"Menyatu dengan alam merupakan proses pemurnian diri!" tiba-tiba ia mendengar suara dari dalam dirinya sendiri berbicara.
Yu Ping takjub, apakah baru saja ia mendengarkan mata batin-nya? Murid Dewa Naga Fucanglong itu tidak mau membuang waktu berpikir lebih lama lagi. Ia kembali duduk bersila, dan meletakkan kedua punggung tangan di atas lutut.Pemuda itu menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Setelah itu, ia memejamkankan mata dan mulai memfokuskan pendengaran pada suara-suara di sekelilingnya.Makin lama ia bermeditasi, suara-suara di sekitarnya semakin jelas terdengar di telinga. Pemuda itu bukan hanya mendengar suara air, dedaunan, dan kobaran api saja.Lambat laun ia mampu mendengarkan suara desiran angin dan kepakan sayap kunang-kunang yang terbang mendekati bola api di langit-langit gua.Dalam keadaan mata terpejam, Yu Ping menyaksikan torehan aksara Han yang membentuk sebuah kalimat melayang-layang di hada"Kau bawa pembawa sial ke rumahku, dan kau bunuh anakku dengan melemparnya ke jurang! Dasar Wanita Iblis!" tiba-tiba wanita itu meraung dan mengambil ancang-ancang menerkam Xian Lian. Mantan ratu Kerajaan Qi itu terpukul mendengar makian Yan Li. Ia merasa bersalah pada keluarga Wang Ji yang telah berkorban banyak untuknya, hingga tak bergeming ketika Yan Li menarik-narik baju dan memukulinya. Sebuah tamparan keras disusul ludah mendarat di pipi Xian Lian, wanita cantik itu memilih membiarkan dirinya diperlakukan kasar. Ia merasa layak mendapatkan tamparan dan ludahan istri Wang Ji. Apa yang dialami oleh wanita tak waras itu terlalu berat untuk dipikul, kehilangan suami dengan cara tragis dan dipisahkan dengan anak gadisnya. Tiba-tiba serangan tamparan dan pukulan terhenti, teriakan Yan Li juga mendadak lenyap. Xian Lian membuka mata perlahan untuk memeriksa apakah Yan Li masih ingin melampiaskan amarah padanya.Ternyata wanita dengan
Keinginan terbesarnya hanya satu, membalas dendam kematian ayahnya yang dibunuh oleh Dewa Golok Hitam. “Xin Ru, ada suatu rahasia yang perlu Guru katakan kepadamu,” mimik muka Dewi Seribu Wajah berubah serius. Xin Ru menatap mata sang guru dengan penasaran, belum pernah wanita cantik itu membicarakan satu rahasia-pun padanya. Dewi Seribu Wajah menghela tangan murid kesayangannya menuju gazebo yang berada di tengah kolam. Di sana suasana lebih tenang, ia yakin tak ada yang akan mendengar pembicaraan mereka berdua. “Tahukah dirimu mengapa Guru tidak pernah ingin kau belajar ilmu rahasia kami?” pendekar wanita itu memulai dengan melemparkan pertanyaan pada Xin Ru. Gadis itu berpikir sejenak sebelum menjawab, “Karena keenam paman yang lain melarang Guru melatihku ilmu rahasia kalian.” Dewi Seribu Wajah tersenyum tipis, “Mereka sebenarnya tak dapat menentukan keputusanku, bila aku menghendaki sesuatu … mereka tidak akan bisa apa-apa.” Dewi Seribu Wajah yang memiliki nama asli Mei Ch
Tiba-tiba mata batin Yu Ping menangkap sebuah kalimat melayang di dalam air. "HISAP SELURUH ENERGI CAHAYA MENJADI ENERGI INTI TUBUH!" Yu Ping mempertemukan kedua telapak tangan menyerupai sikap doa. Murid Fucanglong itu memusatkan pikiran lebih dalam lagi hingga energi cahaya yang ditimbulkan semakin besar dan membungkus seluruh tubuh. Yu Ping menarik napas perlahan, meski berada di dalam air namun ia tetap aman dibungkus bola energi cahaya. Pemuda itu memutar kedua telapak tangan sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti mangkuk. Ia mengumpulkan chi di kedua telapak tangannya tersebut lalu mendorong ke depan. Energi chi itu pun terlepas membentuk gelombang energi dahsyat, berputar seperti spiral dan mulai menghisap energi cahaya di sekitarnya. Tanpa disadari, tubuh Yu Ping terangkat keluar dari air dan melayang-layang di udara. Energi cahaya yang terserap oleh energi chi masuk ke dalam sistem saraf dan sistem peredaran darah melal
“Bertahan hanya akan membuatmu menderita, lupakan dia!” saran si biksuni lebih menyerupai ancaman di telinga Qing Ning. Sebenarnya gadis cucu almarhum Ketua Hoa San bukanlah orang yang mempercayai hal-hal berbau mistis, namun tak urung ucapan wanita misterius tadi membekas dalam ingatan. Hal ini menyebabkan suasana hati berubah, Qing Ning menjadi murung selama berada di kota Xian. Kecemasan di wajah sang biksuni menunjukkan ia sangat serius. Bagaimana bila ramalan itu benar, Qi Yun tidak berjodoh dengannya? Bagaimana bila benar membina hubungan bersama pemuda tampan itu hanya akan membawa ke dalam jurang penderitaan? Qi Yun memperhatikan perubahan sikap kekasih, mencoba menghibur dengan kata-kata manis."Jangan dengarkan omongan biksuni itu!" Qi Yun meremas jemari Qing Ning dalam genggaman. Tidak terlalu keras, hanya ingin memastikan si gadis mendengarkan."Aku sudah pernah berjanji selamanya tak akan meninggalkanmu," Qi Yun menghela d
"Tinggalkan gadis itu dan ikut aku pulang!" titah Chang Kong. Qi Yun sadar, sang guru tidak mau mendengar kata ‘Tidak.’ “Baik, Guru!” Qi Yun mengangguk patuh, “Tetapi tolong berikan aku waktu untuk berpamitan pada kekasihku!” “Baiklah, kuberi kau waktu satu jam!: Chang Kong memutuskan untuk memberikan kelonggaran waktu pada sang murid. Bagaimanapun, ia juga pernah muda dan jatuh cinta. Tetapi Qi Yun adalah pangeran putra mahkota, saat ini mengemban tugas besar. Baru saja masuk ke kancah dunia persilatan sudah melupakan tugas karena seorang gadis cantik. Apabila dibiarkan, bisa-bisa semua rencana mantan Ratu Xian Lian hancur berantakan. Qi Yun kembali menemui Qing Ning yang sudah menunggunya cukup lama di kedai. Hati pilu tak bisa membayangkan bagaimana mengucapkan selamat tinggal pada kekasih. Belum lama berjanji selamanya tak akan pernah meninggalkan gadis itu, kini harus berpamitan. “Kakak Qi, mengapa wajahmu pucat sekali … apakah
Matahari baru saja terbit di ufuk timur ketika Qi Yun terbangun dari tidur. Itu pun karena saat ia memalingkan tubuh ke samping ingin memeluk Qing Ning, ternyata sang istri sudah tidak ada di sana. Sambil mengucek mata yang masih mengantuk, Qi Yun bangkit dari peraduan. Ia menguap lebar, tetapi buru-buru menutup mulut menyadari bahwa dirinya tak lagi hidup sendiri. “Sudah memiliki istri, haruslah menjaga sikap.” Qi Yun tersenyum-senyum sendiri, momen kemarin terasa seperti mimpi, terlalu indah untuk menjadi kenyataan. “Seandainya kebahagiaan ini mimpi, aku tak ingin bangun selamanya!” gumam Qi Yun. Sejak kecil hanya ditempa untuk menjadi yang terkuat, kini memiliki gadis secantik dan selembut Qing Ning menjadi istri merupakan anugerah tak ternilai. Qi Yun merapikan pakaian dan rambut sebelum keluar dari pondok, ia berpikir istrinya mungkin saja sedang memasak makanan bersama bibi baik hati. Ternyata Qing Ning tidak ada di dapur. Pemuda itu mulai mencari di sekitar pondok. “Istrik
Ketika melihat ke dalam kotak, pemuda itu terkejut karena mendapati sembilan sisik berwarna keemasan, ia tentu saja ingat karena sisik-sisik tersebut adalah tanda lahirnya dulu. “I … ini bukan senjata pusaka!” protes Yu Ping kecewa. Ia berharap menemukan seruling yang nantinya dapat digunakan Dewa Keadilan Mengguncang Bumi, namun tak ada senjata apapun di dalam kotak. “Bawa semua sisik emas itu padaku!” perintah sang Dewa Naga. Meski ragu-ragu, Yu Ping melakukan apa yang diperintahkan. Ia meraup kesembilan sisik emas dengan kedua tangannya lalu membawa ke hadapan Ying Long. “Pejamkan kedua matamu!” perintah Dewa Naga bersisik emas lagi. “Kumpulkan lalu alirkan energi chi yang kau miliki pada sisik-sisik di tanganmu!” Yu Ping menurut, energi chi yang dikeluarkannya membentuk bola cahaya putih membungkus sembilan sisik dan mengangkatnya ke udara. Naga Ying long menyemburkan api ke arah bola cahaya, anehnya api itu sama sekali tak meluk
Genap dua tahun berlalu sejak jatuhnya Yu Ping ke dalam jurang Gunung Kunlun. Situasi daratan Cina dalam pemerintahan raja Qi Xiang semakin kacau balau. Kejahatan terjadi di mana-mana. Di dunia persilatan sendiri para pendekar sudah mulai acuh tak acuh, bahkan cenderung bersikap semaunya sendiri. Hal ini dikarenakan kekosongan jabatan ketua dunia persilatan sejak ketua terdahulu sekaligus Pendekar Nomor Satu, Wu Xian meninggal dunia. Lima petinggi perguruan ternama di dunia persilatan akhirnya memutuskan mengadakan pertemuan kembali di markas mereka yaitu sebuah kuil tua di pinggiran kota Ta Tung. Sebenarnya Ketua Bu Tong, Ketua Pedang Langit, dan Ketua Hoa Mei enggan datang bila mengingat betapa keji dan egois Tetua Wang yang kini telah menjadi Ketua Hoa San. Dalam hati mereka selalu mempertanyakan nasib murid Hoa San, Yu Ping. Sejak turun dari Gunung Kunlun dengan tangan hampa, Ketua Wang dan Tetua Cheng tidak pernah membahas tentang anak itu lagi. Yu Ping bagai hilang ditelan bu
Di puncak Gunung Kunlun yang menjulang tinggi, kabut tipis menyelimuti puncak-puncak batu yang tajam. Udara dingin pegunungan menerpa wajah dua sosok yang berdiri tegap di atas jembatan batu kuno. Yu Ping dan kakak angkatnya, Xin Ru, berdiri berdampingan, mata mereka menatap jauh ke dalam jurang yang dalam dan gelap di bawah.Yu Ping, mengenakan pakaian kerajaan dengan garis emas di sepanjang tepi kain sutra yang terjuntai hingga nyaris menyentuh tanah, menggenggam seruling emas di tangan, dan sebuah golok hitam diselipkan di belakang punggung. Di sampingnya, Xin Ru berdiri dengan postur waspada, matanya yang tajam menyapu sekeliling, siap menghadapi apapun yang mungkin terjadi."Kau yakin dia akan muncul?" tanya Xin Ru, suaranya nyaris berbisik.Yu Ping mengangguk pasti, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Aku yakin, karena dia adalah guruku.” Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengangkat seruling ke bibirnya. Ia menarik napas dalam, lalu mulai meniup. Nada-nada lembut mengalir d
Aula kerajaan Qi dipenuhi oleh kemegahan dan kemewahan. Dinding-dinding berukir emas berkilau di bawah cahaya ribuan lilin yang menerangi ruangan. Aroma dupa yang manis mengambang di udara, menciptakan suasana sakral yang teduh.Di tengah aula, Yu Ping berdiri tegap, mengenakan jubah kerajaan berlapis emas. Wajahnya tenang berwibawa, mencerminkan seorang yang berhati lembut namun juga tegas. Kasim Liu, berlutut di hadapannya, menyodorkan mahkota dan jubah emas kerajaan di atas bantal beludru merah.Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengambil mahkota itu dan meletakkannya di atas kepala. Jubah emas kemudian disampirkan di bahunya, melengkapi penampilannya sebagai seorang raja. Seketika itu juga, seluruh ruangan dipenuhi oleh suara gemerisik kain—para Jenderal dan Menteri berlutut, memberikan penghormatan kepada raja baru mereka.Di samping singgasana raja, dua wanita cantik duduk dengan anggun. Di sisi kiri, Sayana, dengan pakaian mewah dan perhiasan yang gemerlap, tersenyum anggun. Mat
Mentari bersinar cerah di atas Kota Xianfeng, cahayanya memantul dari atap-atap bangunan. Udara dipenuhi oleh semangat dan kegembiraan yang menggelora, seiring dengan persiapan pelantikan Yu Ping sebagai raja baru Negeri Qi.Hiruk pikuk keramaian terdengar dari setiap sudut kota, sementara di dalam istana, para pelayan berlarian kesana-kemari, sibuk dengan persiapan acara yang akan berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.Di aula utama istana, Kepala Pelayan, seorang pria paruh baya dengan wajah serius namun berwibawa, tampak kewalahan menerima bingkisan hadiah yang terus berdatangan. Utusan dari berbagai negeri jiran dan perwakilan sekte-sekte aliran putih dari seluruh penjuru negeri silih berganti memasuki ruangan, membawa persembahan untuk raja baru mereka."Yang Mulia pasti akan sangat senang melihat sem
Suasana suram menyelimuti pemakaman keluarga kerajaan. Angin semilir membelai dedaunan pohon-pohon tua yang mengelilingi area sakral itu. Di tengah keheningan, sosok Yu Ping berlutut di depan sebuah makam yang masih baru. Tangannya gemetar memegang beberapa batang hio yang telah dinyalakan, asapnya mengepul tipis ke udara. Dengan hati-hati, ia menancapkan hio-hio tersebut ke dalam hiolo -tempat dupa yang terbuat dari logam berukir indah- yang terletak tepat di depan batu nisan ibunya, Xian Lian.Yu Ping menatap lekat nama yang terukir di batu nisan itu. Matanya yang berkaca-kaca menyiratkan kesedihan mendalam. Ia menghela napas berat sebelum berbisik lirih, suaranya nyaris terbawa angin."Ibu," ucap si pemuda dengan nada bergetar, "sekian lama aku mendambakan pertemuan dengan orang tua kandungku. Tapi mengapa, ketika akhirnya kita dipertemukan, waktu begitu kejam membatasi kebersamaan kita?"Jemarinya perlahan menelusuri ukiran nama ibunya di batu nisan. "Qi Yun sungguh beruntung,"
Kedua pendekar muda itu berhadapan di udara, aura mereka yang bertolak belakang - keemasan milik Yu Ping dan kegelapan milik Qi Yun - bertabrakan, menciptakan gelombang energi yang membuat udara bergetar."Qi Yun," balas Yu Ping, suaranya tenang namun penuh ketegasan. "Hentikan semua ini! Terlalu banyak nyawa yang telah melayang."Qi Yun tertawa sinis. "Hentikan? Tidak akan! Hari ini, salah satu dari kita akan mati!"Bersamaan dengan itu Qi Yun mengayunkan goloknya, menciptakan gelombang energi hitam yang melesat ke arah Yu Ping. Yu Ping dengan sigap mengeluarkan seruling saktinya, bersiap menghadapi pertarungan yang akan menentukan nasib kerajaan Qi.Di bawah, pasukan kedua belah pihak menghentikan pertempuran sejenak, mata mereka tertuju ke langit di mana dua sosok pemimpin mereka akan bertarung hingga titik darah penghabisan. Mereka tahu, hasil pertarungan ini akan menentukan tidak hanya nasib mereka, tapi juga masa depan seluruh kerajaan.Langit di atas Xianfeng menjadi arena perta
Di atas benteng kokoh, di kotaraja Xianfeng, Qi Yun berdiri tegak, jubah perang yang berat dan berkilauan menambah kegagahannya. Matanya yang tajam menatap ke kejauhan, menanti kedatangan musuh yang ia tahu pasti akan tiba.Berita kekalahan para Jenderal Perang dan pasukannya telah sampai ke telinganya, dibawa oleh prajurit-prajurit yang berhasil meloloskan diri dari pertempuran.Suasana di atas benteng sunyi senyap, hanya deru napas para pasukan yang merasa tegang memecah keheningan. Mereka telah mendengar desas-desus tentang kesaktian Yu Ping, dan ketakutan mulai merayapi hati mereka. Namun, di bawah tatapan dingin Qi Yun, tak seorang pun berani menunjukkan keraguan."Pasukan siap, Pangeran!" lapor seorang perwira. "Pemanah, infanteri, dan pelontar batu telah mengambil posisi."Qi Yun mengangguk singkat, matanya tak lepas memandang langit. Tak lama kemudian, apa yang ditunggunya muncul. Dari kejauhan, terlihat pasukan Yu Ping yang mulai mendekat. Mereka berhenti agak jauh dari bent
Asap pertempuran mengepul di berbagai sudut kota, menandai jejak perjuangan pasukan Yu Ping dalam perjalanan mereka menuju Xianfeng. Satu demi satu, pertempuran dimenangkan oleh Yu Ping dan pasukannya. Namun, kemenangan demi kemenangan ini tidak membuat Yu Ping lengah. Sebaliknya, instingnya sebagai strategi perang mulai menangkap pola yang mencurigakan.Yu Ping berdiri di atas bukit kecil, memandang ke arah kota yang masih diselimuti asap pertempuran. Matanya yang tajam menyipit, menganalisis situasi dengan cermat. Perlahan, sebuah kesimpulan terbentuk di benaknya."Dia ingin pasukan kita kelelahan saat tiba di Xianfeng," gumam Yu Ping, lebih kepada dirinya sendiri. Nada suaranya lebih kepada kekaguman namun juga mengandung kejengkelan. "Dasar licik!"Panglima Sung yang berdiri di sampingnya, menangkap gumaman itu. Dengan wajah serius, ia bertanya, "Apa yang harus kita lakukan, Jenderal Yu Ping?" Suaranya penuh hormat dan kesiapan. "Kami siap melakukan apapun perintahmu!"Yu Ping ter
Pemandangan itu menyadarkan Qi Xiang akan kenyataan yang mengerikan: ia benar-benar berhadapan dengan Raja Iblis. Ketakutan yang luar biasa mencengkeram hatinya, membuatnya gemetar hebat."B-baik," ujar Qi Xiang terbata-bata, keringat dingin membasahi dahinya. "Akan kulakukan apapun yang kau mau asal bunuh Yu Ping dan antek-anteknya untukku."Sebuah senyum tipis tersungging di bibir Qi Yun. "Bagus," ujarnya, suaranya dingin dan tanpa emosi. "Sekarang lakukan sesuatu untukku! Bebaskan ibuku dari penjara, obati luka-lukanya dan biarkan ia menempati kamar ratu.""A-apa?" Qi Xiang terkejut, tidak menyangka permintaan semacam ini akan datang dari Qi Yun."Kau merampas itu darinya," desis Qi Yun, matanya berkilat-kilat penuh ancaman. "Aku akan mengembalikan martabatnya seperti semula!"Qi Xiang, yang kini tak lebih dari boneka di tangan Qi Yun, tak berkutik. Ia hanya bisa mengangguk pasrah, menyadari bahwa hidupnya kini bergantung pada keinginan pemuda di hadapannya ini."Baik ... baik …,"
Di dalam penjara bawah tanah istana yang lembab dan dingin, suara rintihan tertahan memecah keheningan. Seorang wanita, dengan rambut kusut dan pakaian compang-camping, terikat dengan kedua tangan terentang di atas sebuah papan kayu yang kasar. Wajahnya yang cantik kini penuh dengan luka dan lebam, hasil dari penyiksaan brutal yang baru saja ia alami.Ma Yin, dengan senyum puas tersungging di bibirnya, berdiri di hadapan wanita itu. Cambuk di tangannya masih basah oleh darah."Yang Mulia Ratu," ujarnya dengan nada mengejek, "ternyata Anda sungguh tangguh ... sudah dicambuk dan dihajar berulang kali tetapi masih berdiri tegak!"Xian Lian, mantan Ratu yang kini diperlakukan bagai penjahat kelas berat, hanya diam. Kepalanya tertunduk, seolah tak lagi memiliki kekuatan untuk mengangkatnya.Ma Yin melangkah mendekat, suara sepatunya bergema di dinding-dinding sel. "Seandainya Anda mau bekerja sama, tentu hal ini tak akan sampai terjadi."Tangan kanan Raja itu kini berada tepat di depan Xia