"KYAAA!"
“Hey … Nona Qing, tunggu!” Qi Yun sudah mengambil ancang-ancang untuk mengejar ketika gadis cantik yang siap kabur itu berbalik lagi menghadap ke arahnya dengan mata membulat.“Dari mana kau tahu namaku?” sergah Qing Ning, kedua tangan bertumpu pada pinggangnya yang ramping.“Sahabatmu, Yu Ping yang mengatakannya padaku!” Qi Yun tersenyum lembut. “Aku hanya ingin berterima kasih karena telah mengembalikan pakaianku yang dicuri melalui Saudara Yu Ping.”Mereka saling menatap dan tiba-tiba saja tak ada satu kata pun yang mampu keluar dari bibir keduanya, seolah sama-sama tersihir oleh pesona masing-masing.Qi Yun memiliki wajah tirus, alis mata hitam cukup tebal, mata setajam elang, dan hidung yang mancung. Rambutnya hitam panjang digelung sebagian keatas. Postur tubuhnya pun proporsional hingga ia tampak gagah.Sedangkan Qing Ning memiliki wajah cantik berbentuk hati, sorot mata yang lembut, dan bibir mungil. Tubu“Maaf, aku datang terlambat!” Wu Xian muncul tepat pada waktunya. Kedatangannya seketika menenangkan tamu-tamu yang hadir. Karena sejak ia berpamitan mendadak dengan wajah pucat dan terlihat lemah setelah menerima kiriman pedang giok, hampir semua tamu mempertanyakan kondisi kesehatannya. Yu Ping sebenarnya mencemaskan kondisi sang Guru, meski sudah tak terlihat pucat namun dari langkah gurunya saja pemuda itu tahu bahwa beliau tidak sedang baik-baik saja. Ia berusaha mendekati Wu Xian namun pria tua itu memberi isyarat dengan matanya agar si murid kesayangan mundur dan menjauh darinya, Yu Ping pun terpaksa menurut. “Ketua Wu, kami sangat mengkhawatirkan Anda!” Ru Chen berdiri seraya memberi salam pada Wu Xian. “Aku tidak apa-apa, hanya kelelahan karena berlatih terlalu berat sebulan terakhir ini!” jawab ketua Hoa San beralasan. “Maaf bila saya lancang,” Liu Kang memberanikan diri ikut berdiri dan menangkupkan tan
"Selamat tinggal, Muridku!" bisik tetua Wang di telinga murid Pertama. Bersamaan dengan bisikan itu, ia mencabut pisaunya. Murid Pertama ambruk ke tanah dan menghembuskan napas terakhir dengan mata melotot. *** Hari semakin larut, sesi makan malam telah selesai. Tetapi beberapa ketua dari perguruan ternama masih berkumpul di aula, membicarakan tentang segala sesuatu yang sedang terjadi di dunia persilatan saat ini. Liu Kang, salah satu personil Empat Harimau dari Utara menceritakan tentang gerombolan Iblis Darah, yang mana gerombolan tersebut adalah gerombolan perampok darat paling meresahkan masyarakat. Biarawati Feng Huang dari Hoa Mei menceritakan tentang misteri hilangnya anak-anak perempuan yang konon menurut penduduk desa tempat ia singgah, gadis-gadis kecil tersebut diculik oleh sekte pemuja setan. Saat ia mencoba menyelidiki, tak ditemukan petunjuk apapun. Akhirnya ia memutuskan untuk meneruskan perjalanan menuju Ho
"DARAH HARUS DIGANTI DENGAN DARAH!" Di samping tulisan yang ditoreh dengan darah itu terdapat cap tangan darah. Wu Xian terkesiap, cap tangan darah adalah simbol khusus sekte Iblis Darah. Sekte di mana menantunya, Cao Bin berasal. Tiba-tiba sebilah pisau melesat dari luar jendela, melayang ke arahnya. Wu Xian melentingkan punggungnya ke belakang hingga pisau itu melewatinya dan menancap di dinding. Wu Xian berlari ke jendela dan melongok keluar. Sesosok bayangan hitam berdiri di atas genting, hanya beberapa detik. Detik berikutnya sosok tersebut melesat meninggalkannya. Pria tua itu berbalik menuju ke dinding, tempat perhentian pisau tadi. Ada selembar kertas terlipat ditancapkan di antara bilah pisau. Ia mencabut pisau itu dari dinding, mengambil lembaran kertas yang ada di sana dan membaca isinya. PERTAPAAN HOA SAN, SEKARANG!Setelah meremas dan membuang surat singkat itu, ketua Hoa San membawa senjatanya berupa tongkat kebutan, kemudian bergegas keluar menuju ke tempat pertapa
Kepala Wu Xian perlahan terkulai ke depan hingga dagu nyaris menyentuh dada, mata terpejam, denyut nadi pun berhenti. Ketua Hoa San itu telah wafat. Pada waktu yang bersamaan, Yu Ping dan dua teman seperjalanannya sudah tiba di kaki gunung berkat kemampuan meringankan tubuh mereka. Tiba-tiba Yu Ping melihat seekor burung gagak berbulu hitam pekat terbang merendah dan menabrak pohon pinus, hewan malang itu jatuh ke tanah dan mati seketika. Yu Ping tersentak kaget, nalurinya mengatakan sesuatu yang buruk sedang terjadi. Ia pun mulai gelisah, berniat ingin kembali ke perguruan. Namun ketika Qing Ning mendekat dan menatapnya dengan cemas, ia segera mengurungkan niatnya. "A Ping, kau tidak apa-apa?" Qing Ning menggenggam tangan Yu Ping erat-erat. "Kau ingin kita kembali?"Ia menyadari ada sesuatu dalam benak sahabatnya saat ini, dan pastilah sesuatu hal yang besar karena biasanya pemuda itu memiliki pembawaan yang santai dan tenang."Tidak apa-apa, mari teruskan perjalanan!" Yu Ping t
Malam terasa lebih pekat dari biasanya. Bulan perak di langit hanya menampakkan sebagian dari wujudnya, seperti ingin bersembunyi dari situasi yang mencekam. Seorang pemuda berjalan sendirian di tengah lorong sebuah kota kecil. Suasana sangat lengang, semua pintu dan jendela rumah di kiri kanan tertutup rapat. Hanya terdengar kentongan peronda yang berkeliling menjaga keamanan. Pemuda yang tak lain adalah Yu Ping menggenggam erat buntalan pakaian di tangannya, ia berencana pulang kembali ke Hoa San karena sangat mencemaskan keadaan Guru Wu Xian. Tiba-tiba ia melihat seseorang berbaju abu-abu dengan rambut digelung ke atas melintas di depan lorong. “Guru?’ Yu Ping mengucek mata, nyaris tak mempercayai penglihatannya barusan. Sungguh tidak mungkin, Guru Wu dalam kondisi terluka. Tidak mungkin baginya melakukan perjalanan jauh hingga sampai ke kota itu.Penasaran, si pemuda berlari ke ujung lorong. Orang itu berdiri di tengah gerbang kota, dengan punggung menghadap ke arahnya, seperti
Yu Ping sudah berjalan sejauh sepuluh langkah ketika suara serak Qing Ning menghentikannya "Aku mencintaimu, Yu Ping!" Dunia serasa berhenti berputar, jantung pemuda tampan itu pun seperti berhenti berdetak. Kata-kata ‘Aku mencintaimu’ adalah kata-kata yang selalu diimpikannya, namun tidak di saat seperti ini. Yu Ping tak mungkin berbalik dan mengatakan kata-kata serupa, yang sebenarnya sudah dipendamnya sejak delapan tahun lalu. Ia harus berfokus pada keselamatan Wu Xian, pria yang telah membesarkan dan mendidiknya, karena nalurinya mengatakan nyawa sang Guru dalam bahaya. Tidak mungkin juga membawa Qing Ning pulang ke Hoa San, karena akan membahayakan nyawa gadis itu dan tentu saja melanggar perintah gurunya.“Maaf, aku tidak layak menerima cintamu!” jawab Yu Ping sedingin. “Carilah pria yang bisa mencintaimu dengan tulus, karena bukan aku orangnya!” “Yu Ping, kalau kau tetap memilih pergi, kita tak akan pernah bertemu lagi!” teriak Qing Ning . "Aku akan membencimu selamanya!"
"Akui dulu perbuatanmu baru kupertimbangkan apakah kau boleh melihat almarhum Ketua Wu!" Tetua Wang menyeringai kejam.“Tetapi aku tidak mungkin mengakui apa yang tidak kulakukan!” Yu Ping nyaris berteriak. Di saat seperti ini ia teringat akan Qing Ning. Gadis itu biasanya akan selalu membela dirinya, tetapi kini ia seorang diri.“Tetua Wang,” Liu Kang maju karena merasa tak tega melihat Yu Ping disudutkan. “Aku kira pemuda ini tidak berbohong, kalau dia pembunuh mengapa pula harus balik ke tempat ini?”Alis Tetua Wang meninggi, beraninya pendekar muda yang ilmunya tidak seberapa mencampuri urusan dalam Hoa San. “Tuan Liu, mohon maaf tetapi Anda bukanlah murid Perguruan Hoa San. Sedangkan Aku adalah tetua di sini yang lebih tahu bagaimana sifat murid-muridku!” lalu wakil ketua Hoa San itu menunjuk ke arah Yu Ping yang masih berlutut.“Murid Kami yang satu ini terkenal sangat licik, penuh tipu muslihat. Bila Anda belum mengenalnya tentu akan berasumsi dia anak yang baik, tetapi seben
HOEKK! Yu Ping memuntahkan darah segar ke tanah. Ia mendongak menatap Tetua Wang yang menatapnya balik dengan senyum penuh kemenangan. Ingatannya langsung melayang pada teh yang disuguhkan oleh Tetua Cheng. Teh itu pasti beracun, tebak Yu Ping. Ia masih ingat penjelasan Murid Pertama bahwa Tetua Wang yang menyuruhnya memberikan serbuk Pembebas Jiwa pada Guru Wu. Kini Tetua Wang juga melakukan hal yang sama padanya, tetapi untuk apa wakil ketua Hoa San meracuninya? Apakah hanya untuk menutupi kejahatannya sendiri dengan membunuh semua saksi mata? “Guru Wang … hukk-hukk-hukk!” Yu Ping menutup mulutnya saat terbatuk-batuk, Darah mengalir dari sela-sela jarinya. Tetua Wang dan Tetua Cheng saling menatap dan mengangguk. Sekaranglah saatnya, Tetua Wang terbang melesat dan berhenti di belakang Yu Ping yang masih dalam kondisi berlutut. Yu Ping yang mengetahui adanya bahaya segera memutar tubuh dan menangkis pukulan yang diarahkan