Kepala Wu Xian perlahan terkulai ke depan hingga dagu nyaris menyentuh dada, mata terpejam, denyut nadi pun berhenti. Ketua Hoa San itu telah wafat. Pada waktu yang bersamaan, Yu Ping dan dua teman seperjalanannya sudah tiba di kaki gunung berkat kemampuan meringankan tubuh mereka. Tiba-tiba Yu Ping melihat seekor burung gagak berbulu hitam pekat terbang merendah dan menabrak pohon pinus, hewan malang itu jatuh ke tanah dan mati seketika. Yu Ping tersentak kaget, nalurinya mengatakan sesuatu yang buruk sedang terjadi. Ia pun mulai gelisah, berniat ingin kembali ke perguruan. Namun ketika Qing Ning mendekat dan menatapnya dengan cemas, ia segera mengurungkan niatnya. "A Ping, kau tidak apa-apa?" Qing Ning menggenggam tangan Yu Ping erat-erat. "Kau ingin kita kembali?"Ia menyadari ada sesuatu dalam benak sahabatnya saat ini, dan pastilah sesuatu hal yang besar karena biasanya pemuda itu memiliki pembawaan yang santai dan tenang."Tidak apa-apa, mari teruskan perjalanan!" Yu Ping t
Malam terasa lebih pekat dari biasanya. Bulan perak di langit hanya menampakkan sebagian dari wujudnya, seperti ingin bersembunyi dari situasi yang mencekam. Seorang pemuda berjalan sendirian di tengah lorong sebuah kota kecil. Suasana sangat lengang, semua pintu dan jendela rumah di kiri kanan tertutup rapat. Hanya terdengar kentongan peronda yang berkeliling menjaga keamanan. Pemuda yang tak lain adalah Yu Ping menggenggam erat buntalan pakaian di tangannya, ia berencana pulang kembali ke Hoa San karena sangat mencemaskan keadaan Guru Wu Xian. Tiba-tiba ia melihat seseorang berbaju abu-abu dengan rambut digelung ke atas melintas di depan lorong. “Guru?’ Yu Ping mengucek mata, nyaris tak mempercayai penglihatannya barusan. Sungguh tidak mungkin, Guru Wu dalam kondisi terluka. Tidak mungkin baginya melakukan perjalanan jauh hingga sampai ke kota itu.Penasaran, si pemuda berlari ke ujung lorong. Orang itu berdiri di tengah gerbang kota, dengan punggung menghadap ke arahnya, seperti
Yu Ping sudah berjalan sejauh sepuluh langkah ketika suara serak Qing Ning menghentikannya "Aku mencintaimu, Yu Ping!" Dunia serasa berhenti berputar, jantung pemuda tampan itu pun seperti berhenti berdetak. Kata-kata ‘Aku mencintaimu’ adalah kata-kata yang selalu diimpikannya, namun tidak di saat seperti ini. Yu Ping tak mungkin berbalik dan mengatakan kata-kata serupa, yang sebenarnya sudah dipendamnya sejak delapan tahun lalu. Ia harus berfokus pada keselamatan Wu Xian, pria yang telah membesarkan dan mendidiknya, karena nalurinya mengatakan nyawa sang Guru dalam bahaya. Tidak mungkin juga membawa Qing Ning pulang ke Hoa San, karena akan membahayakan nyawa gadis itu dan tentu saja melanggar perintah gurunya.“Maaf, aku tidak layak menerima cintamu!” jawab Yu Ping sedingin. “Carilah pria yang bisa mencintaimu dengan tulus, karena bukan aku orangnya!” “Yu Ping, kalau kau tetap memilih pergi, kita tak akan pernah bertemu lagi!” teriak Qing Ning . "Aku akan membencimu selamanya!"
"Akui dulu perbuatanmu baru kupertimbangkan apakah kau boleh melihat almarhum Ketua Wu!" Tetua Wang menyeringai kejam.“Tetapi aku tidak mungkin mengakui apa yang tidak kulakukan!” Yu Ping nyaris berteriak. Di saat seperti ini ia teringat akan Qing Ning. Gadis itu biasanya akan selalu membela dirinya, tetapi kini ia seorang diri.“Tetua Wang,” Liu Kang maju karena merasa tak tega melihat Yu Ping disudutkan. “Aku kira pemuda ini tidak berbohong, kalau dia pembunuh mengapa pula harus balik ke tempat ini?”Alis Tetua Wang meninggi, beraninya pendekar muda yang ilmunya tidak seberapa mencampuri urusan dalam Hoa San. “Tuan Liu, mohon maaf tetapi Anda bukanlah murid Perguruan Hoa San. Sedangkan Aku adalah tetua di sini yang lebih tahu bagaimana sifat murid-muridku!” lalu wakil ketua Hoa San itu menunjuk ke arah Yu Ping yang masih berlutut.“Murid Kami yang satu ini terkenal sangat licik, penuh tipu muslihat. Bila Anda belum mengenalnya tentu akan berasumsi dia anak yang baik, tetapi seben
HOEKK! Yu Ping memuntahkan darah segar ke tanah. Ia mendongak menatap Tetua Wang yang menatapnya balik dengan senyum penuh kemenangan. Ingatannya langsung melayang pada teh yang disuguhkan oleh Tetua Cheng. Teh itu pasti beracun, tebak Yu Ping. Ia masih ingat penjelasan Murid Pertama bahwa Tetua Wang yang menyuruhnya memberikan serbuk Pembebas Jiwa pada Guru Wu. Kini Tetua Wang juga melakukan hal yang sama padanya, tetapi untuk apa wakil ketua Hoa San meracuninya? Apakah hanya untuk menutupi kejahatannya sendiri dengan membunuh semua saksi mata? “Guru Wang … hukk-hukk-hukk!” Yu Ping menutup mulutnya saat terbatuk-batuk, Darah mengalir dari sela-sela jarinya. Tetua Wang dan Tetua Cheng saling menatap dan mengangguk. Sekaranglah saatnya, Tetua Wang terbang melesat dan berhenti di belakang Yu Ping yang masih dalam kondisi berlutut. Yu Ping yang mengetahui adanya bahaya segera memutar tubuh dan menangkis pukulan yang diarahkan
Siang itu di kota Luzhi, terlihat banyak orang beraktifitas di luar rumah. Kota Luzhi merupakan kota yang dialiri beberapa sungai, menjadikan kota tersebut memiliki keunikan dan keindahan tersendiri. Qing Ning yang singgah di kota Luzhi terkagum-kagum dengan keindahannya. Berusaha mengurai kesedihan akan kenangan tentang Yu Ping, gadis cantik itu memutuskan untuk berjalan-jalan menghibur diri. Tanpa ia sadari, seorang pemuda tampan berbaju putih mengikutinya terus dari belakang. Pemuda yang tak lain adalah Qi Yun tak pernah meninggalkan gadis itu sesuai janjinya pada Yu Ping dan dirinya sendiri. Setelah lelah berjalan cukup jauh, Qing Ning memutuskan untuk makan di sebuah rumah makan. Karena lantai satu penuh, ia diantarkan ke lantai dua oleh pelayan rumah makan. Beruntung gadis itu mendapat meja di dekat balkon, hingga ia bisa melihat keramaian kota dari atas. “Indah sekali!” dari bibir mungil Qing Ning meluncur pujian tak henti akan keindahan kota yang sedang ia datangi itu. “B
Ia berlari memanggul tubuh rampingl Qing Ning menuju ke sebuah rumah kosong di mana tuannya, Yu Jin telah menunggu kedatangan calon mangsanya. Rumah kosong tersebut terletak di pinggir kota, agak jauh dari rumah penduduk, sehingga bila Yu Jin berbuat sekehendak hati, tak akan ada yang mendengarnya. Yu Jin berjalan hilir mudik di ruang tamu yang berukuran 6x6 meter persegi dengan tak sabar. Perut tambunnya bergerak-gerak saat ia berjalan kesana-kemari. A Wen berlari masuk dari pintu depan yang masih terbuka lebar. “Aduh, mengapa kau lama sekali? Apakah kau berhasil membawa wanita yang kuinginkan?” cecar si pengusaha kaya raya bernapsu hingga air liurnya menyembur ke wajah A Wen. Tangan kanan A Wen terpaksa menyeka pipinya yang terkena hujan liur majikannyamenggunakan lengan bajunya. “Sabar, Tuan Yu!” jawab A Wen seraya menurunkan selimut yang dipanggulnya sedari tadi ke lantai. “Di balik selimut ini ada gadis yang Tuan ingin
"Sebaiknya kita segera pergi dari sini!" Qi Yun menggandeng tangan Qing Ning meninggalkan rumah kosong yang telah berubah menjadi rumah berdarah. Sekembalinya ke penginapan dan sampai di taman di samping kamar tempat Qing Ning menginap, mereka berdiri berhadapan menatap satu sama lain. “Nona Qing, apakah kau memperkenankan aku menemanimu sampai ke Perbatasan Timur?” tanya Qi Yun halus dan sopan.Qing Ning mengangguk kecil, tersipu malu menyadari sebelumnya bersikap kasar dan sok pada pemuda tampan nan baik hati di depannya. “Maafkan aku karena sudah berkata-kata kasar sebelumnya, aku merasa sakit hati pada … aihh!” Qing Ning membalikkan badan dengan gusar. Ia menjauhi Qi Yun, mendekati sebuah pohon bonsai yang ada di ujung taman lalu mencabuti beberapa daunnya dengan kesal. Setiap mengingat Yu Ping, ia merasa sangat marah bercampur sedih. Pemuda yang ia harapkan menjadi tambatan hati telah terang-terangan menolaknya.Mengapa justru pria asing yang baru dikenal beberapa hari lebih p