa