Share

BAB 5

Author: Ede Thaurus
last update Last Updated: 2024-09-29 07:34:26

Aku menyerahkan semua kertas peraturan itu, setelah mengambil gambarnya. Aku tidak mau Dante berkelit karena tidak ada bukti. Jangan sampai 100 jutaku melayang, hanya karena dia sudah memusnahkan semua kertas-kertas ini.

"Nona, silakan beristirahat. Nanti saya akan kembali," ucap si panda dengan sopan.

Aku kembali masuk ke dalam kamar besar yang sama besarnya dengan seluruh rumahku. Kamar ini tampak sangat indah. Seperti inilah kamar yang selalu aku impikan sejak kecil, ironisnya aku mendapatkan kamar impianku setelah dijual oleh ayahku.

Mama, aku lupa aku harus memberitahunya kalau aku sudah sampai dan baik-baik saja.

Aku mencoba menghubungi mama tapi teleponnya tidak aktif. Ada apa ini? Tidak biasanya mama mematikan teleponnya, apalagi saat dia menunggu kabarku.

Apa jangan-jangan .... 

Aku segera keluar kamar dan berlari ke ruang tamu mencari Dante. Untungnya dia sedang duduk di ruang tamu sambil memeriksa telepon genggamnya.

"Dimana orangtuaku? Dimana ibuku? Kau sudah berjanji tidak akan melakukan apapun kepada mereka," tanyaku dengan panik.

Dante mengangkat kepalanya dengan santai.

"Aku memang tidak melakukan apapun kepada mereka," jawabnya tenang.

"Tapi kenapa telepon ibuku mati? Dia tidak pernah melakukannya apalagi  saat menunggu kabarku," jawabku dengan panik.

"Entahlah. Mungkin tidak ada sinyal di jalan atau baterainya habis, mana aku tahu kenapa teleponnya mati? Cobalah menghubunginya lagi malam nanti saat mereka sudah tiba. Sekarang kembali ke kamarmu, aku sedang sibuk!" 

Pria ini sangat suka membentak, benar-benar menyebalkan. Aku kembali ke kamarku dengan kesal dan khawatir. Tapi, herannya aku tidak merasa ketakutan di dekatnya, tidak seperti ketika berhadapan dengan si bandar judi dekat rumah kami.

Apa aku tidak takut karena perjanjian kami dan uang yang akan aku terima? Atau karena dia tampan? Ah, entahlah, yang pasti aku harus memastikan dulu kalau ibuku baik-baik saja. 

Sambil menunggu sebaiknya aku mencoba kasur besar yang ada dihadapanku. Aku melompat dan membanting tubuhku ke atas kasur empuk ini. Oh, kasurnya sangat nyaman, aku menutup mata dan ....

Aku terbangun karena telepon genggamku berbunyi. Mama, dia meneleponku.

"Mama, apa mama baik-baik saja? Aku mencoba menghubungi mama dari tadi, tapi telepon mama mati," ucapku tanpa henti.

"Kami baru saja sampai. Tadi baterai telepon mama habis. Bagaimana denganmu?"

"Aku baik-baik saja. Bagaimana keadaan disana?"

"Kami tinggal di kompleks perumahan pegawai. Rumahnya sangat bagus, kau pasti akan menyukainya. Mama belum tahu apa yang akan dikerjakan papamu, tapi sepertinya ini adalah pekerjaan yang bagus."

Aku tersenyum, senang rasanya mendengar suara mama yang sangat bersemangat. Meski sedikit khawatir, membayangkan ibuku yang akan hidup dari uang haram, hasil pekerjaan ayahku yang berasal dari iblis.

"Baiklah, mama sebaiknya beristirahat sekarang, jangan terlalu capek. Besok aku akan menghubungi mama lagi," ucapku masih tersenyum.

Aku memeriksa jam di teleponku. Ha? Aku tertidur selama 5 jam? Aku bahkan melewatkan makan siang karena tertidur nyenyak. Kasur empuk ini benar-benar membuat tidurku nyaman, jauh lebih nyaman daripada tidur di kasurku sendiri.

Aku mulai membongkar pakaianku, aku harus mandi dan mengatur barang-barangku.

Bahkan kamar mandinya tampak sangat mewah, pancuran yang jauh berbeda dengan yang ada di kamar bilas kolam renang umum langgananku. Aku sangat suka mandi di bawah pancuran, karena itu aku sering mandi di kamar bilas kolam renang itu saat bekerja paruh waktu sebagai penjaga loket tiket masuk. 

Aku segera mandi dan benar-benar menikmati aroma sabun yang disediakan dan air hangat dari pancuran mewah ini. Selesai mandi aku memandang seluruh kamarku dengan kagum.

Melihat kamar cantik yang ditata sempurna untuk seorang perempuan ini, aku jadi bertanya-tanya, siapa wanita yang sebelumnya tinggal disini? Atau siapa pemilik asli kamar ini? Tapi ... itu bukan urusanku, karena delapan bulan lagi aku akan meninggalkan kamar ini.

"Nona, anda dipanggil untuk makan malam," panggil panda, membuat perutku berbunyi.

Aku membuka pintu dan menatap panda yang sudah menungguku di depan pintu.

"Siapa namamu sebenarnya?" tanyaku santai. Aku bahkan tidak menggunakan panggilan tuan kepadanya, karena rasanya tidak perlu terlalu sopan kepada para preman seperti mereka.

"Teman-temanku memanggilku panda, anda juga boleh memanggilku begitu," jawabnya sambil tersenyum. Dia jadi terlihat ramah setiap kali tersenyum.

"Nama aslimu. Aku tidak suka memanggil orang dengan nama julukan aneh seperti itu," sahutku tidak membalas senyumannya.

"Pedro, namaku Pedro."

"Baiklah Pedro, ayo makan."

Pedro mengangguk dengan bersemangat lalu berjalan di depanku. Pria yang lucu, dia mengingatkanku pada Rahul, sahabatku. Mereka sama-sama berbadan tambun dan menggemaskan bila tersenyum. Ah, teman-temanku, apa mereka akan menyadari perubahanku bila bertemu di kampus besok? Aku harus bersikap normal dan tidak menimbulkan kecurigaan.

"Selamat malam, Nona," sapa seorang wanita paruh baya yang dari pakaian dan cara bersikapnya, aku duga bekerja sebagai seorang pelayan.

"Selamat malam, Nyonya," balasku. Dia tampak terkejut dan langsung menggelengkan kepala dengan keras.

"Jangan panggil saya Nyonya, saya hanya seorang pelayan. Panggil saja nama saya, Myrna," ucapnya panik sambil melirik Dante yang sudah duduk di meja makan.

Aku mengangguk lalu duduk di samping Pedro. Meja makan ini tampak sangat besar, apalagi hanya kami berlima yang duduk disini, aku, Dante, Pedro dan dua orang lagi yang belum aku ketahui namanya.

Makanan mulai disajikan di atas meja dan itu membuatku berliur. Seumur hidup aku belum pernah melihat makanan sebanyak ini disajikan dirumah untuk makan malam. Ini seperti jamuan yang akan aku temui di sebuah pesta. Sekarang aku jadi sangat ingin makan.

Setelah makanan selesai disajikan, semua orang tetap duduk diam. Apa-apaan ini? Apa mereka tidak makan dan kenyang hanya dengan memandangi makanan saja? Aku menendang kaki Pedro pelan sambil menunjuk meja makan dengan mataku.

"Kita akan makan sebentar lagi, kakek sedang menuju kemari," bisik Pedro kepadaku.

Aku mengangguk lemah. Sial, ternyata ada satu lagi preman yang harus aku hadapi. Kakek pasti kepala preman dan bandar judi terbesar di kelompok ini. Aku membayangkan wajahnya pasti sangat gahar dengan tato memenuhi tubuhnya dan luka dimana-mama. Pria tua itu pasti ....

"Siapa lagi wanita ini?" 

Suara itu mengagetkanku hingga aku hampir berteriak. Aku melirik pria tua itu dan sangat terkejut begitu melihatnya. Dia sama sekali tidak sama dengan yang aku bayangkan, dia lebih mirip seorang pria kaya tua yang hidup nyaman dan berwibawa.

Sepertinya zaman sekarang para penjahat memang pandai berkamuflase, mereka menyamar menjadi orang baik-baik agar tidak dicurigai dan ditangkap. Aku mengerti sekarang.

"Dia Ruby, istriku," jawab Dante sambil menunduk sopan.

Wah, aku tidak menyangka pria tua itu sangat dihormati oleh semua orang yang ada disini. Dia pasti pemimpin yang sangat berkuasa dan mungkin sedikit kejam?

"Selamat malam kakek, saya Ruby Amanda. Saya adalah istri Dante," ucapku memperkenalkan diri.

Pria tua itu hanya sedikit melirikku dan tampak tidak tertarik, lalu kembali berbalik menghadap Dante dengan tatapan mencibir. Ternyata pria tua ini juga sangat sombong, aku benar-benar kesal melihatnya. Selain karena dia menyepelekan aku, tapi juga karena dia sudah membuatku kelaparan. Tapi ... 100 juta, aku harus selalu mengingatnya untuk membuatku tetap bersemangat.

"Dimana kau menemukannya? Yang satu ini tampak berbeda dari yang biasanya."

Aku melongo. Apa maksud perkataannya? Berbeda dari yang biasanya? Apa yang biasanya? Sial! Sebenarnya aku sedang masuk ke dalam permainan apa?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 6

    "Kakek, ini tidak seperti yang kakek pikirkan, dia berbeda," jawab Dante mencoba meyakinkan kakeknya. Aku diam saja, aku perlu menganalisis keadaannya sebelum mengambil sikap."Sudahlah, kita bicarakan nanti saja setelah makan.""Yes!" jawabku senang lalu menyadari kalau suaraku terlalu kuat hingga semua orang menatapku dengan kaget."Selamat makan," ucapku lembut sambil tersenyum canggung dan mengangguk perlahan. Aku melihat kakek menggelengkan kepalanya. Sepertinya aku kehilangan satu poin.Makanannya sangat enak, ini bahkan lebih enak dari makanan yang disajikan saat tetanggaku menikah beberapa hari yang lalu. Aku yakin ini pasti dimasak dengan bahan-bahan terbaik dan oleh koki yang sangat handal."Nona, apa anda masih lapar?" tanya Pedro kepadaku sambil memberi tanda yang tidak aku mengerti.Aku menatap sekelilingku, semua orang sudah berhenti makan. Lalu aku melihat makanan di atas meja, masih ada beberapa potong daging dan salad sayur yang tersisa. Mungkin Pedro bermaksud memin

    Last Updated : 2024-09-29
  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 7

    "Ka ... kakek menerimaku?" seruku senang."Kakek tidak akan menyesali keputusan kakek itu, mulai hari ini aku akan menjadi cucu menantu yang baik!" seruku bersemangat karena berhasil mendapatkan 100 juta ku."Sudahlah, hentikan semua omong kosongmu itu. Keluarlah dari ruanganku, aku butuh bicara dengan cucuku," jawabnya tampak tidak tertarik dengan dedikasiku."Baiklah, aku juga mau tidur karena besok harus ke kampus," jawabku kesal, benar-benar pria tua yang sombong.Aku berjalan keluar, menutup pintu lalu segera menempelkan telingaku ke pintu. Aku penasaran, mengapa tadi semua orang tampak mengkhawatirkan Dante. Aku mencoba menguping tapi tidak bisa mendengar apapun. Sepertinya pintu ini terbuat dari kayu yang sangat tebal.Sudahlah! Lebih baik aku beristirahat, besok akting yang sesungguhnya akan dimulai. Aku harus mencatat kebohongan apa saja yang akan aku katakan kepada teman-temanku, agar di masa depan aku tidak lupa dengan kata-kataku sendiri.***Aku terbangun sebelum matahari

    Last Updated : 2024-10-08
  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 8

    "Tidak usah, aku sedang ingin berjalan kaki," jawabku sambil melirik ke belakang.Aku bisa melihat supir Dante masih memperhatikanku. Dia bisa saja mengadu kepada Dante dan membuat 100 jutaku melayang."Kenapa? Apa kau menunggu seseorang?" tanya Joshua sambil mengikuti pandanganku."Tidak. Aku hanya ... sedang berusaha untuk berolahraga lebih banyak," jawabku lagi-lagi berbohong."Baiklah, kalau begitu aku duluan."Joshua segera memacu motor besarnya menuju ke kampus. Sementara aku menatap punggungnya dengan perasaan kesal. Andai supir itu tidak mengawasi, aku pasti sedang berada di atas motor besar milik Joshua. Aku kembali melangkahkan kakiku dengan lunglai.Aku tiba di kampus tepat waktu untuk kuliah pertama hari ini. "Ruby, kenapa terlambat? Aku sudah lama menunggumu. Katamu akan datang lebih pagi hari ini," gerutu sahabatku Dora begitu melihatku masuk kelas."Maaf, tadi aku berjalan kaki cukup jauh," jawabku sambil duduk di kursi yang berada di samping Dora."Kenapa? Bus mu mogo

    Last Updated : 2024-10-09
  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 9

    "Ruby, ada apa?" bisik Rahul sambil mencolek tanganku."Ha?" tanyaku bingung."Mengapa wajahmu tiba-tiba pucat seperti orang ketakutan?"Aku memaksa bibirku untuk tersenyum."Perutku sakit, karena ada yang harus aku setor ke toilet, " bisikku berpura-pura."Sial!" makinya dengan wajah jijik."Sekarang silakan nona yang berbaju pink," panggil Joshua."Namaku Naomi, kak," jawab Naomi sambil berdiri dan memainkan rambut panjangnya."Ayo bersiap untuk menerima pertanyaan aneh dan tidak masuk akal yang dia tanyakan hanya untuk mencari perhatian," bisik Rahul diikuti anggukan kepalaku dan Dora."Bagaimana dengan pernikahan untuk membayar hutang? Misalnya seseorang berhutang dan memberikan putrinya sebagai bayaran dan dinikahkan dengan orang yang memberinya hutang? Apa pendapat kalian dan bagaimana aturan hukumnya?"Dora melirikku meminta aku menjawab, tapi aku diam saja. Tiba-tiba kepalaku kosong, aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. "Tentu saja itu bertentangan dengan hukum. Itu bi

    Last Updated : 2024-10-09
  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 10

    "A ... apa? Jatuh cinta? Apa maksud kakek? Bukankah kakek tidak menyukaiku? Mengapa menginginkan Dante jatuh cinta kepadaku?""Jadi, kau mau menerima tawaranku atau tidak?" Pria tua ini tidak menjawab pertanyaanku. Apa mungkin telinganya sudah mulai bermasalah karena usianya? Atau dia sengaja tidak ingin menjawab?"Bolehkah aku memikirkannya?" tanyaku acuh."Silakan, aku akan memberikanmu waktu untuk berpikir. Besok pagi berikan jawabanmu. Sekarang, silakan keluar, aku harus bekerja."Aku segera berdiri dan keluar tanpa mengatakan apa-apa lagi. Orang-orang di rumah ini sepertinya memang terlahir kasar dan tidak sopan!"Apa yang kau lakukan di ruang kerja kakek?" tanya Dante yang baru pulang.Ada apa dengan pakaiannya? Mengapa dia memakai setelah rapi dan sepatu formil seakan-akan dia seorang CEO atau pengacara atau seorang aktor. Dia hanya seorang bandar judi, mengapa harus tampil setampan itu?"Ada sesuatu yang kami bicarakan," jawabku acuh lalu segera meninggalkannya dan berjalan m

    Last Updated : 2024-10-10
  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 11

    "Itu ... aku-" "Siapa yang mengantarmu? Mengapa berhenti begitu jauh dari kampus?" Benar dugaanku, dia melihatku keluar dari mobil Dante."Itu pamanku. Dia harus segera berangkat ke kantor, jadi dia hanya bisa mengantarku sampai di sini," jawabku berbohong."Apakah kau akan berjalan kaki lagi ke kampus? Atau mau ikut denganku?" tanya Joshua yang sepertinya percaya dengan jawabanku."Kalau kakak tidak keberatan aku akan ikut, karena sepertinya aku akan terlambat kalau berjalan kaki," ucapku malu-malu."Pakai helm ini dan naiklah!"Aku mengangguk dan segera naik sambil tersenyum bahagia. Setidaknya dibalik semua persoalanku ada pelangi tipis yang muncul dan memberikanku harapan dan sukacita. Joshua, dialah pelangiku."Ruby!" teriak Dora dan Rahul bersamaan saat mereka melihatku turun dari motor Joshua."Terima kasih untuk tumpangannya, ka," ucapku begitu turun lalu segera berlari menemui Dora dan Rahul."Apa aku tidak salah lihat? Kau naik motor Joshua? Apa yang terjadi?" cecar Dora

    Last Updated : 2024-10-11
  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 12

    "Nona Ruby, makan malam sudah siap," panggil Myrna sambil mengetuk pintu kamarku. Aku tidak menjawabnya. Aku sudah duduk diam di atas tempat tidurku sejak aku mengeluarkan amarahku, mungkin sekitar dua jam yang lalu. Aku tidak tahu nasib apa yang menungguku di luar.Mulutku ini memang tidak bisa kompromi, dia akan langsung mengeluarkan apa saja yang ada di dalam hatiku. Kenapa dia mendengarkan hatiku dan bukan otakku? Bukankah seharusnya otak yang memerintahkan bagian-bagian tubuh untuk melakukan sesuatu? "Nona Ruby, apakah anda akan makan malam?" tanya Myrna sekali lagi. Aku rasa dia akan terus disana kalau aku tidak menjawabnya. Aku berjalan ke pintu dan membukanya."Aku belum mandi, jadi aku tidak bisa makan malam sekarang," jawabku sambil menunjukkan pakaianku."Biarkan saja mereka makan malam duluan. Kalau lapar, aku akan makan sendiri nanti," lanjutku sebelum menutup pintu.Aku kembali duduk di atas tempat tidur sambil memukuli dada dan mulutku."Bodoh! Kalian benar-benar bod

    Last Updated : 2024-10-12
  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 13

    "Pelajaran hari ini jam 5 sore setelah anda sampai di rumah. Gurunya akan datang ke rumah. Saya akan mengatur semua jadwal anda dan memberikannya secepatnya kepada anda, Nona," ujar Pedro setelah meminta jadwal kuliahku."Baiklah, terima kasih Pedro. Ngomong-ngomong, siapa yang akan mengantarku kuliah hari ini?""Supir, Nona. Dia sudah menunggu anda," jawab Pedro sambil membereskan kertas yang dia bawa.Aku segera keluar setelah berpamitan dengan Pedro. Tidak ada orang lain yang bangun di rumah ini pada jam-jam seperti ini. Hanya Pedro, Myrna, para pelayan dan supir yang sudah bangun dan beraktivitas.Aku berangkat ke kampus dengan berbagai pertanyaan yang muncul di kepalaku. Sebenarnya siapa Pedro? Apakah dia asisten Dante? Lalu dimana dua orang lain yang biasanya bersama Dante, mengapa mereka tidak pernah muncul lagi? Sepertinya aku harus menyisihkan waktu untuk bertanya kepada Pedro. Pria itu terlihat sangat ramah jadi dia pasti akan menjawab semua pertanyaanku."Nona, apakah anda

    Last Updated : 2024-10-13

Latest chapter

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 99

    "Ha? Aku?" tanyaku bingung.Kenapa dia tiba-tiba muncul dan mengajakku masuk ke mobilnya? Apa yang perlu kami bicarakan hingga dia menemuiku seperti ini?"Ya, kau! Cepat masuk!" jawab Dante terburu-buru.Aku tersadar, dia pasti ingin membicarakan tentang perceraian kami. Aku langsung menggangguk dan masuk ke dalam mobilnya.Dante melajukan mobilnya, tapi tidak berkata apapun."Apa yang akan kita bicarakan?" tanyaku tidak nyaman dengan suasana sunyi ini."Kita akan tiba sebentar lagi. Mari bicara disana saja," jawabnya tanpa mengalihkan tatapannya dari jalanan.Aku tidak menanggapi, lalu suasana kembali hening. Jalanan yang kami lewati tampak akrab. Aku mengenali jalan ini, karena ini adalah jalan menuju ... rumah kakek."Apa kita akan ke rumah kakek?" tanyaku panik."Ya," jawab Dante singkat."Untuk apa kesana? Bukankah kita akan bercerai?""Kakek ingin menemuimu. Kita bicara setelah kau menemui kakek," ucapnya santai, seakan-akan ini bukan masalah besar."Apa maksudmu kakek ingin bic

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 98

    "Ini Dante, dia sudah pernah mengajar di kelas khusus, kau pasti sudah mengenalnya. Yang satu lagi Felix, dia akan mulai mengajar kelas khusus, bergantian dengan Tuan Dante. Dia adalah seorang jaksa," jelas dekan berapi-api.Aku mengangguk sopan."Dante, Felix. Ini Ruby, dia adalah mahasiswa beprestasi, dan sangat cerdas. Karena kecerdasannya itu, dia mendapatkan beasiswa penuh. Dia belum pernah membayar apapun sejak masuk ke kampus kita. Kalian berdua juga sangat pintar, tapi kalian harus tahu kalau kalian kuliah bersamanya, kalian pasti tidak ada apa-apanya," puji dekan sambil tertawa, membuatku merasa tidak nyaman."Tapi kita semua juga tahu, nilai kuliah sama sekali bukan patokan kesuksesan seseorang. Karena bisa saja gadis secerdas ini pada akhirnya akan berakhir tanpa karir apapun," sahut Dante tiba-tiba.Suasana menjadi canggung karena komentar kejamnya itu."Kau ada benarnya. Kalau begitu ingat Ruby! Bila kau ingin menikah, carilah pria yang akan mendukung masa depanmu dan men

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 97

    Setelah keluar dari rumah sakit, Dora memaksaku untuk tinggal di rumahnya."Aku masih punya cukup uang untuk menyewa tempat. Dante memberikan uang sebagai bayaran menjadi istrinya beberapa bulan ini," tolakku saat itu, tapi dia memaksa."Kau pikir pengeluaranmu hanya sewa tempat? Bagaimana dengan uang makan? Transportasi? Belum lagi kalau kau membutuhkan uang untuk perlengkapan kuliah. Lalu bagaimana kalau kau sakit? Kau bahkan tidak memiliki asuransi," paksa Dora membuatku menyerah. Dia benar, setidaknya aku harus punya pemasukkan untuk tinggal sendirian."Baiklah, tapi aku akan tinggal di rumahmu hanya selama aku belum mendapatkan pekerjaan. Setelah aku mendapat pekerjaan, aku akan menyewa tempat," jawabku yang langsung disetujui oleh Dora.***"Nona Ruby, tumben anda makan sedikit. Seingat saya anda sangat suka makan," komentar pembantu Dora yang sudah tinggal di rumah itu sejak Dora kecil."Aku sedang diet," dalihku, dia hanya tersenyum lalu masuk."Ayo kita ke kampus sekarang. K

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 96

    Matahari masuk ke dalam kamar hotelku dari sela-sela tirai yang tidak tertutup rapat. Aku juga bisa mendengar suara riuh dari jalanan yang sibuk. Semua berjalan seperti biasa bagi orang-orang yang ada di luar sana, tapi tidak bagiku.Sejak semalam, aku duduk di tempat tidur, sambil menatap tumpukan uang, yang tadinya berceceran di atas tempat tidur dan lantai, sebelum aku kumpulkan. Mataku sama sekali tidak bisa tertutup. Aku pikir aku akan menangis tersedu-sedu saat berpisah dengan Dante, tapi herannya tak satupun air mata menetes ke pipiku. Padahal biasanya aku adalah seorang wanita yang sangat cengeng."Jadi beginilah akhirnya," gumamku sambil menatap ke arah jendela yang tertutup tirai.Sekarang aku bahkan tidak tahu apa yang harus aku lakukan, semua terasa gelap. Padahal kemarin aku sudah merencanakan masa depanku setelah berpisah dari Dante. Tapi nyatanya tidak semudah itu.Aku meringkuk di atas tempat tidur lalu mulai memejamkan mataku. Aku lelah, sangat lelah, mataku mulai ter

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 95

    Apa yang harus aku lakukan? Sebaiknya aku mengacuhkannya saja. Toh dia tidak tahu pasti apakah aku benar-benar ada disini atau tidak.Lalu pesan lain masuk, ternyata itu adalah sebuah pesan ancaman yang dikirim oleh Dante.[Kalau kau tidak keluar sekarang. Aku akan membuat kekacauan dan memeriksa setiap kamar di hotel ini sampai menemukanmu!]Oh, pria ini benar-benar keterlaluan! Apa maunya? Kenapa dia harus menggangguku? Benar-benar mengesalkan.Aku segera mengganti pakaianku dan keluar dengan wajah marah. Aku berlari ke lobi dan menemukan Dante sedang duduk tenang sambil memegang telepon genggamnya."Bagaimana kau bisa tahu aku disini?" tanyaku tanpa basa-basi begitu aku sampai di hadapan Dante."Kau membayar dengan kartu kreditku," jawab Dante pelan sambil berdiri.Aku mengepalkan tanganku dengan kesal."Tunggu disini, aku akan mengembalikannya kepadamu!" sahutku lalu berlari ke kamarku.Aku masuk dan langsung membongkar tasku, mengeluarkan kartu kredit Dante dan semua uang yang ad

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 94

    Aku segera membalikkan badanku, lalu berjalan perlahan ke arah pintu keluar. Rasanya menyakitkan melihat Dante seputus asa itu. Tapi yang lebih menyakitkan lagi adalah menyadari kalau bukan aku yang menemaninya di titik terendahnya. Bukan aku yang menyeka air mata juga menggenggam tangannya, dan bukan aku yang dia inginkan untuk membagi rasa sakitnya."Ayo kita pulang," perintahku kepada supir yang menungguku di depan gedung.Perjalanan pulang terasa sangat panjang, meski jalanan sesepi dan selancar tadi tapi rasanya mobil ini bergerak sangat lambat. Aku menatap keluar jendela dan tanpa terasa airmataku menetes perlahan, membasahi pipiku. Dasar cengeng!***"Selamat pagi, kek. Ayo sarapan," sapaku dengan ramah."Kenapa kau terus menggangguku? Tinggalkan saja disana. Nanti aku akan memakannya," jawab kakek ketus."Maaf kek. Tapi aku akan menyuapimu dan baru akan keluar setelah kau selesai makan dan minum obat," sahutku tidak peduli dengan sikap kasarnya."Aku bukan bayi, tidak perlu me

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 93

    "Dia tahu? Apa anda yang memberitahunya?""Tidak! Dia tidak sengaja mendengarnya, ketika kakek memberitahu semuanya kepadaku," jawabku cepat."Oh sial!" maki Pedro, lalu segera meminta maaf begitu menyadari aku ada di hadapannya."Memangnya kenapa kakek harus merahasiakan begitu banyak hal dari Dante?" tanyaku penasaran."Maaf Nona, saya harus pergi memeriksa kakek. Saya sudah memberikan penjelasan yang lebih dari cukup. Kalau masih ada yang ingin anda ketahui, bertanyalah langsung pada kakek." Pedro berdiri dan sudah membuka pintu masuk ke rumah saat aku memanggilnya."Pedro, kenapa kau membantuku dan keluarga angkatku?"Dia berbalik dan menatapku cukup lama sebelum menjawab dengan pelan."Aku hanya membayar hutang orangtuaku."Pedro langsung meninggalkanku setelah menjawab dengan tegas. Aku terdiam, sambil menatap punggung Pedro.Mengapa hidupku harus serumit ini? Kenapa aku tidak bisa hidup tenang saja bersama keluargaku, dan menjalani hari-hari normal dengan persoalan-persoalan y

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 92

    Dante menarik tanganku dan berjalan dengan cepat menuju ke kamar kami. Sesampainya di kamar, dia melepaskan tanganku lalu menatapku dengan emosional."Apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanyanya pelan.Aku menghela napas sambil terus menatapnya."Aku akan keluar dari rumah ini. Bagaimana denganmu?" jawabku pasrah.Dante mundur lalu punggungnya menabrak dinding, hingga menimbulkan suara yang cukup keras. Lalu bersandar disana, tanpa mengatakan apa-apa."Kau baik-baik saja?" tanyaku khawatir. Tadi dia tampak biasa saja, tapi kenapa wajahnya tiba-tiba memucat?"Ya," jawabnya pelan.Aku rasa dia mencoba menahan semuanya. Rasa terkejutnya, kecewa, takut, dan malu. Dia mencoba menutupinya, tapi pasti tidak semudah itu. Kenyataan pasti sangat berat baginya.Aku mendekatinya. Lalu entah apa yang merasukiku, aku meraih tubuhnya lalu memeluknya dengan erat. Dante diam saja, aku bisa merasakan tubuhnya yang tegang."Aku akan menemanimu menghadapi semuanya," bisikku sambil membelai pungggungnya

  • SENTUHAN PANAS PERTAMA TUAN DANTE   BAB 91

    "Berani sekali kau berkata seperti itu. Dasar kurang ajar!" bentak kakek sambil berdiri dan menunjuk wajahku dengan marah."Siapa kau berani mengancam akan membunuh putraku di hadapanku? Apa kau tahu kalau aku bisa membunuhmu sekarang juga?" Wajah kakek terlihat sangat menakutkan. Jantungku berdetak sangat kencang dan tanganku mulai merasa dingin, lututku lemas tiba-tiba. Tapi entah mengapa mulut dan otakku sama sekali tidak selaras dengan bagian tubuhku yang lain."Dan membiarkan Dante kembali terpuruk? Silakan bunuh aku dan saksikan Dante yang kembali menjadi pria aneh yang ketakutan terhadap wanita!" balasku dengan keberanian yang entah muncul dari mana."Kau benar-benar merasa besar kepala hanya karena bisa menyentuh Dante! Kau tahu kau bukan satu-satunya! Ada Naomi, wanita yang lebih pantas menjadi masa depan Dante dari pada kau!""Apa kakek tahu, sekarang bukan cuma kami berdua tapi Dante sudah bisa mengendalikan serangan paniknya terhadap wanita manapun. Dan itu karena aku, ka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status